21. Break?
Sebenernya aku pusing, tapi aku usahain update ini demi kalian❤️
Tolong vote dan komennya ya temen-temen. Aku seneng bgt kalo diapresiasi lewat karya yang aku tulis
Btw, di tempat kalian hujan gak sih?
Kalo baca wattpad, biasanya follow penulisnya atau engga?
Enaknya makan cimol atau cilok ya? Jadi pengen deh :(
Happy reading!❤️
"Kamu ngapain di rumah Avram? Papa memantau kamu lewat ponsel."
"Buat rusuh," jawab Arjuna, lalu menjauhkan ponselnya. "Ribut, woi," bisiknya pada mereka.
Mereka mengangguk, melirik satu sama lain. Sepertinya, Avram dan Kiara yang akan bersandiwara, terlihat dari gelagat mereka sudap bersiap akan bicara.
"Jangan bohong kamu."
Plak!
Avram menampar Arjuna. "ANJING LO, ARJUNA! Beraninya lo nerobos rumah gue!"
"Bangsat!" balas Arjuna memegang pipi yang ditampar oleh Avram.
Mereka berusaha menahan tawa dengan menutup rapat mulut agar tak ketawa. Mereka tak menyangka Avram akan menampar Arjuna dengan sepenuh hati.
"Avram, tolongin aku ...," lirih Kiara dengan suara sedih yang dibuat-buat.
"Lo mau macem-macem sama pacar gue, hah?" tanya Avram diiringi nada sengak.
"Papa, nanti kita ngobrol lagi, Arjuna masih berantem sama Avram."
"Ya sudah, lanjutkan terus berantemmu. Papa lagi ada urusan sama orang yang nyogok biar jadi PNS."
"Baik, Pa."
Bip.
Arjuna langsung mematikan sambungan ponselnya. Ia terlihat muak berbicara dengan Mahardika. Sebut saja ia anak durhaka dan tak tahu diri, tapi kelakuan Papanya sendiri yang membuat anaknya dongkol.
"Anjir, prik banget Papa lo, Juna," ujar Sheila.
Arjuna tersenyum miring pada Sheila. "Untung gue udah screen record tadi. Bukti yang ini jangan diviralin, nanti ketahuan kalo gue yang nyebar."
"Sip," jawab Avram.
Tatapan Arjuna memicing tajam, kedua retinanya menelisik Avram. "Bangsat lo nampar beneran pipi gue!"
"Biar acting-nya natural," kilah Avram.
"Natural ndasmu botak!" seru Arjuna memukul kepala Avram.
"Sayang, aku dipukul ...," rengek Avram memeluk Kiara.
Kiara meniup kepala Avram, lalu mengusapnya dengan lembut. "Udah aku tiupin biar cepet sembuh."
"Hihihi, makasih." Avram tersenyum menampakkan gigi sembari menatap Kiara.
Kiara melepas pelukan Avram, mengacak gemas surai cowok itu. Ia tertawa kecil. "Sama-sama, Avram."
"Ngakak banget, anjir, lo ditampar." Kini Mita berceletuk.
Dian mengelus pipi Arjuna. "Nanti aku obatin, ya, Juna."
Arjuna mengangguk. "Hm."
Kiara terdiam sejenak. Ia menatap kedua bodyguard yang berjaga di ruang tengah. Akhirnya, jentikkan jari ia bunyikan, baru teringat sesuatu yang akan ia bicarakan. "Oh, iya! Saya lupa buatin Bapak kopi."
"Santai saja, Non, saya udah buat kopi tadi pas kalian pura-pura berantem," ungkap Bigo.
"Oke lah," jawab Kiara mengangguk paham.
"Btw, gue udah ketik thread-nya di Twitter, tinggal sebar doang," ujar Arjuna.
"Doa dulu," titah Kiara langsung menunduk, bersiap untuk berdoa.
"Bukannya Arjuna gak percaya Tuhan?" tanya Avram mengejek cowok itu.
