27. Kebebasan

Lagi 3 part aja kelar kok wkwkwk, aku ga suka buat cerita sampe 40 part, soalnya buntu wkwkwk

Aku nulis banyak nih wkwkwk, soalnya ngaret jd 3 hari updatenya.

Lebih suka nyari rekomendasi cerita dari wp atau tt?

Kalian nyebut tiktok itu tt atau tiktok?

Happy reading❤️

Derry menatap excited Avram dan teman-temannya. Sudah lama dirinya tak menghirup udara segar. Kini mereka sudah berada di mobil. "Wah, banyak sekali yang menjemput Papa."

"Iya, dong. Aku yang ngajak," jawab Avram.

"Teman-teman kamu tidak keberatan kalau kamu mengajak mereka?" tanya Derry tak enak hati.

"Enggak, Om. Saya malah seneng Om bebas," jawab Sheila tersenyum tulus.

Derry merasa bahwa Sheila memang tulus, walaupun wajahnya memang terlihat jutek. "Terima kasih banyak, Sheila."

Sheila mengangguk. "Sama-sama, Om."

Derry beralih ke Avram. "Kata Om Krisna, Kiara sama temen-temen kamu tinggal di rumah kita, ya? Papa sempat teleponan sebelum kalian jemput tadi."

Avram mengangguk. "Iya, Pa. Biar mereka aman."

"Terus, Arjuna bagaimana? Kamu biarkan dia babak belur?" tanya Derry bertubi-tubi. Pasalnya, ia juga merasa bersalah karena dulu mengira Arjuna sama jahatnya seperti Mahardika.

"Enggak, Pa. Dia sementara ini tinggal di rumah Andro," sahut Avram.

"Semoga semua aman, ya. Papa rasa sebentar lagi Mahardika akan tamat." Derry mempunyai harapan besar mengenai jalan hidup mereka. Ia sudah lelah terkena masalah, padahal itu semua bukan ulahnya.

"Amin," ujar mereka serempak.

"Mumpung masih jauh dari rumah, boleh Papa mampir ke rumah Andro buat bicara dengan Arjuna?" tanya Derry.

"Sebentar, aku tanya Andro dulu," jawab Avram, lalu merogoh saku guna menelepon Andro.

Derry mengangguk paham. "Iya, Nak."

Andro menempelkan benda pipih itu pada telinga sembari menunggu panggilan tersambung. Setelah dirasa sudah diangkat oleh Andro, ia bicara pada cowok itu.

"Halo, Andro," ujarnya.

"Kenapa, Bro?" tanya Andro.

"Boleh gak gue ke rumah lo? Papa gue mau ngomong sama Arjuna."

"Boleh, Vram. Mampir aja ke sini." Terdengar dari nada suara Andro bahwa ia menyambut baik kedatangan mereka.

Kedua sudut bibir Avram tertarik. Ia senang bisa membahagiakan Papanya, walaupun tidak secara materi. "Siap, Andro. Makasih banyak."

"Yoi, Bro."

Avram menutup sambungan telepon, lalu memasukkan ponselnya ke dalam saku. Ia menatap Derry.

"Gimana, Nak?" tanya Derry.

"Boleh, Pa," balas Avram tersenyum senang. Ia mengalihkan atensi pada Bigo. "Pak Bigo, kita ke rumah Andro sekarang, lokasinya di jalan Kemuning Nomor 1A."

"Siap, Den."

***

Setelah dua puluh menit perjalanan, akhirnya mereka sampai di rumah Andro. Mobil diparkirkan oleh Bigo di halaman rumah Andro. Satu per satu dari mereka mulai keluar dari mobil—kecuali Bigo dan Inyong, kemudian melangkahkan kaki ke depan pintu rumah Andro.

Avram menekan bel yang terletak di tembok sebelah kiri. Setelah itu, sang pemilik rumah keluar guna membukakan pintu untuk mereka.

Andro mengedarkan pandangan pada mereka, lalu fokus pada Derry. "Silakan masuk, Om."

Derry tersenyum ramah. "Terima kasih, Andro."

Andro hanya mengangguk sembari tersenyum ramah. Mereka masuk ke dalam rumah Andro.

Avram menelisik seluruh sudut kediaman temannya dengan kedua retina. Ia merasa ada yang kurang di sini. "Mama lo mana, Ndro?"

"Lagi ketemuan sama temen lamanya," jawab Andro.

"Oh, gitu. Minta tolong panggilin Arjuna, dong," tutur Avram.

Andro mengangguk. "Oke, Vram."

Kedua kaki cowok itu melangkah ke lantai dua rumah ini. Persis di depan tangga, terdapat kamar kosong yang dulunya milik pembantu di sana, kini menjadi kamar sementara untuk Arjuna. Pembantu itu berhenti kerja karena anaknya sakit di kampung. Namun, setelah sembuh, ia tak kembali lagi dengan alasan mau menemani anaknya.

