26. Bebas
Halo guys, maaf telat update, dari beberapa hari lalu aku ada upacara adat karena ada sodara yang meninggal, habis itu kemarin aku agak nge-drop.
200 komen dan 100 vote aku update yaa❤️
Sebelum baca, jawab dulu pertiinyi di biwih ini:
1. Pernah ke Puncak gak?
2. Kalian masih sekolah atau udah kuliah? Mungkin ada yang udah kerja?
3. Mending dicari kunti atau kuyang?
Happy reading🥰
Avram sedang diam di ruang tengah bersama Kiara, Sheila dan Mita. Sheila dan Mita kini mengobati kedua sejoli yang terluka dahinya karena kecelakaan tadi. Mereka tak ada mengeluh, malahan sempat tak merasa sakit sebelum mereka obati. Memang aneh sakitnya terasa pas sudah diobati.
"Sorry, Ra, baru obatin lo sekarang, tadi luka lo ketutupan poni samping," ujar Mita sembari memberi betadine pada dahi Kiara menggunakan kapas.
Kiara tersenyum tipis. "Santai aja, Ta."
"Kalo gue gak punya poni. Apa alasan lo gak ngobatin gue?" celetuk Avram. Pria itu sedang diobati oleh Sheila.
"Gue gak nyadar, serius," jawab Mita dengan jujur.
Avram berdecak malas. "Dasar, lo semua fokusnya ke Arjuna."
"Jangan cemburu gitu, Avram. Gue gak ngerebut Arjuna dari lo, kok," ungkap Sheila tertawa kecil, lalu menarik tangannya ketika sudah selesai mengobati Avram.
"Anjir, lo kira gue homo?" tanya Avram tak terima.
"Habisnya lo akhir-akhir ini kayak love-hate relationship gitu sama dia," balas Sheila.
Avram mendelik. "Muatamu."
"Ra, jaga pacar lo, awas dia berpaling dari lo karena Arjuna." Sheila memperingati Kiara.
Kiara tertawa tipis. "Aneh-aneh aja."
"Btw, Arjuna sebenarnya kenapa bisa babak belur?" tanya Avram.
"Nah, kan, langsung khawatir sama ayangnya," ledek Sheila.
"Diem lo, Nyet!" protes Avram.
"Dia dihajar sama Papanya, si monyet udah tau kalo Arjuna yang spill kelakuan Papanya," jawab Sheila.
Avram mengerut kening. "Kok, bisa tau?"
"Dia lacak akun twitter Arjuna." Kini Mita menyahut.
Avram menggeleng heran. "Anjir, Arjuna ceroboh banget."
"Rada tolol, sih, tapi ternyata dia baik juga, ye," ujar Mita.
Avram mengangguk kecil. "Hm, lumayan."
Tiba-tiba, Andro datang mengantar Dian ke rumah Avram. Ia tanpa permisi langsung masuk ke rumah cowok itu. Sepertinya ia sudah dikenal oleh bodyguard, makanya dikasih masuk. "Woi!" teriaknya, lalu duduk di samping Sheila.
Sheila terlihat agak tak nyaman, namun ia tak enak pindah tempat duduk.
"Anjir, akhirnya lo dateng," ujar Avram menatap Andro. Kini tatapannya beralih ke Dian. "Dian, udah puas lo jengukin ayang lo?"
Dian berdecak malas. "Apaan, sih?"
Avram tak menanggapi ucapan Dian, ia sudah hapal cewek itu memang rada ketus.
Andro bangun dari sofa, lalu disusul oleh Sheila. "Gue pinjem Sheila dulu."
Avram mengerut heran. "Mau ngapain?"
"Mau ngobrol bentar," ungkapnya.
"Awas lo macem-macem sama anak orang," peringat Avram.
"Santuy, anjir," ujar Andro.
"Ya udah, sana, gih," titah Avram.
Andro mengangguk, tangannya merangkul bahu Sheila guna membawanya keluar rumah. Sepertinya gadis itu mau diajak jalan-jalan oleh Andro.
Avram menatap punggung mereka yang kian menjauh. Kini cowok itu mengubah posisi jadi rebahan di paha Kiara, cewek tersebut mengelus surai Avram, membuat sang pria nyaman. Tangan lelaki bertubuh atletis itu sesekali menusuk perut Kiara, menyebabkan sang puan sedikit geli.
"Nakal banget, ih," tegur Kiara pada Avram.
"Biarin," jawab Avram menjulurkan lidah.
"Hadeh, pacaran gak tau sikon," sindir Mita yang ditujukan untuk kedua sejoli tersebut.
