17. Dark Joke
Jujur, aku udh mulai takut nulis ini, cringe bgt alurnya HAHAHAHA. Aku revisi pas tamat aja, soalnya udah terlanjur nyebur wkwkk. Kalo cerita ini terbit, pasti revisinya banyak banget🤣
Jangan lupa share cerita ini di tik tok dan sosmed lainnya yaa! Kalo target komen nyampe 200 dan 150 vote, aku janji update tiap hari🙏
Inget makan dan jaga kesehatan ya guis, corona udh mulai bandel :(
Happy reading❤️
"Lagi ke toko buah. Kamu kapan main ke Bali?" tanya perempuan paruh baya itu—Meisya. Terlihat ia memangku bocah laki-laki berumur lima tahun.
"Tunggu Papa masuk penjara dulu," jawab Arjuna.
"Gak boleh gitu, Nak. Walaupun beliau kamu anggap jahat, beliau tetap Papa kamu." Walaupun Meisya membenci Mahardika, ia tak mau Arjuna ikut membencinya, apalagi pria itu telah membesarkan Arjuna, bahkan memberikannya pendidikan yang layak.
Arjuna tertawa miris. "Mama udah disakiti, tapi tetep berusaha buat aku gak benci Papa? Hebat!" Cowok itu paling tak suka kalau Mamanya berusaha membela Mahardika.
"Sudah, Nak. Itu udah masa lalu, jangan diungkit lagi."
Arjuna berdecak malas. "Terserah Mama, deh. Yang penting aku dapet telponan sama Mama," atensi lelaki tersebut beralih kepada Ben. "Isn't that so, Ben?" (Bukankah begitu, Ben?)
"Yeah! You are right, Arjuna!" (Iya, kamu benar, Arjuna.)
Arjuna menjulurkan lima jari. "Give me high five, Ben!" (Tos dulu, Ben!)
Ben menuruti ucapan Arjuna. Ia bertos ria lewat video call itu, membuat Meisya tersenyum melihat keakraban kedua anaknya.
"Yey, good boy. I hope we can meet someday, Ben," ujar Arjuna setelah bertos ria.
"I hope so, Arjuna. I want to play video game with you," balas Ben dengan suara cadel.
Seulas senyum ditampilkan Arjuna. "Hopefully, I will get there."
"Mommy ...." Ben merengek dengan memajukan mulut, ia tahu bahwa ini pertanda akan selesai telponan sama Arjuna lewat video call.
"Ben, kapan-kapan kita bisa telponan, kok, sama Kak Arjuna." Meisya berusaha menenangkan Ben seraya mengelus pundaknya.
Arjuna mengerut kening. "Lah, Ben udah bisa Bahasa Indonesia?"
"Udah, Juna. Bisa dikit-dikit. Tapi kamunya aja yang ngajak ngomong pake bahasa Inggris terus, ya udah jadi dia nyautnya pake bahasa Inggris."
"Huaaaaa!" Ben menangis menghentakkan kaki di kerua paha Meisya, ia tak rela kalau perbincangan ini harus usai.
Arjuna tersenyum, ia melambaikan tangan pada Ben. "Good bye, Ben."
"Junaaaaa!"
Bip.
Meisya langsung mematikan sambungan telepon agar Ben tidak menangis di depan Arjuna.
Setelah itu, Arjuna menengok ke arah Avram, menberikan ponsel tersebut kepada sang empu. "Makasih, Vram."
Avram mengangguk. "Lo punya Papa Tiri?"
"Iya," ungkapnya mengangguk, "Ben itu adik tiri gue."
"Mantap keluarga lo bule," balas Avram yang ditanggapi senyuman tipis oleh Arjuna. "Lo gak pernah ketemu sama keluarga baru lo sebelumnya?" tanya Avram.
"Pernah sekali pas Mama nikah sama Daddy," sahut Arjuna.
Tampaknya, sekalinya mereka berbincang lama, sudah seperti wawancara antara wartawan dan tersangka.
"Gue turut prihatin sama lo, tapi gue gak membenarkan perbuatan lo selama ini. Biar gue tebak, lo sebenernya bingung mau milih Dian atau Kiara, kan?" tanya Avram mengangkat sebelah alisnya.
Perlahan, Arjuna mengangguk. "Maaf, Avram. Iya."
Avram menggebrak pelan meja di dekatnya, tatapan tajam menghunus kedua retina Arjuna, membuat lelaki itu hanya dian untuk menyimak kalimat apa yang akan dilontarkan oleh Avram. "Anjing lo! Setia sama satu cewek, bangsat. Jangan lampiasin ke Dian karena dia mendadak gampangan kalo sama lo. Walaupun gue sering dongkol sama Dian, gue juga gak mau sepupu gue kenapa-napa."
