REMY DAN BURUNG GAGAK
Ditulis oleh Anna_Kanina
Remy hanyalah sebutir biji jagung di ladang petani. Dia tinggal dalam bonggol jagung tua yang mulai keras dan mengering di bawah sinar matahari. Semua saudaranya sudah pasrah karena ketinggalan dipanen. Mungkin Pak Tani yang sudah tua, lupa memakai kacamatanya ketika memetik jagung minggu lalu sehingga bonggol jagung itu terlewatkan oleh matanya yang renta.
Jagung yang terlalu tua sudah tidak enak dimakan dan tidak akan laku di pasar. Padahal Pak Tani sudah merawat mereka sampai gemuk dan Remy yakin kalau rasa mereka manis dan legit.
"Sayang sekali, padahal kita enak dibuat jagung rebus."
"Atau sayur asem."
"Nasi jagung juga sedap."
Para biji jagung lain mengeluh. Mereka semakin keras dan berubah kecokelatan.
Tidak lama lagi, mungkin musang atau babi hutan akan mengendus dan menggigit mereka. Para biji jagung itu pun akan singgah di perut para hewan yang lapar.
Namun, Remy tidak suka. Walau dia hanya sebutir biji jagung yang kecil, dia merasa bisa melakukan hal yang lebih besar. Dia sudah dirawat sepenuh hati oleh Pak Tani dan akan terasa sangat lezat di piring makan para manusia. Kenapa dia harus terlupakan?
Seekor anjing penjaga ladang tampak berjalan mendekati pohon jagung tempat Remy tinggal dan mengendusnya.
"Makan kami! Makan kami!" Para biji jagung itu berkata. Jagung dan tanaman lainnya adalah makhluk hidup dan sesekali berbicara dengan sesamanya. Sayangnya, tidak ada yang bisa mendengar mereka.
Anjing ladang itu hanya mengangkat telinganya dan mengabaikan pohon jagung itu.
"Ah, dia pergi."
"Mungkin anjing tidak makan jagung."
"Bagaimana ini? Kalau kita sudah semakin tua tidak akan ada yang mau memakan kita."
Para biji jagung itu mulai bersedih. Kalau mereka tidak dimakan dan disia-siakan maka mereka akan sangat bersedih. Mereka butuh waktu berbulan-bulan untuk tumbuh di ladang Pak Tani dan tidak mau jadi makanan yang terbuang.
Semua makanan seperti jagung dan nasi akan menangis kalau mereka tidak dihabiskan. Mereka tahu kalau banyak orang kelaparan di Afrika dan negara lainnya. Sebutir nasi dan biji jagung saja sangat berharga bagi perut anak yang kelaparan. Namun, kenapa masih banyak anak yang suka membuang makanan? Para anak yang baik seharusnya ambil makanan secukupnya dan habiskan isi piringnya.
Remy dan para biji jagung lainnya kini melihat lagi. Ada terwelu yang mengintai mereka. Dia biasanya suka jagung.
"Makan kami! Ayo makan kami!"
Sayangnya, si terwelu merasa pohon jagung Remy terlalu tinggi dan dia pun pergi.
Remy dan para biji jagung semakin gelisah. Tangkai mereka akan mengering dan menjatuhkan bonggolnya ke tanah. Kalau hujan turun, mereka bisa membusuk. Kalau cuaca terik, mereka bisa mengering dan menjadi sangat keras untuk bisa dikunyah.
Menjadi busuk dan terbuang adalah mimpi buruk setiap makanan.
Kemudian mereka mendengar suara keras dari langit. Ada beberapa ekor gagak terbang berputar mencari apa pun yang tersisa di ladang.
"Makan kami! Makan kami!" Para biji jagung itu berharap.
Salah seekor gagak terbang ke arah mereka dan mulai mematuki bonggol jagungnya. Dia makan dengan lahap sebutir demi sebutir dengan suka cita.
