[DS] - Beside
Keinginan Jungwoo untuk jogging harus tertunda karena sekarang dia dan Heeyoung menuju ke toko buku. Tentu saja Jungwoo mengganti pakaiannya terlebih dahulu sebelum mereka pergi.
"Maaf sudah memaksamu, Jungwoo-ya," ucap Heeyoung. Sebenarnya, dia hanya ingin bertemu dengan Jungwoo lalu pergi, tapi niatnya hanyalah sebatas niat—nyatanya dia masih ingin bersama dengan pria itu lebih lama.
"Jungwoo-ssi," mendengar respon Jungwoo, alis Heeyoung terangkat sebelah sambil menatap Jungwoo, "panggil Jungwoo-ssi, seingatku kita tidak seakrab itu."
"Ah. Geure, mianhe, Jungwoo-ssi."
Jungwoo benar, kami tidak pernah sedekat itu, dalam hati Heeyoung merutuki kebodohannya, pasti pria itu merasa tidak nyaman.
"Heeyoung-ssi."
"Heeyoung-ssi."
Akibat terlalu memikirkan kebodohannya tadi, Heeyoung tidak mendengar panggilan dari Jungwoo, gadis itu baru tersadar ketika ada yang menarik lengannya.
"Kau kelewatan."
"Ah, mianhe."
Bodoh sekali, Heeyoung kembali memaki dirinya yang terlihat konyol. Ada apa dengannya? Dia terlalu memikirkan hal yang tidak perlu.
Sedetik kemudian, Jungwoo menarik pelan lengan Heeyoung menjadi sedikit lebih dekat dengan pria itu. Lalu menunduk dan menatap kedua mata sang gadis.
"Kau memikirkan perkataanku yang tadi, Heeyoung-ssi?"
"Eh?"
"Kutanya, kau memikirkan perkataanku yang tadi?"
Heeyoung yang ditanya hanya terdiam saja, dia bingung harus menjawab apa. Gadis itu ingin jujur, tapi takut membuat suasana menjadi lebih canggung.
"Maaf kalau itu menyinggungmu... sebenarnya tidak masalah, kau boleh memanggilku seperti tadi," sambung Jungwoo dan membuat Heeyoung terkejut sampai ia tidak bisa merespon pria yang berada di depannya ini.
"Ayo," ajak Jungwoo sambil menarik tangan Heeyoung dan memasuki Kyobo Bookstore.
Mereka berdua berkeliling dari rak satu ke rak yang lain. Heeyoung sendiri sebenarnya tidak tau mau membeli buku apa. Ya, karena ke toko buku hanyalah alibi. Gadis itu pun pura-pura mencari buku dan secara kebetulan melihat novel yang berhasil menarik perhatiannya. "Who are you?" karya Lim Eunhee.
Heeyoung mengambil novel itu dan menuju ke kasir bersama Jungwoo. Dari ujung matanya dia melirik Jungwoo yang sedang melihat ke arah depan. "Kau suka ramen?"
"Wae?"
"Habis ini, ayo ke sana." Nyali Heeyoung menciut karena Jungwoo tidak menjawab ajakannya.
"Totalnya delapan ribu won." Ucapan kasir menyadarkan Heeyoung, dia membuka tasnya untuk mencari kartu ATM.
"Pakai ini saja." Jungwoo memberikan kartu ATM-nya ke kasir, hal itu tentu saja membuat Heeyoung terkejut karena bukunya dibayarkan pria ini.
Petugas kasir memberikan plastik berisi novelnya. "Seharusnya kau tidak perlu membayarnya, aku jadi sungkan. Berapa nomor rekeningmu, aku gan—"
"Ayo ke kedai ramen," ucap Jungwoo memotong perkataan Heeyoung. Tanpa disadari gadis itu tersenyum—sangat lebar.
Setelah berjalan kurang lebih 17 menit akhirnya mereka sampai di Teusae Ramen, salah satu kedai ramen yang terkenal enak dengan harga merakyat.
"Nee-san, tonkatsu ramen niri mae ni chumon shimashita (Kak, pesan tonkatsu ramennya dua porsi)," ucap Heeyoung ketika masuk ke dalam kedai.
"Haik ... Oh! Hisashiburi ne Nam-chan (Ya ... Oh! Sudah lama tidak bertemu)."
Pelayan kedai itu mendatanginya, lalu melihat ke arahnya lalu ke arah Jungwoo. "Wu~ Kare wa daredesu ka? Kareshi? (Siapa dia? Pacar?)"
Mendengar pertanyaan itu, Heeyoung menjadi panik.
"Tomodachi (teman)." Heeyoung mendorong pelayan itu menjauh dari mereka. "Cepat bikinkan pesanan kami, Nee-san."
Pelayan itu pun masuk ke dalam ruang masak sambil menatap mereka berdua—tak lupa dengan senyum jahilnya.
"Sering ke sini? ... Kau kelihatan akrab dengan pelayan tadi."
Heeyoung bernafas lega, dia kira Jungwoo bakal bertanya tentang maksudnya tadi.
"Kami kenal di Jepang, dia itu keponakan dari pemilik kedai, baru dua tahun tinggal di Korea."
