Just ... 🔥 28
Day 21
Ting Tung!
Bel Dorm Blackpink telah berbunyi pagi-pagi.
Ting Tung!
Rosé menggeliatkan badannya. Matanya yang masih kabur mengerjap beberapa kali. Dilihatnya Lisa yang masih tertidur. Dasar. Memangnya dia tidak berangkat sekolah apa?
Jisoo yang berada di kamar mandi lantas mematikan keran air di wastafel. Jika pendengarannya tidak salah, ada yang menekan bel barusan. Iapun segera berkumur, membersihkan sikat giginya dan keluar dari kamar mandi.
"Nugu?" tanya Jennie selepas menekan tombol monitor. Kebetulan Jennie baru saja keluar kamar ingin minum.
"Lalisanya ada?"
Rosé berjalan menghampiri Jennie. "Nugu?" Jennie menggeleng.
"Maaf, Anda siapa?"
Cklek.
Lalisa membuka pintu kamar dan keluar sambil garuk-garuk kepala.
Bukankah dia tadi tidur seperti kerbau? - Rosé.
"Aku terbangun karena alarmku." Seakan tahu pertanyaan yang melintas di benak Rosé, ia langsung menjawabnya seperti itu. "Ada apa?"
Mwoya? Dia bisa mendengarku? Aneh. - Rosé.
"Ada tamu," jawab Jennie.
"Nugu?"
"Molla." Mereka menggeleng bersama.
"Coba kulihat."
Ekspresi wajah Lalisa seketika berubah. "Jangan pernah bukakan pintu."
"Wae?" tanya kompak Jennie dan Rosé.
Jisoo pergi jogging untuk menetralkan kejenuhannya. Selepas ini ia pasti menjadi super sibuk, alangkah baiknya jika sekarang ia bisa melemaskan otot-ototnya yang kaku.
Sebentar lagi ia akan bertemu dengan jadwal kampus yang bentrok dengan jadwal pemotretannya. Seperti apakah rasanya? Jisoo sangat penasaran.
Ia berhenti di sebuah taman lalu memutar pinggangnya ke kanan ke kiri dengan kedua tangan menyiku. Ia kemudian menarik tangannya ke atas dan menarik tubuh atasnya doyong ke kanan ke kiri.
"Kau berolahraga juga?"
Jisoo menoleh, "Omo! Kaget aku," lalu memegang dada kirinya.
"Oh, mian mian, aku tidak bermaksud."
"Ah, iya." Jisoo sedikit mengangguk. "Olah ... raga juga?" tanya hati-hati.
"Hmm." Lelaki itu mengangguk, "Akhir-akhir ini suka stress jadi lagi pengen jogging dan olahraga," menoleh pada Jisoo dan tersenyum.
"Kenapa?" Jisoo menatapnya. "Kenapa Jin-sshi stress? Apa karena kami?"
"Seperempatnya iya gara-gara kalian tapi sepenuhnya bukan." Jisoo lantas ber-ah-ria dan mengangguk.
"Apa rumahmu dekat sini?" tanya Jin, kemudian Jisoo mengangguk. "Dimana?"
"Ah sebenarnya bukan rumahku, tapi ..."
Jin mengerutkan keningnya. "Mwo? Apa apartemen sendiri?"
Jisoo menggeleng. "Aniya. Rumah kos."
Tampak guratan senyuman di wajah Jin menghilang dengan sekejap, berganti dengan wajah dan tatapan bingung. "Rumah ... kos?"
***
"Lisa-ah, eomma mianhae!" Lisa yang hendak meninggalkan layar monitor itu tiba-tiba terhenti langkahnya.
"Eomma telah salah, mianhae uri tal."
Jennie dan Rosé terdiam seraya memandangi bergantian Lisa dan sosok wanita paruh baya yang tampil di layar monitor tersebut.
Sesak. Tidak ada rasa apapun yang menghampiri dadanya kecuali rasa sesak. Tangannya mengepal dengan aliran darah panasnya yang telah mencapai ubun-ubun, namun lidahnya terlanjur kelu.
Jisoo duduk-duduk santai di taman tersebut. "Jadi begitu." Respon dari Jin membuatnya menoleh.
"Iya."
"Hmm, dulu aku pernah bermimpi menjadi anak chaebol. Aku ingin merasakan bagaimana diperlakukan layaknya pangeran seperti yang pernah diceritakan oleh buku dongeng. Tanpa aku harus bersusah payah, tanpa aku mengeluarkan tenaga, tanpa banyak usaha, aku bisa mendapatkan apapun yang kumau. Seolah semuanya terlihat menyenangkan." Jin menghela napas. "Iya, seolah menyenangkan. Dan hanya 'seolah' saja."
"Wae?" Kenapa ada orang yang ingin melakukan sesuatu dengan mudah dan tanpa terbebani? Kenapa mereka menolak kerja keras dan usaha? Kenapa mereka seperti itu?
"Karena apa yang kujalani terlalu sulit. Aku tercekik setiap kali aku mencoba bernapas. Aku tersandung setiap kali mencoba berjalan. Aku bahkan tenggelam setiap kali mencoba berenang ke permukaan." Manik lelaki itu terarah pada Jisoo. "Aku ingin merasakan bebas saat bernapas, nyaman saat berjalan dan ... mencapai permukaan."
"Begitu, ya?"
"Hmm. Rasanya seperti aku telah mendapatkan hidupku yang sesungguhnya."
"Bagiku ..." Jisoo menengadahkan kepalanya, "... hidup seperti seolah tercekik, tersandung dan tenggelam itu adalah sensasi dari kehidupan, yang ingin kualami."
