Everything Going Fine 🔥 40
Day 27 (Lanjutan)
"Kita akan pergi kemana?" Lisa memukul helm Hanbin.
"Sudahlah kau diam saja. Nanti juga akan melihatnya." Hanbin mengeluarkan smirknya.
Lisa mencibir kelakuan Hanbin yang seenaknya. Bisa-bisanya laki-laki itu main menariknya pergi. Jika saja dia tidak ingat jika Hanbin adalah temannya, maka sudah habis si Hanbin diamuk oleh Lisa.
Motor itu melaju dengan kecepatan yang tinggi. Lisa sudah terbiasa. Memang seperti ini gaya Hanbin ketika mengendarai motor. Meskipun kencang, motor yang dikendarai Hanbin selalu stabil. Karena itulah Lisa merasa aman saja.
Beberapa menit diperjalanan, hingga akhirnya mereka tiba di sebuah rumah tua di pinggiran kota. Lisa turun dari motor dengan pandangan yang tak lepas dari rumah itu.
"Ini rumah siapa, Bin?"
"Rumah nenek aku." Hanbin tersenyum. "Dia ingin bertemu denganmu."
"Eh? Aku?" Lisa menunjuk dirinya. "Memangnya nenekmu mengenalku?"
"Tentu saja. Masa dengan calon cucu mantu sendiri tidak kenal?"
Mata Lisa melotot tajam. "Omong kosong. Calon cucu mantu, pantatmu!" Lisa mendengus.
Tapi Hanbin justru terkekeh melihat Lisa yang kesal, tapi wajahnya merona. "Ayo masuk!" Lelaki itu menggandeng tangan Lisa.
Rumah ini meskipun tua tapi masih terlihat kokoh. Rumah yang luas dan bersih.
"Halmeoni!" pekik Hanbin dan langsung berjalan cepat menghampiri seorang wanita tua yang berjalan dengan tongkat.
"Cucuku, tersayang!" Wanita itu memeluk erat Hanbin.
Lisa bertanya-tanya. Sebenarnya apa maksud Hanbin mengajaknya kesini? Hanbin berkata jika Lisa akan menyukainya. Tapi, menyukai apa? Rumah tua ini? Atau neneknya? Laki-laki itu memang tidak bisa ditebak.
"Kamu pasti Lalisa?" Wanita itu menatap Lisa dengan hangat. "Sini nak!" panggilnya sembari melambaikan tangan.
Lisa berjalan pelan ke arah nenek itu. Ketika jarak sudah dekat, nenek itu tiba-tiba saja memeluknya dan mengusap lembut punggungnya.
Kenapa neneknya Hanbin bisa mengenal Lisa? Tidak mungkin penggemar Lisa, bukan?
Ah, otak Lisa rasanya keram memikirkan semua pertanyaan yang lalu lalang di benaknya.
"Nenek kenal dengan saya?" Liaa mengerutkan dahinya.
"Tentu saja. Hanbin sering bercerita tentangmu." Nenek itu memandang Hanbin yang tersenyum lebar.
Lisa ikut mengarahkan manik matanya menatap Hanbin. "Kau cerita apa saja, Bin?"
"Cerita kalau kamu ini anak baik, yang sudah menolongnya saat operasi. Terimakasih ya, nak, Lisa." Wanita itu mengelus lengan Lisa.
"Tahu ... darimana?" Alis gadis itu terangkat satu. "Bin?" Dia kembali menatap Hanbin, meminta sebuah jawaban.
"Tidak penting aku tahu dari siapa." Hanbin menghampiri Lisa. "Tapi aku benar-benar berterimakasih sekali padamu." Dia merangkul bahu Lisa dan mengacak-acak rambut gadis itu.
"Aish! Jangan mengacak-acak rambutku!" Lisa langsung menepis tangan Hanbin yang berada di bahu dan kepalanya.
"Lisa," panggil wanita tua itu lembut.
"Iya, nek?"
"Ikut nenek ke belakang sebentar, yuk. Nenek mau menunjukkan sesuatu." Lisa menjawabnya dengan anggukan saja.
Dia menoleh ke belakang, memicingkan mata menatao Hanbin--yang semakin terkekeh geli melihat kekesalan Lisa.
Lisa masih mengekori neneknya Hanbin, hingga sampailah dia di sebuah ruangan. Ruangan yang membuat Lisa menatapnya tanpa berkedip. Bahkan mulutnya sudah ternganga saking terperangahnya.
Lantai kayu dan kaca besar adalah pemandangan yang membuat tubuhnya nyaris mematung. "Ini ..." Lisa bahkan tidak bisa melanjutkan kata-katanya.
"Dulu ini adalah ruang tari pribadi nenek ketika masih muda. Dan minggu lalu nenek sudah memugarnya menjadi lebih modern."
Ruang tari pribadi neneknya Hanbin? Lisa saat itu juga hanya bisa berkata, "Wow!"
"Nenek kasih ruangan ini untukmu"
Ucapan itu langsung membuat Lisa tertegun. Kepalanya menoleh kaku menatao wanita itu. "Apa?"
