C H A P T E R 10

"Ini potongan kue ke enam belasmu, mungkin kau sudah cukup memakan kue malam ini." Mr. Eldrich mulai bicara.

Dalam hati, aku bertanya-tanya bagaimana dia bisa tahu itu potongan kue ke enam belasku malam ini. Aku sangat ingin membantahnya dan tidak ingin mengalah darinya. Tapi irama lagu dansa yang muncul membuatku harus melakukan sebaliknya.

"Oke, kau menang," kataku mengalah.

Kuputar tubuhku untuk pergi menuju toilet, saat Mr. Eldrich meraih lenganku. Aku berbalik ke arahnya. Memperlihatkan raut wajah curiga.

"Semua orang harus berdansa di lantai dansa," katanya.

"Oh, tidak terima kasih. Kau cari pasangan lain saja." Kutarik tanganku untuk lepas darinya. Tapi dia tidak mengizinkanku pergi begitu saja.

Mr. Eldrich menariku ke lantai dansa dan tangannya memanduku ke pundaknya. Kemudian tangan Mr. Eldrich berada di pinggulku. Dalam sepersekian detik, aku merasa merona. Namun kulepaskan tanganku dari pundaknya untuk pergi.

Sayangnya, sepatuku tidak bisa diajak bekerja sama. Aku hampir terjatuh dan Mr. Eldrich yang memegangiku agar tetap seimbang. Tanganku kini berada dipundaknya lagi.

"You need to trust me," katanya begitu yakin.

Tidak denganku. Aku tidak yakin memeprcayainya. "Aku tidak bisa menari, aku tidak bisa melakukannya." Kutarik tubuhku lagi untuk menjauh.

Tapi Mr. Eldrich memegangi tanganku, dan merangkul pinggangku, lagi. Kali ini kami seperti seseorang yang berpelukan. Diiringi irama musik lambat yang membuat jantungku tiba-tiba berhenti berdetak, hanya agar Mr. Eldrich tidak mendengar suara ledakannya.

Aku berakhir di dekapannya. Tanganku berada di dadanya, sambil mendengarkan irama detak jantung Mr. Eldrich yang begitu tenang. Bagaimana bisa dia begitu tenang sedangkan jantungku seperti sedang berlari.

Kuedarkan pandangan ke sekitar yang begitu terbatas. Orang-orang berputar mengikuti irama dengan lambat, begitu juga dengan kami.

"Kenapa kau lakukan hal ini padaku?" tanyaku.

Tentu saja, seperti biasa, Mr. Eldrich tidak akan menjawabku.

"Oke, kau tidak perlu menjawabnya. Aku hanya ingin kau tahu. Aku Sangat tidak suka saat kau tidak menjawabku, Mr. Eldrich." Suaraku terdengar kesal.

Aku tidak peduli lagi jika dia memecatku. Perlakuannya yang menyebalkan membuatku tidak tahan untuk bekerja padanya. Lagipula, CIA mempekerjakanku saat ini. Aku bisa meminta pekerjaan lain dari mereka.

Suara alunan musik berhenti. Berubah menjadi irama yang bersemangat dengan seorang DJ yang memainkan irama musiknya. Semua orang tidak dalam posisi berdansa lambat lagi. Mereka mulai mengikuti irama bersemangat dengan berloncat-loncatan.

Kulepaskan tanganku dari Mr. Eldrich dan kutarik lengannya menjauhiku. Kutinggalkan dia dengan amarahku. Kenapa dia bersikap seperti asshole? Sedangkan sepupunya punya sifat yang sebaliknya.

Orang-orang mulai menyingkir dari lantai dansa saat irama semakin membuatku pusing. Kutarik tubuhku untuk duduk di pojok ruangan. Sambil mengambil segelas minuman tanpa alkohol yang rasanya seperti lemon, atau mungkin itu memang lemon.

Dari samping, seseorang duduk disebelahku. Membuatku menoleh ke arahnya. Luke bersandar pada kursi dan meregangkan kakinya.

