25. Diserempet
Aku nulis 1600 words nih, semoga ga muntah yaaa wkwkkwk. Anggap aja sebagai tebusan aku ga update beberapa hari karena sakit ehhehe. Ini aja tadi aku ngetik sambil nahan sakit perut karena makan seblak pedes xixixi
Guys, komen yukkkk. Satu komen sangat berarti untuk aku. Sebenernya blm nyampe target komen, tapi aku udh gatel update. Yuk bisa 100 komen❤️
Kalian kalo ngumpat lebih seneng ngetik "Anjing" atau "Anj"?
Apa hal yang bikin kalian ga bad mood lagi?
Kalian tipe org yg suka pulang malem atau engga?
Happy reading❤️
Getaran benda pipih milik Kiara terasa di tas selempang kecilnya, membuat tangannya tergerak guna mengambil ponsel itu. Ia menatap layar ponsel, rupanya ada panggilan masuk dari Mita.
"Halo."
"Ra, cepetan kalian pulang, Arjuna babak belur."
"Hah?"
"Hati-hati di jalan. Kalo mau ngebut boleh, tapi tetep harus hati-hati. Arjuna biar Dian sama anak-anak yang urus."
Kiara mengangguk, walaupun Mita tak bisa melihat pergerakannya. "Oke, makasih, ya."
Mita hanya berdeham, setelah itu mematikan sambungan teleponnya.
Kiara membuka resleting sling bag hitam miliknya, dimasukkannya benda pipih berlogo apel itu ke dalam sana, lalu mengalihkan atensi pada Avram.
"Kenapa, Rara?" tanya Avram.
"Arjuna babak belur, dia sekarang ada di rumah kamu," jawab Kiara.
Avram menggertakkan gigi, memukul setir di depannya guna melampiaskan emosi, apalagi setelah sadar ada yang mengikutinya dari belakang. Akan tetapi, ia tak mau bilang ke Kiara karena takut cewek itu khawatir. "Shit!" Lalu, ia memacu kencang kendaraannya.
Kiara khawatir Avram tak bisa mengendalikan emosi karena mendengar Arjuna babak belur, sehingga tak fokus mengemudi. "Hati-hati, Sayang."
Avram menghela napas sejenak, lalu mengangguk. "Kamu tenang aja, Ra."
Ketika Kiara melirik spion sebelah kiri, kedua netra itu tak sengaja menangkap mobil hitam mengikutinya. "Oh my god! Ada yang ikutin kita."
Avram berusaha menjalankan mobilnya agar tetap di jalan raya, kalau di gang sempit, ia takut mobilnya tak bisa masuk, sehingga gampang dihadang. "Jaga-jaga aja, Ra. Tolong suruh Dian bawa Arjuna ke hotel atau tempat yang gak biasa mereka kunjungi. Suruh taruh hapenya yang sering dipake di rumah, bisa aja Papa Arjuna lacak hape yang itu."
Kiara mengangguk. "Siap, Vram." Kemudian mengambil ponsel di sling bag, lalu ia menelepon Sheila.
Sembari Kiara menunggu sambungan teleponnya diangkat oleh Sheila, Avram fokus mencari jalanan luas dan lengang, soalnya kalau ke tol dia takut bakal lebih cepat dihadang. Sebenarnya ia berani, namun ia khawatir Kiara kenapa-napa.
Ia kini memilih putar balik ke jalan raya menuju rumah sakit karena jalanan ke sana cenderung lebih sepi, ia benar-benar bingung harus ke mana lagi.
"Kenapa, Ra?"
"Tolong suruh Dian bawa Arjuna ke tempat random pake mobilnya sambil obatin di sana, bodyguard tetep harus stand by di rumah Avram. Kalian dikawal sama Dimas dan Andro biar aman. Inget, hape Arjuna taruh di rumah, titip sama bodyguard."
"Tapi, Ra—"
"CEPETAN! KITA GAK PUNYA BANYAK WAKTU, GUE SAMA AVRAM DIIKUTIN ORANG!"
"O-oke. Hati-hati, Ra. Nanti gue share location."
Tiba-tiba, mobil Avram diserempet dari kiri, membuat kendaraannya terpojok ke kanan, sehingga menyenggol sedikit pembatas jalan. Kepala Kiara sempat terbentur dashboard, menyebabkan sedikit memar di dahinya, sedangkan Avram kepala kanannya terbentur jendela. Untung saja tidak ada luka yang berarti.
Fyi, di sini ada jalur kiri dan kanan, masing-masing jalur berlawanan arah.
"Fuck!" umpat Avram.
Mobil Avram seketika dihadang oleh mobil hitam tersebut. Mereka berjumlah dua orang, menggunakan hoodie hitam serta masker hitam guna menutupi identitas mereka.
Di sisi lain, banyak orang berkerumun di pinggir jalan, namun mereka tak ada niat menolong. Mereka malah merekam kejadian tersebut.
Empati mereka kalah dengan keinginan untuk viral di sosmed. Berlagak sok kasihan, padahal itu semua dilakukan demi ketenaran.