Tangan kanan Andro membuka knop pintu kamar Arjuna. "Arjuna, lo dicari Papanya Arjuna."

Terlihat Arjuna baru saja selesai mandi. Rambutnya terlihat basah, bulir-bulir air menetes dari surai sang pria. Ia mengangkat alis kanannya. "Mau ngapain?"

"Mau ngobrol doang," sergah Andro.

Arjuna mengangguk paham. "Oh, oke."

Lalu, ia keluar dari kamar, disusul oleh Andro. Langkah demi langkah ia tapaki anak tangga di rumah ini. Setelah sampai di sana, ia menyapa Derry, "Halo, Om."

"Halo, Arjuna," balas Derry. "Bisa kita ngobrol sebentar?"

Tanpa ragu, Arjuna mengangguk. "Baik, Om."

"Kita di mobil aja ngobrolnya," ucap Derry.

Arjuna mengangguk.

Mereka berjalan beriringan tanpa kata sebelum akhirnya sampai di halaman. Di sisi lain, Bigo dan Inyong mengerti bahwa kedua orang itu butuh ruang untuk bicara. Oleh karena itu, mereka yang tadinya di dalam mobil, seketika keluar mobil, lalu menjaga di depan mobil. Seusai itu, Derry dan Arjuna masuk ke dalam mobil.

"Keadaan kamu udah mendingan?" Terlihat Derry mengkhawatirkan keadaan Arjuna.

Arjuna mengangguk. "Sudah, Om."

"Terima kasih sudah mau membantu, Om. Kalau misalnya kamu tidak boleh balik ke rumah, kamu bisa tinggal di rumah Om. Anggap saja sebagai tanda balas budi karena telah membantu saya."

Arjuna tertawa tipis. Hati kecilnya terenyuh diberi kebaikan oleh Derry. Menurutnya, ia tak membantu banyak, tak pantas dirinya mendapat kebaikan dari musuh Papanya. Apalagi, image bad boy urakan yang melekat di dirinya membuat orang yang melihat Arjuna dari cover-nya tak akan berniat untuk membantunya. "Nggak usah repot-repot, Om. Kebetulan Mama di Bali, nanti saya ke sana aja kalo keadaan udah kondusif."

"Boleh, ya, saya antar ke sana? Sekalian liburan," tutur Derry.

"Boleh, Om. Om sebenarnya nggak usah repot-repot antar saya." Arjuna merasa tak enak hati.

"Tidak apa-apa, Arjuna. Saya kini tahu ternyata kamu orang baik. Kamu menyadarkan saya bahwa tak boleh menilai orang dari cover-nya."

"Saya nggak sebaik itu, kok. Kebetulan aja di kasus ini saya sudah muak dengan perilaku Papa saya." Arjuna tak suka dirinya dipuji berlebihan. Ingat, dirinya tak sebaik itu.

Derry menghela napas sejenak. "Baiklah. Kalo ada apa-apa, tolong kabarin, ya, Arjuna. Jangan sungkan-sungkan sama saya."

"Siap, Om. Om kalo butuh bantuan boleh hubungi saya."

***

Ketika Derry dan Arjuna sedang berbincang, keadaan di dalam rumah Andro kebanyakan hening, mengobrol hanya sesekali karena Avram hanya terfokus pada Kiara, sedangkan Andro sedari tadi menatap Sheila terus.

Andro berdiri dari sofa, lalu menghampiri Sheila yang duduk di dekat Mita. "Sheila, gue mau ngobrol sama lo."

Ekspresi Sheila terlihat terpaksa. "Iya."

"Kayaknya lo berdua ada hubungan, ya?" tanya Avram.

Andro melirik sekilas Sheila, lalu kembali menatap Avram. "Tanya aja sama Sheila."

Kedua retina Avram fokus pada Sheila. "Sheila, lo pacaran sama Andro?"

Sheila mengangguk. "Iya."

"Hah, kok bisa?" Kini Kiara dan Mita yang bicara. Bahkan, mereka tak tahu kalau Sheila memiliki hubungan spesial dengan Andro.

"Karena gue sayang sama Andro. Simple."

"Syukurlah kalo gitu. Gue ngira lo gak suka sama Andro. Congrats, ya," ungkap Avram.

"Makasih banyak, Avram," balas Sheila tersenyum tipis, seperti orang tak niat.

"Congrats buat kalian," ujar Kiara tersenyum tulus.

"Makasih, Ra," jawab Sheila.

Avram berkata, "Ya udah, ngobrol sana."