Tak lama pesanan mereka datang, dari aroma yang tercium sudah pasti ramen ini sangat enak. Mereka berdua sengaja memilih meja paling ujung dan menghadap dinding. Sebab, Heeyoung sedikit khawatir kalau sampai ada melihat Jungwoo. Lalu gadis itu memberikan sepasang sumpit ke pria yang berada di sampingnya.
"Gumawo, Heeyoung-ssi," ucap Jungwoo, pria itu melepaskan masker yang ia pakai, lalu membuka bungkus sumpit—menggigit satu sisi sumpit agar bisa terbelah dua.
Dari arah lain tiba-tiba ada seorang pelayan laki-laki yang membawa ramen pesanan pelanggan lain tergelincir tepat di belakang mereka berdua. Heeyoung melihat kuah panas ramen itu mengarah ke kepala Jungwoo.
"Awas Jungwoo-ya," teriak Heeyoung yang mendorong Jungwoo ke samping. "Aakh!" Sebagai gantinya, kedua tangan Heeyoung-lah yang terkena kuah panas itu.
Jungwoo yang terdorong ke arah samping membalikkan badannya ketika mendengar suara teriakan Heeyoung. Dia melihat tangan Heeyoung yang tersiram kuah panas dan memerah.
"Yak! Heeyoung-ah." Menggenggam lengan Heeyoung dan membawanya ke toilet dan mengalirkan air ke kedua telapak tangan milik gadis itu—nafasnya memburu.
"Mianhe, na ttaemune."
"Gwenchana, Jungwoo-ya."
"Mianhe." Dengan tangan yang gemetar, Jungwoo mengeringkan tangan Heeyoung.
Gadis itu terheran sendiri karena merasa ini bukanlah masalah besar, palingan nanti setelah dioleskan aloe vera tidak akan merah lagi. Tetapi kenapa Jungwoo sangat berlebihan? Pria itu terus menerus meminta maaf sambil memasang raut wajah menyesal.
Setelah dari kedai ramen, mereka memilih pulang. Melihat wajah bersalah Jungwoo membuat Heeyoung tidak tega. Padahal dia sudah berkata kalau lukanya tidak sesakit yang dikira. Sesudah turun dari bis, mereka harus berpisah karena arah rumahnya dan rumah Jungwoo berlawanan.
"Gumawo Jungwoo-ya. Maaf sudah merepotkanmu."
Jungwoo tidak merespon perkataan Heeyoung. Pria itu benar-benar menutup rapat bibirnya sambil berbalik arah menjauhi Heeyoung, dia pun juga berjalan ke arah satunya.
Sepanjang perjalanan pulang, Jungwoo terdiam. Keputusannya untuk sehari bersama Heeyoung sepertinya keliru karenanya gadis itu terluka lagi.
>>>
Gadis itu sama sekali tidak menangis. Walaupun, kakinya berdarah, gadis kecil itu berdiri dan memeriksa keadaan Jungwoo.
Lalu dia melihat ke arah siku Jungwoo yang sedikit tergores, tak lama gadis itu menangis karena melihat luka Jungwoo, bukan karena lukanya sendiri—yang sudah pasti sakit.
<<<
Kepala Jungwoo tiba-tiba terasa nyeri dan membuat langkahnya jadi terhenti. Pria itu sedikit merapat ke tembok jalan, menyandarkan tubuhnya yang tak lama ikut merosot ke bawah. Jungwoo terduduk; pandangannya mengarah ke tangannya tidak berhenti gemetar.
"Na ttaemune."
Air matanya lolos dari pelupuk matanya. Sungguh, ini benar-benar melelahkan.
Jungwoo memukul pelan dada kirinya. Dasar payah, lebih baik aku tidak usah hi—
"Kim Jungwoo!" Terdengar suara seorang gadis.
Ya, benar sekali, itu Heeyoung yang terkejut melihat Jungwoo. Gadis tadi memang sudah berjalan ke arah rumahnya. Namun, perasaan Heeyoung tidak tenang dan memutuskan untuk menyusul Jungwoo. Dan benar saja, dia melihat pria itu terduduk di tembok jalan dengan tangan dan badan yang gemetar. Apa yang terjadi?
"Yak! Kim Jungwoo," panggil Heeyoung sambil menggoncang tubuh Jungwoo, tatapan mata pria itu kosong. Pria itu menangis tanpa suara.
"Na ttaemune."
"Aniya, neo ttaemuni aniya," sahut Heeyoung mengusap pundak Jungwoo.
"Na ttaemune." Jungwoo mengucap kalimat itu lagi dengan suara lebih lirih dari sebelumnya. Heeyoung pun menarik Jungwoo ke dalam pelukannya dan ikut menangis. Entah mengapa dia tidak bisa melihat Jungwoo seperti ini, itu sangat menyakiti perasaannya.
Lalu Heeyoung merasakan kedua tangan Jungwoo melingkar di pinggangnya dan kepala pria itu bersandar di pundaknya. Sebenarnya ada apa denganmu, Jungwoo?
Hari ini akan menjadi saksi dari penyeselan Jungwoo dan suara tangis Heeyoung. Tanpa ada penjelasan, sebab di gang itu tidak ada siapa pun selain mereka berdua.
[n.s]
Kim Jungwoo
Nam Heeyoung
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top