Arjuna berdecak malas. "Masih aja inget omongan gue. Gue jarang ibadah, tapi masih inget cara berdoa, KTP gue masih agama Katolik."
Avram menatap tak percaya lelaki tersebut. Akan tetapi, ia tahan mulutnya untuk ngejulid, soalnya mau doa. "Mari berdoa menurut agama dan kepercayaan masing-masing, berdoa dimulai," ujar Avram.
Mereka semua berdoa dengan agama dan kepercayaan masing-masing dengan menundukkan kepala sejenak. Mereka memohon keselamatan dan diberikan perlindungan ketika ingin menegakkan keadilan.
Avram menaikkan kepala. "Berdoa selesai."
Kiara mengedarkan pandangan ke mereka sebentar. Ia menarik napas, lalu menghembuskannya. "Semoga lancar, Guys."
"Aamiin," jawab Sheila dan Mita serempak.
"Amin," ungkap Arjuna dan Dian.
"Astungkara," balas Avram. Kedua retina cowok itu menatap Arjuna. "Ayo sebar, Juna," titahnya.
"Udah," sahutnya. Ia memegang dada, sesekali memainkan tangan guna menenangkan diri. "Gila, gue deg-degan."
Dian mengelus bahu Arjuna untuk memberi cowok itu ketenangan.
Pria itu paham akan maksud Dian. Jujur saja, perasaannya pada Dian belum begitu dalam, ia juga melepaskan Kiara dan beralih pada Dian karena pelampiasan. Ia sadar diri bahwa Kiara hanya memanfaatkannya sebagai gerbang untuk menghancurkan Mahardika.
Untuk apa bertahan pada yang tak pasti? Lebih baik ke tempat yang pasti, walaupun belum tentu Dian nyaman, 'kan? Yang penting dapat kenyamanan dan tak ada pihak yang merasa dirugikan. Begitu pikir Arjuna.
"Ini udah sore, kalian mau makan bareng gak di sini? Gue beliin nasi warteg deket sini," tawar Kiara. Cewek itu kasihan melihat mereka diam lama di sini tanpa diberi makanan. Anggap saja ini sebagai tanda terima kasih karena sudah mau membantu Avram dan keluarganya.
"Gak usah repot-re—" Ucapan Sheila terpotong karena Dian tiba-tiba berceletuk, "Kuy, gas! Gue laper."
"Kampret lo gak tau malu!" marah Mita.
Dian mengerut heran. "Kiara aja santai, kenapa lo yang sewot?"
Mita tak mau memperpanjang debat kusir ini, sudah cukup tadi dimarahi oleh Kiara karena ribut, ia tak mau membuat kegaduhan di rumah orang.
Kiara capek lihat mereka ribut. "Ya Tuhan ...." Dia sudah tak mau lagi memberi petuah pada mereka. "Aku mau beli dulu ke warteg."
"Biar saya aja yang beli, Non," tawar Inyong.
Kiara bangkit dari sofa. "Saya ikut, Pak."
"Kamu gak usah repot-repot ke warteg, takutnya nanti kenapa-napa," nasihat Inyong.
"Baiklah, Pak." Ia menyerahkan uang seratus ribu rupiah ke Inyong. "Ini uangnya, ya."
"Siap, Non," ujar Inyong, langsung pergi dari sana, sedangkan Bigo tetap di sini guna menjaga mereka.
"Thread-nya udah mulai rame." Dian sedari tadi memang memantau thread tersebut, takutnya Arjuna kenapa-napa.
"Buset, tremor gue," ungkap Arjuna.
Avram sedikit kasihan dengan cowok itu. Ia baru tahu ternyata Arjuna mempunyai sisi baik yang selama ini jarang diketahui. "Santai, santai."
"Kalo gue ketahuan Papa, apa yang gue harus lakuin?" Arjuna menatap gusar Avram.
"Kabur dan asingkan diri untuk sementara, habis itu kalo Papa lo udah masuk penjara. Gue bakal bantu lo," ujar Avram menenangkan Arjuna. Padahal, ia tak yakin dengan jawaban itu. Namun, ia akan semaksimal mungkin membantu Arjuna.