"I—"
Belum sempat Arjuna menjawab, Dian sudah keluar rumah dengan tatapan panik. "Avram, lo tolong tenangin Kiara, dia tiba-tiba nangis."
Avram langsung berdiri, ia berlari ke dalam untuk menemui Kiara, lalu disusul oleh Arjuna dan Dian. "Kamu kenapa, Ra?" tanyanya langsung memeluk Kiara.
"Aku keinget Mama dan Papa mau pindah ke Bali, sedangkan aku disuruh kuliah di sini. Aku takut nanti orang tuaku yang terbunuh, kita gak pernah tau kalo musuh keluarga kita ada di mana aja ...," lirih gadis itu di pelukan Avram.
Avram merasa bajunya sedikit basah karena air mata gadis itu. Namun, ia tak mempermasalahkan itu, ia malah khawatir gadisnya semakin larut dalam kesedihan. "Rara, kamu nangis aja dulu, gapapa, kok. Lagipula, orang tua kamu belum tentu pindah dalam waktu dekat, kan? Apalagi kita mau kerja sama dengan Arjuna."
Kiara melepas pelukan Avram, cepat-cepat mengusap kedua mata. "Malu nangis di sini, nanti dilihat Dian sama Arjuna. Aku cuma tiba-tiba kepikiran."
"Ngapain malu? Gue gak peduli mau lo nangis, kek, koprol sama gorilla, kek. Bodo amat!" seru Arjuna.
Avram mengalihkan atensi ke Arjuna, matanya menyipit tajam. "Ganggu aja lo!"
"Sebenernya Arjuna ngomong gitu biar Kiara puas ngeluarin tangisannya, dia gak bermaksud buat Kiara sedih. Lo tau lah Arjuna selama ini dianggap buruk sama orang, kalo dia ngasih tau dengan cara baik-baik, yang ada orang jantungan karena kaget." Dian membela Arjuna. Tapi, ada benarnya, love language orang, kan, beda-beda.
"Lebay amat, Dian!" seru Arjuna karena malu ketahuan mempunyai niat baik. Pasalnya, selama ini ia jarang berbuat baik kepada orang, apalagi di depan Papanya. Ia harus bersikap buruk agar diberi uang.
"Anjing lo. Gue jadi keinget lo minta uang tebusan ke orang tuanya Kiara," sergah Avram.
Arjuna tertawa mengingat hal itu. Ia menengok ke arah Kiara. "Untung aja Papa lo gak mau ngasi uang tebusan. Padahal, uangnya gue mau pake clubbing sama Dian."
"Bangsat," umpat Kiara.
Hal itu membuat mereka melotot. Pasalnya, Kiara jarang ngomong kasar, kecuali kejadian saat di rumah Arjuna waktu itu.
"Sayang, kamu gak kesurupan kuyang, kan?" tanya Avram sembari menaruh tangan di dahi Kiara.
Kiara tersenyum tipis. Ucapan Avram setidaknya membuatnya lebih tenang. "Enggak, Avram."
"'Enggak, Sayang.' Gitu, dong, nyautnya, Ra," saran Dian.
"Diam," balas Kiara pada Dian.
"Yeu, ya udah lah, yang penting udah berhasil. Papa bangga banget pas gue dikira nyebar video lo, ngakak banget anjing bisa ngibulin kang kibul masyarakat," ujar Arjuna.
"Anak setan," ejek Avram pada Arjuna.
"Sama orang tua kayak gitu ngapain kudu hormat? Najis banget. Gue juga butuh duit, makanya gue pura-pura nurut pas disuruh-suruh."
"Anak dajjal." Avram mengumpat lagi.
Arjuna tersenyum puas. "Yang penting gue bisa beliin mainan buat Ben sama hadiah ulang tahun buat Mama dan Daddy. Walaupun gue suka main di club, tapi gue gak bisa kalo gak dapet komunikasi sama Mama, sekali sehari aja, deh. Seandainya Daddy itu Papa, mungkin gue gak durhaka kayak gini. Daddy gue emang baik, tapi feel-nya beda kalo Papa kandung yang baik."
"Gue collab sama lo mantep, Juna. Gue anak piatu, lo broken home," tutur Avram.
———-
Avram Barata
Kiara Pradnyaswari
Btw, aku udh ijin yaa sama visualnya Avram, dia baik bgt mayan cepet balesnya😭🙏 kalo visual Kiara aku udah dm, tapi ga dibales :(
Arjuna sebenernya jahat atau baik?
Ada pesan untuk;
Arjuna?
Kiara?
Avram?
Dian?
100 komen aku update
Tbc❤️
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top