ADA DINOSAURUS DI BELAKANG RUMAHKU
Ditulis oleh Anna_Kanina
Sejak aku menonton tayangan dokumenter beberapa bulan yang lalu, aku tidak bisa melihat ayam seperti dulu lagi. Tidak peduli betapa sukanya aku dengan rendang ayam buatan Oma atau ayam goreng cepat saji di mal yang renyah dan berminyak itu. Tetap saja aku sudah pantang memakannya.
Ahli paleontologi yang mengenakan baju safari di video itu bilang kalau ayam yang biasa kami makan itu adalah evolusi dari dinosaurus. Yang menakjubkan lagi, ayam ternyata adalah kerabat dekat dari Tyrannosaurus Rex. Walau itu fakta yang membuatku kagum, aku sedikit kasihan pada T-Rex. Katanya kondisi bumi yang ekstrem dan tidak sehat telah memaksa tubuh mereka mengecil melalui proses evolusi jutaan tahun. T-Rex yang gagah perkasa kini menjadi unggas lezat yang dimangsa manusia setiap saat.
Sekarang aku kerap menolak kalau ditawari ayam goreng—demi menghormati leluhur mereka yang seram sekaligus menakjubkan.
Aku terobsesi pada T-Rex sejak seseorang menghadiahiku boneka karet berbentuk reptil kuno itu di ulang tahunku yang kedua. Padahal warnanya sedikit luntur dan lampu yang menyala—jika aku mengguncangnya—sudah rusak di hari ketiga aku memainkannya. Kebanyakan anak akan berpendapat kalau itu bukan hadiah ulang tahun yang terbaik. Namun, itulah yang mengubah hidupku.
Sejak saat itu kamarku mulai berubah. Awalnya Ayah memasang wallpaper bergambar bintang dan planet. Dia berharap aku menjadi seorang astronaut. Kebetulan dia adalah astronom yang bekerja sebagai dosen. Namun sayangnya, itu tidak akan terjadi. Bukannya aku tidak menganggap profesi astronaut itu keren, tapi aku punya cita-cita lain yang sudah bertahan selama tujuh tahun.
Aku mau menjadi ahli paleontologi.
Kini kamarku bernuansa era Cretaceous akhir. Bukan Jurassic. Walaupun Tyrannosaurus Rex menjadi terkenal sejak menjadi antagonis utama di film Jurassic Park—dia sebenarnya berasal dari era Cretaceous. Itu sekitar 30 juta tahun sebelum tumbukan asteroid yang memusnahkan dinosaurus. Aku kerap memamerkan pengetahuanku ini pada sepupuku atau Oma dan siapa pun yang bersedia mendengarnya. Tidak banyak yang tahu fakta itu. Yah, walaupun tidak banyak yang peduli juga.
Meskipun T-Rex tidak lahir pada era Jurassic—aku tetap menempel poster film Jurassic Park karya Stephen Spielberg. Aku juga punya koleksi figur dinosaurus yang lumayan banyak. Aku tidak mau bilang kalau aku pasti akan melengkapinya karena ada lebih dari 700 spesies dinosaurus. Kebanyakan toko hanya menjual jenis yang populer seperti Brachiosaurus, Pteranodon, atau Ankylosaurus.
Aku tidak perlu menyebut T-Rex karena semua anak mengenalnya. Siapa yang tidak akan kagum mengetahui reptil raksasa berahang besar dengan gigi menyeramkan itu pernah hidup di bumi? Walau mulai ada yang bilang kalau Spinosaurus lebih menakutkan, T-Rex tetap yang paling keren buatku.
"Jadi, kamu mau menjadi seperti Indiana Jones atau Lara Croft?" salah seorang pamanku yang masih lajang berkomentar. Pertanyaan itu selalu saja diulangnya setiap tahun ketika berkumpul di hari raya lebaran. Seakan-akan aku tidak punya minat lain selain dinosaurus. Oke, dia tidak sepenuhnya salah, tapi aku juga suka main game konsol, walaupun salah satu judul game-nya 'Jurassic World'.
