[DS] - The Truth

Heeyoung kembalu melihat jam tangannya, saat ini dia sedang menunggu seseorang di depan minimarket. Bangunan ini adalah tempat mereka pertama kali berbincang. Waktu itu, secara tidak sengaja dia melihat seorang pria yang tengah kebingungan akibat tidak bisa membayar barang belanjaannya. Bersyukur, Heeyoung membawa uang lebih.

"Mianhee, sudah lama menunggu?" tanya seseorang yang baru saja tiba dengan nafasnya terengah-engah.

"Aniya, Oppa," jawab Heeyoung tersenyum manis.

"Kajja, tadi malam aku sudah minta free schedule seharian ke Yoojin Hyung."

"Terima kasih sudah meluangkan waktumu, Tuan Sibuk," canda Heeyoung sambil tertawa ringan, membuat sang pria tidak tahan untuk mencubit pipinya.

"Aigoo, kenapa kau semakin cantik saat tertawa?" Pria itu menarik tangan Heeyoung pergi dari minimarket menuju tempat tujuan mereka saat ini.

"Doyoung Oppa!" Heeyoung menutup keseluruhan wajahnya dengan kedua tangan. Sungguh sangat bahaya jika berada di dekat pria itu terlalu lama, suaranya sangat lembut begitu juga dengan semua perkataan yang dia ucapkan.

Doyoung menarik kedua tangan Heeyoung, lalu sedikit menundur agar bisa menatap wajah cantik milik sang gadis. "Padahal tadi aku cuma bercanda Heeyoung-ah... kau sudah tersipu duluan."

"Yak! Hari ini ti—"

"Arraseo, arraseo, ternyata kau sangat mudah digoda ya."

"Oppa, aku malu." Gadis itu menyembunyikan wajahnya di lengan sang pria, lalu mereka pun berjalan lagi.


Setelah 2 kali naik-turun bis, akhirnya mereka sampai ke tempat kencan mereka. Begitu sampai, seketika raut wajah Heeyoung berubah. 

Doyoung yang menyadari itu pun menggenggam tangan gadis itu. "Waegeure?"

"A-ani. Jadi ini tempat spesial yang Oppa bilang kemarin?"

"Bukan di sini tapi di sana," ucap Doyoung sambil menunjuk bangunan besar yang tak jauh dari tempat itu, "aku ingin mengajakmu melihat ubur-ubur."

Heeyoung kembali melihat bangunan besar itu. Kenapa harus tempat ini? Dari sekian banyak Aquarium di Korea Selatan, kenapa harus yang ini?

"Hee­­young­-ah?"

"H-hoh, Uhm?"

"Ada apa? Kau tidak suka tempatnya?"

"A-aniya... ayo Oppa." Mereka berdua pun masuk ke dalam Aquarium itu.


Gadis itu dengan cepat berlari melintasi lorong, dengan senyum yang—dia paksakan—lebar, Heeyoung berbalik dan memanggil Doyoung yang tertinggal di belakang.

"Oppa sini! Ubur-uburnya ada di sini."

Doyoung yang semenjak tadi melihatnya pun menyusul gadis itu. Dan tepat di depan mereka terdapat ratusan ubur-ubur berwarna pink dengan corak 4 clover di bagian tudungnya.

"Woah, cantik sekali."

"Uhmm, banyak juga ya ternyata."

Mereka berdua pun menikmati pemandangan itu sambil duduk—dengan Heeyoung yang menyandarkan diri di pundak sang pria. Untuk beberapa saat kemudian, tidak ada satu pun dari mereka yang bersuara, nampaknya mereka sedang menikmati keindahan yang tersaji di hadapan mereka.

"Heeyoung-ah," panggil Doyoung, tapi tidak ada respon.

Pria itu pun menoleh ke samping dan mendapati Heeyoung yang ternyata sedang melamun. Meskipun saat ini gadis itu bersandar padanya namun Doyoung tidak dapat merasakan keberadaanya. Pandangan Heeyoung benar-benar terlihat kosong, di sisi lain juga Doyoung terus memandang gadis itu dengan raut wajah yang sulit dideskripsikan.


Tidak terasa mereka berada di dalam Aquarium cukup lama.

"Yang tadi bagus sekali, Oppa."

"Kau menyukainya?"

