[DS] - Realized
Doyoung terduduk dengan nafas yang sedikit ngos-ngosan, dia dan member sedang latihan. Bisa dibilang latihan kali ini cukup kacau baginya karena sudah lebih dari dua kali dia salah gerakan ataupun lambat masuk ke tempo.
"Gwenchanayo, Doyoung-ie."
"Maaf, Hyung," jawab Doyoung, dia mengambil air mineral lalu meminumnya sambil berjalan keluar dari ruang latihan.
Doyoung sedang melihat pemandangan kota Korea dari jendela kaca koridor ruang latihan. Ya, seperti inilah kehidupan dari seorang idol, terkadang perasaan lelah bisa muncul tiba-tiba—membuatnya jadi mulai jenuh.
Pria itu menghela nafas lalu mengambil handphone-nya; mencari cara untuk menghilangkan rasa penat yang dirasakan. Dia pun membuka folder galeri, mungkin dengan melihat kenangan lama bisa membuatnya kembali bersemangat.
Doyoung mengusap layar handphone-nya ke kanan sambil melihat satu persatu foto-foto yang ada di galerinya, mulai dari yang terbaru sampai foto mereka pergi berlibur. Tangannya berhenti ketika dia melihat fotonya bersama Jungwoo—waktu mereka di Atlanta.
Pria itu menutup galeri lalu membuka kontak.
"Yeoboseyo, Hyung?"
"Jungwoo-ya, eodie isseoyo?"
"Di bis, Hyung... mau ke rumah sakit, waktu itu batal ke sana karena ada urusan mendadak."
"Ah, baiklah."
"Wae Hyung? Apa ada masalah?"
"Tidak, aku cuma nanya ... nanti habis dari rumah sakit langsung pulang ke rumah."
"Perkataanmu seperti orang tua, Hyung."
Doyoung yang mendengar suara tawa Jungwoo pun hanya mendengus geli.
"Ku tutup dulu, Hyung. Aku sudah mau sampai."
"Baiklah, telepon aku kalau butuh bantuan."
Percakapannya dan Jungwoo berakhir. Doyoung kembali ke ruang latihan dan mengajak member lainnya untuk kembali latihan.
Setelah latihan mereka kembali ke kamar, ada juga yang menonton dan bersantai.
"Kau mau pulang?" tanya Yoojin—manager NCT—karena melihat Doyoung memasukkan pakaian dan sikat giginya.
"Tidak, Hyung."
"Lalu, ke mana? Kalau tidak penting, aku tidak bisa memberimu izin."
Dia menoleh ke arah pria yang berada di belakangnya sembari memasang raut wajah memelas.
Doyoung sengaja tidak memberitahu Jungwoo kalau dia mau pergi menjenguk—sekaligus bermalam di rumah Jungwoo. Setelah pria itu turun dari bis, dia pun melanjutkan perjalanannya. Sekarang sudah jam 3 sore, kemungkinan Jungwoo masih di rumah sakit. Jadi dia memutuskan untuk lebih dulu mampir ke toko daging yang berada di dekat gang, sepertinya akan bagus jika malam ini mereka nge-grill bersama.
Tetapi secara tidak disengaja netra Doyoung melihat seorang gadis yang sedang membawa kamera sambil memotret bangunan yang berada di sebelah toko daging itu—toko bunga.
"Heeyoung-ssi?"
Gadis itu—yang awalnya sedang memfokuskan kamera—pun menoleh. Bola mata cantiknya melebar ketika mengetahui siapa yang memanggilnya.
"Oppa!?" Saking kagetnya, gadis itu hampir menjatuhkan kameranya.
"Kau sedang apa?"
"Ah, aku lagi mencari referensi buat project agensiku."
Doyoung memasang wajah bingung. "Agensi?"
"Nee, agensi tempatku berkerja."
"Agensi mana?"
"Starship Entertaiment," jawab Heeyoung yang sedikit malu. Selama bekerja baru kali ini dia merasa bangga dengan pekerjaannya. "Sebagai photodit."
"Woah! Pantas saja kau terlihat sibuk, Heeyoung-ssi."
"Oppa sedang apa di daerah sini?"
"Mendatangi teman, rencananya malam ini mau menginap di rumahnya."
"Ah, geuleohge,"
Padahal awalnya Doyoung mau membeli daging, tapi tertunda karena teralihkan pada sosok gadis yang berdiri tepat di depannya.