Para biji jagung itu senang karena bisa bermanfaat mengenyangkan perut gagak yang lapar. Burung gagak itu pun sudah kenyang dan menyisakan Remy. Dia pun akan terbang kembali. Remy tidak suka ini. Dia akan menjadi satu-satunya biji jagung yang terlupakan dan dibuang?
"Hei! Makan aku! Kenapa kau sisakan aku?" teriak Remy putus asa.
Di luar dugaan, burung gagak itu seperti mendengarnya dan batal terbang.
"Apa biji jagung ini bicara padaku?" tanyanya bingung.
"Aku Remy dan aku minta padamu untuk memakanku," katanya.
"Tapi aku sudah kenyang dan kamu tampak berbeda. Kamu lebih tua dan keras, selain itu warnamu lebih coklat dari yang lain. Kamu tidak akan enak dimakan," si gagak beralasan.
"Tapi kamu tidak boleh membuangku, aku harus dimakan atau aku akan sangat bersedih karena menjadi biji jagung yang mubazir." Remy menangis.
"Kasihan, baiklah aku akan membantumu. Mungkin gagak lain bersedia memakanmu."
Sang gagak berkaok, kemudian memetik Remy dari bonggolnya dengan paruh kuatnya. Dia lalu mengepakkan sayap hitamnya yang indah dan pergi ke angkasa.
Si gagak bertengger di sebuah atap rumah di mana banyak gagak lain bertengger.
"Hei! Apa ada yang lapar? Aku membawa biji jagung untuk kalian." Gagak itu menawarkan dan meletakkan biji jagung itu di antara mereka.
"Biji jagung ini sudah terlalu tua!"
"Paruhku tidak akan kuat memakannya."
"Perutku bisa sakit karenanya."
Para gagak itu menolak. Remy semakin bersedih. Apakah sudah terlambat baginya? Apakah dia ditakdirkan menjadi biji jagung yang terbuang?
Si gagak memungut Remy lagi dan kembali terbang ke angkasa.
"Jangan cemas, aku akan mencari hewan lain yang mau memakanmu."
Remy merasakan angin yang sejuk di sekitarnya. Dia bisa melihat ladang dari langit. Sesuatu yang tidak pernah dia bayangkan sebelumnya. Remy bersemangat. Desa ini sangat luas. Pasti ada yang mau memakannya.
Si gagak memasuki bangunan mirip gudang dan mematuk pagarnya untuk memberitahu keberadaannya.
Remy melihat sekumpulan domba sedang merumput dan mengembik.
"Ada yang lapar? Aku bawa sebutir jagung untuk kalian," kata si gagak.
"Jagung? Aku tidak akan kenyang dengan hanya sebutir," kata seekor domba yang berbulu putih.
"Kami biasa makan jagung dengan bonggolnya. Biji ini akan menyangkut di gigi kami dan mengganggu hari kami." Domba lain pun menolak.
Remy bersedih lagi, bahkan para domba itu menolaknya. Dia merasa putus asa dan ingin menyerah saja, tapi gagak itu merasa tertantang dan masih bersemangat untuk membantunya.
"Tidak usah cemas, aku akan mencari hewan lain untuk memakanmu," gagak itu berkata.
"Aku akan memastikan mereka menelanmu sebelum aku pergi." Dia meyakinkan Remy lagi.
Burung gagak yang cantik itu terbang kembali ke angkasa. Dia berputar-putar ceria untuk menghibur si jagung yang bersedih.
"Pasti menyenangkan ya terlahir sebagai burung."
"Kenapa?"
"Kau bisa terbang bebas dan melihat pemandangan indah setiap harinya. Sementara aku hanya berdiam di bonggolku dan berharap seseorang akan memakanku," Remy berkata muram.
"Tidak perlu bersedih, setiap makhluk hidup terlahir dengan tujuan mulia. Kalian para jagung berjasa untuk mengenyangkan perut kami dan memberi kami tenaga untuk bekerja."
"Tapi kalau aku menjadi gagak—" Remy ingin membantah.
"Jadi gagak juga tidak selalu enak."
"Kenapa?"
Dor!
