Race (Lalisa) 🔥 11

Day 12

Hari ini geng motor Nonagon akan melawan geng motor Anak Jalanan. Siapakah yang menang?

(Gue kok ngakak sih, ya? Gue sih ngejagoin Nonagon. Secara mereka lebih awesomething. Haha 😂😂)

Hanbin Vs Boy.

Semua pendukung tengah berteriak lantang mendukung jagoan mereka. Lisa dan Bobby terus saja berteriak memanggil nama Hanbin, mencoba menyalurkan spirit mereka untuk lelaki itu.

"Hanbin hwaiting! Semangat! Kalahkan mereka!" pekik Lalisa.

Hanbin melirik sekilas gadis itu. Iya, gadis itu telah berhasil membangkitkan adrenalin namja itu. Dialah semangat Hanbin.

Vrom ...

Vrom ...

Vrom ...

"Start!"

Prit!

Vrommm ...

Hanbin melaju dengan kecepatan tinggi, meninggalkan boy dengan jarak sekitar dua meter di belakangnya.

Sementara itu, Lalisa menyatukan kedua tangannya sembari memejamkan mata, berdoa pada Tuhan semoga Hanbin diberi kelancaran. Bobby sedikit berbincang dengan teman-teman mereka yang lain yakni Yugyeom dan Chanwoo.

Hanbin terus menambah kecepatan laju motornya. Di depan ada tikungan ke kiri. Ia mencondongkan motor dan tubuhnya ke kiri.

Boy masih tidak ingin mengalah dan ikut menambah kecepatan. Lalu pada akhirnya berhasil menyalip Hanbin.

Lalisa membuka kedua matanya. Rally pertama sebentar lagi akan usai. Ia harap Hanbin bisa berada di garda terdepan rally pertama.

Tapi ...

Vrom ...

Boy-lah yang berada di posisi pertama. Hanbin berada di posisi kedua.

"Hanbin kau harus menang!" pekik Lalisa spontan dan itu membuat hormon adrenalin laki-laki itu kembali memuncak.

Vrommmm ...

Ia menambah kecepatan dan menyalip Boy. Meninggalkannya di jarak yang cukup fantastis. Hanbin terus melajukan motornya dengan kecepatan 110 km/jam. Ia berbelok menukik ke kanan-kiri mengikuti jalanan.

Ini adalah rally kedua.

Dia tampak berada sendirian di jalur lintasan balap liar.

Dan ...

***

Tit ...

Tit ...

Tit ...

Tittt ...

Bunyi alat pemeriksa detak jantung itu membuat para dokter menghidupkan alat kejut jantung mereka.

"Mundur!" pekik dokter pria itu.

Dokter itu menempelkan alat kejut jantung pada dada kiri laki-laki yang saat ini terbaring lemah di ranjang UGD rumah sakit ini.

Deg.

Tarikan pertama masih belum membuahkan hasil.

Deg.

Tarikan kedua masih sama saja.

Hanya tersisa satu tarikan lagi.

***

Lalisa mengerjapkan matanya. "Dimana ini?" Pertanyaannya selepas mata indahnya membuka secara utuh.

"Li-Lisa." Bobby langsung memegang tangan gadis itu. "Kau sudah sadar? Siapa aku? Jawab." Bobby menatap iris hitam gadis itu.

"Apa yang kau lakukan, Bobby?" Lalisa mendorong wajah laki-laki itu menjauh.

"Aku khawatir padamu. Syukurlah bila kau masih mengenaliku. Aku pikir kau amnesia."

Lisa berusaha bangkit dari ranjang itu. "Aku kenapa bisa ada disini?"

"Kau mengalami syok dan pingsan," jawab Bobby singkat. Lalisa pun kemudian teringat oleh kejadian beberapa waktu lalu.

Bunyi ambulan membawa dua laki-laki yang tergelatak dengan sekujur tubuhnya berlumuran darah.

"Hanbin!" pekiknya, Lalisa lantas nekat turun dari ranjang dan melepas selang infus yang masih terpasang di nadi tangan kanannya.

"Yak! Eodiya?" Bobby menahan pergelangan tangan kiri Lisa.

"Aku ingin mencari Hanbin, Bob. Lepaskan aku." Yeoja itu menepis kasar tangan Bobby.

"Tapi kondisimu masih belum stabil." Bobby menahan bahu gadis itu dari belakang.

Lisa memberontak. "Apa kau tidak khawatir pada Hanbin? Dia sahabat kita, Bob. Bagaimana kalau dia--"

"Stop it! Jangan berpikiran negatif tentang Hanbin. Dia pasti baik-baik saja. Saat inipun kau tidak bisa menemuinya. Dia ada di UGD, Lisa!" ucap Bobby sedikit memekik.

"U-UGD?" Bukannya menjadi tenang, Lisa justru semakin memberontak seraya memekik histeris. "Hanbin!"

***

Lalisa berlari mendekati brankar yang didorong keluar dari UGD itu. Lalisa dan Bobby langsung membungkam mulutnya.

"Hanbin!" pekik Lalisa kembali histeris. "Hiks." Gadis itu langsung memeluk tubuh seseorang yang tertutupi kain putih di sekujur tubuh.
Sementara Bobby hanya mematung tanpa berbicara sepatah katapun. Air mata keluar tanpa bisa ditahan. Lelaki itu menunduk dalam.