"Oke, Bro. Gue ke belakang dulu," ijinnya pada Avram, membuat cowok itu mengangguk. Andro menggenggam tangan Sheila guna membantu cewek tersebut bangun dari sofa. Langkah mereka kini beriringan, tautan tangan tak lepas seperti ada lem di sana.

Suara derap langkah Dina terdengar dari dekat pintu. Benar saja, wanita itu langsung membuka pintu, lalu menatap mereka. "Wah, ramai sekali di sini."

"Halo, Tante!" sapa mereka serempak.

"Halo, semua. Tadi Andro udah ngabarin, kok, kalau Papa Avram mau ke sini buat ngobrol sama Arjuna."

"Makasih banyak, Tante, sudah berbaik hati mau menampung Arjuna dan menyambut kami dengan baik setiap kami datang ke sini," ujar Kiara.

Dina tertawa renyah. "Ah, santai saja, Kiara. Tidak usah kaku begitu."

"Baik, Tante," jawab Kiara.

Selang beberapa detik, Derry dan Arjuna datang dari halaman depan. "Selamat sore, Bu," sapanya pada Dina.

"Selamat sore, Pak," balas Dina tersenyum ramah.

"Terima kasih sudah mau direpotkan, Bu. Tolong jaga Arjuna, ya, kasihan dia punya Papa kelainan."

"Tenang saja, Pak. Saya bakal anggap Arjuna sebagai anak saya sendiri."

"Ya sudah, kalau begitu kami pamit dulu, Bu."

"Sheila masih di halaman belakang, dia pacaran sama Andro."

"Oh, wow. Kalau begitu, kita panggil dia, ya."

"Oke, Pa. Biar aku sama temen-temen aja yang ke sana," ungkap Avram.

"Gak usah, biar Tante saja," cegah Dina.

Avram mengangguk. "Baik, Tante."

Dina melangkah ke halaman belakang guna menemui Sheila. Ketika melihat kedatangan Dina, Sheila dan Andro saling tatap.

"Sheila, Papanya Avram udah mau pulang. Kamu mau tetep di sini dulu atau pulang bareng mereka?" tanya Dina pada Sheila.

"Pul—"

"Pulang bareng aku, Ma. Nanti aku antar dia ke rumah Avram," potong Andro.

"Aduh, pasti masih pengen ngebucin, ya?"

"Sttt, orang tua jangan kepo!" peringat Andro.

"Awas aja kamu, Andro!" ancam Dina.

"Wleee!" Andro menjulurkan lidah.

"Mama balik dulu ke sana, mau nganter mereka sampai depan pintu."

"Kami ikut!" seru Andro.

"Sini kalo gitu."

Mereka berjalan bareng ke ruang tamu untuk bertemu dengan orang-orang yang sudah menunggu di ruang tamu.

"Jiah, dua sejoli baru habis ngapain, nih?" tanya Mita.

Sheila menjawab, "Gak ngapain, kok."

"Mereka katanya mau diem di sini dulu, nanti Sheila dianter sama Andro."

"Yaelah, Bro. Bucin banget." Avram terkekeh.

"Biarin," balas Andro.

Perlahan, mereka berjalan ke halaman depan untuk pulang ke rumah Avram, lalu disusul oleh Sheila, Andro, Arjuna dan Dina.

"Kami balik dulu, Bu!" pamit Derry pada Dina.

"Hati-hati, Pak." Dina melambaikan tangan.

Satu per satu dari mereka mulai masuk ke mobil, kecuali Dian. Ia menatap Derry penuh harap. "Maaf sebelumnya, Om. Boleh gak saya dada-dadaan dulu sama Arjuna?"

"Boleh, dong," jawabnya mengangguk mantap. "Silakan, Dian."

"Terima kasih, Om," kata Dian tersenyum senang.

Dian tak kuasa menahan rasa rindunya terhadap Arjuna. Ia memeluk Arjuna dengan erat. "Arjuna, jaga diri baik-baik."

"Iya, Sayang. Kamu juga, ya." Arjuna mengelus punggung Dian.

"Aku kangen kamu."

"Kangen sama aku?"

"Iya."

"Kukira kangen sama aktivitas rutin."

Arjuna mendorong pelan tubuh Dian. Ia mengedipkan sebelah mata. "Kalo yang itu aku juga kangen, Sayang."

Dian mengerti apa maksud Arjuna. "Aku balik dulu kalo gitu."

"Iya, Dian. Hati-hati."

***

"Ya ampun, jendela kaca kita pecah!"

———

Ada pesan untuk Derry?

Pesan untuk Arjuna?

Pesan untuk Dian?

Pesan untuk Kiara?

Pesan untuk Avram?

Spam "Kiara" kalo mau next

Spam "Avram" kalo mau next

120 komen aku up

Tbc

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top