"Sirik aja lo, jomblo," ledek Avram.
"Bodo amat," ketus Mita.
"Makanya, lo cari pacar," ungkap Dian berusaha membiasakan diri dengan Mita. Ia tahu cewek itu tak suka dengannya. Ia maklum karena sikapnya yang nakal dan seperti cewek liar, makanya tak disukai oleh Mita.
Mita melirik Dian sekilas. "Males," balasnya.
Avram menatap mereka. "Lo berdua ngobrol sana, masa bakal sering bareng ngomong cuma sekedar?"
"Bilang aja lo mau ngebucin sama Kiara," balas Mita.
"Tuh tau," jawab Avram.
"Ya udah, ke dalam kamar aja, yuk. Tapi, gue nanti tidur sama Kiara, kok. Di kamar lo kita ngobrol doang," ujar Dian.
Mita jadi kasihan dengan Dian. Ia peka bahwa cewek itu ingin beradaptasi dengannya. "Ayo," balas Mita, lalu menarik tangan Dian ke kamarnya.
Avram kembali melanjutkan perbucinannya dengan Kiara. "Aku jadi bayangin kalo kita nikah nanti, perut kamu isi bayi kita, pasti kamu bakal ngidam macem-macem."
"Emang kita bakal nikah?" tanya Kiara.
Avram mencubit perut Kiara. "Iyalah! Jangan sembarangan kalo ngomong."
"Iya, iya. Aku cuma bercanda."
"Jangan gitu, Ra. Aku beneran takut kalo kita gak nikah," lirih Avram.
"Rara minta maaf, ya."
Avram mengecup kilat perut Kiara, kemudian tersenyum pada gadisnya. "Iya, Rara."
Tiba-tiba, terdengar suara ponsel Kiara dari atas meja ruang tengah. Oleh karena itu, tangannya terulur mengambil ponsel. Ia menatap layar ponsel, ternyata Papanya yang menelepon.
"Halo, Pa."
"Kata Pak Bigo, kamu diserempet orang pas lagi naik mobil bareng Avram, ya?"
"Iya, Pa," jawab Kiara.
"Kamu ada luka?" Terdengar nada khawatir dari Krisna.
"Ada, Pa. Ini tadi udah diobati sama Mita," sahut Kiara.
"Avram ada luka?"
"Ada, di jidatnya."
"Temen-temen kamu yang lain gimana kabarnya?"
"Temen-temen Kiara yang lain aman, cuma Arjuna babak belur."
"Apa ini ulah Mahardika?"
"Kayaknya iya. Pas Avram nanyain, dia malah marah, tapi wajar, sih, Arjuna marah, Avram ngejek dia kayak anjing kecebur got."
Bukannya marah karena Avram berlaku tak sopan, Krisna malah tertawa kencang. "Wah, parah calon mantu Papa. Ya sudah, kalau begitu jaga diri, ya, Nak. Syukurnya Papa dan Mama aman di sini."
"Siap, Pa. Jangan lupa makan, kalo capek, istirahat."
"Iya, Nak. Baiklah, kalau begitu Papa tutup panggilannya."
"Baik, Pa."
***
Hari sudah mulai gelap, pertanda sudah mulai malam. Setelah pergi bersama Andro, akhirnya Sheila datang. Mereka sekarang lagi kumpul di ruang tengah, sedangkan Dian sedang menggoreng kentang untuk cemilan mereka.
"Lo ngapain aja sama Andro tadi?" tanya Avram.
"Gak ngapain, sih, cuma ngobrol doang," jawab Sheila.
Ketika mereka mengobrol, Dian datang membawa kentang goreng, lalu mencomotnya sebiji. Ia kemudian duduk di samping Kiara. "Makan, Guys, kentangnya," ujar Dian.
Mita mengangguk, setelah itu mengambil tiga biji kentang goreng. "Makasih, Dian."
Dian hanya mengangguk. Sekarang ia fokus mendengarkan percakapan Avram dan Sheila, sedangkan yang lain sibuk makan kentang goreng.
Avram bertanya lagi, "Lo nyaman sama dia?"
"Biasa aja."
"Semoga lo nyaman sama dia suatu saat nanti." Kini Kiara yang menjawab.
"Hm ... iya," balas Sheila terlihat ragu.
Kiara memicingkan mata. "Gue curiga lo nyembunyiin sesuatu. Kalo ada apa-apa, bilang sama gue."
Sheila mengangguk. "Iya."