"Kau terlihat seperti seseorang yang sedang kesal, apa kau makan terlalu banyak gula?" candanya.

Luke tahu betul bagaimana menghibur seseorang. "Sepupumu yang membuatku kesal," keluhku.

"Ah, ya. Dia memang selalu membuat banyak orang kesal, termasuk Tori."

"Bagaimana denganmu? Apa dia suka membuatmu kesal juga?" tanyaku.

"Aku akui, ya. Tapi Elijah seperti itu karena dia tidak ingin orang lain bersikap merendahkannya. Dia bisa jadi terlalu baik pada orang-orang." Luke membenarkan posisi duduknya.

"Merendahkan? Bersikap baik pada orang lain tidak akan membuat mereka merendahkanmu," kataku tidak setuju.

"Kau katakan sendiri pada Elijah, dia punya pendirian yang kuat." Luke kemudian menoleh padaku. "Mau berdansa?"

Aku menggeleng. "Tidak terima kasih, lagipula musiknya tidak cocok untukku."

"Musiknya akan berganti dalam hitungan, 3, 2, 1." Dan ucapan Luke seolah membuat musiknya berganti menjadi irama yang lambat. Membuat orang-orang memenuhi lantai dansa lagi dengan pasangan mereka.

Luke berdiri dari kursi dan mengulurkan tangannya padaku. Aku menggeleng. "Aku tidak bisa berdansa," ujarku.

"Aku baru saja melihatmu berdansa dengan Elijah dan kau masih mengatakan tidak bisa berdansa? Ayolah, Jordan, kau tidak bisa menolakku." Luke masih mengulurkan tangannya padaku.

"Mr. Eldrich memaksaku tadi," kataku mencoba untuk mencari alasan lain.

"Kalau begitu, aku juga memaksa." Dan Luke menarik lenganku menuju lantai dansa seperti Mr. Eldrich yang menarikku tadi.

"Mengalah itu, tidak ada dalam kamusmu ya?" tanyaku.

Luke tersenyum. "Menyerah yang tidak ada dalam kamusku."

Sekarang, Luke mulai merangkul pinggulku dan menarikku lebih dekat dengannya. Membuat mata birunya semakin menjadi perhatianku dan menyadari kemiripan yang hampir sama dengan Mr. Eldrich.

"Kau terpesona dengan mataku, ya?" tanya Luke tiba-tiba.

Membuatku mengalihkan pandangan dan berusaha untuk membuat lelucon agar tidak membuatku jadi malu. "Kau benar-benar punya tingkat kepercayaan yang tinggi."

"Itu salah satu anugerahku," belanya.

Kami bergerak mengikuti irama, sampai mataku tertuju pada Mr. Eldrich yang memperhatikanku berdansa dengan Luke. Tidak ada tatapan benci atau tidak suka, apalagi cemburu, tapi ekspresi itu tidak bisa dibaca.

Setelah irama berganti menjadi musik dengan beat yang lebih kencang, kutinggalkan Luke untuk pergi ke toilet. Aku butuh udara segar, terutama menghindar dari Mr. Eldrich.

Wewangian dari lilin di toilet menenangkan pikiranku untuk sesaat. Membuatku lupa dengan siapa saja aku berdansa tadi. Hingga seseorang masuk ke dalam toilet dan mengenaliku.

"Oh, kau," serunya. Seolah aku bukan orang yang ingin dia lihat saat ini. The Goddess of Bitch, Aphrodite.

Kuputar bola mataku. Tidak ingin berargumen apa-apa tentang dirinya yang mengenakan gaun merah dengan belahan dari bawah sampai ke paha, ditambah dengan belahan rendah di dada yang memamerkan hampir seluruh bagian depan. Dan ada noda basah di gaunnya.

Dia pasti datang untuk Mr. Eldrich. Lagipula, dia tidak akan berada di sini jika bukan karena Mr. Eldrich. Hanya orang-orang tertentu yang diundang dalam acara amal ini. Morgan yang mengatakan hal itu padaku.