Suara tembakan senapan angin terdengar. Remy memekik kaget dan sang gagak terbang panik menjauh. Hampir saja tembakan itu mengenai sayapnya. Si gagak bersembunyi ke balik daun pohon yang rimbun menunggu aman.
"Lihat, kan, sekarang? Menjadi gagak juga tidak selalu enak. Kami dianggap hama dan sesekali para manusia akan memburu kami dengan senapan atau racun," kata si gagak.
Dua makhluk itu melihat langit berubah kemerahan pertanda hampir waktunya petang.
"Pada jam ini, para istri petani akan memasak makan malam," kata si gagak.
"Kenapa memangnya?"
"Aku punya rencana. Ayo, ikut aku!"
Si gagak memungut Remy lagi dan terbang ke rumah Pak Tani.
Di sana mereka melihat Pak Tani duduk di teras dengan memakai sarung sambil memakan singkong rebus dan membaca koran. Ada segelas kopi di dekatnya yang masih mengepulkan asap.
Si gagak terbang diam-diam ke jendela dapur. Dia bisa melihat kalau istri Pak Tani sudah menggoreng tempe dan sedang mencuci lalapan. Ada aroma sambal terasi yang digoreng serta ikan asin yang sedap.
Burung gagak itu menyelinap ke dapur dan diam-diam bersembunyi di balik rak piring. Dia mencoba tidak bersuara dan berhati-hati karena Bu Tani bisa saja kaget melihatnya dan memukulnya dengan cobek.
Si gagak menaruh Remy diam-diam di Periuk nasi. Istri Pak Tani sudah menakar beras dan akan mencucinya. Si gagak berpikir kalau sebutir jagung itu akan lolos dan dimasak bersama nasi dan dimakan bersama keluarga Pak Tani.
Istri Pak Tani yang sudah selesai masak lauk kini mau mengolah nasinya. Dia menyalakan air keran dan mulai mencuci berasnya sambil bersenandung. Dia mengaduk berasnya dan membuang airnya lalu menyiramnya dengan air lagi. Dia melakukannya berulang kali sampai airnya tidak lagi terlalu keruh.
"Apa ini? Kenapa bisa ada biji jagung di periuk nasiku?" keluh istri Pak Tani.
Remy ketahuan!
Istri Pak Tani melempar Remy si biji jagung yang sudah basah keluar jendela.
Si gagak bersuara prihatin mengetahui Remy lagi-lagi ditolak. Dia gagal mengisi perut keluarga petani. Dia merasa sial dan tidak berguna.
Biji jagung itu menangis.
"Mungkin aku tidak ditakdirkan untuk dimakan," keluhnya.
"Jangan bersedih, masih ada waktu."
"Kau tidak lihat? Tubuhku sudah basah dan aku akan membusuk esok pagi," Remy mengeluh.
"Tidak! Tidak! Aku sudah berjanji padamu, aku tidak akan membiarkanmu membusuk," kata si gagak tegas dan sekali lagi memungut Remy dan terbang ke langit.
"Mau ke mana?"
"Tidak ada yang mau memakanmu karena kamu sudah terlalu tua dan keras, tapi aku pernah melihat biji jagung sepertimu di kantong Pak Tani. Aku pernah melihat Pak Tani melakukannya, mungkin itu akan membuatmu kembali empuk dan enak dimakan," si gagak bercerita.
"Maksudnya apa?"
"Apakah kamu percaya padaku?" tanya si gagak.
"Kamu sudah membantuku sampai sini, aku akan terus mempercayaimu, Tuan Gagak," sahut Remy tulus.
"Baiklah, ini tempatnya. Tanahnya gembur seperti ladang Pak Tani. Aku akan menggali di sini."
Gagak dan Remy tiba di pekarangan rumah seseorang. Si gagak meletakkan Remy dan mulai menggali lubang dengan paruhnya. Dia lalu memasukkan Remy ke dalamnya.
"Pak Tani melakukan ini pada biji-biji jagung yang tua. Mungkin ini akan membuatmu kembali enak dan empuk."
