Bonchap| Last Night Before Gone
Play multimedia
Ini bonchap terakhir ya,
Jangan lupa vommentnya
Happy reading 💜
Diluar sedang terjadi hujan badai. Akhir-akhir ini, cuaca ekstrim memang kerap kali terjadi tanpa bisa di prediksi, membuat siapapun harus siap siaga untuk menjaga diri kapan pun dan di mana pun.
Jungkook menghela napas panjang saat melihat hasil karyanya yang tidak sesuai harapan. Sudah berjam-jam ia berkutat di ruang kerjanya untuk menyelesaikan lukisan terakhir yang akan ia kirimkan ke galeri namun rasa puas tidak kunjung ia rasakan. Lelaki itu masih merasa ada yang kurang dari lukisannya.
Bisingnya suara badai diluar sana semakin membuat fokusnya terbagi-bagi. Lelaki itu berdecak lantas beranjak dari ruang kerjanya, memilih untuk keluar dari ruangan menyesakkan itu dan menghampiri istri manisnya yang masih berkutat dengan laptopnya di ruang tengah.
“Eoh, kau sudah menyelesaikan lukisanmu?” Dahyun agak kaget saat Jungkook tiba-tiba saja duduk dan menyandarkan kepalanya pada bahu mungil Dahyun.
Jungkook menggeleng. “Aku sedang stuck. Tidak ada inspirasi.” Kekecewaannya tergambar jelas lewat nada bicaranya. Dahyun tersenyum tipis, sebelah tangannya mengusap tangan sang suami. “Charraesseo, oppa sudah melakukan yang terbaik hari ini.”
Ini yang Jungkook suka dari Dahyun. Pemikiran positifnya benar-benar menjadi healing tersendiri baginya. Dahyun selalu memiliki cara untuk menanggapi segala sesuatu dengan pikiran terbuka, walaupun terkadang sikap kekanakannya juga masih melekat tapi justru itu yang menjadi daya tariknya. Dahyun berbeda.
“Masih belum selesai?” tanya Jungkook seraya menengok naskah yang tengah Dahyun ketik. Tangan kanannya terulur ke belakang tubuh Dahyun, mendekap tubuh mungilnya dari samping tanpa mengubah posisi duduk mereka.
“Iya, aku hanya tinggal merevisinya sedikit lagi.”
“Baiklah, aku akan menunggu.”
Kurang lebih selama lima belas menit, Dahyun selesai merevisi naskahnya. Ia lantas mengirimkan hasil revisi itu pada editornya sebelum mematikan laptopnya.
“Oppa, aku sudah selesai,” ujarnya saat tak mendapati pergerakan apapun dari Jungkook.
“Oh sudah?” Ia sepertinya sempat ketiduran, dapat dilihat dari matanya yang memejam dan suaranya yang terdengar berat. Alih-alih bangun, Jungkook malah semakin mengeratkan pelukannya dan mengecup tengkuk Dahyun agak lama.
“Disini dingin, kita pindah ke kamar, yuk?” ajaknya, membuat Dahyun meremang.
“Eoh? Oppa mengantuk? Kau tidur duluan saja, aku masih harus membersihkan dapur, tadi aku belum sempat mencuci piring.”
“Ah wae.” Jungkook protes dengan agak merajuk. Nada bicaranya seperti anak kecil yang tidak dibelikan mainan. Dagunya menempel di bahu Dahyun, membuat gadis itu merasa geli ketika Jungkook bicara. “Cuci piringnya besok saja.”
“Andwae oppa, tanggung. Ibu bilang kalau pekerjaan rumah itu jangan ditunda-tunda.”
“Ya, kau sekarang tidak mau menurut pada suamimu?”
“Bukan begitu tapi—“
“Besok aku akan pergi, kau lupa? Dan lagi, seharian ini kita sibuk dengan pekerjaan masing-masing padahal mungkin, kita tidak akan punya waktu lagi untuk dapat berduaan seperti ini.” Jungkook terdengar sedih. Jelas saja, mulai besok ia akan pergi ke Busan dan butuh waktu 1-2 minggu untuk mengurus segala keperluan untuk menggelar pameran perdananya di sana. Sementara Dahyun akan tetap di Seoul karena ia juga harus mengurus karyanya yang akan segera di terbitkan.