Pertanyaannya salah. Lara Croft yang populer dari game Tomb Raider itu wanita, sementara aku sudah disunat dua tahun lalu. Selain itu Lara Croft dan Indiana Jones itu juga berprofesi sebagai arkeolog.
"Beda, Om! Mereka itu arkeolog, kerjanya meneliti piramida atau Candi Borobudur. Kalau aku ingin menjadi paleontolog yang kerjanya meneliti hewan-hewan purbakala!" sergahku. Aku tidak tahu kenapa aku harus menjelaskannya. Dia mungkin akan bertanya itu lagi tahun depan.
"Alah, sama saja. Yang kerjanya gali-gali tulang itu, kan?" katanya sambil menyeringai kemudian dia berlalu pergi tidak peduli sambil membawa sepiring ketupat dan opor ayam.
Kenapa dia harus basa-basi kalau hanya ingin membuatku kesal, sih?
Aku pun melirik meja makan. Masakan lebaran di rumah Oma cukup umum. Ada ketupat, sambal goreng ati kentang, dan opor ayam. Aku menyiduk sayur labu siam serta beberapa sendok sambal goreng ati kentang lantas memakannya lahap.
Aku baru puasa makan ayam sekitar satu bulan dan lama-lama aku merasa itu keputusan konyol. Aku bukan vegetarian. Sayangnya, aku sudah terlanjur pengumuman ke keluargaku. Akan memalukan kalau aku menyerah dan kembali makan ayam secepat itu.
Aku, Ibu, dan Ayah tinggal bersama Oma di daerah kampung. Namun, Ayah lebih sering menginap di rumah dinas dekat tempat kerjanya. Aku anak tunggal dan ibuku juga bidan yang sibuk di puskesmas. Jadi, aku lebih sering tinggal berdua dengan Oma.
"Rafa, tolong lepas si Jalu biar makan di luar, Nak," Oma menyuruhku.
Aku mengangguk dan dengan patuh mencuci piringku sebelum memakai sandal dan pergi ke halaman belakang. Rumah Oma luas. Lebih tepatnya, kebunnya. Kalau bangunan rumahnya sih tidak terlalu besar. Dia membangun kandang ayam di dekat pohon bambu.
Si Jalu adalah nama ayam betina. Aku tahu nama Jalu seharusnya tidak cocok dengannya, tapi Oma memeliharanya sejak dia menetas dari telur. Ekspresinya tajam dan galak. Dia rajin bertelur karena itu Oma tidak mau menyembelihnya. Lagi pula, rasa ayam petelur tidak terlalu enak.
Aku membuka pintu kandang, beberapa ekor ayam berhamburan keluar dan sibuk berkotek sambil mematuki tanah, lalu seperti biasa aku merogoh ke dalam kandang dan melihat si Jalu yang diam saja. Dia tidak mau keluar kandang. Apa dia sakit?
Sepertinya tidak. Dia sedang mengerami telurnya. Itu aneh karena dia biasanya tidak peduli pada telurnya. Kucoba menyingkirkan badannya karena ingin melihat lebih jelas. Tampaknya dia bertelur beberapa butir. Aku akan membiarkannya. Mungkin besok bisa kuambil telurnya.
Aku pun kembali ke rumah Oma untuk makan ketupat opor untuk kedua kalinya.
***
Aku selalu berpikir kalau aku sedikit kurang beruntung karena lahir di Indonesia. Bukannya mau mengeluh. Negeri ini jelas kaya akan budaya dan keindahan. Hanya saja tidak pernah ada dinosaurus yang ditemukan di Indonesia.
Mungkin tidak akan pernah karena dinosaurus sudah punah enam puluh lima juta tahun yang lalu. Sementara kepulauan Indonesia baru terbentuk setelahnya.
Jika aku menjadi ahli paleontologi, mungkin aku akan lebih sering bertemu fosil manusia purba di Sangiran atau fosil mamalia serupa gajah seperti stegodon. Apakah aku harus menyerah? Karena kalau ingin menemukan fosil dinosaurus, aku harus bekerja di benua lain seperti Amerika. Ayah bilang di sana sulit masuk jurusan paleontologi, apalagi untuk warga negara asing.