"Kau mau minum kopi bersamaku?"
Spontan Heeyoung menjatuhkan penutup lensa kameranya. Sungguh! Ajakan Doyoung yang sangat tiba-tiba itu kembali membuatnya terkejut untuk ke sekian kalinya.
Mereka berdua kini berada di depan cafe—tempat Heeyoung dulu bertemu dengan Hyunjung dan Jungwoo, Meskipun cafe ini terlihat sederhana tapi menu yang mereka sajikan tidak kalah dengan cafe ekslusif terutama waffle dan chocomatcha-nya.
Heeyoung membuka pintu dan mempersilahkan Doyoung masuk terlebih dahulu, pria tertawa pelan karena seharusnya dialah yang membukakan pintu untuk gadis ini.
"Oppa, tidak perlu khawatir. Cafe ini sepi pengunjung," ucap Heeyoung dengan volume suara yang cukup besar.
∞∞∞
Jungwoo tersenyum melihat handphone-nya. Jika dibandingkan dengan member lain, Doyoung-lah yang sering menanyakan kabarnya. Bis telah berhenti di halte, dia pun turun dan berjalan ke arah rumah sakit. Jungwoo melihat jam tangannya yang menunjukkan pukul 2 siang lewat 5 menit—sedikit terlambat dari janji mereka.
Pria itu akhirnya sampai di depan ruangan dokter Dongjo. Ketika dia masuk, langsung disambut dengan suara ketukan sepatu. Jungwoo mengintip ke arah depan; melihat tatapan tajam dokter psikolognya.
"Kau tidak suka kalau aku yang jadi doktermu?" omel dokter itu. Dia sedikit kesal karena dengan kondisi Jungwoo sekarang, seharusnya pasiennya ini lebih memperhatikan jadwal terapinya.
Jungwoo berjalan menuju meja konsultasi dan duduk di hadapan sang dokter. Dongjo pun berdiri; mengambil minuman untuknya dan Jungwoo.
"Agensimu menargetkan maksimal 6 bulan. Kalau lebih dari itu bisa saja kau di keluarkan, Jungwoo-ya."
"Maafkan saya."
Dokter itu menghela nafasnya lalu berkata, "Aniya, tidak perlu minta maaf, ini semua salahku... seharusnya waktu itu aku tidak menyarankanmu ikut audisi."
Seketika Jungwoo menegakkan badannya, menatap dokter Dongjo. Dia menggenggam tangan dokternya sambil menggeleng pelan. "Aniya, ini bukan salahmu dokter Dongjo. Saya yang memutuskan untuk ikut, walapun waktu itu bisa saja saya menolak."
Dongjo memejamkan matanya sebentar, karena merasa tidak tega dengan pasiennya yang satu ini. Jungwoo masih sangat muda untuk beban penyakit psikis seperti itu.
"Dok, sepertinya takdir meminta saya untuk menghadapinya secara langsung... setelah lebih dari sepuluh tahun, saya bertemu kembali dengan gadis itu."
Jungwoo membuka sesi konsultasi mereka, dia mengambil kopi yang disediakan Dongjo dan meminumnya sedikit. "Sebenarnya kami sudah bertemu dua kali, tapi saya tidak yakin kalau itu adalah dia hanya karena mereka punya letak mole yang sama. Saat bertemu untuk ketiga kalinya di cafe, baru saya yakin."
Terlihat keringat Jungwoo mulai bercucuran, perasaannya mulai terusik sampai kesulitan menelan ludah. "Saat tau kalau itu adalah dia, saya langsung meninggalkan cafe... sampai pada akhirnya, tiba-tiba dia datang ke rumah. Awalnya, saya tetap menghindar, Dok. Tapi, waktu mendengar suaranya seketika saya tersadar kalau sebenarnya saya merindukan dia... jadi kemarin, saya memutuskan untuk bersamanya seharian."
Tangan Jungwoo bergetar, air matanya menumpuk di pelupuk mata.
"Dan saya melukainya lagi, Dok," sambung Jungwoo dengan air mata yang sudah mengalir di pipinya.
Sekarang sudah pukul 3 sore lewat 18 menit, Jungwoo berjalan pulang menuju rumahnya. Sesi terapi kali ini cukup lama, dia juga diberi resep obat baru—obat penenang sekaligus anti mual.