Dahyun tersenyum getir, tangannya menggenggam tangan Jungkook yang memeluk tubuhnya. “Mianhe oppa, aku hanya sedang belajar melakukan semua pekerjaan rumah tanpa bantuanmu. Kupikir, aku juga harus mulai terbiasa melakukannya sendiri supaya aku tidak terlalu merindukanmu nanti. Aku terdengar sangat egois ya?”
“Eoh, kau berbicara seolah-olah aku akan pergi selamanya saja.” Jungkook menegakkan tubuhnya, lantas menarik bahu Dahyun supaya mau menghadap ke arahnya. “Sebenarnya kau kenapa? kenapa kau terlihat murung semenjak tahu kalau aku akan menggelar pameran di Busan?” tanyanya.
“Oppa, tak bisakah jika pamerannya digelar di Seoul saja?” Dahyun memainkan jarinya gugup. “Aku tahu ini terdengar kekanakan, tapi aku ingin melihat pameran perdanamu.”
“Kau kan bisa datang saat pamerannya telah dimulai. Bukankah kita sudah pernah membahas soal ini?”
“Ya tapi, entah kenapa aku merasa … khawatir? Aku tahu, Busan adalah tempat kelahiranmu tapi … entahlah, sepertinya aku hanya belum siap saja ditinggal olehmu.” Menanggapi rasa cemas sang istri, Jungkook lantas menarik kepala Dahyun untuk bersandar di dadanya sementara kedua tangannya langsung memeluk wanita itu dengan hangat.
“Sebenarnya, aku juga tidak ingin pameran itu digelar di sana. Terus terang saja, Busan telah menyimpan kenangan kelam kehidupan masa remajaku. Kedua orangtuaku yang cerai, kehidupanku yang kacau hingga akhirnya pindah ke Seoul bersama ayah baru, tentu bukanlah hal mudah.” Dahyun sudah tahu itu, namun sebanyak apapun Jungkook bercerita, rasa sedihnya tetap saja terasa. Wanita itu benar-benar tidak menyangka kalau Jungkook pernah mengalami nasib seburuk itu dan begitu banyak sekali hal yang belum ia tahu tentang lelaki itu. Seolah-olah, lelaki itu memang menyembunyikan sisi lain dari dirinya yang tidak ingin diketahui oleh siapapun.
“Dan ya, setelah dipikirkan matang-matang, keputusanku sudah bulat kalau aku akan mengikuti pameran itu. Aku tidak bisa terus terpuruk oleh masa lalu kan, apalagi sekarang aku sudah memilikimu, tanggung jawabku sekarang bukan hanya untuk diriku sendiri melainkan dengan kau juga. Jadi … kumohon untuk kau mengerti, demi masa depan kita.”
Dahyun mengangguk, ia memejamkan matanya saat Jungkook mengecup dahinya kemudian ikut menyandarkan kepalanya pada Dahyun.
“Aku juga mungkin akan berusaha untuk menyelesaikan revisianku lebih cepat supaya bisa pergi ke Busan sebelum pameranmu di gelar.”
“Jangan bekerja terlalu keras.” Jungkook mengusap rambut Dahyun sayang. “Kita masih bisa saling berhubungan jarak jauh. Aku paling tidak mau kalau kau sampai sakit.”
“Iya iya, berhenti mengatakan itu. Aku jadi semakin tidak rela kalau oppa pergi. Aku jadi menyesal karena seharian tadi malah sibuk dengan pekerjaan padahal aku seharusnya melayanimu saja,” ujar Dahyun seraya balas memeluk pinggang Jungkook. Tidak seperti dadanya yang bidang, pinggang Jungkook justru sangat ramping, jadi memudahkan Dahyun yang berlengan pendek untuk memeluknya.
