Chef (Jisoo) 🔥 10

Day 11

"Ah, panas!" Seorang yeoja memekik keras ketika tangannya tersiram oleh air panas.

Jisoo yang tengah bersantai bersama Nayeon tersita perhatiannya. Keduanya sama-sama berdiri dan berjalan menghampiri gadis itu.

"Cepat siram dengan air kran," ucap salah seseorang.

"Tunggu!" pekik Jisoo. "Jika kau menyiram air pada luka bakar maka tanganmu bisa melepuh," ucapnya kemudian.

"Lalu?"

"Kau punya minyak goreng atau minyak tanah?"

"Ada minyak goreng." Gadis itu menyahut cepat.

"Gunakan saja minyak goreng itu. Oleskan pada luka bakarmu. Minyak itu dapat menyerap panas dan mendinginkan luka bakar. Sedangkan air justru akan membuat panas tertahan di tanganmu tak bisa keluar."

Gadis itupun mengangguk dan berlari ke dalam dapur.

***

"Daebak!" Nayeon memandang Jisoo takjub.

"Apa?"

"Kau benar-benar cerdas, Jisoo," ucapnya memuji. "Kau bahkan tahu jika luka bakar tidak boleh terkena air. Mantab." Gadis itu mengacungkan dua jempol tangannya.

"Bukankah itu hal biasa?" Jisoo menaikkan alisnya.

"Ck. Aku tahu, aku tak sepandai kau." Nayeon menyilangkan tangannya di dada seraya menyandarkan tubuhnya pada kursi.

Kedua yeoja cantik itupun masih menunggu pesanan mereka yang tak kunjung datang. Nayeon berkali-kali menggerutu sebal. Sedangkan Jisoo hanya terus menghela napasnya, mencoba lebih santai.

Nayeon melirik jam di pergelangan tanya. "Udah setengah jam, lama banget, aish!" Gadis berponi tipis itu lagi-lagi menggerutu.

Jisoo bangkit dari kursinya dan berjalan mendekati kasir. "Permisi, apakah pesanan kami masih lama? Temanku sangat kelaparan."

"Cheoseonghamnida, kami kekurangan koki akibat insiden beberapa menit tadi. Sedangkan koki pengganti masih belum datang. Jadi, kami menjadi sangat lama dalam mengerjakan semua pesanan pelanggan. Sekali lagi maafkan kami."

"Apakah mau kubantu?" tawar Jisoo kemudian, si penjaga kasir itu memandang keheranan perempuan cantik yang ada di depannya. "Jangan memandangku seperti itu." Jisoo pun mengulas senyumnya.

"Apa agasshi benar bisa memasak? Apa tidak merepotkan?"

"Tentu saja, aku bisa memasak, walaupun bukan dalam tingkatan ahli. Makanya aku menawarkan diri. Dan sama sekali tidak merepotkan." Lagi-lagi gadis itu tersenyum.

"Kalau begitu, mari ikut dengan saya." Gadis penjaga kasir itupun menggiring Jisoo ke dapur.

Keadaan dapur sangat keteteran. Satu chef memasak puluhan makanan dengan hanya dibantu tiga pelayan.

"Permisi chef, nona ini menawarkan diri untuk membantu memasak."

Lelaki itu membalikkan badan. Jisoo menunduk setengah badan. "Anyeonghaseo Kim Jisoo imnida."

Lelaki itu ikut menunduk setengah badan. "Park Jinyoung imnida."

"Kalau boleh aku membantu kalian akan sangat menyenangkan," ucap Jisoo diiringi senyum khasnya.

"Apa tidak merepotkan untukmu?" tanya Jinyoung heran.

Jisoo menggeleng cepat. "Tentu saja tidak." Lagi, gadis itu mengurai senyum manisnya. "Kalau begitu apa yang harus kulakukan terlebih dulu?"

Jinyoung terdiam di tempatnya. Bibirnya mengulas senyum tipis. Sangat tipis.

Sudah cantik, baik, kenapa dia perfect sekali?

"Yak," Jisoo menjentikkan jemarinya di depan mata laki-laki itu, "palli, pelanggan sudah menunggu."

"Ah? Eoh. Jja! Kau bantu aku memotong sayuran dan mem-file daging. Jangan lupa bersihkan udang dan rebus kerang disana. Untuk masalah bumbu biarkan aku yang mengurus. Jja! Hwaiting!"

"Baiklah. Hwaiting!" Jisoo pun menggulung lengan panjangnya dan mulai mengerjakan apa yang dikatakan oleh Chef Jinyoung.

Tanpa Jisoo ketahui, mata Jinyoung beberapa kali melirik ke arah gadis itu. Sekali lagi namja itu mengagumi Jisoo.

***

Nayeon geleng-geleng kepala. "Untuk apa kau membantu mereka?"

"Bukankah kau bilang kau lapar? Aku membantu mereka supaya kau pun cepat mendapatkan makanan yang kau pesan. Lagipula tidak ada salahnya bukan menolong mereka yang butuh bantuan?" Jisoo menyeruput Vanilla Float di hadapannya.

"Lagipula tidak lama aku membantu mereka, hanya sampai koki bantuan mereka datang," tambah Jisoo.

