C H A P T E R 5
Baru satu hari aku bekerja dan hal seperti ini sudah terjadi saja. Aku tidak peduli jika Mr. Eldrich memacatku karena mengatai koki pribadinya atau apalah itu. Tidak akan kubiarkan dia merendahkanku seenaknya seperti itu.
Kuhempaskan tubuhku di kursi dan mengamati layar. Kulirik bagian dapur dan si wanita menyebalkan itu mulai memasak. Aku tidak habis pikir, bagaimana wanita menjengkelkan itu menjadi seorang koki? Apalagi dengan pakaiannya yang terlalu memperlihatkan bagian tubuhnya, jadi terlihat tidak pantas. Seolah Mr. Eldrich memesan seorang stripper untuk memasakinya.
Setelah hampir satu setengah jam lebih, wanita itu akhirnya pulang juga. Mr. Eldrich juga sudah tidak terlihat di mana-mana yang sepertinya dia sudah kembali ke kamarnya setelah mengantarkan koki bayarannya masuk ke dalam mobil.
Setelah sudah yakin semuanya telah beres. Aku kembali ke luar ruanganku untuk mengambil makanan dan minuman yang tadinya ingin kuambil sebelum si wanita koki sialan itu datang.
Kubuka lemari es super besar yang hampir semua aku inginkan ada di dalamnya. Minuman soda, bir, susu, camilan mulai dari yang manis, asin, bahkan pedas. Sudah seperti minimarket dalam versi yang lebih mini lagi. Kuputuskan untuk mengambil minuman soda dan cokelat berbagai rasa yang sepertinya berasal dari berbagai negara.
Saat aku berbalik untuk kembali ke ruanganku, Mr. Eldrich berdiri di belakangku hingga membuatku menjatuhkan semua yang aku ambil. Aku diam beberapa saat sampai akhirnya Mr. Eldrich mulai memungut makanan yang aku jatuhkan di lantai.
Aku ikut berlutut dan memungutnya. "Theo bilang aku boleh mengambil makanan dan minuman apapun di dalam lemari es," kataku merasa bersalah.
"Memang iya," jawabnya. Dan beralih pada lemari es.
Aku tidak tahu harus mengatakan apa. Haruskah aku minta maaf karena mengatakan hal buruk pada koki kesayangannya? Tapi wanita itu pantas mendapatkannya.
"Aku tidak akan minta maaf," kataku akhirnya.
Mr. Eldrich masih mencari-cari makanan di dalam lemari es dan tidak menoleh sedikit pun padaku.
"Wanita kokimu itu, dia pantas mendapatkannya. Jadi jika kau ingin memecatku, silahkan. Aku bisa pergi sekarang juga," kataku lagi.
Kali ini dia sudah mendapatkan apa yang dia cari. Kemudian menghadap ke arahku. "Aku tidak akan memecatmu, Michael," katanya dengan nada datar.
"Benarkah? Kau tidak marah pada perkataanku pada koki kesayanganmu?" tanyaku bingung.
Dia tidak menjawabnya dan mencari sesuatu di dalam laci dapur.
"Kenapa kau tidak menjawabku?" tuntutku.
Mr. Eldrich masih tidak berkata apa-apa sampai dia menemukan apa yang dia cari. Kemudian berjalan mendekatiku. "Bukan urusanmu. Kau bekerja untukku sebagai bodyguard, bukan reporter." Dan dia berjalan melewatiku.
Meninggalkanku dengan perasaan menyesal karena berbicara dengannya. "Dasar, masih untung aku mau menjadi bodyguard-mu," gerutuku.
Akhirnya, kuletakkan kembali cokelat dan minuman yang telah kuambil. Aku tidak ingin merepotkan, terlebih lagi setelah dia berbicara denganku seperti itu. Mungkin setelah ini, aku seharusnya tidak perlu keluar ruanganku.
Sampai pukul delapan pagi, aku baru bisa kembali ke rumah. Aku bertemu Theo di depan gerbang sebelum pergi dari rumah terkutuk itu. Dia mengenakan seragam hitamnya lengkap dari atas hingga ke bawah.
"Semuanya baik-baik saja?" tanya Theo.
Aku mau mengatakan tidak, tapi jelas itu akan membuat Theo khawatir pada bosnya. Entah perasaanku, atau Theo memang dekat sekali dengan Mr. Eldrich. Dilihat dari Theo yang memanggil Mr. Eldrich dengan nama depannya, Elijah.
"Ya, baik sekali." Aku sedikit memberikan nada sarkasme, tapi Theo sepertinya tidak menyadarinya. "Sampai jumpa nanti sore."
"Oh, aku lupa memberi tahumu," katanya dengan cepat sebelum aku berjalan menjauhinya. "Kau hanya akan bekerja dari hari senin sampai jumat. Jadi kau bisa beristirahat sabtu dan minggu."