Saat mendengar pertanyaan itu, lagi-lagi langkah kaki Heeyoung terhenti sejenak. Sekilas dia jadi teringat seseorang yang pernah menanyakan hal yang sama kepadanya—waktu itu, saat di rumah sakit.

"Heeyoung-ah?"

"Uhmm? A-ah iya, aku menyukainya Oppa," ucapnya sambil tersenyum kecil, "habis ini kita mau ke mana? Makan?"

"Ya mungkin, tapi nanti. Ada tempat yang mau aku kunjungi, tadi lupa mau ke situ."

Doyoung pun menggandeng tangan Heeyoung berjalan menuju tempat tadi, sambil mencari sesuatu. Kemudian langkah mereka terhenti tepat di depan pohon besar yang tumbuh menjulang.

"Nah, nona photographer, tolong fotokan aku di sini," pinta Doyoung memberikan handphone-nya kepada Heeyoung, "cari angel yang bagus ya."

Heeyoung membisu sambil menuruti permintaan Doyoung. Nampak sangat jelas raut gadis itu menunjukkan rasa heran, bingung dan terkejut. Dengan langkah pelan dia menjauh dari pria itu untuk mencari posisi yang tepat.

"Satu... dua... tiga." Setelah memotret beberapa kali, gadis itu melihat hasilnya sambil berjalan mendekati Doyoung. 

Ah sial! Maki Heeyoung dalam hati saat menyadari ada cairan hangat yang keluar dari matanya lalu membasahi pipinya. Dengan cepat dia mengusap air matanya, terlihat gadis itu mengigit bibir bagian bawahnya. Kenapa aku selalu teringat orang itu?

"Heeyoung-ah, waeg"

"Gwenchana Oppa,"

"Tapi kau menangis, apa kau tidak menyukai tem—"

"Tolong jangan bertanya!" bentak Heeyoung tanpa sadar. Sejenak gadis itu menatap Doyoung, lalu kembali menunduk, "mi-mianhe, sebenarnya tempat ini me—"

"Arra, arrayo ... tempat ini adalah tempat pertama kali," Doyoung menatap nanar ke arah Heeyoung sebelum melanjutkan perkataannya, "kau bertemu dengan Kim Jungwoo kan?"

"O—"

"Alasan kenapa kau tidak pernah mau menceritakannya, karena orang itu adalah rekan satu grupku. Bukankah begitu, Kim Heeyoung?"

Doyoung memejamkan matanya sebentar, lalu melanjutkan perkataannya. "Ah~ maafkan aku, maksudku bukankah begitu, Nam Heeyoung?"

>>>

"Mau aku temani?" tanya Doyoung

"Tidak perlu Hyung."

"Kau yakin?"

"Iya Hyung, gwenchana."

"Bagaimana kal—"

"Hyung!" ucap Jungwoo dengan sedikit penekanan, "aku akan bilang sendiri kalau mau minta ditemani, jangan berlebihan."

Perkataan Jungwoo membuat suasana hening sesaat. Baru kali ini mereka melihat Jungwoo berbicara dengan nada seperti itu.

"Mianhe, kalau begitu hati-hati," ucap Doyoung lirih.

"Hoo. Aku pergi dulu."

Doyoung hanya bisa terdiam saat melihat pria itu keluar dari ruang studio. Entah ini hanya perasaannya tapi akhir-akhir ini Jungwoo seperti menjauhinya tanpa sebab. Tak seperti biasanya, kini Jungwoo lebih sering bersama Mark, Haechan atau Taeyong. Ketika di ajak makan bersama pun dia selalu menolaknya dengan berbagai alasan.

Lamunannya terhenti saat Taeil menepuk pundaknya. "Doyoung-ah, ikutlah denganku."

"Eodiga?"

"Kajja." Mereka berdua pun keluar dari studio berjalan menuju rooftop.


Dari atas mereka bisa melihat Jungwoo yang berjalan pergi meninggalkan agensi.

"Oh ya, kau belum menceritakannya kepadaku. Bagaimana bisa kau dengan gadis yang bernama Heeyoung itu berkencan?" tanya Taeil dengan pandangan yang diam diam tak lepas dari Jungwoo.

Doyoung tertawa sejenak, lalu bertanya balik, "Hyung, mengajakku ke sini hanya untuk itu?" 

