15. Dokter Kandungan
Halooo, bestie. Sebelum scroll atau swipe, jawab dulu pertanyaan ini:
1. Pancake durian atau pancake madu?
2. Lebih sering dapet rekomendasi wattpad dari mana?
3. Warna kesukaan kalian?
4. Pernah baca 1821? Kalo aku, sih, gak pernah🙏🗿
Yuk bisa yukk 100 komennn xixiixix. Janji double update kalo bisa nyampe segitu😍
Happy reading❤️
"Maaf kalo pertanyaan ini sensitif. Mama lo sekarang di mana?" tanya Dian.
"Di luar kota," jawab Arjuna.
"Lo selama ini gimana caranya hubungi Mama lo, sedangkan Papa lo benci banget sama Mama lo?" Dian makin kepo.
"Gue kadang minjem hape Kiara buat nelpon Mama dengan alasan pulsa gue habis. Gue sebenernya gak setega itu mau maksa Kiara buat main sama gue. Gue akui kalo ada pikiran buat main sama Kiara, apalagi ngelihat dia di kampus kadang terbayang kalo Kiara main sama gue bakal kayak gimana. Chat gue sama siapa pun dipantau terus sama Papa. Papa paling seneng kalo gue hancurin Kiara dan keluarganya."
"Anjir, kalo tau gini gue gak usah capek-capek hipnotis lo." Dian sadar ternyata kemampuan hipnotisnya tak sehebat itu, apalagi ia sudah lama tak menggunakan kemampuannya itu.
"Tanpa lo hipnotis, gue udah sadar," balas Arjuna terkekeh.
"Lo tadi gak beneran tidur?"
"Enggak lah, anjrit. Lo pikir gue korban Uya Kayu percaya hipnotis kilat gitu?"
"Anjing, malu banget gue!" seru Dian memukul bahu Arjuna.
Arjuna tertawa melihat Dian salah tingkah karena kebodohannya. Kalau boleh jujur, ia mulai sayang dengan Dian, tapi di sisi lain, dia juga agak cemburu kalau melihat Kiara berinteraksi dengan cowok lain, walaupun ia sadar bahwa Kiara tak sayang dengannya.
"Santai, Dian," ungkapnya, membuat Dian mulai fokus mendengarkan ucapan Arjuna. "Gerak gerik gue di sini selalu dipantau CCTV. Untungnya, di CCTV gak ada suara. Jadi, masih sedikit aman buat ngomongin ini."
"Kalo ada apa-apa, cerita sama gue, Juna. Gue gak mau lo mendem ini sendirian."
"Iya, Dian."
"Inget kata gue tadi, jangan pernah maksa main tanpa consent. Gue sengaja nyuruh lo pake penutup mata supaya Papa lo ngira kalo lo emang seniat itu buat hancurin Kiara."
Arjuna menempelkan tangan kanannya dengan merapatkan kelima jari di pelipis kanan membentuk tanda hormat. "Siap! Gue berani sumpah kalo gue gak bakalan gitu."
Suara bel rumah Arjuna terdengar jelas dari luar rumahnya, menyebabkan Dian turun dari pangkuan Arjuna. "Kiara udah dateng, gue ke sana dulu."
"Oke," balas Arjuna.
Dian menjalankan kedua kaki ke depan rumah Arjuna guna menemui Kiara. Di sisi lain, Arjuna menatap punggung sang puan yang kian menjauh. "Kenapa gak dari dulu gue ketemu sama Dian? Akhirnya gue bisa jujur tentang diri gue tanpa harus ngikutin karakter yang Papa bentuk."
***
Dian murka saat tahu Arjuna hampir memaksa Kiara untuk berhubungan dengannya. Modusnya dengan pura-pura minum obat, padahal sebenarnya ia tak minum obat sialan itu. Syukurnya, Dian yang tadinya diam di kamar mandi langsung keluar untuk menyelamatkan Kiara. "Lo tadi hampir gituin Kiara? Lo bohongin gue, hah?"
"Dian, lo salah—"
Plak!
Dian menampar Arjuna. Ia tak suka Kiara hampir saja disakiti oleh cowok itu, mana Kiara sudah mengiyakan permintaan sang pria. "Ah, bangsat lo! Gue gak mau FWB-an sama lo lagi."