Aku tidak begitu terkesan saat Theo mengatakan aku mendapatkan libur di hari sabtu dan minggu. "Kalau begitu, sampai jumpa hari senin," kataku akhirnya.
Kutinggalkan Theo di depan gerbang. Dan aku harus berjalan cukup jauh untuk menaiki bus. Mataku sudah sangat berat sekali saat sampai di depan pintu apartemen.
"Hey, bagaimana rasanya menginap di rumah seorang Eldrich?" Morgan tanpa basa-basi menyambutku dengan pertanyaan itu.
"Menyebalkan. Kau tahu, koki pribadinya bernama Aphrodite. Daripada Dewi kecantikan, dia lebih pantas dipanggil Goddess of Bitch," gerutuku.
Morgan hanya tertawa mendengarnya sambil berbaring di sofa.
"Aku mau tidur sebentar, bangunkan aku jika aku tidur seperti orang mati." Kuseret kakiku menuju kamar. Dan langsung membanting diriku ke kasur.
Sebuah ketukan dipintu membangunkanku. Dengan malas, kutarik tubuku turun dari kasur dan membuka pintu. Mr. Eldrich sedang berdiri di depan pintuku.
"Mr. Eldrich, apa yang kau lakukan di sini?" tanyaku terkejut.
Mr. Eldrich tidak menjawabku, seperti biasanya. Dan tanpa mengatakan apa-apa dia mendorongku masuk ke dalam kamar dan dirinya.
"Hey, apa yang kau lakukan?" Aku mulai tidak sabaran.
Tapi Mr. Eldrich masih tidak menjawabku dan mendorongku ke kasur. Saat dia akan menibaniku, kuhimpit kepalanya dengan kedua kakiku dan berputar, kemudian meninju wajahnya. Kutinju dia berkali-kali, anehnya, Mr. Eldrich tidak melawan sama sekali. Hingga akhirnya aku melepaskannya saat wajahnya sudah dipenuhi darah. Dia kemudian tersenyum padaku. Sedangkan mata birunya masih sangat menonjol di antara darah yang menghiasi wajahnya.
Kupandangi langit-langit saat terbangun. Tadi, adalah mimpi teraneh yang pernah aku rasakan. Bahkan, di dalam mimpi saja, Mr. Eldrich tidak menjawab pertanyaanku.
"Mimpi macam apa itu?"
Kali ini, sebuah ketukan lagi di pintuku. Tapi, Morgan lah yang membangunkanku. "Jordan? Sudah pukul empat sore. Kau bahkan belum makan apa-apa sejak pagi," katanya dari luar kamar.
"Ya, aku akan mandi dulu," balasku.
Morgan kemudian membuka pintu kamarku. "Kau tidak bekerja hari ini?" tanyanya.
Aku menggeleng.
"Bagus, kalau begitu, kita akan merayakannya hari ini. Aku yang traktir." Morgan begitu antusias.
Aku tidak ingin mengecawakannya. Jadi aku menyetujui usulannya untuk pergi ke bar baru di persimpangan jalan, yang mengingatkanku pada pria aneh yang menyebutkan namanya seperti sebuah mantra.
Kami pergi pukul delapan malam. Kugunakan kaus berwarna abu-abu dan kemeja di atasnya, serta celana jins tua milikku. Morgan adalah kebalikannya dariku, dia mengenakan kaus pink dengan cardigan hitam serta rok hitam selutut.
Irama musik sudah mulai terdengar saat kami masih beberapa meter lagi. Dan ada orang-orang yang mengantre untuk masuk. Serelah menunggu giliran untuk bisa masuk, Morgan langsung menarikku ke lantai dansa dan menari-nari seperti orang-orang.
Kuikuti irama musik yang begitu keras. Tapi lama-kelamaan, iramanya membuatku pusing. Kuputuskan untuk duduk di depan bartender. "Morgan, aku ingin mengambil minum," ujarku pada Morgan yang masih menari mengikuti irama musik. "Aku akan ada di sebelah sana."
Morgan mengangguk. Jadi kubiarkan dia menari-nari. Tapi aku akan tetap membuatnya berada dipengawasanku. Terlalu banyak orang asing yang berbahaya di tempat seperti ini. Ya, 50 persen dari orang-orang datang ke bar untuk melakukan transaksi, berjudi, dan mendapatkan one night stand. 50 persennya lagi, berbahaya jika kau tidak waspada.
Kepalaku sudah cukup pusing dengan kebisingan di tempat ini. Jadi tidak akan aku tambah dengan meminum minuman beralkohol. "Air putih, tolong," pintaku.
"Tidak cocok dengan kebisingan bar?" tanya seseorang di sebelahku.
