Badmood 🔥 4

Day 6

Jennie memilah-milah baju di sebuah outlet langganannya. Seorang fashionista harus selalu tanggap dengan fashion update setiap harinya, tidak, setiap jamnya, atau, setiap menit bahkan detik.

Gadis berambut belah tengah itu akan membayar semua yang ia beli pada kasir. Antrian ternyata lumayan panjang. Urutan lima. Ya, ia harus sabar pada waktu.

Tik Tok Tik Tok.

Duapuluh menit kemudian ia telah berada di depan si kasir. Ia mengeluarkan kartu kreditnya. Si kasir mengembalikan kartu kredit tersebut.

"Maaf agasshi, limit." Jennie mengernyit. Lalu memberikan kartu yang satunya.

Kasir itu menggesek kartu tersebut, kemudian kembali mengembalikannya, "Maaf, saldonya juga tidak mencukupi, agasshi," ucap si penunggu kasir pelan.

"Mwo?" Jennie syok.

Apa-apaan ini? Masa dua-duanya limit? Apa umma tak mengisinya. Batin Jennie.

"Ya sudah tunai saja. Berapa jumlahnya?" Si kasir itupun mengatakan jumlah yang harus dibayar Jennie. Tanpa pikir panjang, Jennie langsung memberikan uang tunai padanya sejumlah yang dikatakan olehnya.

"Ghamsahamnida, silahkan datang kembali lain waktu," ucap si kasir setengah membungkuk pada Jennie.

Jennie merogoh-rogoh clutch miliknya. Ia tengah mencari ponselnya, ingin menelpon ummanya yang sedang berada di Milan.

Bruk.

Tubuh Jennie berputar hingga terjungkal di lantai. Belanjaannya tumpah ruah berserakan di lantai. Ia meringis sambil mengelus pantatnya yang sakit akibat terbentur pada lantai, lalu mendongak ke atas.

Tidak ada siapapun.

"Mianhae!!" pekiknya keras sambil melengos pergi tanpa membantu Jennie untuk bangun.

Jennie syok, "Dasar namja sialan!" pekiknya kesal.

"Mianhae!!!!" pekik namja itu lagi sambil berlari. Suaranya pun perlahan menghilang digantikan derap langkah kaki dua orang yang mengejarnya.

Jennie memandang tak percaya, kedua orang yang berlari di depannya itu, mengabaikannya. "Mereka tidak melihatku?" Jennie mendengus.

Jennie pun memunguti barang-barangnya dengan gusar. Ia berdiri dan berjalan dengan langkah yang cepat.

BRAK.

Jennie kembali terjatuh. "Matamu kau taruh mana sih?" pekik Jennie kesal.

"Mianhae...," Namja itu mengulurkan tangannya.

Jennie menepisnya kasar, "Sudahlah. Pergi sana," sungutnya jengkel.

Jennie kembali bangkit dan meraup semua barangnya asal. Dia kembali berjalan dengan cepat dan "Aw!" heels-nya patah.

Jennie meringis kesakitan mencoba menahan rasa sakit pergelangan kakinya. Hari ini benar-benar hari yang menyebalkan.

***

"Rosé tumben sekali kau datang pagi?" tanya Sung Kyung yang duduk di sampingnya, rekan sesama model YGK+.

"Kau tak tahu? Sejak kemaren lusa aku telah datang pagi," jawabnya santai.

"Jinjja? Apa yang sudah terjadi padamu? Tidak biasanya." Sung Kyung menoleh ke arah Rosé.

"Maaf agasshi, tolong diam sebentar," ujar si penata rambut memberitahu. Gadis itu langsung memutar kepalanya lurus pada cermin di depannya.

"Diamlah Kyungi, jangan menyusahkan Seoyi," timpal Rosé.

"Arraseo. Arraseo."

"Aku hanya tak ingin sampai salah menata rambutmu Sung Kyung-sshi, cheosongeyo," ucap Seoyi memohon maaf.

"Kenapa kau bicara formal pada kami? Gunakan banmal," kata Rosé sambil menorehkan senyum manisnya pada Seoyi.

"Aku sedang bekerja sekarang," sahutnya lembut.