Ketika Dian beranjak pergi, Arjuna mencekal tangan cewek itu. "Dian, dengerin gue dulu."
"Anjing, yang namanya niat jahat gak perlu ada penjelasan!" serunya. "Lo mikir gak, sih, gue ninggalin lo berduaan biar lo mutusin Kiara? Gue gak setuju kalo lo pacaran sama Kiara. Kiara orang baik, gak kayak kita yang pergaulannya liar. Gue gak mau Kiara kenapa-napa karena pacaran sama lo, apalagi lo gampang turn on."
Genggaman Arjuna mulai mengendur. "Maafin gue, Dian. Gue sebenernya akting biar kelihatan di CCTV kalo gue mau nyakitin Kiara karena gue sadar CCTV dipantau terus sama Papa."
Dian menepis kasar tangan Arjuna. Darahnya mendidih, tak kuasa menahan amarah ketika tahu Kiara hampir saja disakiti. Ia sebenarnya sengaja chat begitu dengan Arjuna supaya Mahardika mengira kalau ia ada di pihaknya. Ia curiga kalau ponsel Arjuna disadap oleh Mahardika. "Don't make excuses, Bastard! Minggir! Gue mau balikin motornya Kiara ke rumahnya."
"Lo bakal balik lagi ke sini?"
"Gak, males," ketus Dian.
Arjuna menatap sendu Dian. "Apa yang bisa bikin lo maafin gue?"
"Jangan main sana sini," jawabnya.
"Gue janji cuma main sama lo aja."
Mata sang puan memicing tajam, menunjuk Arjuna di depan wajahnya. "Awas kalo lo bohong."
"Iya, janji," jawabnya sambil mengangguk. "Gue ikutin lo dari belakang, ya? Nanti gimana lo pulangnya kalo bawa motor Kiara sendirian?"
"Ya."
Flashback off.
"Kamu beneran, Dian?" tanya Krisna sedikit ragu.
"Iya, Om. Saya gak mungkin bohong," jawab Dian bersungguh-sungguh.
Mely menatap miris Dian. "Ya ampun, kasian Arjuna selama ini ...."
"Arjuna kayaknya bisa bantu kita buat jeblosin Mahardika ke penjara. Saya yakin di ponselnya diisi chip atau pakai Zenly supaya tahu ke mana anak itu pergi," usul Krisna.
"Pantesan dulu dia sering minjem hape buat nelpon," gumam Kiara.
"Aneh sekali semua mempunyai skenario sendiri-sendiri, padahal tujuan kita sama. Bikin bingung saja," komentar Mely.
"Soalnya awalnya kita gak percaya satu sama lain, jadinya punya rencana dan pemikiran sendiri-sendiri buat jatuhin Om Mahardika. Siapa sangka Arjuna benci sama Papanya?" balas Kiara.
"Tapi, kayaknya gak semudah itu buat kerja sama dengan Arjuna. Saya yakin pasti anak itu diam-diam diikuti oleh anak buah Mahardika ke mana pun dia pergi," ujar Dian.
"Di kelas mungkin satu-satunya tempat paling aman buat diskusi ini," jawab Krisna. "Dian, saya minta tolong sama kamu boleh?"
Dian mengangguk. "Boleh, Om."
"Om, menurut saya jangan seratus persen percaya sama Arjuna. Siapa tau aja Dian dibohongin sama dia. Arjuna juga pernah nembak jendela rumah Om dan Tante sampai pecah, kan?" Avram masih tak percaya dengan ucapan Dian. Ia rasa Dian terlalu mendramatisir cerita.
"Gue yakin Arjuna gak bohong," ungkap Dian pada Avram.
"Gue juga gak percaya sama lo, Dian. Lo gak pernah cerita tentang ini sebelumnya. Lo sama aja kayak penghianat, kesannya lebih memihak Arjuna daripada gue yang sodara lo," balas Avram tersenyum sinis.
Dian menghela napas sejenak, lalu menghembuskannya. Ia tak tahu dengan cara apa lagi supaya Avram percaya kepadanya. "Gue berani sumpah, Vram. Video itu aja gue sama Arjuna sengaja beli di onlyfans supaya Papanya Arjuna ngira kalo dia udah hancurin Kiara."