Namun karena melihat raut wajah Taeil, dia pun tersadar kalau pria itu sedang serius. Untuk sejenak Doyoung mengadahkan kepalanya ke atas, menatap awan gelap pertanda hujan akan turun.

"Sebenarnya ini tidak seperti yang kau bayangkan, Hyung, mungkin lebih tepatnya aku yang memanfaatkan situasi... dia habis ditolak orang yang disukainya."

"Ditolak?"

"Uhm, malam itu dia menangis dan memintaku untuk datang... sesampainya di sana dan melihat keadaannya yang seperti itu, perasaanku untuk menjaganya semakin tidak bisa dibendung."

"Kau tau siapa orang yang menolaknya?" 

"Ani, Heeyoung tidak pernah mau membahas hal itu, bahkan dia selalu menolak meskipun hanya sekedar namanya saja," jawab Doyoung yang tersenyum getir. 

"Doyoung-ah," Taeil menatap lekat Doyoung sebelum melanjutkan perkataannya, "bagaimana jika orang itu salah satu orang terdekatmu?"

Alis Doyoung mengerut saat mendengar pertanyaan itu. "Hyung, sebenarnya apa yang sedang ingin kau sampaikan?"

Taeil menghela nafasnya pelan, lalu kembali bertanya, "Bagaimana jika orang itu adalah Jungwoo?"

Seketika Doyoung merasa nafasnya tercekat. Belum sempat dia mengeluarkan sepatah kata, Taeil kembali bertanya,

"Kau ingat, hadiah jaket yang pernah kukasih ke Jungwoo? Yang aku pesan khusus karena ada bordiran namanya," Taeil menatap Doyoung, "saat aku berbelanja bersama Haechan, aku melihat gadis itu memakainya."

Doyoung menatap Taeil tak percaya. "Maldo andwae."

"Kau bilang, Heeyoung ditolak, kan?" Taeil melirik ke sekitar gedung, "aku juga yakin kalau kau tidak lupa kalau Jungwoo i—"

"Taeil Hyung, giliranmu rekaman," panggil Yuta yang memotong perkataan Taeil.

"Ya, baiklah." Taeil pun berbalik. Namun, sebelum itu dia menepuk pelan pundak Doyoung.

"Kenapa Hyung memberitahuku? Kau tidak berada di pihakku?" tanya Doyoung dengan lirih, terdengar pertanyaan itu sarat akan rasa bimbang.

"Aku tidak mau melihatmu semakin terjebak di dalam sandiwara ini, kebahagiaan yang kau rasakan saat ini seperti bom waktu yang bisa melukaimu kapan saja... dan aku tidak memihak siapapun. Kau dan Jungwoo, kalian berdua sama pentingnya bagiku." Taeil mengusap punggung itu sebelum meninggalkan Doyoung sendiri di rooftop itu.

Setelah beberapa menit terdiam, Doyoung mengambil handphone miliknya dan mengetik pesan.

Doyoung

Heeyoung-ah,

Nanti sore ayo bertemu.



Doyoung menatap jam dinding di kamarnya, sekarang pukul 8 malam. Tiba-tiba terdengar nada notifikasi khusus dari handphone miliknya. Pria itu pun dengan lekas membacanya.

Heeyoung

Oppa, mianhee aku baru membalas pesanmu.

Maaf juga tadi kita tidak bisa bertemu, hari ini ada temanku yang mampir ke rumah untuk berteduh. Hujannya sangat deras :'(

Oppa sedang apa?



Pria itu pun membalas pesan Heeyoung.

Doyoung

Aku baru selesai mandi.

Jangan lupa nyalakan penghangat ruangan karena aku tidak bisa memelukmu sekarang.


Setelah itu, dia menaruh handphonenya, lalu keluar dari kamar dan melihat Johnny dan Taeil yang sedang menonton TV di living room.

Selang beberapa menit, terdengar suara pintu terbuka, mereka bertiga menoleh ke arah pintu. Ternyata itu Jungwoo yang baru pulang dengan keadaan rambut yang terlihat setengah basah sambil membawa paperbag.

"Kau habis darimana?" tanya Johnny,

Sekilas Jungwoo menatap ke arah Doyoung yang juga melihatnya, "Rumah teman, tadi hujan deras jadi aku berteduh di sana."

"Oh, ku kira habis belanja baju," ucap Johnny dengan pandangan yang tertuju pada paperbag bawaan Jungwoo.

