14. The Truth?

Perlu diingat di sini ga bakal ada adegan gituan. Keknya ada yang ngira aku buat cerita ena ena wkwkwk. Aku kasih rate 18 dan centang konten dewasa karena ada unsur kekerasan, kissing, dirty jokes, harsh words dan lain sebagainya yang tidak patut ditiru🥰

Aku mau ceritain lewat cerita ini kalo pergaulan anak jaman sekarang makin bebas, udah bisa main sana sini, apalagi aku udah kuliah, jadi kadang denger orang lain bisa bobo cantik sama pacarnya, ada ayam kampus juga xixixi

Tolong share dan vomment ke temen-temen kalian yaa. Kemarin yg komen dikit bgt huhu, cuma 20 komen. Sedih deh :(

Enaknya update jam berapa sih? Aku bingung sebenernya mau update jam brp wkwk

Masih pada nungguin ga?

Say hello dulu dong xixixi

Happy reading!❤️

"Memang bagaimana cara Dian meng-handle bajingan itu?"

Suara bel terdengar dari depan pintu rumah keluarga Kiara. Membuat obrolan mereka terhenti sejenak.

"Sebentar, Pa. Kayaknya itu Dian, deh," ujar Kiara pada Krisna.

"Ya udah, kamu temui dulu," jawab Krisna.

Kiara mengangguk paham. "Baik, Pa." Lalu gadis itu berjalan ke depan pintu rumah. Tangan kanannya membuka pintu, menatap Dian yang diam di sana.

"Sorry, gue malah nyari lo ke sini, soalnya di rumah Avram gak ada orang." Cewek itu merasa bersalah karena telah menganggu Kiara.

"Gapapa, Dian," ujarnya tersenyum tipis. Ia menarik pelan tangan Dian. "Yuk, masuk. Sekalian ceritain semuanya soal kejadian kemarin." Setelah itu, ia menutup pintu rumah.

Sambil berjalan ke dalam rumah, Dian berujar, "Lo udah siap denger cerita gue, Ra? Gue yakin lo bakal kaget denger sisi lain dari Arjuna yang gak pernah lo tahu selama ini."

Langkah gadis itu seketika terhenti. "Hah?" Kiara tak mengerti akan maksud Dian.

"Nanti gue ceritain," ujar Dian.

Sesampainya di dalam, Dian melihat orang tua Kiara dan Avram sudah duduk di sofa ruang tamu mereka. Ia sedikit membungkukkan badan, melempar senyuman ramah pada orang tua Kiara. "Halo, Om, Tante."

"Halo, Dian. Silakan duduk dulu, Nak." Mely berujar.

"Makasih, Tante," balas Dian, lalu duduk di samping Kiara.

"Maaf sebelumnya, kamu bisa ceritain kejadian di rumah Arjuna waktu itu?" tanya Krisna to the point.

Dian mengangguk. "Bisa, Om."

Flashback on.

Saat di rumah Arjuna, Dian sudah datang dua jam lebih awal dari Kiara guna mempersiapkan semuanya. Ia baru saja selesai mendekorasi ruang makan Arjuna dengan memberi bunga mawar merah di tengah meja, serta melapisi kursi dengan kain merah. Kini Dian sedang duduk di ruang tengah rumah Arjuna.

"Lo udah siapin semuanya, Dian?" tanya Arjuna baru saja keluar dari kamar mandi.

"Udah, Juna," jawab Dian. Wanita itu menepuk sofa di sampingnya. "Lo duduk dulu di sini."

Anggukan adalah jawaban dari Arjuna. Lelaki tersebut berjalan ke sofa—mendaratkan bokongnya di sana.

Dian naik ke pangkuan Arjuna, mengalungkan tangannya ke leher cowok itu. "Tatap mata gue, Juna."

Arjuna menuruti ucapan Dian. Ia menatap lamat-lamat kedua retina sang puan.

"Lo udah siap buat jebak Kiara?" tanya Dian.

"Udah, dong," balas Arjuna mengangguk mantap.

"Lo gak ada rasa ragu buat jebak pacar lo sendiri?" Dian terheran.

"Enggak," jawab Arjuna.

Dian mengelus pipi Arjuna, lalu turun ke jakun pria itu. "Lo nyaman sama sentuhan gue?"

Arjuna menelan ludah saat jakunnya disentuh oleh Dian. Ia mengangguk. "Nyaman."

Dian tersenyum penuh arti. "Bikin ngantuk, ya?"

Cowok itu mengangguk lagi. "Iya."

"Makin lama, lo bakal makin ngantuk. Lo gak kuat buat nahan ngantuk."