Aku pernah mengeluhkan ini pada ibu guru, dia malah bilang kalau terlalu dini bagi anak umur sembilan tahun sepertiku untuk memikirkan jurusan kuliah. Paman dan bibi lebih tidak suportif lagi. Mereka bilang jangan sampai salah pilih jurusan seperti Ayah yang seorang astronom. Sudah mana kuliahnya sulit, cari kerjanya susah.
Apa iya bercita-cita menjadi ahli dinosaurus itu aneh? Kurasa itu cita-cita yang lebih masuk akal daripada celetukan temanku yang ingin jadi astronaut atau presiden. Maksudku, berapa persen orang di dunia yang punya kesempatan itu?
"Tidur, Rafa! Sudah malam!" Oma berseru. Dia pasti melihat lampu kamarku menyala. Aku pun sadar sudah terlalu lama melamun. Ibu tiba-tiba harus ke kampung sebelah karena ada yang melahirkan lebih cepat. Ayah sudah mendengkur di kamar sebelah. Aku pun mematikan lampu dan meringkuk ke balik selimutku.
Bzzz ... bzzz ... bzzz ....
Oma suka keheningan ketika waktu tidur. Dia terbiasa tertib karena buyutku seorang tentara. Karena itu, suara sekecil apa pun terdengar. Entah obrolan remeh para laki-laki di pos ronda atau teriakan tukang sate.
Bzzz ... bzzz ... bzzz ....
Namun, masa mereka tidak dengar, sih? Seperti ada sekawanan lebah yang bersiap menyerang membawa ribuan bala tentaranya. Oma biasanya mengomel keluar kalau para hansip dan pria yang kebagian jadwal siskamling terlalu berisik.
Bzzz ... bzzz ... bzzz ....
Serius? Masa mereka tidak ada yang dengar, sih?
Aku beringsut malas dari kasur dan membuka jendela. Sesuatu yang luar biasa terang menerpa mataku yang sudah beradaptasi dengan kegelapan. Ibaratnya seperti ketika tengah malam seseorang menelepon dan mata terpaksa harus menyipit karena cahaya ponsel yang terlalu silau.
Aku takut dan segera menutup jendela keras, lalu kutarik kembali selimutku dan tidur dalam posisi meringkuk.
Itu bukan apa-apa. Aku hanya salah lihat.
Aku setengah mati berusaha mengabaikannya sampai terlelap.
***
Aku pasti kebanyakan main game. Kurasa aku akan mencoba menjadi anak baik dan tidak lagi diam-diam main ponsel di luar aturan rumah Oma. Mereka bilang terlalu sering pegang ponsel bisa membuat otakmu mengecil. Aku tahu orang tuaku mungkin hanya menggertak, tapi itu bisa saja benar.
Waktu subuh, tugasku adalah ke kandang ayam untuk mengambil telur dan melepaskan lagi ayam-ayam itu di kebun Oma.
Cahaya yang kulihat semalam tadi. Mungkin hanya khayalanku atau kilatan petir. Sayangnya, rasa percaya diriku punah ketika melihat kandang ayam Oma.
Ada bau gosong!
Apakah kilat kemarin malam membakar kandangnya? Walau ada sedikit noda arang, sepertinya kandang kayu itu tidak terbakar.
Aku pun memberanikan diri membuka pintunya.
Ayam-ayam itu masih hidup dan melihatku dengan tatapan seperti menuduh. Ya, hari ini aku agak kesiangan. Kaki mereka mungkin sudah pegal dan ingin segera berlarian di tanah.
Jalu, sudah tidak mengeram.
Tunggu, ada yang aneh.
Salah satu telurnya jadi besar. Seperti telur burung unta. Bukan! Lebih besar lagi dan coraknya juga tidak pernah aku lihat. Ukuran telur itu mungkin sudah melebihi Jalu. Pantas saja dia tidak mau mengeram lagi.
Masalahnya Itu jelas bukan telur ayam!
