C H A P T E R 6
Air membangunkanku. Seseorang baru saja menyiramku dengan air, hebat sekali. Kubuka mataku dan mendapati dua orang duduk di depanku. Yang satu aku tidak mengenalinya dan yang satu lagi, aku mengenalnya.
"Ryan? A-apa yang kau lakukan?" tanyaku sambil melihat sekeliling yang sepertinya aku berada di dalam sebuah van. "Wait, this is it, right?"
Kedua pria itu melihatku seolah bingung.
"CIA or FBI?" tanyaku.
Pria yang tidak aku kenali itu melirik Ryan, meminta persetujuan untuk menjawabnya. "CIA."
"Apa yang kalian inginkan dariku?" tanyaku.
"Kau ingat pernah mendaftar menjadi special agent di web kami?" tanya Ryan.
Aku menelototkan mata tidak percaya. "Kalian menangkapku karena aku pernah mendaftar menjadi special agent di web CIA? Kalian pasti bercanda, kan? I was thirteen!"
"Tidak, kami justru ingin merekrutmu," si pria yang tidak aku kenali itu menjelaskan.
"Jordan, dengar, aku telah mengamatimu selama enam bulan ini dan kau bekerja untuk Eldrich sekarang. Kami butuh bantuanmu."
Aku beralih pada Ryan. "Kau mengamatiku selama enam bulan ini? Itu berarti kau mengencani sabahatku hanya berpura-pura?" Sekarang aku tidak main-main dengan hal itu.
"Well, tidak sepenuhnya. Awalnya iya, namun setelah beberapa lama ini aku benar-benar menyukainya. Tapi aku terlalu berbahaya untuknya jika bersamanya lebih lama lagi."
"How dare you! Morgan mencintaimu dan aku tidak pernah melihatnya sebahagia ini selama aku bersahabat dengannya."
"Hey! Stay focus!" Pria itu menoleh ke arah Ryan, memperingatkannya. "Kami ingin kau membatu kami, bekerja dengan kami."
"Ya, kami ingin kau memata-matai Eldrich. Apapun yang kau ketahui tentangnya, kami ingin kau melaporkannya," jelas Ryan.
Aku menoleh ke arah kedua pria itu. "Ada apa dengan Mr. Eldrich? Kenapa aku harus memata-matainya?"
"Sepupunya, datang dari Rusia. Aku yakin mereka sedang merencanakan sesuatu. Ini, dua minggu yang lalu, aku mendapatinya bertemu dengan mafia Rusia dan para pembuat senjata." Mereka menunjukkan foto pria yang aku temui di bar.
"Apa untungnya bagiku?" tanyaku.
"Kau menjadi seorang agent CIA yang selama ini kau inginkan."
"Hanya itu?" tanyaku lagi. Mereka mengangguk. "Aku tidak dibayar?"
Mereka saling bertatapan. "How much?"
"Dua kali lipat dari Mr. Eldrich membayarku," pintaku.
Si pria yang tidak aku kenal itu memelototiku. "Apa? Kau berusaha memeras kami?"
"Kau meminta informasi, itu sangat mahal harganya," kataku.
"Done," kata Ryan.
Aku tersenyum. "Oke, beritahu aku kepada siapa aku harus melaporkannya. I'll be ready for duty on Monday."
Dan mereka mengantarkanku kembali ke bar, melemparkanku lebih tepatnya. Mereka tidak ingin terlihat mencurigakan, jadi mereka seolah membuangku lagi karena tidak dibutuhkan.
Aku duduk di trotoar jalan, berusaha untuk berdiri kembali saat seseorang membantuku untuk bangun.
"Hey, kau baik-baik saja?" tanya si pria yang aku temui di bar itu. Yang namanya susah untuk diingat.
"Ah, ya." Kujauhkan diriku darinya. Sambil melirik ke sekitar, mencari sepupunya yang sudah jelas adalah Mr. Eldrich. "Aku hanya sedikit lelah, jadi aku duduk di trotoar."
Pria itu sekarang memandangiku seolah aku adalah orang teraneh yang pernah dia temui. "Mau aku antar pulang?" tanyanya.
"Tidak perlu," jawabku tanpa berpikir.
Pria itu melirik jamnya. "Sekarang sudah tengah malam. Kau seorang wanita dan tidak boleh pulang malam-malam sendirian."
Aku justru ingin tertawa mendengarnya. "Kalau pun ada seseorang yang menyerangku, aku bisa menanganinya."