Mita tak sengaja menatap televisi yang tengah menyiarkan berita. Pupil matanya semakin membesar tatkala melihat foto Mahardika di televisi. "Eh, lihat berita!" serunya.
Seketika, mereka mengalihkan atensi ke televisi.
"Mahardika Septano ditetapkan sebagai DPO setelah utas viral di salah satu platform kemarin terbukti kebenarannya mengenai kasus korupsi dan pencemaran nama baik. Saat ini keberadaannya tengah ditelusuri oleh pihak yang berwenang," ungkap sang penyiar berita wanita tersebut.
"Wah, anjir. Gila udah jadi buronan," gumam Dian.
"Arjuna makin gak aman, sih, kata gue," tutur Sheila.
Dian sontak terdiam mendengar ucapan Sheila, ia khawatir sang kekasih dalam marabahaya.
Sheila peka ia tak seharusnya berucap begitu. Ia menepuk bahu Dian. "Tenang, semuanya bakal baik-baik aja, kok."
Dian mengangguk pelan. "Makasih udah nenangin gue."
Sheila hanya tersenyum tipis menanggapinya.
Tiba-tiba, suara ponsel Avram terdengar dari atas meja. Ia langsung mengambil benda pipih berlogo apel tersebut, lalu mengangkatnya.
"Halo, kami dari kepolisian. Apa benar Anda anak dari Derry Barata."
Avram seketika terkejut. Ia harap bahwa ada berita baik untuk Papanya. "Iya, benar, Pak."
"Pak Derry telah dibebaskan hari ini karena tuduhan tak bersalah, Anda bisa menjemput beliau sekarang ke kantor polisi."
Tak terasa air mata Avram meluncur dari retinanya. "Ya Tuhan ... terima kasih banyak, Pak."
Kiara langsung sigap mengusap air mata Avram dengan ibu jari.
"Sama-sama. Kami tunggu kedatangan Anda."
Sambungan ponsel telah terputus. Avram kini menatap mereka. "Ayo kita ke kantor polisi, Papa gue udah bebas."
"Syukurlah, Vram. Selamat, ya," ujar Dian tersenyum senang.
Kedua sudut bibir Avram tertarik tipis. "Makasih, Dian."
"Kita semua ikut, Vram?" tanya Mita.
"Iya," sahut Avram.
Avram mengambil kunci di atas kulkas, kemudian menghampiri kedua bodyguard-nya, disusul oleh teman-teman dan pacarnya.
"Pak Bigo, Pak Inyong, tolong antar kami ke kantor polisi, Pak Derry sudah dibebaskan," ungkap Avram.
Bigo tersenyum senang. "Wah, selamat, Den Avram."
Avram mengangguk. "Terima kasih, Pak Bigo."
"Akhirnya keadilan ditegakkan seadil-adilnya, ya, Den." Kini Inyong menimpali.
"Iya, Pak," sahut Avram, lalu memberi kunci itu pada Inyong.
"Ayo," ajak Inyong pada mereka.
Mereka bergegas keluar rumah, tak lupa mengunci rumah agar tak kemalingan. Inyong mengeluarkan mobil terlebih dahulu ke depan rumah, lalu satu per satu dari mereka masuk ke mobil. Posisi mereka saat ini kedua bodyguard di depan, Avram, Kiara dan Dian di jok tengah, sedangkan Sheila dan Mita di belakang. Setelah dirasa siap, Inyong menginjak pedal gas.
"Gue gapapa tinggal di rumah lo, Vram?" tanya Sheila.
Avram menengok ke belakang, ia mengerut kening. "Kenapa emangnya?"
"Gue gak enak sama Papa lo," ujar Sheila.
Avram terkekeh. "Santai aja kali."
Di sisi lain, ada dua orang diam di balik tembok dekat rumah Avram. Mereka mengamati pergerakan Avram dan kawan-kawan sejak tadi.
"Bakar rumah Avram atau pecahkan jendelanya, Om?"
"Pecahkan jendelanya, jangan sampai ketahuan."
————————————————-
Kalian ada ga sih yang kalo pagi seger2 aja, tapi kalo udh malem, auto agak nge-drop kesehatannya?
Jujur, cerita ini banyak plot hole-nya, aku soalnya nulis tanpa outline. Jadi, apa yang ada di kepalaku, itu yg aku tulis
Setelah cerita ini selesai, kemungkinan besar aku mau nulis cerita perjodohan yang ringan aja hehehe, lagi males buat cerita yg banyak mikir
Spam "Avram" for next chapter
Spam "Kiara" for next chapter
Tbc
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top