Memang spesies manusia sampah.
"Jangan turun, Vram. Mereka sengaja mancing kita buat turun. Mau gak mau, kita jalan mun—"
Belum sempat Kiara bicara, kedua orang misterius itu sudah mengetuk jendela mobil Avram. "Woi! Keluar lo!"
"Bangsat!" marah Avram.
"Terobos aja, Vram. Habis itu kita kabur. Kalo kasus kita dimanipulasi seolah kita nabrak mereka, di jalanan ada CCTV sebagai bukti kalo mereka yang ngejar kita. Yang penting kita harus tetep di jalan raya, kalo komplek jarang ada CCTV."
Avram tersenyum puas. "Brilliant!"
Ia memundurkan mobil, mengatur tuas transmisi kendaraan itu. Terdapat bunyi geseran badan mobil sebelah kanan dengan pembatas jalan, sehingga menimbulkan bunyi memekikkan telinga. Avram tak masalah mobilnya lecet, yang penting Kiara selamat. Setelah itu, ia menerobos penjahat tersebut hingga tersungkur, lalu kabur dari sana.
Seringai muncul di bibir Avram. Ia menatap puas mereka tersungkur dari spion. "Penjahat goblok."
"Jangan berpuas diri dulu, Sayang. Sekarang kita menjauh dulu dari mereka, kita belum bener-bener aman," peringat Kiara.
Avram mengangguk. "Siap, Ra."
"Lokasinya udah dikirim sama Sheila, katanya di rumah Andro."
"Oke." Setelah itu, Avram menancap gas ke rumah Andro.
***
Setelah beberapa menit di perjalanan, akhirnya Avram dan Kiara sampai dengan selamat di rumah Andro—sudah tak dikejar lagi oleh kedua penjahat itu. Bangunan tersebut terdiri dari dua tingkat, halamannya juga lumayan luas, seperti rumah kalangan menengah ke atas pada umumnya.
Kini mereka di ruang tamu rumah Andro. Kehadiran kedua sejoli tersebut disambut dengan baik oleh Mamanya Andro.
"Halo, Tante," sapa Avram pada Dina—Mama Andro.
"Eh, Nak Avram. Udah lama gak ketemu, taunya bawa pacar," sahutnya sembari melirik Kiara. Senyuman ramah ia tampilkan pada cewek itu, lalu kekasih Avram membalas senyuman ramah Dina. "Siapa namamu, Neng?" tanya Dina.
"Nama saya Kiara, Tante," jawab Kiara.
"Silakan duduk," ujarnya. "Jangan malu-malu, ya, Kiara."
Kiara mengangguk. "Iya, Tante."
"Gak bakal malu dia, Tante. Biasanya malu-maluin," canda Avram.
Kiara seketika mendelik ke arah Avram, lalu berdecak malas.
Dina hanya tertawa melihat tingkah kedua sejoli itu. Ia juga pernah muda dan merasakan kasmaran.
"Arjuna lagi di kamarnya Andro, sama temen-temen kamu juga pada di sana. Kalo mau ke sana, ayo Tante anter," ujar Dina.
"Baik, Tante," jawab Avram.
Mereka mengangkat bokong, lalu berjalan ke lantai atas yang dipandu oleh Dina, kemudian disusul oleh Avram dan Kiara. Sesampainya di sana, netra mereka menangkap keberadaan Arjuna di ranjang, serta Sheila duduk di sampingnya, sedangkan mereka duduk di pinggir ranjang.
"Tante tinggal dulu, ya," ungkap Dina.
"Iya, Tante," sahut Kiara tersenyum ramah.
Dina menjalankan kedua kaki ke lantai bawah. Ia tahu bahwa mereka butuh waktu untuk bicara.
Setelah Dina pergi, Avram menutup pintu kamar Andro. Ia berkacak pinggang, menatap miris Arjuna. "Ya ampun, muka lo kayak anjing kecebur got."
"Kurang ajar!" Arjuna hendak menghajar Avram, tapi pria itu sudah duluan menekan lukanya. "Arghh! Ngapain ditekan, Bangsat?" tanya Arjuna.
"Buat mastiin beneran apa engga lukanya," tukas Avram, santai.
"Ya beneran lah, Asu! Lo sama aja kayak Dimas dan Andro, entah berapa kali luka gue diteken mulu, sampe dipakein micellar water buat pastiin gue pake make up apa kagak."
Avram memberi dua jempol pada Dimas dan Andro. "Bagus!"
Mereka hanya tertawa menanggapi Avram.
"Anjing lo!" pekik Arjuna tak terima.
"Terus, sekarang lo mau tinggal di mana, Juna? Posisi lo belum aman." Avram mulai bicara serius.
"Gak tau, pasrah ae lah tidur di emperan jalan," jawab Arjuna menghela napas.
"Tinggal aja di sini, Mama tadi nyuruh gitu," celetuk Andro.
Arjuna mengerut kening. "Kesambet apaan lo bisa baik gitu?"
"Mama gue yang baik, bukan gue."