Terlihat pria itu mulai tak kuasa menahan kantuk, namun tatapannya tetap fokus ke kedua netra Dian.

"Fokus terus sama mata gue, jangan pernah kedip. Ngerti?"

Anggukan diberikan Arjuna sebagai jawaban dari pertanyaan Dian.

"Dalam hitungan lima, mata lo makin gak sanggup buat nahan ngantuk," titahnya. "Lima, empat, tiga, dua, satu."

Arjuna mulai tertidur, membuat cewek itu tersenyum senang. Tak sia-sia di Amerika dulu ia ikut seminar pelatihan hipnotis. "Tarik napas dalam-dalam, lalu hembuskan."

"Tiap gue tepuk bahu lo, lo bakal bangun dengan sugesti yang gue kasih nanti. Kalo lo ngerti, silakan ngangguk."

Arjuna mengangguk.

"Nanti pas minum es teh, lo bakal ngerasa tubuh lo panas, seolah-olah lo di bawah pengaruh obat. Anggap lo udah berhasil nguasain Kiara, padahal sebenernya hal itu gak pernah terjadi. Ngerti?"

Cowok itu mengangguk paham.

"Setelah kejadian ini, lo gak boleh maksa orang buat main sama lo. Dalam suatu hubungan, harus ada consent buat ngelakuin sesuatu. Kalo maksa orang buat main sama lo, sama aja lo ngelakuin pemerkosaan. Jangan bikin image lo buruk, apalagi sekarang marak kasus pemerkosaan. Jaga image lo sebaik mungkin, berubah dari sekarang lebih baik daripada enggak sama sekali. Mengerti?"

Arjuna mengangguk.

"Setelah kejadian ini, ikuti kata hati lo. Lo terserah mau ngelakuin apa aja, asal jangan maksa orang. Inget baik-baik omongan gue. Dalam hitungan ke lima, lo bakal bangun. Lima, empat, tiga, dua, satu."

Akhirnya, Arjuna terbangun dari tidurnya. Ia menatap Dian, senyuman tipis ia lemparkan pada cewek itu. "Gue boleh peluk lo?" tanyanya sembari merentangkan tangan.

Dian mengangguk. "Boleh."

Arjuna mendekatkan tubuh Dian ke badannya, memeluk erat pinggang wanita itu. Aroma citrus menguar dari ceruk leher sang puan. Ia menaruh kepala di leher Dian. "Pelukan lo bikin gue nyaman, Dian. Gue sebenernya gak suka diperintah sama Papa buat hancurin keluarga Kiara. Gue terpaksa pake topeng bajingan di depan Papa supaya gue aman."

"Aman gimana maksudnya?" tanya Dian sembari mengusap lembut kepala Arjuna.

"Papa benci banget sama Mama, dia gak suka Mama minta pertanggung jawaban pas Mama mengandung gue. Gue anak di luar nikah, Papa emang suka main sana sini. Tapi, karena gue anak cowok, akhirnya dia mau nerima gue. Gue tau betul sebenernya Papa mau nerima gue buat dimanfaatin doang." Nada lirih terdengar jelas dari ucapan Arjuna.

"Papa lo lebih suka lo jadi bajingan ketimbang orang baik?" Dian terheran mendengar orang tua menginginkan anaknya jadi orang jahat.

Arjuna menjauhkan kepalanya dari ceruk leher Dian. Tatapannya beralih ke cewek tersebut. "Iya. Papa gue emang sengaja mau hancurin gue pelan-pelan dengan cara hancurin karakter gue."

"Topeng lo tebel banget, Juna." Dian tak menyangka selama ini Arjuna menderita sendirian, soalnya di luar ia terlihat tak takut atau tertekan karena hal apa pun. "Kiara tau lo kayak gini?"

"Gue gak pernah cerita ke Kiara. Toh, Kiara gak bakal peduli. Dia sebenernya nerima gue bukan karena sayang, tapi karena mau balas dendam sama keluarga gue. Selama ini gue pura-pura gak tau, gue sengaja mau ngasih dia jalan buat hancurin keluarga gue. Gue udah muak lihat orang jahat kayak Papa."

Dian mengerut heran. "Lo sebenci itu sama Papa lo?"

"Iya. Gue gak suka Papa jelekkin Mama, dia nggak peduli gimana susahnya Mama ngelahirin gue. Jujur, gue kangen Mama."

"Maaf kalo pertanyaan ini sensitif. Mama lo sekarang di mana?" tanya Dian.

———

Spam "Kiara" for next chapter

Sebenernya Arjuna jahat atau engga ya?🗿

Jika kalian bisa milih takdir, kalian mau jadi apa?

100 komen aku update, 1k komen aku double update!

Tbc!❤️

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top