Tsalaatsa-wa-'Isyroon
Kabut hitam yang sedari tadi mengunci pergerakan Jeen-Nee tak bisa bertahan lebih lama lagi. Jeen-Nee menggeram kencang selagi membusungkan dada. Tak siap dengan elemen bayangannya yang cepat sekali diatasi sang monster, lelaki berloreng abu pun menguatkan pijakannya agar tak terbanting. Momen inersia yang dimilikinya membuat kedua kaki berbalut sepatu hitam itu hanya terseret mundur setengah meter.
Sebelum tangan elastis Jeen-Nee kembali melakukan serangan, lelaki lain yang kostumnya berloreng cokelat sudah lebih dulu mengacungkan tangannya. Serpihan logam bermunculan, berpilin, membentuk satu kesatuan yang utuh dan melaju kencang ke arah Jeen-Nee. Logam itu sempurna mencekik sang monster hingga menabrak dinding gua. Lelaki itu berteriak pada Fiza. "Teruslah mencoba untuk mengeluarkan elemen apimu, Orang FS! Kami akan menghambat pergerakan monster ini sebisa mungkin."
Oke. Tidak ada waktu lagi. Fiza tidak boleh menyia-nyiakan satu per sekian detik pun. Fiza membuka dan menutup genggaman tangannya berkali-kali. Mengacungkannya ke udara, merentangkannya lebar-lebar ... tidak ada yang terjadi!
Radius beberapa meter darinya, Jeen-Nee kembali menggeram. Logam-logam memental, berjatuhan di dasar gua. Demi melapisi celah tersebut, anak perempuan di hadapan Fiza mengacungkan tangannya. Kristal-kristal berhamburan untuk mengunci pergerakan Jeen-Nee.
Tidak, tidak. Kalau api Fiza tak kunjung keluar, usaha orang-orang untuk membantunya ini akan berakhir sia-sia! Napas Fiza memburu. Ditatapnya kedua telapak tangan dengan mengharapkan keajaiban. Perempuan berloreng putih---yang sedari tadi terus mendampingi Fiza ketika tiga teman lainnya menghentikan Jeen-Nee---kini berdeham singkat. "Fokus ... lebih fokus lagi! Nyalakan api keberanianmu! Jeen-Nee bisa langsung tumbang jika kau mampu melukai mata merahnya."
Keberanian ....
Sejenak, dunia di sekitar Fiza seolah dijeda oleh tangan tak kasatmata. Keberanian, ya?
Benar. Berharap pada hal-hal eksternal adalah suatu kelemahan yang nyata. Fiza tidak bisa menunggu keajaiban menghampirinya begitu saja. Kalau kehidupan tidak memberikan pilihan yang Fiza mau, maka kedua tangannyalah yang harus menciptakan pilihan itu sendiri!
Kedua manik cokelat terang Fiza terpejam erat. Semilir angin yang tidak diketahui dari mana asalnya itu memainkan ujung kerudung Fiza yang memuat garis loreng merah. Di dinding gua sana, bongkahan kristal retak dan pecah. Fiza membuka mata. Irisnya sudah seperti cokelat yang dibakar menggunakan api unggun, seolah ada kilatan merah yang membara di retina. Ketika salah satu anak dari pasukan penyelamat dadakan itu terseok-seok hendak mengerahkan seluruh tenaganya yang tersisa sedikit lagi, Fiza lebih dulu melesat.
Relung paru-paru Fiza diisi oksigen sebanyak mungkin. Anak perempuan itu memundurkan tangan kanannya hingga ke belakang pinggang, seolah sedang menggenggam bola kasti tak terlihat. Sepersekian detik kemudian, dengan kecepatan yang sulit sekali ditangkap mata manusia biasa, Fiza merasakan aliran angin yang menciptakan bola api di telapak tangannya. Membesar, membara ... Fiza mengikis jarak dengan Jeen-Nee, lalu mengerahkan seluruh bola api yang tercipta, tepat ke arah mata merah Jeen-Nee.
Raungan kencang terdengar. Stalaktit yang menggantung di langit-langit gua pun sedikit berguncang, satu-dua berjatuhan.
Monster itu berubah jadi partikel, lalu hancur berkeping-keping. Kepingannya itu menyebar. Sebagian besar menuju Fiza, memasuki ruang XP yang berada di pojok kanan hologram Nadzhaa-Raat. Fiza juga mendapat seratus koin di bilah notifikasinya. Setelah semua reward ia dapatkan, hologram itu pun menampilkan pop-up misi yang disertai centang merah.
Mission Completed!
Selamat, kamu melaju ke fase selanjutnya!
[Tutup]
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top