Arjuna berdecak malas. "Awas kalo lo gak bantu."
"Iya, anjing," jawab Avram.
Setelah percakapan itu, mereka terdiam sejenak, fokus pada pikiran masing-masing. Arjuna sebenarnya masih kepikiran terkait thread tersebut, takutnya ketahuan Mahardika. Mana dia belum punya rencana yang matang apabila ketahuan Mahardika.
"Nasi sudah datang," ungkap Inyong datang membawa delapan bungkus nasi, lalu menaruhnya di atas meja makan.
Kiara tersenyum ramah pada Inyong. "Makasih banyak, Pak Inyong."
Inyong hanya mengangguk, kemudian kembali ke depan pintu rumah Avram guna menjaga rumah.
"Kuy makan dulu," ajak Kiara pada mereka. Ia berdiri dari sofa. "Gue ngambil gelas dulu, ya."
"Aku bantuin, Ra." Avram menawarkan bantuan.
Kiara mengangguk sebagai jawaban. Cowok itu mengikuti Kiara dari belakang, dirangkulnya bahu gadis itu. Ia berbisik, "Ra, tadi belanja berapa? Biar aku yang ganti. Sorry tadi aku ngelihatin thread dulu."
"Santai aja, ih. Tadi pas makan di warteg, kan, udah kamu yang bayar. Nah, sekarang giliran aku, ya," bisik Kiara agar tak didengar oleh teman-temannya.
"Gak ma—"
"Aku belum nikah sama kamu, jadi tanggungan masih sendiri-sendiri, apalagi kita masih pake duit orang tua. Kalo sesekali okelah." Kiara memotong cepat ucapan Avram.
"Nah, aku jarang-jarang, kan, traktir kamu, jadi yang ini aku bayarin, kapan-kapan kamu, deh, yang bayar."
Kiara menatap Avram. "Awas, ya, kalo bohong?"
Avram mengacak gemas surai Kiara. "Iya, Rara."
"Okelah," jawab Kiara pada akhirnya.
"Woi, lama amat lo berdua," celetuk Dian melihat mereka malah mesra-mesraan di dapur.
"Tau diri dikit udah di rumah orang. Udah dibeliin, pake protes," tegur Sheila tak enak hati dengan Avram dan Kiara.
"Gak nanya," ketus Dian.
Sheila berdecak malas. "Nyebelin, anjing."
Avram dan Kiara kompak mengambil masing-masing empat gelas plastik, kalau kaca takutnya pecah, apalagi belinya pakai duit. Ditumpuknya gelas tersebut agar lebih mudah membawanya.
"Ini gelasnya ya, Guys," ujar Kiara menaruh gelas di atas meja makan.
Bigo barusan mengambil satu teko air setelah Avram dan Kiara dari dapur. Ia tak enak kalau barengan di sana, takutnya mengganggu kemesraan di antara mereka. "Ini minumnya, Non."
"Makasih banyak, Pak. Ayo makan bareng kita," tawar Kiara tersenyum ramah.
Avram sebenarnya rada cemburu melihat Kiara tersenyum pada Bigo, takutnya pria itu naksir. Pacarnya cantik, pasti banyak yang suka. Itu salah satu alasan mengapa ia posesif pada Kiara. Namun, Avram berusaha menjaga sopan santun di depan para bodyguard.
"Gapapa, nih?" tanya Bigo.
"Gapapa, dong, Pak."
"Yuk, makan," ajak Avram pada mereka.
***
"Rara, ikut renang, yuk!" seru Avram sembari berendam di kolam renang.
Kiara yang kebetulan lewat pinggir kolam renang berkata, "Gak mau, ah. Mager keramas."
"Rara jorok!" ejek Avram kepada sang kekasih.
"Dih, biarin!" balas Kiara ngegas. "Lagian, kok, renang malem-malem?"
"Mau healing dulu, capek banyak masalah."
Kiara mengangguk paham mendengar jawaban Avram.