Perlahan langkahnya melambat ketika melihat dua orang yang dia kenal berada di dalam cafe.
Heeyoung? Doyoung Hyung? tanyanya dalam hati.
Dia berhenti sejenak; memperhatikan mereka sedang berbincang. Bahkan, Jungwoo bisa melihat dengan jelas gadis itu tertawa setelah Doyoung mengatakan sesuatu kepadanya.
Jungwoo pun memutuskan untuk melewati cafe itu, tanpa niatan ingin mampir ataupun menyapa mereka berdua.
"Sudah seharusnya seperti itu."
Jungwoo sedang menonton TV sambil berbaring di sofa. Selang beberapa detik kemudian, dia mendengar bunyi bel rumahnya. Jungwoo pun bangkit lalu menuju pintu masuk dan melihat layar monitor pintu. Benar dugaannya pasti...
"Anyeonghaseyo, Saya Doyoung. Rekannya Jungwoo." Melihat Doyoung menggunakan bahasa formal membuat Jungwoo terkekeh. Dia pun membukakan pintu.
"Kau formal sekali, Hyung."
"Yak! Kim Jungwoo, ku kira tadi Ajhuma."
"Orang tuaku sedang menginap di rumah Noona."
"Oh... coba tebak aku bawa apa?" Tangan Doyoung yang semula di belakang punggung, tiba-tiba keluar dengan dua kantong plastik berisi daging dan cola.
"Woahhh Daging!!"
Mereka berada di halaman belakang rumah Jungwoo, apalagi kalau bukan nge-grill daging yang tadi Doyoung bawa.
"Kau seharusnya membeli soju, Hyung."
"Kau mau Taeyong Hyung memukulku?" ucap Doyoung sambil membalik daging-daging yang mereka panggang.
"Bagaimana kabar manager?"
"Baik."
"Taeil Hyung? Johnny Hyung? Yuta Hyung? Taeyong Hyung? Jae—"
"Semuanya baik! Tidak perlu mencemaskan mereka... kau bahkan tidak menanyakan kabarku tadi," ucap Doyoung dengan intonasi cetus yang dibuat-buat.
"Sebentar."
Jungwoo masuk ke dalam sebentar dan kembali dengan membawa 3 botol soju—milik ayahnya.
"Dasar keras kepala," komentar Doyoung, mereka pun minum.
"Lucas bilang, sekarang WayV semakin sibuk karena Love Talk bakal rilis versi inggrisnya, ya?"
"Maja, kemarin Winwin menelpon Yuta Hyung saat mereka recording."
"Apa dia juga jadi member tetap di sana, Hyung?" tanya Jungwoo.
"Sepertinya begitu... kau tidak usah khawatir, masih ada kemungkinan dia bisa comeback dengan kita. Semua tergantung dari kebijakan agensi."
Seketika Jungwoo merasa bersalah karena banyak hal terjadi selama dia hiatus. Pria itu tidak ada untuk beberapa momen yang seharusnya mereka lewati bersama.
"Oh ya, kenapa Hyung tidak mengabariku kalau mau ke sini?"
"Aku mau memberimu kejutan," jawab Doyoung sambil menuangkan soju untuk Jungwoo "Ah matta, Jungwoo-ya, kau ingat gadis yang dibilang Haechan waktu itu?"
Jungwoo yang tadinya mau meminum sojunya, jadi terhenti. Jantungnya tiba-tiba berdegup kencang, dia kembali menatap Doyoung.
Jangan bilang kalau—
"Tadi aku bertemu lagi dengannya dan kami mengobrol cukup lama." Doyoung memutar-mutar isi cairan yang berada di dalam botol soju, "ternyata dia seorang photodit di Starship Entertaiment."
Pria itu yang tertawa sendiri sembari menegak sojunya. Sedangkan Jungwoo termenung sembari mengeratkan genggamannya pada gelas kaca. Meskipun Doyoung tidak bilang, tapi Jungwoo bisa merasakannya. Bagaimana mata itu mengutarakan rasa tertariknya.
[n.s]
Doyoung & Jungwoo
Next or no? Akhir-akhir ini rasanya capek banget walapun cuma ngerevisi. Bahkan, sempat mikir buat delete cerita aja biar simpel wkwkwk
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top