Avram berdecak malas. "Bodoh lo berdua. Gak takut apa kena UU ITE? Anak hukum gak paham hukum."
"Gue gak mikirin itu sebelumnya, maaf ...."
"Gimana mau paham? Palingan di kelas lo molor mulu atau mikirin Arjuna terus sampe tolol." Avram sudah tak kuasa menahan emosi, sampai-sampai ia lupa jaga image di depan calon mertua.
"Avram, udah. Jangan marahin Dian terus," tegur Mely ketika melihat suasana sudah semakin tidak kondusif.
"Maaf udah bikin kegaduhan di sini." Avram tak enak hati.
Mely tersenyum maklum. "Saya paham kamu khawatir dengan Dian, tapi kalo kamu bentak terus, nanti dia makin down."
Avram mengangguk. "Iya, Tante."
"Jadi ke dokter kandungan?" tanya Kiara pada Dian.
"Jadi," jawab Dian.
Mely menatap heran Dian. "Loh, kamu hamil, Nak?"
"Saya gak tau, Tante. Pas saya iseng cek testpack, soalnya dua garis merah. Makanya, saya pengen cek ke dokter kandungan," balas cewek itu. Ia sebenarnya malu ketika pergaulan rusaknya diketahui oleh orang tua Kiara, apalagi Kiara tak seliar dirinya.
"Ya Tuhan .... Ayo sini kami antar." Mely merasa iba dengan Dian.
"Gak usah repot-repot, Tante." Dian menolak halus ajakan Mely.
"Iya, Tante. Gak usah repot-repot, harusnya Arjuna yang nganter, kan, dia yang main sama Dian," celetuk Avram, tak bisa menahan emosinya. Ia gregetan punya saudara bodoh seperti Dian.
"Avram, tahan emosi kamu," peringat Kiara.
Ia tak peduli akan ucapan Kiara, pandangannya terfokus pada Dian. "Awas kalo lo beneran hamil, gue hajar Arjuna di depan mata lo."
***
Selama proses konsultasi dengan dokter, sebenarnya Dian sedikit gugup, apalagi ini pertama kali ia ke dokter kandungan. Selain itu, di Indonesia berhubungan di luar nikah menjadi hal tabu dan dicap buruk oleh masyarakat.
"Kapan terakhir kali kamu berhubungan?" tanya dokter perempuan paruh baya itu.
"Satu atau dua minggu lalu, Dok," sahut Dian.
"Kamu sering buang air kecil atau mood sering berubah drastis?"
Dian menggeleng. "Enggak, Dok."
"Kamu telat haid, gak?"
"Syukurnya normal, Dokter."
"Setelah pemeriksaan tadi, kamu tidak hamil. Kamu salah memakai testpack, tidak sesuai dengan prosedur yang ada di kemasan. Kalau bisa jangan sering-sering berhubungan, apalagi kamu sepertinya gak mau hamil dulu untuk saat ini. Jangan lupa tes HIV setiap tiga sampai enam bulan sekali."
Dian mengangguk paham. "Baik, Dokter. Terima kasih atas sarannya. Kalau begitu saya pamit dulu." Ia bangkit dari kursi.
Dokter tersebut turut bangkit dari kursi, lalu mengantarkan Dian sampai depan pintu ruangannya. "Baik, Dik. Hati-hati di jalan, ya."
Dian mengangguk sembari tersenyum ramah, lalu menutup pintu ruangan dokter itu. Di lain sisi, mereka yang dari tadi menunggu Dian konsultasi seketika berdiri melihat kedatangan wanita itu.
"Gimana hasil pemeriksaan tadi?" tanya Mely.
"Syukurnya saya gak hamil, Tante," ungkap Dian menghela napas lega.
"Syukurlah. Kalau Tante boleh saran, lebih baik jangan berhubungan dulu, ya, Dian."
"Baik, Tante."
***
Arjuna:
Lo di mana, Dian?
——————
Arjuna atau Avram?
Spam emot kesukaan kalian di sini🤟
Next gak nih?
100 komen aku update yaa. Maaci❤️
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top