Gagak adalah burung yang cerdas. Malah dia katanya bisa berhitung karena itu si gagak bisa meniru apa yang dilakukan oleh Pak Tani. Gagak menanam Remy di bawah tanah yang subur kemudian menyiramnya dengan air yang dibawanya menggunakan gelas plastik yang ditemukannya di tempat sampah.
Remy hanya melihat kegelapan di sekitarnya. Rasanya hangat dan sesekali dia merasa dingin pada tubuhnya. Dia tahu kalau si gagak selalu berkunjung setiap harinya untuk menyiram tanahnya. Dia bersyukur punya teman seperti sang gagak yang tidak ingkar pada janjinya.
Dalam beberapa hari, Remy merasa gatal pada tubuhnya. Kemudian dia menyadari kalau akar mulai muncul dari bawah tubuhnya. Remy yang hanya sebutir jagung kini bisa menghisap nutrisi tanah dengan kakinya yang berakar.
Dia merasa semakin besar dan dirinya terbelah. Ada dua helai daun jagung muda tumbuh darinya. Tubuhnya semakin memanjang dan mendesak tanah di atasnya.
Remy pun muncul ke permukaan tanah dan kembali melihat cahaya.
"Aku tumbuh! Aku menjadi pohon jagung!"
Remy si pohon jagung kecil sangat bahagia. Walaupun dia gagal dimakan. Dia lebih bersyukur karena berkat bantuan si gagak dia malah menjadi pohon jagung.
Remy mendengar suara kepak sayap si gagak dan melihatnya membawa air.
"Hei gagak! Ini aku, Remy!" serunya ceria.
"Remy? Bukan. Temanku itu adalah sebutir biji jagung. Dia berada di bawah tanah."
"Iya, itu aku. Aku kini tumbuh menjadi pohon jagung. Terima kasih wahai gagak. Semoga Tuhan akan membalas budimu suatu hari nanti," kata Remy penuh syukur.
"Sesama makhluk hidup memang harus saling membantu. Sampai kamu tumbuh besar dan kuat aku akan terus memberimu air," kata gagak turut senang.
Empat bulan sudah berlalu sejak saat itu. Si gagak menanam Remy di rumah dua orang anak yatim yang girang karena sebatang pohon jagung tumbuh dengan misterius di rumah mereka.
Ketika waktunya panen, para yatim itu memetik semua bonggolnya yang ranum dan memasaknya.
Remy si pohon jagung sangat bahagia karena dia bisa berguna bagi kehidupan para anak yatim itu. Hidupnya yang singkat akan segera berakhir karena dia merasa kalau daunnya mulai kering dan batangnya semakin rapuh. Jagung adalah tanaman yang akan segera layu jika sudah dipanen.
"Sudah mau pergi, sahabatku?" si gagak bertanya pada Remy yang hampir layu.
"Sebentar lagi, Gagak. Apa yang akan kau lakukan setelah ini?"
Si gagak berkicau senang dan menunjukkan isi paruhnya bangga. Remy si pohon jagung melihat sebutir biji jagung tua dan keras di paruhnya.
"Aku membawa sebutir biji dari bonggolmu dan akan kembali menanamnya. Tidurlah yang tenang Remy. Hidupmu bermanfaat dan para anak yatim itu tidur dengan perut kenyang berkat dirimu. Berbangga dan bersyukurlah," kata si gagak tatkala Remy si pohon jagung berubah layu untuk selamanya.
Sebagai makhluk hidup, kita pernah mengalami kesusahan hidup. Apa yang kita harapkan belum tentu terwujud dan terpaksa harus kita relakan, tapi kita mungkin akan bertemu orang baru yang bisa menuntun diri kita pada takdir yang lebih baik. Percayalah kalau kegagalan bisa berubah menjadi kesuksesan jika kita tetap berusaha dan berdoa.
Selalu habiskan makanan di piringmu dan jangan menyia-nyiakannya, ya, karena mereka akan bersedih kalau tidak dimakan.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top