Kupandangi dirinya dari kaca yang sedang membersihkan pakaiannya. Dia kemudian melirikku balik dengan sinisnya. "Apa?" ketusnya.

Kutatap dia balik dengan tatapan mematikanku dan berbalik untuk pergi. "Bitch," gumamku sebelum pergi.

Namun, bajuku ditarik oleh Aphrodite hingga membuatku tersandung dan jatuh di lantai. Saat itu juga, kuingin meninjunya. Tapi kutenangkan diriku. Apa sih masalahnya dia denganku?

Karena tidak ingin berdebat, kutinggalkan dia di toilet. Lagipula, dia berprilaku seperti apa yang aku katakan, wanita murahan. Jadi, karena aku tidak ingin seperti dirinya, lebih baik kutinggalkan dia daripada mengeluarkan tenagaku.

Kuedarkan pandangan kesekitar dan mendapati Morgan yang sedang berbincang dengan seseorang di dekat lantai dansa. Kualihkan pandanganku dan berhenti pada meja penuh makanan lagi. "Oh, food, you're my best friend," kataku.

Di sana ada Tori yang sedang menghabiskan potongan terakhir cheese cake miliknya. Dia kemudian menoleh ke arahku. "Hai," sapanya.

Aku membalasnya dengan tersenyum. Namun, dia tahu bahwa aku sedang dalam mood yang kurang baik.

"Ada apa?" tanyanya dengan mulut penuh kue keju.

"Aku bertemu Aphrodite dan dia totally rude," keluhku.

"Oh, karena noda di gaunnya. Dia marah karena itu." Tori mengucapkannya seolah itu hal yang lucu.

Kutatap dia sambil tertawa. "Kau yang menumpahkannya?" tanyaku.

"Oh, ya. Tentu saja. Dengan suka rela," ujarnya.

Tori bahkan terlihat sangat senang dengan hal itu. Seperti sebuah pembalasan akan sesuatu.

"I'm glad you did that," kataku.

"Your welcome," balasnya. Dia kemudian meletakkan piring kuenya dan menoleh padaku. "Aku lihat kau berdansa dengan kakakku tadi."

"Ya, dan aku berdansa dengan Luke juga." Aku berusaha agar dia tidak salah mengartikan hubunganku dengan Mr. Eldrich. Aku hanya seseorang yang diperkerjakan olehnya, tidak lebih.

"Luke berdansa dengan setiap gadis yang ditemuinya. Tapi tidak dengan kakakku." Seolah Tori memaksaku untuk memahami sesuatu dan memanipulasi pikiranku.

Dia kemudian pergi begitu saja, meninggalkanku dengan banyak pertanyaan. Kualihkan pandanganku yang terhenti pada Mr. Eldrich. Dia sedang berbincang dengan seseorang. Aku kenal pria yang berbicara dengannya dari sebuah siaran televisi. Mereka pasti sedang membicarakan bisnis.

"Jordan!" Tiba-tiba suara familiar itu mengejutkanku. Ayah berdiri di depanku sambil memegangi sebuah gelas kosong. "Wow." Itu kalimat kedua yang keluar dari mulutnya setelah tidak bertemu sekian lama.

"Apa ibu bersamamu?" tanyaku. Aku jelas lebih menginginkan bertemu ibuku daripada ayahku.

"Ya, dia sedang mengobrol di sebelah sana." Ayah menunjuk kerumunan orang dekat tangga.

Kulirik ke arah itu. Ibuku mengenakan gaun hijau yang sangat cocok dengan kulit pucatnya. Rambutnya yang sudah sebagian memutih dibiarkan tergerai olehnya. Dia terlihat begitu cantik walau usia telah mengerutkan kulitnya. Aku harap, aku akan seperti dirinya saat seumuran dengannya.

"Bagaimana kau bisa ada di sini?" tanya Ayah penasaran.