"Nenek kasih ruanga ini untukmu. Jika kau ada waktu senggang, kau bisa datang kemari bersama Hanbin." Wanita itu menunjuk Hanbin yang sudah berada di sampingnya. "Hanbin bilang kau suka menari. Jadi, sebagai ucapan terimakasih, nenek memberikan ruangan berharga nenek ini padamu. Kau bisa memakainya kapanpun kau mau."
Jadi, ini maksud perkataan Hanbin? Jika Lisa pasti akan menyukainya. Tentu saja. Impian Lisa dari kecil adalah menjadi seorang penari. Dan sebenarnya memang dia jago menari.
"Nek, tapi ini--"
"Jangan ditolak ya, Lisa. Ini hadiah nenek, untuk teman terbaik Hanbin." Wanita itu tersenyum, senyum yang terlihat begitu tulus.
Lisa langsung memeluk wanita itu. Matanya bahkan sudah nanar. Sejak kapan dia berubah jadi melankolis seperti ini? Sejak saat ini mungkin. "Terimakasih, nek. Lisa akan mampir ketika ada waktu luang."
Wanita itu mengangguk. "Disebelah sana, itu studio musik Hanbin. Dia juga sering berada disini untuk berlatih musik."
Lisa langsung memandang Hanbin. "Kau berlatih musik lagi? Sejak kapan? Kenapa tidak memberitahuku?"
Jika Lisa menyukai segala hal yang berbau dance, maka Hanbin menyukai segala hal yang berbau musik. Dan Lisa sangat senang lelaki itu kembali bermain musik.
"Sudah tiga bulan ini. Aku seperti mendapatkan semangat bermusikku." Hanbin tersenyum lebar.
Mulai saat ini, mereka berdua akan memulai kembali impian mereka yang sempat redup. Memulai lagi untuk percaya pada harapan. Memulai untuk bekerja keras mencapai impian mereka.
***
Day 28
Rosé menggeliat di ranjang sempit yang kini tengah dia tiduri. Ah, sampai kapan dia harus terbaring seperti ini? Dia ingin pulang saja. Rasanya tubuhnya kaku semua tidur disini. Belum lagi sebenarnya dia tidak biaa tidur dengan pulas di rumah sakit, karena sedikit takut dengan suasana rumah sakit.
Cklek.
"Oh, kau sudah bangun?" Junhoe datang menenteng tas kresek berisikan makanan dan minuman. "Tadi aku mencari makan dan minum sebentar."
"June, kapan aku boleh pulang?"
Junhoe bisa melihat raut sedih Rosé. Laki-laki itu pun tersenyum dan duduk di samping ranjangnya. "Bisa pulang hari ini."
Mendengar itu, wajah Rosé langsung berubah cerah. "Yang benar? Hari ini? Kalau begitu, cepat minta susternya melepas selang infusku. Tanganku rasanya nyeri."
Junhoe mengangguk pelan. "Nanti mereka akan kemari. Tapi kau harus makan dulu." Dia membuka kotak makanan berisi ayam dan nasi. "Dokter bilang kau bisa makan apapun. Tidak ada larangan. Jadi, kau bisa makan ini," jelasnya.
"Perlu aku suapi?" Junhoe tersenyum kecil.
Senyuman yang berhasil membuat Rosé ikut tersenyum. "Boleh." Gadis itu mengangguk.
"Kupikir kau akan menolaknya. Karena aku hanya basa-basi saja tadi."
Senyuman di wajah Rosé seketika luntur berganti dengan dengusan sebal. "Yaudah sini, aku akan memakannya sendiri." Rosé merebut kotak nasi itu dari tangan Junhoe.
Laki-laki itu tertawa. Tawa yang membuat Rosé mengernyit dalam. "Ada yang lucu?"
"Kau begitu mudah dikerjai dan mudah marah. Tapi kenapa imut begini? Hmm?" Junhoe menatap Rosé. "Aigooyaaa kiyowo." Junhoe mencubit pipi gadis itu.
"Aw! Sakit June!" Rosé mengelus pipinya.
Junhoe menghela napasnya. "Kau tahu Chaeyongi, aku sangat bahagia bisa seperti ini bersamamu." Laki-laki itu tersenyum. Senyuman yang sangat manis. Bahkan kini deretan giginya muncul. Matanya ikut tersenyum.
Rosé merasakan ada sengatan-sengatan kecil pada tubuhnya. Jantungnya berdetak tidak karuan. Senyuman Junhoe benar-benar membiusnya.
Astaga! Astaga!
Wajah Junhoe kok semakin mendekat? Apa yang ingin dia lakukan?
Rosé mengerjap ketika bibir Junhoe menempel pada bibirnya.
Ini ... ciuman pertama Rosé.
***
Hello!!!
Maddi is back!!
Pemanasan! Pemanasan!!
Cerita ini akan segera memasuki area baper!! So, persiapkan hati kalia semua!!!
Maaf membuat kalian menunggu kelanjutan cerita ini sangat amat lama 🙏🙏
Semoga ceritanya masih berkenan dihati kalian.
Thankyou buat pembaca setia Dorm Blackpink yang tetep stay walaupun ceritanya sering lama update 💕💕
See you next chapter gengs!!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top