“Ck kau ini, belajar dari siapa jadi manja seperti ini, hm?” Jungkook mencubit hidung Dahyun gemas. “Lupakan soal aku yang akan pergi besok, kita harus memanfaatkan waktu yang tersisa malam ini.”
“Baiklah, kalau begitu ayo, gendong aku oppa.”
Jungkook mengernyit, “Gendong?”
“Iya, seperti saat di hotel waktu itu.” hanya dengan membahas hotel saja, kedua pipi Dahyun sudah memerah. “Ayo kita lakukan lagi di sini.”
“Kau serius? Bukankah milikmu masih sakit?”
“M-mwo? Ya! Apa yang kau pikirkan! M-maksudku kau menggendongku sampai kamar saja, lalu kita tidur.”
“Hanya tidur?”
“Y-ya, kita bisa sambil berpegangan tangan atau pelukan, kan?”
“Ck, tapi aku ingin lebih.” Jiwa mesum Jungkook mulai keluar. Dahyun agak kaget saat lelaki itu tiba-tiba saja menempelkan pipi mereka seraya melayangkan beberapa kecupan di pipi meronanya. “Bolehkan? Aku janji, akan melakukannya sepelan mungkin.”
“Andwae, malam ini kita tidur saja. Kalau oppa tidak mau, aku akan tidur di kamar sebelah saja.” Dahyun segera melepas pelukannya dan beranjak pergi dari sana, namun sebelum Dahyun dapat sampai ke kamar, Jungkook sudah lebih dulu menggendongnya dan membawanya ke kamar mereka yang ukurannya lebih besar.
“Kau ini benar-benar nakal ya. Untung aku sayang.” Dahyun tersenyum senang dan melayangkan kecupan di pipi Jungkook.
“Ya, kau jangan menggodaku,” protesnya. Jungkook membaringkan Dahyun di ranjang, namun sebelum ia berdiri, wanita itu sudah menarik wajahnya dan menyatukan kedua belah bibir mereka. Jungkook terdiam—agak kaget juga sebenarnya—namun ia membiarkan Dahyun yang mendominasinya.
Ciuman itu tidak berlangsung lama. Hanya ciuman singkat yang manis—dan sangat langka karena tidak biasanya Dahyun yang menciumnya lebih dulu. “Yah, aku hanya bisa memberikan itu saja, hehe. Selamat malam.”
Entah Jungkook harus merasa senang atau kesal. Dahyun benar-benar membuatnya gila. Lelaki itu segera naik ke atas ranjang, mengungkung tubuh Dahyun sebelum gadis itu mengelak. “Itu saja belum cukup untukku. Kau tahu, karena kelakuanmu barusan, aku jadi semakin menginginkan yang lebih.”
Lelaki itu mendaratkan ciuman di tengkuk Dahyun, membuat wanita itu menggelinjang geli. Pun akhirnya ketika Jungkook mengecup keningnya lama, Dahyun hanya bisa berkata, “Tubuhku ini milikmu, lakukan saja sesukamu tapi kuharap, kau menepati janjimu.”
Jungkook tersenyum lantas mencium bibir Dahyun. Menyalurkan perasaannya yang menggebu lewat lumatan sensual yang memabukan. “Tentu, aku akan melakukannya sepelan mungkin supaya kau tidak sakit.”
Malam itu, bulan purnama tidak menampakan wujudnya. Terlalu malu untuk menyaksikan malam penuh cinta keduanya yang sebentar lagi akan berpisah untuk sementara—atau mungkin, lebih lama dari yang dibayangkan.
Akhirnya, tiba juga ya di bonchap terakhir. Btw cerita ini gimana? Kurang greget kah karena terlalu banyak uwunya? Wkwk
Aku ada rencana buat season 2 nya yg lebih penuh konflik jadi jangan dikeluarin dulu ya dari perpusnya biar notifnya nanti masuk.
Kemungkinan s2nya baru bisa di up 1 atau 2 bulan lagi ya, soalnya aku mau lanjut cerita yg lain dulu.
Makasih banyak buat kalian yg mau baca sampai di bonchap terakhir ini. Semoga kita bisa ketemu lagi ya di season 2, see you💜
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top