"Aniya Hyung, ini isinya bajuku yang habis kucuci." 

Mereka pun baru menyadari stelan yang sedang dipakai Jungwoo, memang berbeda dengan tadi. 

Setelah melepas sepatunya, Jungwoo berkata, "Aku ke kamar dulu."

Kemana Jaehyun-hyung? Tanyanya dalam hati saat masuk ke dalam kamar. 

Setelah menutup pintu, pria itu mencari hanger dan mengantung pakaiannya di jemuran yang berada di balkon kamar, lalu pria itu masuk ke dalam kemudian merebahkan tubuhnya di kasur.

"Hagh." Jungwoo menghela nafasnya dengan gusar sambil meletakkan satu lengannya di atas kepala.


Tiba-tiba kenop pintu kamarnya berputar, spontan Jungwoo menoleh,

Mungkin saja, Jaeh─

"Kau sudah keramas?" tanya Doyoung saat masuk ke dalam kamar, Jungwoo sempat terkejut lalu menganggukkan kepalanya.

"Minumlah, jangan sampai kau sakit." Doyoung menyodorkan obat miliknya. Jungwoo pun mengambil obat itu dan meminumnya.

Setelah memastikan obat itu terminum, Doyoung langsung beranjak meninggalkan kamar itu.

"Mianhe, Hyung." Perkataan Jungwoo yang tiba-tiba, menghentikan gerakan tangan Doyoung yang hendak meraih kenop pintu, dia pun berbalik.

"Untuk?" tanya Doyoung.

"Semuanya," Jungwoo terdiam sejenak sebelum kembali berkata, "maaf selalu merepotkanmu."

"Gwenchana Jungwoo-ya, kau sudah seperti adikku sendiri." Doyoung pun menutup pintu itu, meninggalkan Jungwoo sendirian.



∞∞∞

Akhirnya Doyoung sampai di depan gedung agensi Starship Entertaiment, pria itu pun segera menghampiri petugas keamanan.

"Selamat pagi," sapa Doyoung dengan hangat.

"Pagi, ada yang bisa saya bantu?"

"Saya mau minta tolong, saya mau bertemu seseorang tapi handphone saya ketinggalan."

"Oh jadi mau pinjam handphone saya."

Doyoung menggeleng pelan, "Aniya, kebetulan orangnya kerja di sini."

"Oh jadi mau minta dipanggilkan?" tanya petugas keamanan itu. Doyoung mengangguk sambil tertawa kecil. 

Ya sebenarnya memang dia sengaja meninggalkan handphonenya.

Petugas itu kembali bertanya, "siapa namanya?"

"Kim Heeyoung."

"Tunggu, saya check dulu ya." Petugas itu mengetikkan nama yang dimaksud ke dalam sistem komputer, "oh, tidak ada karyawan yang bernama Kim Heeyoung."

"Nee??" Doyoung terkejut mendengar perkataan petugas kemanan itu, "bisa di check sekali lagi? Dia photografer-editor di agensi ini"

"Baiklah, saya check ulang." Setelah beberapa menit petugas itu menggelengkan kepalanya. "Tidak ada photografer-editor yang bernama Kim Heeyoung, adanya Nam Heeyoung."

"Nam Heeyoung?"

"Iya. Nam Heeyoung, kalau tidak salah dia baru saja masuk di awal tahun lalu," kata petugas itu membacakan informasi yang tertera pada sistem.

Sedangkan Doyoung nampak berpikir sejenak, "A-ah Jeosonghamnida, mungkin saya yang salah ingat namanya."

"Jadi tetap mau dipanggilkan?" tanya si petugas, Doyoung dengan ragu mengangguk. Lalu petugas itu mengambil telepon kantor dan menghubungi bagian divisi terkait.



Heeyoung terkejut saat melihat Doyoung yang berada di lobby kantornya. Walapun seluruh wajah pria itu nyaris tidak terlihat, tapi Heeyoung bisa mengenalinya.

"Oppa, kau sedang apa di sini?" tanya gadis itu setengah berbisik.

"Surprise~"

"Jangan bercanda sekarang, Oppa."

Doyoung menatap raut khawatir gadis yang berada di hadapannya, dia pun mengenggam tangan Heeyoung. "Temani aku sarapan."