"Tapi kau bisa memakai banmal ketika bekerja untuk kami. Kami kan temanmu Seoyi," sahut Rosé tenang.

"Benar sekali. Aku setuju padamu Ros." Gadis yang bernama lengkap Lee Sung Kyung ini mengangkat satu jempolnya.

Seoyi tersenyum, "Gomawo," ucapnya terharu.

Cklek.

"Roséanne Park take sekarang," ucap seorang PD mengingatkan.

"Siap!" ujarnya semangat seraya hormat pada PD tersebut.

"Aku take dulu ya guys. See you... muach..." Rosé melempar kissnya pada Sung Kyung dan Seoyi sambil melambaikan tangannya.

Rosé berjalan ke ruang pemotretan. Kali ini ia benar-benar terlihat cantik dan feminin namun kesan sexy tetap tak bisa hilang dari dirinya.

"Hana...Dul...Set..." Rosé berpose dengan slingbag berwarna pink.

"Ckrek." Terdengar bunyi jepretan foto. "Ganti."

"Ckrek." Bunyi jepretan kedua. "Ganti."

"Ckrek." Bunyi jepretan ketiga. "Ganti."

"Ckrek." Bunyi jepretan keempat, sang fotografer mengurut keningnya sambil mendesah berat.

"Cukup!" serunya tiba-tiba, membuat semua orang terfokus ke arahnya.

"Kenapa kalian kirim model seperti itu untukku?" pekiknya si fotografer itu kesal.

"Apa maksudmu-model seperti itu-?" Rosé langsung menyambar dan bertanya dengan menekan kata 'model seperti itu'.

"Kau tidak berbakat menjadi model, arra?" tukasnya kasar.

Rosé mendengus kasar, "Heol! Tidak bakat-KAU BILANG?!" Rosé memekik keras.

Rosé berjalan mendekati sang fotografer. "Yak! Kau pikir kau ini siapa berani menilai aku berbakat atau tidak, eoh??"

"Aku? Kau tak tahu siapa diriku?" tanyanya sambil menunjuk dirinya, "Oh, yang benar saja." ia mengehela napas gusar.

"Memangnya siapa kau?" tanyanya penuh penekanan.

"Nan...," ia mendekatkan wajahnya pada Rosé diiringi oleh tatapan menusuk. Rosé pun tak mau kalah berperang tatapan sengit.

"Go Junhoe. Fotografer nomor satu di Korea," ungkapnya bangga.

"Cih!" Rosé memalingkan mukanya sebentar.

"Nomor satu?" Rosé menyeringai.

"Coba kau lihat foto ini. Blur. Dan kau masih percaya diri mengatakan bahwa dirimu nomor satu di Korea? Bahkan kau menyalahkanku. Cih! Benar-benar tak tahu malu. Kau tak punya kaca dirumah? Haruskah aku membelikannya? Masa fotografer yang katanya-nomor satu- tidak mampu membeli kaca?" Kebiasaan Rosé pun muncul seketika. Bicara terlalu berlebih.

"Dan kau bilang aku tidak berbakat? Hosh...," Rosé berkacak pinggang seraya menghembuskan napasnya kasar, "sadarkan dirimu Go-Jun-hoe-sshi," ucapnya menekan kata 'Go Junhoe'.

"Kau tidak lebih baik daripada cacing di perutku. Bercerminlah dulu sebelum menilai orang lain. Kalau aku jadi kau, sekarang aku sudah sangat malu, karena faktanya KAU- TIDAK BERBAKAT!" lanjutnya sambil menunjuk Junhoe tepat pada wajahnya.

Junhoe mencengkeram tangan Rosé dan menariknya keluar studio.

"Apa yang mau kau lakukan? Lepaskan aku! Lepaskan!" ronta Rosé.

"Seorang keponakan Park Hong Jun, pemegang saham YGK+, pasti sangat mudah untuk masuk ke YGK+ bukan?" tanyanya mengintimidasi.

"Mwo? Jadi kau pikir aku-"

"Kau hanya bersembunyi dibalik nama pamanmu, Roséanne Park," tukasnya ketus.

Rosé terdiam.

