Seettaa-wa-'Isyroon

"Nami, Akame, Zero Two, Asuna Yuuki, Mikasa Ackerman, Yaoyorozu Momo, Tokisaki Kurumi, Kaguya Shinomiya ...."

Sudah berjuta kali Dzikri mengulang-ngulang daftar nama jejeran waifu-nya dari berbagai anime. Kamado Nezuko, Tomori Nao, Chitoge Kirisaki ... lanjut Fiza dalam hati. Aih, Fiza pun sampai hafal di luar kepala hanya dengan mendengarnya.

Di ufuk barat, mentari sudah seutuhnya ditelan oleh garis peraduan. Tekad para pemain bertambah surut. Satu-dua masih berjalan walau tak memiliki satuan ukur yang pasti. Sementara itu, sebagian besar pemain memilih menyerah. Mereka memutuskan berhenti, menggunakan koin untuk membeli permukiman sederhana dari hologram, lalu mengistirahatkan badan seraya menunggu misi di esok hari.

Beberapa saat lalu, Dzikri juga merekomendasikan alternatif tersebut. Akan tetapi, itu dibalas dengan gelengan mantap Zafran. "Kita belum begitu mengenal dunia ini, Dzikri. Jeen-Nee bisa saja berkeliaran di sekitar sini. Dan lagi, Jeen-Nee itu monster tipe satu. Satu saja sudah merepotkan, apalagi tipe dua dan seterusnya. Aku tidak mau menanggung risiko sebesar itu."

"Lagi pula, aku yakin developer game sialan ini menganjurkan pemain menuju sektor permukiman bukan tanpa alasan," timpal Fiza.

Di barisan depan, Afra ikut menyahut, "Ya. Kecuali kalau kau yang mau jadi jaminan sekaligus makanan bagi para monster di sekitar hutan ini selagi kami melarikan diri."

Demi mendengar ancaman yang begitu lancar terlontar dari mulut anak perempuan berkostum loreng biru itu, spontan saja Dzikri bergidik ngeri. Kaki yang tadinya sudah terseok-seok tak sanggup meneruskan perjalanan, kini tiba-tiba saja melangkah lebih cepat dan bersemangat  hingga mendahului Afra.

Tak memperhatikan sisa pemain di sekitarnya yang kembali gaduh, Dzikri menabrak sesuatu yang tak tampak. Badan ringkihnya terpelanting ke belakang. Untunglah Fiza dan Syahda lincah menghindar sebelum benar-benar tertimpa Dzikri. Anak laki-laki itu mengaduh kesakitan tanpa menghentikan kegiatannya dalam mengabsen waifu.

Zafran---beserta nyaris seluruh pemain---langsung menghampiri dinding tak kasatmata yang menyebabkan Dzikri terpental. Ujung jemari Zafran menyentuh permukaannya hati-hati. Tidak ada yang terjadi selain terciptanya gelombang samar, seperti air tenang yang terkena tetesan air hujan. Detik berikutnya, gelombang itu bertabrakan dengan udara kosong, lalu menciptakan bulatan-bulatan kecil yang berderet membentuk persegi panjang. 

Totalnya ada sebelas barisan dan masing-masing barisannya terdiri atas sembilan buah bulatan transparan. "Apa ini?"

"Semacam kode, sandi, password ... agar bisa masuk? Inikah permukiman yang dimaksud NPC tadi?" Fiza menganalisis cepat. "Gerbang 99 Keagungan. Jumlah bulatannya pun sama, sebelas dikali sembilan, 99. Cocok. Ini nyaris seperti matriks persegi, tapi ordonya jelas saja berbeda."

"Hentikan bahasa matematikamu itu. Jelas sekali bahwa 99 Keagungan itu merujuk pada asmaul husna, 99 nama-Nya yang baik. Biar aku yang selesaikan." Afra maju. Jemari yang berbalut handsock biru itu lihai sekali menggurat garis-garis imajiner di setiap bulatannya hingga membentuk tulisan arab yang rapi. Selagi menuliskannya, bibir tipis Afra melirihkan nama-nama itu dengan indah. "Ar-Rahmaan, Ar-Rahiim, Al-Malik, Al-Quddus, As-Salaam, Al-Mu'min, Al-Muhaymin ...."

Tak sampai dua menit, 99 bulatan itu telah terisi, memancarkan pendar neon yang menyala samar. Kini, tangan Afra bisa menembus dinding transparan.

"Ayo."

Selagi neon di setiap bulatan menyala, keempat anak itu berlari melalui dinding transparan. Dzikri---yang sempat ragu karena tak mau terbanting untuk kedua kalinya---berlari sembari memejamkan mata. Berhasil! Dalam sekedipan mata, sejak mereka memasuki Gerbang 99 Keagungan ini, tampaklah pemandangan yang tak pernah mereka lihat sebelumnya. Bangunan-bangunan toko berbaris rapi. Banyak sekali! Oh, bukan. Setelah mengamati lebih dekat, Fiza menyadari bahwa bangunan berbentuk silinder beraneka warna itu merupakan kantor-kantor layanan servis pemain.

Belum sempat Fiza memuntahkan pertanyaannya, salah satu NPC yang berdiri di depan bangunan silinder merah sudah lebih dulu bersuara. "Segala transaksi dan kebutuhan Mihraa-Boon sudah tersedia di Nadzhaa-Raat. Kami hanya melayani pesanan yang Anda buat di Nadzhaa-Raat masing-masing, mulai dari layanan jasa antar hingga jasa reparasi. Ah, termasuk pengembalian makanan basi."

Reparasi dan makanan basi? Wow. Dunia game ini tambah konyol saja di mata Fiza.

Fiza sedang asyik mencemooh dalam hati ketika Zafran menghentikan langkahnya di tengah-tengah lahan kosong persegi yang dikelilingi garis neon menyala. "Kita buat pemukiman di sini."

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top