Kupandangi pria itu cukup lama. Pria yang kutemui di depan bar tempo hari. Terpaku pada matanya yang mengingatkanku pada Mr. Eldrich.
"Terpesona denganku?" tanyanya sambil tersenyum.
Kualihkan pandanganku. "Tidak, kau hanya mengingatkanku pada seseorang," jawabku.
"Your ex?" tanyanya lagi, seolah antusias dengan pembicaraan ini.
Aku menoleh ke arahnya lagi. "Bukan. Seseorang yang menyebalkan dan punya tingkat arogan yang tinggi."
"Well, itu sangat berbeda denganku." Pria ini seolah mencobaku untuk menebak tentang dirinya.
"Kalau begitu, seperti apa dirimu?" tanyaku, seolah menantangnya.
Dia menaikkan sebelah alisnya. "Orang-orang menyukaiku yang berarti aku tidak menyebalkan. Dan aku baik hati."
Aku tersenyum mendengarnya, hampir ingin tertawa. Dia orang paling percaya diri yang pernah aku temui. "You think you look like Prince Charming, huh?"
"You said that, not me." Dan lagi-lagi dia berusaha mengeluarkan senyuman menggodanya.
"Jadi," kataku. "Bagaimana denganmu, apa yang sedang kau lakukan disini?"
Belum sempat pria itu menjawabnya, aku menjawab pertanyaanku sendiri. "Oh, biar aku tebak. Kau duduk disini, berusaha menggoda setengah wanita yang datang, dan menawarkan mereka minuman, kemudian bercinta dengan mereka."
Pria itu tertawa. "Itu adalah hal yang aku lakukan biasanya. Tapi karena aku sedang menunggu sepupuku, aku hanya akan menggoda dan menawarkan para wanita yang duduk disampingku. Termasuk dirimu." Dia menawarkan segelas minuman beralkohol padaku.
"No, thanks. Aku tidak akan tergoda denganmu," kataku menegaskan.
Tiba-tiba pria itu mendekatkan kursinya padaku. "Kenapa? Apa aku kurang tampan? Apa aku bukan tipemu? Kalau begitu bagaimana tipemu?"
"I'm here with my girl friend." Aku menekankan kata terakhirku agar dia salah mengartikannya.
"Oh, maksudmu, temanmu yang sedang berdansa dengan seorang pria disebelah sana." Jelas, aku tidak bisa membohonginya.
Kutatapi pria itu, terpaku pada matanya. "It's so strange," gumamku.
"Apa maksudmu?" tanyanya bingung.
"Aku harus ke toilet." Dan kutinggalkan pria itu.
Aku tidak bisa melepas mataku dengan matanya, seolah mata pria itu memiliki magnet yang sangat kuat dan itu seperti yang aku rasakan pada Mr. Eldrich. Yang sayangnya, aku sekarang mulai tidak menyukai pria itu karena sikapnya. Dan pria ini, dia begitu menawan, like Prince Charming.
Kutarik napas dalam-dalam setelah mencuci mukaku. Kulirik jam di ponselku. "Aku seharusnya dirumah saja, menonton Netflix dan memakan popcorn atau es krim," keluhku. Jika bukan karena Morgan, aku tidak akan pergi.
Aku kembali untuk mendapatkan air putihku yang belum diberikan tadi. Namun, aku melihat Mr. Eldrich duduk tepat di sebelah pria yang berbicara padaku tadi.
"Oh, crap!" makiku.
Kuputari ruangan untuk mencari Morgan dan dia tidak ada di mana-mana. Kutarik ponselku dan menelepon Morgan yang tidak diangkat olehnya. Aku tidak akan menunggu Morgan di sini. Mr. Eldrich akan melihatku dan aku tidak suka saat dia tahu aku tinggal beberapa blok dari sini. Terlebih lagi, sudah cukup bertemu dengannya saat bekerja dan dengan sikap menyebalkannya, aku tidak akan tahan dengan itu.
Aku berjalan dengan sangat cepat menembus kerumunan yang aku dengar pria itu memanggilku tapi aku tidak hiraukan.
"Hey, Lady! Berikan nomor teleponmu padaku. Kau bahkan tidak memberi tahu namamu," teriaknya.
Aku masih berusaha menelopon Morgan saat berada di luar bar. "Ayolah, Morgan! Kau di mana?"
Aku sudah menelepon Morgan berkali-kali dan hanya mendapatkan pesan suara. Aku tidak akan masuk ke dalam bar dan mencarinya. Jadi aku putuskan untuk mengiriminya pesan bahwa aku akan pulang lebih dulu.
Dan seseorang tiba-tiba saja menyergapku dari belakang. Aku menyikutnya hingga mengenai wajah penyergapku, sayangnya dia tidak sendiri dan berhasil memukul kepalaku dengan keras.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top