Arjuna tersenyum tulus. Di antara banyak orang yang ia kenal, ternyata orang yang tak terlalu dekat dengannya malah membantunya. "Makasih banyak, Andro."
Andro hanya mengangguk, walau hatinya sedikit luluh ketika mendengar Arjuna berterima kasih kepadanya.
Arjuna kini mengalihkan atensinya pada Dian. "Dian, kamu tinggal di rumah Avram aja dulu. Gak aman kamu tinggal sendirian."
"Boleh, gak?" tanya Dian kepada Avram.
Avram mengangguk. "Hm."
"Thanks."
"Ya," jawab Avram.
Dian paham Avram memang terlihat cuek dengan saudaranya, namun sebenarnya ia peduli. Ia kembali menatap Arjuna. "Jaga diri baik-baik, Juna."
"Iya, Dian."
***
Avram, Kiara, Sheila dan Mita sudah pulang ke rumah Avram, syukurnya tak ada lagi yang mengikutinya seperti tadi. Mereka baru saja sampai di halaman rumah. Kedua retina Avram mengedar, ternyata melihat keberadaan kedua bodyguard-nya di depan pintu.
"Gimana keadaan kalian?" tanya Avram.
"Syukurnya baik-baik aja, Den Avram. Tadi ada orang keliling terus di depan rumah, akhirnya saya tanya 'Ada yang bisa saya bantu?', eh dia malah kabur," jawab Bigo.
"Rada mencurigakan," gumam Avram.
"Iya, Vram. Kayaknya itu suruhan Om Mahardika," timpal Kiara.
Avram mengangguk sebagai tanggapan untuk pernyataan Kiara. Setelah itu, ia bertanya pada Bigo. "Ciri-cirinya kayak gimana, Pak?"
"Dia pakai hoodie hitam, masker hitam, semuanya hitam kecuali kulitnya," jawab Bigo.
"Coba kita cek CCTV," tutur Avram.
"Baik, Den," sahut keduanya serempak.
Langkah kaki mereka sekarang menuju ruangan khusus CCTV yang ada di lantai atas dekat kamar Avram dan Kiara. Inyong mengambil kunci ruangan itu di sakunya, lalu memasukkan benda pipih bergerigi tersebut. Setelah terbuka, mereka masuk ke dalam sana.
Inyong mengecek televisi yang tersambung ke CCTV untuk melihat rekaman tadi. Pandangan mereka sekarang terfokus pada layar, mengamati pergerakan orang itu. Di sana terdapat seseorang dengan hoodie hitam dam masker hitam mondar-mandir di depan rumah Avram.
Sheila dan Mita saling tatap sebentar, lalu kembali mengamati CCTV.
"Wah, sepertinya dia tahu kalau ada CCTV, dia berusaha nutupin wajahnya dari CCTV." Inyong berspekulasi.
"Sialan!" umpat Avram. Ia sepertinya paham kalau ini permainan Mahardika.
"Pokoknya gini aja, selama kita gak ada keperluan untuk keluar, lebih baik jangan keluar rumah. Bahaya," saran Kiara.
"Aku rasa orang ini memang sengaja buat temen-temen kita pada pergi dari sini biar dia gampang amati rumahku," ujar Avram.
"Kayaknya dia tau kalo kita mau rapat panitia. Aneh gak, sih, pengumuman kalo kepanitiaan batal doang harus rapat tatap muka? Padahal, bisa, kok, kasih tahu lewat chat," jelas Kiara.
"Iya juga, Ra. Gak ada yang bisa kita percaya selain temen-temen kita," balas Avram.
"Gue, kok, jadi curiga sama Deni, ya?" Tiba-tiba Mita berceletuk.
"Ah, tapi gak mungkin dia gitu," bantah Kiara.
"Ya ampun!" seru Sheila sembari menepuk meja televisi.
"Lo kenapa, Sheila?" tanya Kiara.
Sheila menatap gusar Kiara. Ia menepuk kedua bahu cewek itu. "Harusnya tadi cek satu-satu tas temen-temen, termasuk Dian dan Arjuna. Kita, kan, gak tau, bisa aja mereka rencanain sesuatu."
Mita mengacak kasar rambutnya. "Anjir, malah saling curiga gini. Pusing gue."
"Apalagi gue, Cuy," sahut Avram.
Di tengah pembicaraan mereka, tiba-tiba ponsel Bigo berbunyi. Ia mengambil benda pipih merek Samsung itu di saku, kemudian menekan tombol hijau untuk menjawab telepon itu.
"Gimana keadaan di sana? Aman?"
"Beres, Pak."
———————————————-
Jangan lupa follow ig:
@ay.riana (akun RL-ku)
@cinderianaxx (akun wp dan ig khusus wp)
@avrambarata
@kiarapradnya
Yuk sekalian follow tik tok-ku: @sugarxbutterfly
Spam "Avram" for next chapter
Spam "Kiara" for next chapter
Spam "Nana cantik" for next chapter
Spam emoticon kesukaan kalian di sini
Tbc❤️
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top