"Aku bersama seorang teman," jawabku.

Lalu tiba-tiba saja Mr. Eldrich menghampiri kami. Kualihkan pandanganku agar dia tidak curiga. Tapi ternyata, dia menyapa ayahku.

"Mr. Shaterlee, aku senang bisa bertemu denganmu. Sudah lama sekali," katanya.

"Elijah, kau sudah besar sekarang. Terakhir aku bertemu denganmu, kau masih 16 tahun. Dan sekarang lihat lah, ayahmu pasti akan sangat bangga padamu," puji Ayah pada Mr. Eldrich.

Mr. Eldrich tersenyum. "Aku sangat berterima kasih padamu. Berkat kau, aku tidak kehilangan semua peninggalan ayahku."

"Itu bukan masalah. Cole adalah orang yang baik, dan aku telah berjanji padanya untuk melakukan apapun agar kau bisa memegang hak perusahan." Ayahku menukar gelas kosongnya dengan yang sudah di isi martini saat seorang pelayan lewat. Dia juga mengambilkan segelas untuk Mr. Eldrich.

Mr. Eldrich mengambil gelas yang ayahku suguhkan. "Dan anakmu, dia koki yang hebat. Masakannya benar-benar enak."

Untuk kali ini, aku tidak mengerti perkataan Mr. Eldrich. Dia belum tahu aku adalah anak dari Robert Shaterlee dan aku tidak pernah memasakkannya apapun. Aku bahkan tidak baik dalam hal memasak.

"Anakku? Kau mengenalnya?" tanya Ayahku yang hampir sama bingungnya denganku. Terlebih lagi, dia tahu aku tidak baik dalam hal memasak.

"Ya, dia bekerja sebagai koki pribadi di rumahku. Kau harus mencoba masakannya kapan-kapan." Mr. Eldrich mengatakannya dengan penuh antusias.

Aku baru saja akan menghindari pembicaraan itu saat ayah melirikku. "Jordan, tunggu! Kau tidak bilang kalau kau menjadi seorang koki dan bekerja untuk Elijah."

Aku terpaku di tempat, Mr. Eldrich menoleh padaku bingung. Dia kemudian menoleh pada ayahku. "Kau mengenal Jordan?" tanyanya.

Ayahku sekarang yang mulai bingung. "Tentu saja, dia anak perempuanku yang kau bicarakan itu."

"Tidak, aku tidak membicarakan tentangnya. Maksudku, Jordan memang bekerja untukku, sebagai seorang bodyguard. Yang aku bicarakan adalah anakmu yang bernama Aphrodite."

Ayahku menggeleng. "Aku tidak pernah punya anak bernama Aphrodite. Jordan adalah satu-satunya anakku."

Son of a bitch! Aphrodite telah mengaku-ngaku menjadi diriku, menjadi anak dari Robert Shaterlee. Aku tahu aku membenci nama belakangku karena ayahku. Tapi tidak ada yang boleh mnegaku-ngaku menjadi diriku. I will kill that bitch for that.

Namun, saat Mr. Eldrich menoleh padaku, matanya mengisyaratkan tuntutan jawaban. Yang jelas aku akan menghindari percakapan dengannya lagi. Lagipula, dia sudah tahu siapa aku dan tidak ada yang perlu aku jelaskan lagi padanya.

Aku rasa, ini saatnya untuk pulang. Kutinggalkan Morgan untuk yang kedua kalinya. Sepatu hak tinggi mempersulit jalanku, jadi kulepaskan dan kujinjing dengan tangan sambil berjalan keluar gedung.

Aku baru saja berjalan lima meter sampai hampir di persimpangan jalan saat Mr. Eldrich menarik lenganku. "Kenapa kau berbohong padaku?" tanyanya.

Aku hanya menatapi matanya tanpa mengucapkan satu kata pun. Dia melakukan hal itu padaku, sekarang aku membalasnya. Kutarik tanganku dan tidak menghiraukannya.


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top