***

Lisa berjalan mengitari perpustakaan. Mencari sebuah buku materi yang disuruhkan oleh Bae Mari Ssaem. Tapi ia tak kunjung menemukan buku yang ia cari. Beberapa kali ia terus saja menggaruk-garuk kepala tampak kebingungan.

"Sejarah Korea Dinansti Wang...," gumamnya sambil menelusurkan telunjuknya pada deretan buku di perpustakaan.

"Ekonomi Pembangunan Jilid II, Investasi Ringan Jangka Panjang, Prospek dan tingkat permintaan pasar...," Lisa berhenti sejenak. "Kok Ekonomi semua?"

"Ah molla!" ujarnya sebal.

"Kau mencari ini?" Seseorang menyerahkan buku bersampul merah biru bertuliskan 'Sejarah Korea Dinasti Wang'. Lisa langsung menyambar buku cetak tebal tersebut.

"Benar, ini yang sedang ku cari goma-" Lisa mendongakkan kepala, "wo," ujarnya melemah.

"Hai Lisa..." Pemuda itu tersenyum sambil melambaikan tangannya.

"Minggir," ucapnya dingin sambil berlalu dari hapan pemuda itu. Pemuda tersebut langsung mempoutkan bibirnya.

"Kau tidak berterimakasih padaku?" tanyanya sambil menghadang jalan Lisa. Pemuda itu memiringkan kepalanya.

"Kau tuli? Kau tidak dengar apa yang kukatakan tadi?" sambarnya sarkatis.

Lisa berjalan satu langkah ke depan, tepat di samping telinganya ia membisikkan sesuatu, "Jangan muncul lagi di depanku," ucapnya.

Ketika Lisa akan melangkah lagi, pemuda itu langsung menahan tangannya. "Mianhae...," ucapnya lemah.

"Lisa-"

Plak.

Gadis blonde itu menepis kasar tangan dan menampar pipinya. Ia geram, deru napasnya terdengar tidak stabil, matanya mengisyaratkan kemarahan penuh. Selama beberapa detik ia hanya diam memandang pemuda itu. Kemudian Lisa melengos pergi meninggalkan pemuda yang mematung di hadapannya.

"Lisaa..." Pemuda itu memasang wajah tak enaknya, sedih melihatnya bersikap kasar dan dingin padanya.

Lisa memasuki kelas dengan wajahnya yang kusut. Kerutan di dahinya tercetak secara jelas. Menandakan bahwa ada yang tidak beres padanya.

Teman sebangkunya menyadari adanya kejanggalan dalam diri Lisa yang baru saja kembali dari perpustakaan. "Ada apa?" bisiknya pelan.

Lisa menggeleng. Hanya menggeleng. Sekarang semakin jelas bahwa pasti ada apa-apa padanya. Kalian tahu kan seorang yeoja itu paling bisa memalsukan keadaannya? Hanbin sadar betul bahwa Lisa tengah melakukannya saat ini.

Hanbin menyandarkan kepalanya pada mejanya, memandangi Lisa yang menatap lurus ke depan. Namja itu mengikuti arah pandangan Lisa, namun ia tidak menemukan apapun di depan kecuali papan tulis hijau yang penuh dengan catatan Bae Mari Ssaem.

Tidak biasanya dia terfokus ke papan tulis. - Hanbin.

Lalu Hanbin menyadari bahwa tidak ada yang benar-benar dipandang oleh Lisa. Matanya kosong. Tidak ada bayangan apapun yang terlihat.

Hanbin memegang pundak Lisa. "Lisa..."

Lisa menepak tangan Hanbin dari pundaknya.

Suasana hatinya tidak baik. - Hanbin.

Dengan sekuat tenaga, Lisa menahan emosi yang terpenjara dalam dirinya agar tidak meledak. Supaya ia tidak marah pada orang yang tidak seharusnya.

Lisa berdiri, "Saya ijin ke UKS, ssaem," ujarnya.

Hanbin langsung menahan tangan Lisa cepat. Ia berdiri, "Saya akan mengantarnya ssaem, takut nanti pingsan di jalan."

"Silahkan," tutur Bae Mari Ssaem.

Keluar dari kelasnya, Hanbin langsung membawa gadis itu ke atap. Lisa tidak menolaknya. Gadis itu hanya terus mengekori Hanbin.