"Yak! Oppa tidak tau sekarang jam berapa? Ini masih jam kerja," jawab Heeyoung menatap mata Doyoung. Namun pria itu tidak bergeming, justru dia semakin mengeratkan genggaman tangan mereka, "Baiklah, Oppa tunggu di sini sebentar ya, aku mau izin dulu." 

Gadis itu meninggalkan Doyoung dan kembali masuk ke dalam lift. Tak lama kemudian, Doyoung melihat gadis itu dengan memakai jaket denim serta membawa sling bag.

"Kajja," ajak Heeyoung. 

Mereka pun berjalan keluar dari lobby, tak lupa Doyoung mengenggam tangan gadis itu dan memasukkannya ke dalam saku coatnya. Tindakan kecil dari pria itu membuat Heeyoung terkejut sesaat dan kembali teringat kalau dulu pernah ada yang melakukan hal serupa terhadapnya.

"Wae?" tanya Doyoung dengan tatapan heran.

"Aniya, bukan apa-apa. Oppa mau sarapan apa?"

"Sup jamur, tempatnya tidak jauh dari sini."

Setelah berjalan sekitar 10 menit, mereka pun sampai di depan restoran kecil yang Doyoung maksud, tempatnya sangat bagus, pelanggan bisa melihat sendiri bagaimana kondisi dapur karena desainnya yang seperti pantry terbuka. Bersyukurnya tidak ada pelanggan lain selain mereka. Kemungkinan merekalah pelanggan pertama di hari ini.

Pria itu membuka hoodie serta masker yang dia kenakan, "Ajhumma, sup jamurnya dua porsi." ucapnya kepada bibi yang sedang mengaduk kuah.

"Oh Doyoung-ie sudah lama tidak ke sini." Mendengar itu Heeyoung langsung panik, namun dengan cepat Doyoung menenangkannya.

"Jangan khawatir, bibi itu saudaranya Imo di asramaku."

Heeyoung terduduk lemas. 

"Oppa! Kau membuatku terkejut," omelnya yang juga ikut melepas masker serta jaketnya lalu mengeluarkan handphone dari sling bag.

Doyoung tertawa melihat reaksi gadis itu, "Berarti kita impas," ucap Doyoung.

"Mwo!? Memangnya aku pernah membu—"

"Doyoung-ie pesananmu sudah jadi." Bibi itu sambil meletakkan 2 mangkok di meja pantry.

"Biar aku saja oppa yang ambil," ucap Heeyoung, gadis itu pun bangkit dari kursi, lalu menuju pantry untuk mengambil pesanan mereka.

Dan tepat di saat Heeyoung pergi, handphone milik gadis itu menyala secara spontan mata Doyoung tertuju pada layar tersebut. Pria itu tidak bisa menyembunyikan rasa terkejutnya begitu melihat ada notifikasi Lysn-Bubble. 

Nama pengirim bubble itu...

"Jungwoo," gumam Doyoung. Sedetik kemudian layar itu berubah menjadi gelap.

"Oppa, ternyata kata bibi tadi kau sering kesini ya?" tanya Heeyoung yang kembali ke meja dengan membawa nampan berisi 2 mangkok sup jamur, 1 teko air putih dan 2 gelas kosong.

"Uhm, dulu aku sering ke sini." Doyoung membantu gadis itu memindahkan pesanan mereka ke meja.

"Sama siapa?"

"Aigoo, berhenti bertanya... ayo suapi aku lagi," pinta Doyoung sambil membuka mulutnya.

"Yak~ jangan lagi. Bagaimana kalau ada yang liat?"

"Aku janji ini yang terakhir," ucap pria itu, lalu membuka mulutnya menanti suapan.

"Baiklah, aku menyerah." Heeyoung mengangkat sendok yang berisi sup kemudiah meniupnya sebentar sebelum mengarahkannya ke depan.

"Uhm, mashita."

"Aish jinjja." Gadis itu menggeleng heran sambil terkekeh.

Kini, mereka di perjalanan kembali menuju agensi. Padahal tadi Heeyoung sudah berkata kalau tidak perlu di antar.

"Gumawo Heeyoung-ah... semangat ya kerjanya, nanti kabari kalau sudah pulang," ucap Doyoung saat mereka tiba di gedung itu.