"Aku memaksa." Dan pria itu menggenggam tanganku dan menariknya.
"Bukankah kau sedang menunggu sepupumu?" tanyaku, berusaha membuatnya untuk tidak mengantarkanku pulang.
"Dia sudah pulang tiga jam yang lalu," jawabnya sambil menarikku lagi menuju persimpangan jalan.
Aku menghembuskan napas panjang. Aku tidak akan menang untuk kali ini. Pria ini benar-benar tidak memiliki kata kalah di kamusnya. "Jalannya bukan ke arah sana," tunjukku pada arah yang berlawanan dengan jalan yang kami tuju sekarang.
Pria itu akhirnya mengikuti arahanku dan dia masih tidak melepaskan tanganku darinya.
"Bisakah kau lepaskan tanganmu dariku?" pintaku dengan sopan, namun memberikan sedikit nada sarkasme.
"Tidak. Aku berjaga-jaga jika kau berlari dariku," jawabnya dengan begitu santainya.
Ada apa dengan pria ini. Kenapa dia hampir sama menyebalkannya dengan Mr. Eldrich? Hanya saja dia berada pada tingkat yang lebih kepada menggoda.
Aku akhirnya hanya menunjukkan jalannya tanpa mengatakan apa-apa lagi. Tentu saja, aku tidak berjalan menuju apartemenku yang sebenarnya. Walaupun aku tahu dia sepupu Mr. Eldrich, tetap saja dia orang asing.
Aku menunjukkan apartemen yang jauhnya tiga blok dari apartemenku. Saat sampai di depan apartemen palsuku, pria itu akhirnya melepaskan genggaman tangannya dariku.
"Terima kasih," ujarku.
"Yeah. One more thing," katanya sebelum aku masuk. "Boleh aku minta nomermu?"
Aku tersenyum. "Tidak," kataku sambil kubuka pintu.
"Setidaknya beritahu namamu," serunya.
"Jordan," jawabku dan meninggalkan pria itu.
"Kau bisa panggil aku Luke," serunya lagi dari luar.
Aku menunggu sepuluh menit untuk keluar dari tempat itu, memastikan pria bernama Luke itu sudah pergi. Setelah yakin tidak melihat pria itu disekitar, barulah kuberjalan pulang menuju apartemen.
Kuperiksa teleponku untuk melihat apakah Morgan mencariku. Puluhan panggilan masuk dan pesan masuk darinya. Kucoba untuk meneleponnya balik, namun tidak diangkat. Mungkin Morgan sudah tidur.
Aku baru saja berjalan dua meter jauhnya saat Luke menghalangi jalanku dengan seringaiannya yang berarti, 'kena kau'.
"Oh, hai, Luke. Aku baru saja akan keluar mencari temanku karena dia tidak ada di apartemen." Aku berusaha mencari alasan yang tepat.
Luke melipat lengannya di dada. "Kau tidak bisa berbohong lagi denganku," katanya.
Dia benar-benar tidak mau menyerah. "Baiklah-baiklah, kau menang."
"Kenapa kau selalu berbohong padaku?" Luke mengatakannya seolah aku bersalah.
Aku tahu aku punya jawaban yang jelas untuk itu. "Karena kau orang asing. Kita tidak saling mengenal. Kau bisa saja pembunuh bayaran, perampok, atau bahkan sikopat."
Luke terdiam sesaat. Dia kemudian tertawa. "Kau benar-benar berpikir seperti itu?" tanyanya.
"Ya," jawabku.
"Kau benar-benar orang teraneh yang pernah aku temui, dalam arti yang baik." Luke kemudian menarik tanganku lagi dan menggenggamnya. "Kali ini aku akan mengantarkanmu ke apartrmenmu yang sebenarnya. Dan kau tidak boleh berbohong lagi padaku."
Aku baru saja ingin menentangnya, tapi aku tahu untuk menghadapi pria semacam ini aku harus mengalah. Jadi kuputuskan untuk menuruti perkataannya. Namun kali ini, aku tidak ingin dia menggenggam tanganku seenaknya.
Kutarik tanganku darinya. Luke menoleh ke arah tangannya, kemudian padaku. "Ada apa?" tanyanya.
"Aku hanya merasa bergandengan tangan tidak perlu," jawabku.
Aku melihat raut wajah kekecewaan Luke. Dia jadi sedikit diam selama perjalan. Jadi aku yang memulai pembicaraan.