"Makanya, ikut renang, yuk." Cowok itu tetap kekeh mengajak pacarnya berenang bareng.
"Gak mau, Avram!" tolak Kiara.
Sekelebat ide terlintas di otaknya, seolah ada bohlam kuning yang muncul. "Ya udah, deh. Bantuin aku keluar dari kolam renang," ujarnya mengulurkan tangan pada Kiara.
Ketika Kiara membalas uluran tangan Avram untuk membantunya, cowok itu justru menarik tangan Kiara supaya masuk ke kolam. Alhasil, mereka berpelukan di bawah air, lalu Avram menggendong tubuh Kiara sembari menatapnya. Ia tersenyum puas melihat Kiara marah.
"Aaaaa! Avram rese banget!" seru Kiara mencebik kesal.
"Kamu kedinginan, ya? Sini aku peluk."
"Modus!"
"Cium dulu, Ra." Avram menunjuk bibirnya.
"Malu, nanti dilihat orang," rengek Kiara.
"Biarin, nanti kalo kita dilihat, suruh aja mereka ikut ciuman," canda Avram mencubit hidung Kiara.
Kiara mengusap hidungnya yang dicubit Avram. "Sesat!"
Avram mengguncang kedua bahu Kiara. Ia menatap cewek itu penuh harap. "Ayo, Raaaa."
Kalau sudah merengek begini, keinginan Avram tak bisa diganggu gugat. "Iya, iya, tapi di pipi, ya?"
Avram mengangguk kegirangan, seolah di kedua retinanya ada binar cahaya kehidupan. "Iya."
Cup.
"Yang pipi kiri belum, Ra."
Cup.
"Gila, cantik banget ...." Avram benar-benar kagum dengan pahatan Tuhan yang satu ini. Bahkan, tangannya tak henti menyusuri sekujur wajah Kiara. "Inget, Ra. Yang boleh milikin kamu cuma aku, jangan sampe ada yang ngambil kamu dari aku. Aku gak segan bakal hancurin orang itu kalo dia berani ngerebut hati kamu. Ngerti?"
"Aku udah hapal pasti ujung-ujungnya kamu ngomong gini. Aku gak suka terlalu diposesifin, Vram. Aku tau cara setiap orang beda-beda buat jaga pasangannya, tapi kalo kayak gini terus, kesannya kamu gak percaya sama aku."
"Aku bukan gak percaya, tapi aku cuma takut kamu direbut orang lain sama kayak aku berusaha mutusin hubungan kamu sama Arjuna."
"Kalo kayak gini terus, mending kita putus aja, daripada aku ngerasa tertekan, dan kamu terus dibayangi oleh rasa tak—"
Ucapan Kiara seketika terpotong karena Avram langsung menyambar benda kenyal milik cewek itu. Rasanya benar-benar sama ketika mereka pertama kali melakukannya—seolah bibir Kiara mengandung zat adiktif yang membuatnya candu.
Awalnya, Kiara berusaha melepas tautan bibirnya dengan memukul-mukul dada lelaki tersebut. Namun, Avram terus memperdalam tautannya, gerakan tangannya menjalar ke pinggang cewek itu naik turun, membuat Kiara mulai terbuai.
Avram tersenyum kecil di balik aksinya. Setelah merasa kehabisan napas, ia menarik benda kenyal miliknya dari milik Kiara. Ia menatap lamat-lamat kedua retina sang gadis. "Masih pengen minta putus?" tanyanya, bersuara serak.
"Masih."
"Kamu boleh minta putus, tapi aku jamin kamu gak bisa lupain aku. Kamu boleh naksir sama siapa pun, tapi pada akhirnya aku pelabuhan terakhirmu."
"Kamu biarin aku mutusin kamu gitu aja?" Kiara tadi hanya mengetes Avram.
—————
Kiara labil ih, sebel bgt anjrit, kalo putus beneran mampus lo
Spam "Kiara" in here
Spam "Avram" in here
Lanjut gak nih?
Yuk 100 komen sayang☺️❤️
Tbc
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top