#5. She's Mine
Play multimedia
Happy reading 💕
“Malam ini, apa sebaiknya kita pergi ke club?” tawar Hyunjong, rekan kencan buta Dahyun kali ini. Lelaki itu memiliki rambut berwarna blonde yang ditata rapi dengan pakaian kasual yang terlihat sangat pas di tubuhnya.
“Club?” tanya Dahyun agak kaget. “Tapi ... ini baru kali pertama kita berkencan. Kita belum terlalu dekat.”
“Memangnya kenapa? kita bisa saling mengenal lebih dalam. Lagipula kita sudah sama-sama dewasa. Bertemu di café lalu nonton di bioskop itu hanya untuk anak remaja.”
“Ah … benarkah? Ka-kalau begitu … baiklah.”
Jungkook baru saja keluar dari sebuah mini market saat ia melihat Dahyun ke luar dari café itu lalu masuk ke dalam mobil bersama lelaki tadi. Menghela napas panjang, Jungkook memilih untuk tidak ikut campur dan berjalan menuju halte untuk kembali ke rumahnya. Biarkan Dahyun menjalani kencannya dengan tenang, toh dia sudah dewasa.
Sebenarnya, selalu ada sesuatu yang terasa mengganjal, apalagi saat melihat Dahyun berkencan dengan banyak lelaki, itu selalu membuatnya kesal tanpa sebab tapi ia memilih untuk memedulikannya. Mungkin itu hanya kekhawatiran yang dirasakan seorang kakak pada adiknya. Ya, semacam itulah, tidak terlalu spesial—namun benaknya langsung membantah, Jungkook memang terlalu sering berbohong, bahkan dalam benaknya sendiri.
Sesampainya di rumah, Jungkook tetap merasa tidak tenang. berulang kali ia mengecek ponsel dan melihat jam secara bergantian. Lelaki itu bahkan mengabaikan jadwal melukisnya dan menghabiskan banyak waktu untuk mencemaskan Dahyun.
“Ck, untuk apa aku memikirkannya? Dia sudah dewasa.”
Jungkook kembali mengecek jam, sudah jam sebelas malam dan Dahyun masih belum pulang. Lelaki itu berdecak sebelum akhirnya memilih untuk memanggil Dahyun lewat ponsel.
“Ya, neo—“
Panggilannya langsung terputus. Jungkook mengernyit dan tak lama, sebuah panggilan dari Dahyun muncul.
“Ada apa menelpon?” Suaranya terdengar sangat gaduh dan samar, Jungkook dapat mendengar suara musik yang dimainkan. Belum sempat Jungkook menjawab, Dahyun kembali menyahut, “Oh ya, sepertinya malam ini aku tidak akan pulang.”
Dahyun berbisik, “Kau tahu, sepertinya kencan kali ini berhasil.”
Jungkook berdecak sebal, entah kenapa, ia tidak suka mendengarnya, “Ya! Kau dimana sekarang?”
“Aku sedang di club, mau bergabung? Ahh tidak-tidak, kau tidak boleh kemari, aku ingin menikmati malam ini dengan tenang.”
“Mwo? Di club? Ya! Cepat pulang! Kau tidak boleh—“
Tut … tut … tut …
Panggilan itu langsung terputus begitu saja. Jungkook kembali menelepon Dahyun, namun ponselnya telah dimatikan. Jungkook menggeram marah, mengambil kunci mobilnya lantas menyambar jaket kulit berwarna hitam miliknya. Masa bodoh, sepertinya ia harus menghentikan kencan itu apapun yang terjadi.
Malam semakin larut. Kedua pipi Dahyun sudah memerah, ini baru gelas ketiganya—rekor terbaiknya sejauh ini karena memang, Dahyun tidak begitu suka minum. Lagipula, ini hanya cocktail seharusnya ia tidak semabuk ini, tapi rasanya seperti ia meminum bir dengan kadar alkohol cukup tinggi.
“Mau minum lagi?” tawar Hyunjong. Dahyun segera menggeleng. “Tidak, sudah cukup.”
“Eyy, ini baru permulaan. Atau kau mau menari bersamaku?”
“Ah … ani, aku sudah sangat pusing. Kau menari saja dengan yang lain.”
“Mana bisa begitu? Kita kan sedang kencan, ayo.” Hyunjong langsung menarik tangan Dahyun dan membawanya ke lantai dansa. Suara musik yang berdentum keras, ditambah beberapa orang yang mulai menghimpitnya benar-benar membuat Dahyun semakin pusing. Kakinya seolah melayang, dan kesadarannya sudah diambang batas.
“Ahh … berhenti. Pusing … aku tidak mau di sini,” lirih Dahyun saat Hyunjong terus menarik-narik tangannya untuk menari bersamanya.
“Apa kau bilang?” tanya Hyunjong. Lelaki itu menarik tangan Dahyun cukup kuat hingga tubuh gadis itu masuk ke dalam pelukannya. Dahyun bergerak tak nyaman, sementara tangan Hyunjong mulai turun untuk meraba bokongnya.
“Ishh—lepas! I-ini sesak!” suara Dahyun benar-benar teredam oleh musik. Bukannya dilepas, pelukan Hyunjong malah semakin erat, apalagi saat ia mencium wangi tubuh Dahyun yang menggoda.
“Dahyun-ah, malam ini … kau mau tidur bersamaku?” bisiknya. Dahyun menggeleng kuat. Ia benar-benar tersiksa dengan semua ini. Ia takut namun tubuhnya saat ini benar-benar telah diluar kendali.
“Shiro! Lepaskan aku!”
“Tidak. Kita sedang berkencan dan orang dewasa harus menyelesaikan kencan itu apapun yang terjadi.” Hyunjong mencium rambut Dahyun yang wangi sementara Dahyun sudah menangis saat tangan kurang ajar itu meremas bokongnya. “Jebal, siapapun tolong aku,” jerit Dahyun dalam hati.
“Hey … jangan menangis.” Hyunjong menangkup kedua pipi Dahyun yang semakin memerah. “Kau menyukaiku, kan?”
Dahyun mengeleng kuat, mencoba melepaskan tangan Hyunjong di wajahnya namun ia kalah kuat. Cengkramannya malah semakin kuat, namun tepat ketika jarak antara bibir mereka semakin tipis, seseorang menggunting kabel yang terhubung pada musik, membuat keadaan menjadi hening seketika. Pandangan mereka langsung tertuju pada seorang lelaki berjaket hitam dengan gunting ditangannya.
“Ya, neo … lepaskan tangan kotormu itu dari tubuhnya!” teriak seorang lelaki yang mengenakan hoodie hitam seraya menunjuk Hyunjong. Lelaki itu perlahan mendekati mereka, masih dengan gunting besar yang ada di tangannya, wajahnya agak tertutupi oleh topi dan tudung yang dikenakannya.
“Ya, kau tidak mendengarku? Jangan menyentuhnya!” peringatnya lagi. Tudungnya terlepas, membuat wajahnya perlahan terlihat, menampilkan wajah tampan dengan iris tajam yang menyalak. Dia adalah Jungkook, lelaki itu mengarahkan gunting itu pada dagu Hyunjong. Matanya berapi-api, membuat Hyunjong tak berani berkutik.
“Karena gadis ini milikku,” sambungnya yang membuat Dahyun membeku di tempatnya.
Translate:
Neo = kau
Ani = tidak
Shiro = tidak mau
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top