"Dari namamu yang tidak bisa aku ingat itu, kau berasal dari Rusia?" tanyaku, berusaha memecahkan keheningan.
"Ya," jawabnya singkat.
"Tapi kau sama sekali tidak terdengar seperti orang Rusia, aksenmu Amerika." Kupandangi jalanan malam di depanku selagi kami berbicara.
"Ayahku Rusia dan ibuku Amerika. Aku tinggal di Amerika sejak lahir sampai berumur 12 tahun. Kemudian pindah ke Rusia sampai berumur 24 tahun. Aku kembali lagi ke Amerika selama 4 tahun dan kembali ke Rusia lagi sampai sekarang." Luke mulai banyak bicara lagi.
Entah mengapa, aku lebih menyukai Luke berbicara daripada saat dia diam. Keheningannya membuatku takut.
"Jadi, kau kembali untuk tinggal di Amerika lagi?" tanyaku.
Luke memasukkan kedua tanganya ke saku celana. "Bukan, sebentar lagi peringatan hari kematian paman dan bibiku. Aku pulang untuk memberi dukungan kepada sepupuku. Kau tahu, dia sangat kesepian setelah kedua orang tuanya meninggal. Teman yang dia punya hanya aku dan bodyguard kepercayaannya."
Aku tahu yang dia bicarakan pasti Elijah Eldrich. Dan dia menegaskannya dengan bodyguard kepercayaannya, yang sudah pasti Theo.
"Bahkan, dia tidak pernah memiliki pacar setelah kejadian itu. Tapi dia malah tertarik pada wanita tua yang menjadi koki pribadinya." Luke menggeleng-geleng.
Sekarang, aku sudah sangat yakin bahwa Elijah Eldrich lah yang sedang dia bicarakan.
Tidak terasa, kami sudah sampai di depan apartemenku. Aku menatap Luke sesaat, tidak tahu harus mengatakan terima kasih atau mengajaknya masuk ke dalam. Tapi aku tidak akan mengatakan hal yang kedua itu. Bukan kebiasaanku menyuruh seseorang yang baru dikenal masuk ke apartemen.
"Kali ini kau tidak berbohong?" tanyanya.
Aku mengangkat bahuku. "Mungkin kau harus menunggu sampai besok di sini. Memastikan aku tidak berbohong," kataku.
Luke kemudian tersenyum dan menatapku cukup lama. Dia membelai rambut di pelipisku kemudian. Sesuatu yang sangat aneh bagiku. Kulirik tangannya yang membelai rambutku dan Luke bergantian. Dia menarikku secara tiba-tiba dan bibinya mendarat di bibirku dengan cepatnya.
Kutarik tubuku dari Luke, tapi dia mengunciku. Akhirnya, kutendang perutnya dengan lututku hingga dia mundur kesakitan. Aku tidak mengatakan apa-apa setelahnya dan masuk ke apartemen.
Aku baru saja akan berpikir bahwa mungkin Luke tidak seperti yang aku pikirkan. Tapi ternyata, dia benar-benar seperti yang aku pikirkan dengan tipu daya dan kemenawanan yang dia miliki.
"Dasar pria mesum!" gerutuku.
Kulepaskan sepatu dan menggantungkan jaketku. Kulirik kamar Morgan sebelum ke kamarku. Dia tertidur dengan sepatu yang masih dikenakannya. Kulepaskan perlahan-lahan dan membenarkan posisi tidurnya, kemudian memberikannya selimut.
Morgan pasti mabuk berat. Karena itu dia masih mengenakan setelan pakaian yang dia gunakan tadi.
Aku mengganti pakaianku dan menggosok gigi setelahnya. Kemudian berbaring di ranjang sambil memikirkan mengenai tawaran untuk memata-matai Mr. Eldrich. Terutama saat mendengar penjelasan dari Luke mengenai Mr. Eldrich yang jadi pendiam setelah kepergian orang tuanya.
Kugulingkan tubuhku ke sisi lain dan mulai mengantuk. Tapi pikiranku masih ingin menjelajah dan memikirkan banyak hal. Apalagi mengenai Luke yang tiba-tiba saja menciumku. Benar-benar pria aneh yang suka menggoda wanita. Aku jadi penasaran, apakah Mr. Eldrich memiliki sifat yang sama seperti sepupunya?
Mataku akhirnya menyerah. Kupejamkan mata perlahan-lahan, hingga akhirnya alam mimpi menjumpaiku.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top