"Wae?" Kenapa ada orang yang ingin tercekik ketika bisa dengan bebas bernapas? Kenapa ada orang ingin tersandung dan bahkan tenggelam?"
"Karena apa yang kujalani sangat membosankan. Aku hidup tapi tidak hidup. Aku ada tapi tidak ada. Aku mampu tapi tidak mampu. Aku adalah robot yang telah ter-setting untuk tunduk pada pemiliknya. Kehidupan mewah? Bukankah jauh lebih menarik untuk hidup bebas?" Jisoo tersenyum samar-samar. "Tak bisa melakukan apa yang ingin kulakukan. Tak bisa mengatakan apa yang ingin kukatakan. Tak bisa bersama orang yang aku inginkan. Menyeramkan."
"Memang manusia adalah spesies tidak pernah puas akan sesuatu. Iya, kan?"
Jisoo mengangguk. "Benar."
Ini pertama kalinya Jisoo membuka mulutnya pada orang lain. Ia sendiri tidak tahu, begitu bicara dengan Kim Seok Jin, ia selalu saja merasa nyaman dan penuh kepercayaan. Kenapa bisa seperti itu? Entah. Gadis itu baru menyadarinya tepat setelah pembicaraannya usai.
"Ini adalah pertama kalinya." Jin menoleh, keningnya mengerut. "Ini pertama kali aku bisa terbuka dengan seseorang." Lelaki itu menarik sudut bibirnya. "Terimakasih, Jin-sshi."
"Aku senang mendengarnya."
***
"Apa yang dikatakan mereka?" Rosé mendekatkan telinganya di pintu kamar. Jennie dan Rosé saat ini tengah bersembunyi di dalam kamar Jennie.
Jennie yang tengah duduk santai di pinggir ranjang hanya menyahut, "Jangan ikut campur," dengan singkat.
"Ekspresi mereka sangat menegangkan, unnie. Dan ... kenapa Lisa seperti itu pada umma-nya?"
"Entahlah." Gadis berambut blonde belah tengah itu merebahkan punggungnya.
Lisa masih memandang datar waja ibunya. "Wae?"
"Mianhae, eomma mengaku salah-"
"Salah apa?"
"Eomma sudah terlalu kasar dan jahat padamu. Eomma ga mianhae. Saat itu eomma tidak bisa menahan emosi."
"Terus? Kenapa kesini?"
Wanita paruh baya itu bangkit dari kursi. "Duduk saja disitu," tukas Lalisa segera. Ibu itu hanya menurut.
"Pulanglah. Ibu ... ingin kau pulang."
"Shireo."
"Jebalyo, Lisa-ah, tak cukupkah hukuman untuk ibu selama ini?"
"Hukuman?" Lisa mendengus. "Apa aku adalah hukuman untuk eomma? Cham ..."
"Bu-Bukan itu maksud eomma-"
"Mwo? Mwo? Mwo? Maksudnya apa, eoh?"
"Eomma sudah tersiksa tanpa kau di rumah. Eomma ... bogoshipeseo, uri tal." Mata Lisa panas. Namun dirinya melarang keras bulatan hitam itu untuk mengelurkan titik air.
"Eomma pulang saja, setelah ini aku harus pergi ke sekolah. Kasian juga teman kos-ku, mereka harus pergi bekerja." Lisa bangkit dari kursi dan berjalan menuju kamarnya.
Cklek.
Pintu itu ditutup cukup kasar.
Rosé terjingkat. "Sepertinya Lisa masuk kamar. Dia baru saja terdengar menutup pintu."
"Berarti kita boleh keluar," timpal Jennie.
"Betul."
Cklek.
Pintu kamar Jennie terbuka. "Akhirnya," desah Rosé. Beberapa menit kemudian mulutnya terkunci kembali. "Ah, Anda belum pergi, ternyata."
"Mianhae, saya pasti membuat kalian tidak nyaman," ujarnya.
"ANIYO," ucap Jennie dan Rosé kompak.
"Kita tidak pernah berpikiran seperti itu, seorang eomma wajar-wajar saja jika ingin menemui putrinya." Rosé kemudian mengulum bibirnya.
"Iya, jangan merasa terbebani dengan kami, kami tidak apa-apa."
"Saya permisi," ucap wanita itu lemah.
"Iya, eommonim, hati-hati."
TIT TILULIT
Rosé jatuh lemas di lantai. "Rasanya tulangku hilang semua."
Jennie menyandarkan tubuh di dinding. "Nadoo," sahutnya.
***
Apa sebenarnya yang berharga dari hidup?
Uang?
Tahta?
Popularitas?
Bukan ...
Cinta?
Impian?
Bahagia?
Bukan itu?
Jisoo menghela napasnya. "Sepertiku yang seolah memiliki segalanya, tapi aku tidak memiliki satu hal, diriku sendiri."
***
Andai saja memaafkan bisa menjadi lebih mudah, maka tak akan ada tenaga yang terbuang untuk marah.
Tidak semudah mengatakan 'maaf', hati manusia, tidak mudah untuk menghilangkan sakitnya.
Menenangkan diri entah apa bisa membuatnya tenang, atau justru menjadi semakin parah saja? Tidak tahu.
Lisa meneteskan air matanya tanpa berekspresi, ia memandang kaca di kamarnya. "Apa ... setiap hal mampu diselesaikan dengan kata maaf?"
-TBC-
***
Maddi comeback ...
Silahkan nikmati ceritanya dan semoga suka ya ...
See you 😙😙😙
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top