Cklek.

Hanbin menutup pintu atap. "Ada apa?" tanyanya.

Tanpa bersuara apapun. Lisa langsung menghambur ke pelukan Hanbin. Kalau sudah begini, Hanbin tidak akan bertanya kenapa lagi. Karena ia sudah tahu jelas penyebab kenapa yeoja ini memeluknya.

Hanbin mengelus punggung Lisa lembut. Tanpa isakan, Lisa meneteskan cairan bening dari matanya.

***

"Jisoo-ah bisakah kau membantuku?" tanya Haemi, teman sejurusan Jisoo.

"Membantu apa?" tanya Jisoo kemudian.

"Bantu aku mengerjakan soal ini. Sungguh, soal ini membuat kepalaku terasa seakan mau pecah," ungkapnya frustasi.

"Baiklah," ujarnya sambil menyunggingkan senyuman yang manis.

"Jadi begini, ini seharusnya-"

"Jisoo-ah bisakah kau langsung kerjakan saja tanpa menjelaskan, soalnya ini mau dikumpulkan duapuluh menit lagi," ucapnya memohon.

"Ah begitu, baiklah." Haemi pun tersenyum mendengarnya.

Beberapa menit kemudian, "Ini. Sudah selesai." katanya sambil menyerahkan lembaran berisi jawaban dari soal tersebut.

Jisoo kembali terfokus pada bukunya. "Hmm, Jisoo-ah..." panggil Haemi lirih.

Jisoo menoleh. "Iya?"

"Sebenarnya ada lagi." Haemi melepaskan cengiran kudanya, "Ini nomor empat, tujuh, dan sembilan." tunjuknya, "Kumohon bantulah aku Jis," pintanya sambil merekatkan kedua tangannya memohon.

Karena tak tega melihatnya seperti itu, Jisoo pun mengangguk menyetujui permintaannya. "Baiklah."

Jisoo memang gadis cantik dan pintar sekaligus berkecukupan. Perfect Girl. Dia bahkan memiliki fanboy sendiri di kampusnya. Hebat bukan?

Beberapa menit kemudian lagi Jisoo telah menyelesaikan soal-soal tersebut. "Jja! Selesai. Ini," ucapnya seraya menyodorkan lembaran kertas tersebut.

"Gomawoyo Jisoo-ah." Jisoo menjawabnya dengan anggukan dan senyuman.

Haemi berjalan meninggalkan kelas. Jisoo menghela napasnya. Ini bukan kali pertama ia dimintai tolong oleh teman-temannya. Ini sudah ke puluhan kali-tidak- ratusan kali lebih tepatnya. Jisoo memandang pintu dimana Haemi keluar. Entah kenapa, batinnya menyuruhnya keluar.

"Dasar gadis bodoh. Mau saja dia dimanfaatin. Cantik dan pintar? Lebih tepatnya adalah cantik dan bodoh. Hahaha," ucap Haemi menghardik.

"Hahaha. Ne. Kasian ya, orang mau berteman dengannya hanya karena tampang dan uangnya. Kalau bukan karena itu juga, mana mungkin kita kita mau mendekatinya? Iya kan guys?"

Jisoo meremas roknya. Matanya memanas. Hatinya sakit mendengar celotehan kasar temannya tentangnya-bukan- maksudnya adalah mantan temannya.

Hanya karena wajah dan uang? Dasar yeoja murahan kalian! Umpat Jisoo dalam hati.

***

"Aku merasa menyedihkan hari ini." Itulah yang terpikir oleh keempat yeoja tersebut.

Terkadang, tanpa terduga, kita akan menemui hari yang membuat kita begitu ingin agar waktu berjalan lebih cepat. Seperti saat ini.

-TBC-

***

Hai guys...

Pernahkah kalian bertemu dengan hari dimana kalian tampak menyedihkan?

Kalau pernah, jangan pernah sedih ya guys...

Pada kesempatan lain, kalian pasti akan menemukan hari yang membawa kebahagiaan untuk kalian. So, tunggu aja sampai hari itu tiba.

See You...

Jangan lupa vote dan comment :)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top