"Baiklah. Baiklah. Terserah padamu." Nayeon menyerah, mengomel pada Jisoo yang kelewat baik. "Ah iya, aku ada janji dengan Jaebum. Duluan kalau begitu, anyeong."

"Aku ditinggal?"

"Mianhae." Nayeon berlalu meninggalkan gadis itu di cafè tersebut.

"Hmm." Seseorang berdeham di samping Jisoo. Gadis itu mendongak. "Boleh aku duduk di tempat temanmu?"

"Tentu saja," jawab Jisoo kemudian.

Jinyoung pun duduk di depan Jisoo. "Kemampuanmu dalam memasak boleh juga," puji Jinyoung.

Jisoo tersenyum. "Gomawoyo. Hanya sekedar bisa." Gadis itu merendah.

"Tidak. Kau bahkan bisa menjadi seorang koki sepertiku. Kau hanya membutuhkan pengalaman yang lebih." Jinyoung kembali memuji Jisoo.

"Mungkin saja," sahut gadis itu singkat, lalu menunduk seraya mengaduk-aduk Vanilla Floatnya.

"Kenapa kau terlihat sedih? Apa perkataanku menyakitimu?"

Jisoo menggelengkan kepala. "Tidak. Sama sekali tidak. Aku hanya berpikir bahwa itu bukanlah jalanku," ucapnya sembari memasang senyum paksaan.

"Hmm. Lupakan saja apa yang aku katakan tadi." Jinyoung berusaha mengubah topik. "Anyway, ghamsahamnida. Neomu ghamsahamnida, Jisoo-sshi."

"Iya. Aku senang bisa menggunakan kemampuanku untuk membantu kalian."

"Hmm. Apakah mungkin jika kau bersedia menjadi koki pengganti disini?" Jisoo langsung menatap bulatan hitam Jinyoung. "Koki kami tangannya masih belum bisa digunakan untuk memasak, jadi kata dokter ia harus mengistirahatkannya selama tiga hari," ujarnya. "Bila tidak--"

"Boleh," sambar Jisoo langsung.

Jinyoung menampilkan senyum kudanya. "Jinjjayo? Kau tidak?"

"Karena mungkin aku tidak akan bisa menjadi koki ahli, setidaknya aku pernah menjadi koki amatir," tuturnya. "Jadi, apa besok aku sudah harus berada disini? Tapi aku ada kuliah pagi selama dua jam. Apakah tidak apa?"

"Tentu saja, tidak apa. Kami buka jam sepuluh-an."

Sedari dulu, ketika umurnya masih sebelas tahun, Jisoo memang sudah memiliki ketertarikan terhadap dunia kuliner. Ia sering datang ke dapur untuk melihat para dayang rumahnya memasak. Tentu saja dengan masker yang menutupi wajahnya. Ia bertukar posisi dengan Nayeon--sepupunya. Sehingga tidak ada yang pernah menyadari keberadaannya di dapur.

"Baiklah. Ah iya, sepertinya aku harus pulang. Sampai jumpa." Jisoo melambaikan tangannya dan berjalan keluar dari cafè tersebut.

Jisoo, satu dari seribu gadis yang mampu menarik perhatian Park Jinyoung, seorang chef idola di Negeri Ginseng ini.

***

Jisoo menunggu bus di halte. Sesekali ia melirik jam warna pink rush yang melingkar di tangan kirinya. "Anak-anak belum aku masakin makan siang. Semoga aja mereka masih bisa menungguku."

Tidak butuh waktu bermenit-menit untuk menunggu, kendaraan berbentuk persegi panjang itu sudah nampak di depan mata. Jisoo segera menaiki bus itu. Usai menempelkan kartu langganan bus miliknya, ia pun lantas duduk di bangku nomor dua dari belakang di bagian sisi kanan bus.

Ketika baru saja melaju dalam beberapa detik, bus tersebut sudah berhenti kembali. Seorang laki-laki masuk dengan tergesa-gesa.

Mata Jisoo menatap lekat-lekat namja itu. Sepertinya pernah bertemu, dimana?

Lalu ketika langkah pemuda itu semakin mendekat ke arah Jisoo, gadis itu mengacungkan jemarinya seraya berseru. "Wang Wook?"

Lelaki itu menoleh spontan. Mata namja itu langsung terkunci dengan iris hitam Jisoo. Kedua manusia ini bahkan tidak tahu jika telah menarik perhatian seluruh penumpang yang ada di bus ini.

"Wang-Wook?" Dahi namja itu mengerut. Ia berusaha mengingat-ingat, kemudian menatap Jisoo secepat kilatan petir saat ia sudah kembali ingat. "Ah, kau rupanya. Si gadis bully? Ah, maksudku si gadis korban bully. Anyeong," sapanya.

Entah, seharusnya Jisoo marah dipanggil seperti itu, tapi faktanya ... dia justru tertawa karena ulah pemuda yang tidak diketahui siapa nama aslinya ini.

-TBC-

***

Hai hallo!!

Sekian lama tidak update..

Maaf...

Sekarang udah update loh..

Adakah shipper Jinsoo? Jinyoung Jisoo? Atau _ _ _ soo?

Ralat : Jinyoung Jisoo is Jinji 😂😂 kalau Jinsoo itu Jin sama Jisoo

Siapa tuh yang di underscore? *sabodo sama tulisan

See you 😙😙

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top