"Uhm, Oppa juga." Gadis itu pun bersiap pergi, namun tiba-tiba Doyoung menahannya. 

"Waeyo?"

Doyoung memandang wajah cantik gadis yang berada di depannya, lalu berkata, "Saranghae Heeyoung-ah."

"Oppa ak—"

"Gwenchana," pria itu tersenyum hangat sebelum melanjutkan perkataannya, "masuklah lebih dulu. Nanti kalau kelamaan bisa kena tegur."

Begitu memastikan Heeyoung masuk ke dalam kantor, Doyoung pun berbalik arah dan pergi dari tempat itu.

Sepanjang perjalanan menuju dormnya Doyoung berkali-kali menghela nafasnya. Sungguh tidak ada yang bisa dia katakan, semuanya begitu membingungkan. Pikirannya kembali kacau, ketika pria itu sedang berusaha menyambungkan potongan-potongan yang selama ini terlewatkan olehnya.

"Kenapa kalian menyembunyikannya dariku? Kalian membuatku terlihat menyedihkan dan egois."

<<<


Heeyoung tak henti-hentinya menangis, "Mianhe Oppa, maafkan aku," ucapnya dengan penuh penyesalan.

Doyoung menarik gadis itu ke dalam pelukannya, "Uljima, maaf sudah menyakiti kalian berdua ... sebaiknya kita berhe—"

"Andwae! Jangan katakan itu, Oppa... jujur, aku memang belum bisa membalas perasaan ini sebesar perasaanmu," Heeyoung membalas dengan erat pelukan mereka dan kembali menangis tersendu-sendi, "ta-tapi aku akan terus mencobanya, Oppa... a-aku pasti bisa."

Pria itu melepaskan pelukan mereka dengan lembut. "Heeyoung-ah, kau tidak perlu memaksakan diri lagi... maaf selama ini aku sudah egois."

Ada satu hal yang selama ini belum mereka perjelas, yaitu tentang hubungan mereka. Karena sebenarnya di antara mereka tidak pernah ada kata resmi berkencan, sejak malam itu hingga saat ini, keduanya lebih terlihat seperti saling memanfaatkan satu sama lain. Oleh sebab itu, jika masing-masing dari mereka ditanya pihak lain, jawaban mereka tidak pernah jelas mengiyakan kalau mereka sedang berkencan namun tidak juga menyangkal.

Jika berpikir, apakah Heeyoung tega melakukan hal itu? Jawabannya adalah tidak. Gadis itu sempat menolak pria itu untuk kedua kali, dia tidak ingin menjadikan Doyoung sebagai pelampiasan hanya saja waktu itu Doyoung bersikeras menyakinkannya kalau dia pribadi tidak masalah. Melihat ketulusan dari sang pria membuat Heeyoung pasrah terhadap keinginan kecilnya, dia menerima uluran tangan itu.

Ya memang terdengar egois dan memaksa, tapi Doyoung melakukan ini semata-mata untuk melindungi Heeyoung. Dia sangat ingin menjaga gadis itu lebih dari apapun.

Doyoung kembali mengusap bulir bening yang jatuh di pipi Heeyoung. "Tunggu di sini sebentar, biar kubelikan air mineral." 

Dia menuntun gadis itu lalu mendudukannya di pinggiran pot tepat di bawah pohon besar itu, lalu pergi. Sedangkan Heeyoung hanya bisa menatap nanar punggung Doyoung sebelum kembali menangis dengan kedua telapak tangan yang menutupi seluruh wajahnya.

Gadis itu menangis cukup keras sambil merutuki kebodohannya hingga tidak sadar sudah ada seseorang yang berdiri di depannya dengan tangan kanan yang membawa sebotol air mineral.

"Heeyoung?"

Tangis Heeyoung seketika berhenti saat mendengar suara itu, dengan ragu gadis itu mengangkat wajahnya.

Dan benar saja, pria yang berada di hadapan gadis itu adalah...

"Jungwoo," gumam Heeyoung.





[n.s]

HUEEEEEEEE AYOO NANGIS BARENGGGG!!!!! HUHUUU POOR MEREKA BERTIGA HIKSSS

Sejauh ini bagaimana pendapatmu tentang Don't Say?  Komen yaa, biar aku tau apa yang ada dipikiran kalian ketika membaca cerita ini...

Sedikit lagi menuju ending :v

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top