Aku mengamatinya selama beberapa menit sebelum sebuah retakan muncul di cangkangnya. Aku melihat cakar. Mirip ayam. Lalu beberapa helai bulu. Ya, itu mungkin memang ayam yang terlalu besar. Cangkangnya akhirnya terbuka dan aku melihat jelas matanya yang besar menatapku.
Tidak ada paruh.
Itu bayi T-Rex. Tanpa sadar aku tersenyum, padahal jelas semua ini aneh dan menakutkan.
***
Sudah dua minggu berlalu. Bayi T-Rex itu kini serupa dengan buaya kecil. Dengan dua kaki depan yang mungil dan kaki belakang yang sudah bisa melangkah kokoh. Dia kini melahap seekor ikan lele dengan gigi tajamnya sambil menatapku menggunakan matanya yang besar.
T-Rex kecil terlihat sama imutnya dengan anak kucing. Aku yakin ini T-Rex, bukan kadal. Ini sangat keren! Aku adalah satu-satunya anak yang punya peliharaan T-Rex di kampung ini. Salah. Maksudku di dunia!
Namun, aku harus menjaganya agar tidak ditemukan Oma atau Ayah. Mereka tidak akan tertipu kalau aku bilang Joey adalah kadal, apalagi buaya. Mereka sangat tahu bentuk T-Rex. Lagi pula, kalau Joey benar adalah buaya, mereka juga akan panik. Joey akan dijemput oleh polisi dan mereka mungkin akan membawanya ke kebun binatang untuk diteliti.
Oh iya, aku memberi nama dinosaurusku Joey.
Tubuhnya membesar dengan cepat. Aku harus memisahkannya di kandang lain karena khawatir dia bisa memangsa ayam milik Oma. Itu terdengar wajar, tapi bagiku itu perbuatan kanibal. Ayam dan T-Rex itu bersaudara.
"Aku bawa ini untuk Joey." Itu adalah Mika, sepupuku. Libur lebaran berbarengan dengan libur semester. Jadi, dia akan lama di kampung. Dia seumuran denganku dan selalu memakai rok. Aku tidak punya pilihan. Seseorang harus membantuku mengurus Joey.
T-Rex adalah pemakan daging. Aku tidak punya cukup uang jajan untuk membeli ikan lele. Jadi, aku mengajak Mika untuk bergabung dalam rahasia kecilku. Dia bukan penggemar berat dinosaurus sepertiku, tapi melihat T-Rex hidup tetap luar biasa baginya. Dia bersedia menghabiskan angpau lebarannya untuk membeli makanan Joey asalkan bisa ikut dalam proyek ini.
Aku dan Mika tiap sore berkunjung ke kandang sambil membawa makanan dan buku catatan. Aku dan dia berpura-pura menjadi peneliti dan mengamati perilaku T-Rex. Aku bilang ini proyek pemerintah. Mika senang merasa menjadi orang penting. Dia selalu menjadi ketua kelas dan membantu para guru.
Aku melihat dia membawa semangkuk jangkrik dan menyodorkannya pada Joey.
"Beli di mana?"
"Ini makanan burung, tadi aku beli di pasar."
"Joey bukan burung!" protesku.
"Katanya dia bersaudara dengan ayam." Mika tidak mau kalah.
Aku melihat Joey menggigit salah satu jangkriknya dan tampak mengunyahnya, tapi dia lalu membuang apa pun yang tersisa dari jangkrik itu ke tanah.
"Dia tidak suka." Aku menggeleng. Tanganku mencatat di jurnal. Aku membeli sebuah buku khusus untuk mencatat keseharian Joey.
"Dia hanya suka lele dan aneka ikan. Harganya tidak murah. Apa kau bisa mengajarinya makan singkong saja?" Mika memberi usul.
"Dia itu karnivora."
"Suruh dia bersuara lagi." Mika mengeluarkan ponselnya. Ya, kami punya banyak rekaman Joey. Aku merekamnya sejak dia masih baru menetas, tapi kami belum membaginya pada siapa pun. Kami terlalu takut Joey akan diambil orang jahat.
