18

Kenzo dan Sakura sering mengunjungi kamar Airin, mengajak gadis itu untuk bermain bersama, walaupun Kenzo ogah-ogahan berada di kamar Airin.

Sering kali Kenzo berdebat dengan Sakura, karena adiknya itu kekeh sekali mengajak Airin main bersama, tetapi keinginannya belum juga terealisasikan, Airin tetap saja sibuk dengan dunianya.

"Kalian berdua enggak bosan main di sini terus?" tanya Airin risih dengan kehadiran dua saudara tirinya.

Sakura menggeleng, ia asik menyusun lego bersama Kenzo. "Bosan berdua terus sama Kak Kenzo."

Kenzo melirik Sakur lalu mendengus sebal dibuatnya. "Maunya main bareng Kak Airin," lanjut Sakura.

Airin diam, menikmati setiap gambar abu-abu yang tersekat di dalam kertas. Sepasang telinga Airin masih berfungsi normal, tetapi gadis itu enggan membalas kalinat Sakura.

"Enggak sopan banget, sih," komen Kenzo melihat Airin yang acuh tak acuh dengan kehadirannya dan Sakura.

Airin masih asik dengan bacaannya, membalikkan halaman selanjutnya pada komik yang ia baca, tak memedulikan sama sekali ujaran Kenzo yang menyindir. Bibirnya sesekali mengeluarkan tembang anak-anak, mengingatkan Airin dengan masa lalunya.

"Kita hampir sebulan ngajakin kamu main bareng, Ai, tetapi kita berdua selalu kamu cuekin. Bahkan kamu enggak segan-segan judes sama aku, padahal aku lebih tua," omel Kenzo meluapkan kekesalannya.

"Kalau enggak suka, kalian tahu kan pintu keluar ada di mana?" Airin masih terlihat santai, dirinya tak merasa bersalah dengan kalimat usiran secara halus yang baru ia lontarkan.

Dengan kesal Kenzo menendang lego kerajaan yang masih setengah jadi, membuat Sakura yang membantu Kenzo menyusun lego memberengut kesal karena legonya tak lagi menyatu. Sepasang mata Kenzo memandang tajam ke arah gadis dengan komik di tangannya.

"Apa lihat-lihat?" tanya Airin risih kala Kenzo tak berhenti memandangnya.

"Sebegitu bencinya kamu sama dirimu sendiri Ai? Sampai kamu gak bisa lihat ketulusan Sakura yang ngajak kamu keluar dari cara bergaulmu yang enggak sehat." Airin memandang Kenzo sengit, tak percaya saudara tirinya akan menilainya dengan buruk.

"Kalau enggak tahu apa-apa mending diam aja, deh. Bertingkah sesuai umurmu, enggak usah sok dewasa, paham?"

"Maka dari itu, kamu kasih tahu kita apa yang terjadi. Biar kita bisa tahu dan mengerti kamu."

"Terima kasih atas usaha kamu yang mau mengerti, tapi aku enggak butuh dimengerti sama kalian berdua." Airin turun dari kasur, tempat dirinya membaca komik. Dengan tenang, Airin melanjutkan kalimatnya, "Jangan mengurus permasalahan orang lain, urus masalahmu yang sampai saat ini belum juga usai. Misalnya, konflikmu dengan Om Arga, mungkin?"

Sakura dan Kenzo terdiam membisu, bibir mereka berdua kelu, tak mampu membalas kalimat Airin tentang masa lalu suram mereka.

Kenzo tersenyum sinis, membiarkan dentingan jarum jam mengisi kebisuan yang diciptakan Airin. "Baik. Suatu saat kamu akan menikmati hasil apa yang kamu tuai, kesinisan, kesendirian, dan kesepian."

Kenzo menarik paksa Sakura untuk keluar dari kamar Airin, cowok itu sudah muak dengan gadis yang terlalu lama menyembunyikan dirinya dalam kesendirian. "Kamu hanya mementingkan lukamu, membuat dirimu terjebak dengan masa lalumu yang tak kunjung usai," ucap Kenzo di ambang pintu kamar Airin, lalu melangkah pergi.

Airin tersenyum sinis. "Bukankah kamu juga sama Kenzo? Dengan egoisnya kamu menilaiku dengan buruk, tanpa memikirkan perasaanku," ucapnya dalam kesunyian.

***

Sakura tetap merusuhi kegiatan Airin, gadis itu sama sekali tak menghiraukan kalimat pedas yang dilayangkan oleh Airin. Berbanding terbalik dengan Kenzo yang sudah tak mau lagi berhubungan dengan gadis bermulut rawit yang dibuat sakit hati.

"Hari ini papa pulang loh," ujar Sakura berharap bahwa Airin akan membalas kalimatnya.

Sunyi, Airin tetap asik dengan komik bacaannya. "Kak Airin enggak suka papa pulang?"

Airin berdecak kesal, melirik tajam Sakura yang menatapnya tanpa rasa bersalah, gadis itu bermuka tebal. Dengan sengaja Airin melempar kasar komik yang ia pegang ke sembarang tempat, menunjukkan kemurkaannya agar Sakura tak lagi menemuinya.

Airin turun dari kasur, melangkah menuju pintu kamar, membuka dengan kasar. "Kalau kamu enggak bisa diam, silakan keluar, Ra. Dan, jangan ganggu aku lagi."

Sakura tersenyum kecut, ia memandang Airin sendu. "Aku enggak ganggu Kak Airin lagi asal Kak Airin mau sambut papa di bawah. Setiap papa pulang dari luar kota, papa maunya disambut sama Kak Airin."

"Keluar," titah Airin tegas.

Kepala Sakura menggeleng tegas, ia berujar keras kepala, "Enggak mau, sebelum Kak Airin sambut papa di bawah."

"Oke, aku sambut papa di bawah. Asal kamu jangan pernah ganggu aku lagi."

Mata Sakura berbinar, ia mengangguk yakin. Airin melangkah terlebih dahulu keluar kamarnya, tak membuang kesempatan Sakura bangkit dari duduknya dan menyusul Airin.

Di dekat tangga, Sakura memegang pergelangan tangan Airin, mengajak kakak tirinya untuk lebih cepat menuju pintu utama, karena mendengar suara deru mesin mobil yang terparkir.

Rasa panas menjalar di kulit Airin, ia berujar dengan terbata, "Lepas, Ra!"

Sakura tak menghiraukan seruan Airin, ia tetap memegang pergelangan tangan kakak tirinya itu sembari menuruni anak tangga satu per satu.

Tak kuat menahan rasa seperti terbakar di permukaan kulitnya, Airin menghempaskan tangan Sakura secara kasar. Waktu sepertinya bergulir sangat cepat, Sakura kehilangan keseimbangan, gadis kecil itu menggelinding bebas hingga anak tangga terakhir membuat kehebohan yang luar biasa karena Sakura sempat berteriak kencang. Natasya yang baru saja pulang menjemput Pram, berlari menghampiri Sakura yang sudah kehilangan kesadaran.

Kenzo berteriak marah kala melihat kondisi Sakura yang mengenaskan, ia segera berlari menghampiri Airin yang duduk meringkuk di atas anak tangga, tangan Kenzo menarik paksa Airin, tetapi belum sampai lima detik, gadis itu sudah jatuh pingsan.

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top