"Hiks ... Hiks ..." Aku tidak ingin kau pergi Hanbin. Tolong jangan pergi. Kenapa kau meninggalkanku? Aku masih belum bisa jujur. Tolong buka matamu.

Dua suster yang mendorong brankar itu tampak bingung. Mereka mulai berbisik-bisik satu sama lain.

"Bukankah tadi dokter bilang namanya ..." suster itu tampak mengingat-ingat, "... Boy. Iya, namanya Boy."

Beberapa menit yang lalu ...

Tittt ...

Dokter pria itu meletakkan alat kejut jantung di tempatnya. Ia telah berjuang semampunya untuk menyelamatkan laki-laki ini. Tapi sepertinya Tuhan memiliki rencana lain.

"Kematian pukul 02:30 KST. Hari Senin, tanggal 15 September 2016. Atas nama Boy."

Suster yang lain menyahut, "Lalu kenapa gadis itu memanggil dia Hanbin?"

"Nona, maaf. Nama dia adalah Boy, bukan Hanbin," ucap suster satunya, ia menyentuh pelan bahu Lisa.

Bobby mendongakkan wajahnya. Dahinya mengernyit. Apa ini?

"Apa maksudmu? Nama dia Hanbin, aku mengenalnya, suster." Lisa ngotot jika laki-laki itu ialah Hanbin.

"Tunggu Lisa. Kita buka saja kain itu." Bobby bergerak mendekati brankar dan mulai membuka penutup kepala seseorang yang terbaring pada brankar tersebut.

Mukanya penuh sayatan luka dan lebam. Tapi ... bukan Hanbin.

***

Tit ...

Tit ...

Tit ...

Bunyi monitor jantung mendominasi ruangan ini. Hanbin terbaring dengan penyangga leher dan kaki kiri di gips. Mukanya lebam. Selang bantu pernafasan terpasang di hidung lelaki itu.

Lisa lagi-lagi meneteskan cairan bening. Jalannya terseok-seok ke arah Hanbin. Gadis itu seperti kehilangan tumpuan kakinya.

Perempuan ini menggenggam tangan pucat Hanbin. Sedangkan Bobby berjalan mendekati laki-laki itu dengan perasaan campur aduk.

Orangtua Hanbin berada di Busan, tidak tahu menahu perihal hal yang telah menimpa anaknya. Bobby tidak menghubungi Nyonya Kim karena tahu jelas resiko seperti apa yang akan Hanbin hadapi jika kabar ini sampai ditelinga mereka.

"Bin, bukankah kau berkata ingin menjagaku? Lalu bagaimana caramu menjagaku jika kau tidak bisa menjaga dirimu sendiri? Bagaimana jika Bobby usil padaku? Siapa yang akan membelaku?"

Bobby mengusap matanya mendengar perkataan Lisa. Iya benar, Hanbin memang selalu membela Lalisa ketika Bobby tengah berusaha menjahili gadis itu.

"Kalau Bambam mendekatiku lagi, apa tidak apa-apa?" Tatapan mata basah Lisa tidak direspon sama sekali oleh Hanbin. "Hanbin ... hiks ... apa kau benar-benar tidak masalah dengan itu, eoh? Buka matamu, Bin!" Lalisa menunduk dan kembali terisak.

"Apa kau menangis untukku?" Suara lemah itu membuat gadis blonde itu mendongak. Hanbin tersenyum pelan. "Apa kau menangis untukku, Lisa?" Setetes cairan bening berhasil lolos dari sudut mata sipit namja itu.

"Kau sudah sadar?" Lalisa membulatkan matanya.

Hanbin menarik sudut bibirnya, lalu berucap, "Sejujurnya aku tidak tidur."

"Mwo?" Lalisa seperti disengat lebah, kaget sekaligus ... kesal. "Jadi daritadi aku menangis dan kau ... hanya pura-pura tidur saja?"

"Hmm, sepertinya begitu jika dilihat dari ekspresi mukanya," sahut Bobby. "Jika keadaanmu tidak seperti ini mungkin aku akan menonjokmu, Bin. Kau membuat Lisa hampir menangis darah. Kau juga--" tunggu, apakah aku harus mengaku jika aku menangis? Tidak-tidak, "intinya kau keterlaluan."

"Mian, tapi walaupun tidak tidur, faktanya tadi mataku tidak bisa dibuka dan kepalaku juga pusing sekali," akunya.

"Apa? Pusing? Haruskah aku panggilkan dokter?" Lalisa tampak panik. "Tunggu sebentar. Dok--"

"Diamlah," ucap Hanbin sambil menahan tangan gadis itu. "Aku sudah baik-baik saja," tambahnya.

Tanpa sadar Lisa pun memeluk Hanbin. Dada kiri Hanbin memacu aliran darah lebih kencang dari sebelumnya.

Yugyeom dan Chanwoo tidak jadi menyapa Hanbin karena melihat adegan drama Korea versi nyata itu.

-TBC-

***

Update lebih cepat untuk Lalisa. Yeah ...

Maddi ingin menebus waktu hiatus Maddi ...

Selamat membaca ...

Chapter Lalisa sedikit emosional, ya? 😉😉

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top