"Dia tidak menggeram seperti serigala atau mengaum seperti singa. Dia membuka mulutnya hanya kalau dia makan dan perlu menggigit," aku memberi tahu.
Ya, satu hal yang kalian mungkin tidak tahu. Suara T-Rex tidak terlalu menakutkan. Dia tidak sering membuka rahangnya dan bersuara kecil seperti anak burung ketika baru menetas. Ketika dewasa dia hanya akan sedikit menggeram dan mendesis. Kalau kalian penasaran kalian bisa membuka ponsel kalian dan mencari tahu suara buaya di internet.
Karena dia pendiam, Oma dan keluargaku lainnya tidak pernah bertemu Joey.
"Kau harus memikirkan rumah baru untuknya. Dia semakin besar," Mika mengingatkan.
Besok dia harus pulang ke Jakarta. Dia tidak bisa lagi membantuku memberi makan Joey. Apakah aku harus memberitahu Pak RT soal ini? Oma mungkin akan panik dan meminta hansip membuang Joey ke kebun binatang.
Memikirkannya saja aku sudah sedih.
"Kita cari orang tuanya, biar dia yang merawatnya," kata Mika lagi seakan bisa meraba keresahanku.
"Orang tuanya?"
"Yang menempatkan telur Joey di kandang ayam Oma. Kau bilang satu malam sebelumnya ada cahaya terang di kebun Oma. Mungkin dia orang tuanya," kata Mika lagi.
***
Aku tidak pernah benar-benar berpikir kalau Joey punya orang tua. Kukira Jalu adalah ibunya. Yah, walau setelah kupikirkan itu tidak mungkin. Telur Joey mungkin lebih besar dari tubuhnya. Seseorang pasti menaruh telur itu di kandang, tapi siapa?
Karena itulah aku di sini sekarang. Jam sebelas malam. Di kebun Oma dekat kandang ayam. Tubuhku kedinginan dan dikerubuti nyamuk. Oma dan Ibu pasti akan berteriak dan membangunkan tetangga kalau tahu malam-malam aku main ke kebun. Semoga mereka tidak tahu aku menyelinap keluar.
Aku berharap bisa melihat lagi cahaya itu. Aku tahu kalau seseorang beberapa kali berkunjung dan memberi makan Joey. Bukan aku atau Mika.
Mataku hampir terpejam sempurna karena bosan menunggu. Sebenarnya kebun belakang rumah Oma tidak terlalu sepi. Ada pos ronda di dekat sana dan sekarang ada yang sedang main gitar menyanyikan lagu-lagu yang tidak kukenal.
Cahaya itu terlihat lagi. Sangat terang dan menyilaukan. Itu membuatku terjaga sepenuhnya. Aku heran bagaimana mungkin para pemuda yang duduk-duduk di pos ronda tidak menyadarinya?
"Halo."
Aku sangat terkejut dan melempar tubuhku sendiri mundur.
Seseorang menyapaku. Dia hadir dari cahaya terang yang kulihat tadi. Matanya biru dengan rambut perak. Dia tersenyum padaku memperlihatkan giginya. Dia seperti anak SMP yang memakai baju menyelam.
"Terima kasih sudah menjaga makhluk ini untukku, seharusnya dia tidak lahir di sini," katanya lagi dengan logat yang aneh.
"Siapa kamu?"
"Namaku Zorro, seorang astronaut."
"Astronaut?"
"Bukan astronaut bumi, aku dari planet yang jauh dari sini," katanya lagi.
Aku memiringkan kepalaku berusaha mengerti.
"Makhluk ini jatuh dari lab kami ke rumahmu. Kami tidak bisa menjemputnya kembali sampai dia benar-benar siap," katanya lagi.
"Dia adalah Tyrannosaurus Rex dan namanya Joey. Apa maksudmu kalau dia akan dijemput sampai dia benar-benar siap? Kapan itu terjadi?"
"Manusia, siapa namamu?"
"Aku Rafa, kelas tiga SD dan bercita-cita menjadi ahli paleontologi! Joey adalah dinosaurusku," kataku lantang.
"Rafa, Joey tidak seharusnya ada di bumi. Mereka sudah punah."
"Tapi dia ada di sini dan hidup. Lihat, dia bermain dan mengejar ayam milik Oma." Aku menunjuk ke arah Joey yang sudah lepas dari kandangnya dan mengejar ayam yang ketakutan.
"Dia tidak bermain, dia ingin berburu. Ini bukan habitatnya. Telurnya tanpa sengaja terjatuh di rumahmu dan kami menunggu dia cukup kuat untuk kami bawa ke penangkarannya," kata Zorro memberitahu.
"Dia akan semakin besar. Ikan lele tidak lagi cukup untuk perutnya. Dia bisa memakan sapi atau kuda bahkan dirimu ketika usianya belum genap dua tahun," katanya lagi.
Aku tahu fakta itu. Aku pun sudah menyiapkan diriku untuk berpisah. Ini dua minggu paling luar biasa dalam hidupku. Aku ingin terus bermain bersamanya dan pernah membayangkan suatu hari menunggangi punggungnya. Namun, aku tahu kalau Joey butuh tempat lebih aman.
"Bisakah aku mengantarnya? Aku sudah membesarkannya selama dua minggu dan kurasa aku berhak memastikannya aman dan baik-baik saja," aku memohon.
Zorro terlihat berpikir dan dia tampak berkomunikasi dengan seseorang menggunakan ponsel yang tidak mirip ponsel.
"Baiklah, tapi apa kamu pernah naik pesawat?" katanya lagi.
"Pesawat? Pernah waktu tahun kemarin kami berlibur ke Bali," kataku percaya diri.
***
Rasanya tidak sama dengan naik pesawat komersial. Aku merasa sedang menaiki lift. Zorro bahkan tidak membiarkanku duduk. Dia berdiri di sebelahku dengan pakaiannya yang seperti baju selam berwarna gelap, sementara aku dengan setelan baju bola dan sarung di leherku.
Zorro mungkin bisa disebut alien dan aku sedang menaiki pesawat UFO-nya sambil menggendong bayi T-Rex di tanganku.
Aku bersemangat sekali. Katanya Zorro akan mengantarku ke labnya. Apakah itu artinya aku bisa bertemu hal lain yang lebih keren dari semua ini?
"Jadi, apa pekerjaanmu? Kau bilang kau astronaut?" aku basa-basi bertanya.
"Ya, aku ke sini untuk belajar tentang bumi termasuk semua makhluk hidup yang pernah tinggal di bumi," kata Zorro.
"Seperti dinosaurus?"
"Ya, mereka makhluk yang menakjubkan. Ratusan juta tahun yang lalu, oksigen sangat melimpah di bumi. Itu membuat banyak hewannya berfisik raksasa seperti dinosaurus. Bumi sudah berumur empat milyar tahun lebih dan banyak sekali makhluk yang pernah menghuninya, tapi aku sangat tertarik dengan reptil ini," kata Zorro lagi.
"Aku paham! Mereka memang sangat keren!" Sepertinya aku dan Zorro punya kemiripan. Kami berdua sama-sama suka dengan dinosaurus.
Aku melihat kalau pintu pesawat itu telah membuka. Namun, tidak melihat laboratorium seperti di rumah sakit. Ini seperti sebuah kebun binatang tanpa teralis yang mengurung para hewannya. Mataku berbinar. Rasa kantukku hilang. Tempat ini berada di sebuah lembah dan sangat terang. Lengkap dengan perbukitan yang sejuk dan air terjun yang jernih.
"Apakah kita berada di planet lain?" aku dengan lugu bertanya.
"Apa? Tidak. Kami menciptakan tempat rahasia ini di bumi. Tidak ada manusia lain yang tahu selain kamu." Zorro tersenyum.
Aku mendengar Joey bersuara. Dia ingin menapak ke tanah. Ketika aku turun dari pesawat Zorro, aku pun disambut oleh lusinan Stegosaurus yang memiliki sirip layar di sepanjang tubuhnya. Ini sangat keren! Mereka sudah berukuran dewasa dan persis seperti yang kubayangkan.
"Joey adalah dinosaurus karnivora pertama yang kami bangkitkan kembali. Kita membuat telurnya di tempat terpisah. Sambaran petir mengenai lab kami dan memaksa kami untuk segera menurunkannya ke bumi," Zorro menerangkan.
Aku tidak hentinya merasa takjub atas pengalaman ini. Dari sekian banyaknya rumah yang bisa disinggahi oleh telur Joey, kenapa rumahku yang terpilih? Bukankah ini terlalu kebetulan? Karena aku juga seorang penggila dinosaurus.
Zorro menerangkan padaku kalau lembah ini terputus aksesnya dari manusia. Suatu saat nanti mereka akan membawa hewan-hewan eksotis dari planet bumi untuk dikumpulkan di planet lain yang mereka pilih.
Zorro bilang, bangsa mereka sudah menjelajah ribuan tata surya, tapi tidak banyak planet yang seindah dan semenakjubkan bumi. Dia bilang planet seperti bumi sangat langka di alam semesta dan berpesan untuk terus menjaganya karena untuk saat ini bumi adalah rumah kami satu-satunya.
Aku pun merasa kagum mendengar itu karena alam semesta memiliki jutaan galaksi dan triliunan bintang. Ada ratusan triliun planet dan banyak dari mereka memiliki oksigen seperti bumi. Zorro bilang suatu hari nanti bangsa manusia juga bisa menjelajah angkasa.
Aku jadi memahami kenapa Ayah yang astronom selalu meneropong ke langit dengan mata berbinar. Dia merindukan sesuatu di angkasa dan yakin kalau manusia tidak sendirian. Seandainya Ayah yang mengalami ini semua dia pasti sangat senang.
Zorro mengajakku berinteraksi dengan para dinosaurus bahkan mengizinkanku menunggangi Brachiosaurus yang sangat tinggi! Lalu aku merasa lelah dan baru sadar kalau aku belum tidur. Aku sudah terlalu lama berjaga dan mataku memaksa untuk terpejam.
Aku menguap dan Zorro memintaku kembali ke pesawatnya.
Aku pun terbangun di ranjangku sedikit lebih siang. Aku hampir melewatkan salat subuh dan bergegas ke kamar mandi untuk mengambil wudu.
Setelahnya aku berkunjung ke kandang Joey dan mengetahui kalau dia sudah tidak ada. Entah di mana lembah itu berada, tapi aku mungkin akan mencarinya.
Aku melihat Mika datang menghampiriku sambil membawa beberapa ekor ikan. Siang ini dia seharusnya sudah berangkat ke Jakarta.
"Mana Joey?" tanyanya.
Aku tersenyum. Semua yang kualami itu bukan mimpi. Joey benar pernah menjadi dinosaurus peliharaanku.
"Dia sudah berada di tempat yang aman bersama Zorro," kataku.
Aku pun dengan semangat menceritakan semua pengalamanku. Foto-foto dan video Joey akan kami simpan sampai kami perlu menceritakannya. Mungkin nanti, ketika kami bukan anak-anak lagi dan orang dewasa mau mendengarkan kami.
"Kamu sudah bertemu dinosaurus, apa setelah ini kamu tetap mau menjadi seorang ahli paleontologi?" tanya Mika.
"Tentu saja!" jawabku tegas.
"Tapi menjadi astronom juga tidak buruk. Mungkin aku akan menemukan planet di mana Zorro tinggal," kataku lagi.
Sungguh alam semesta ini sangat luas dan ilmu pengetahuan tidak bertepi. aku meyakini kalau di salah satu sudut bumi para dinosaurus masih hidup dipelihara alien cerdas dari tata surya lain. Namun, aku tidak akan pernah menemukan mereka lagi kalau aku tidak cukup belajar. Zorro mengajariku kalau manusia bisa melakukan apa pun termasuk membangkitkan kembali dinosaurus dengan terus belajar dan mengembangkan ilmu.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top