◌7. Kenapa Saya Dibohongi? (Part 3)◌

"My honesty towards you isn't rooted in love, but in deep desire for mutual truthfulness."

-Lucidna Jingga

Ia menguap sembari menaiki tangga. Hari ini ia sengaja berangkat lebih pagi agar bisa memilih tempat duduk yang berbeda. Sebelumnya, tempat duduk yang tersisa hanya di samping Novel, karena gadis itu selalu tiba semenit sebelum bel berbunyi. Namun, ada satu hal yang Lucidna lupakan begitu tiba di kelasnya.

"Loh, hari ini kamu berangkat pagi banget, ya?"

Bagaimana ia harus bereaksi di depan Novel sekarang? Lucidna tentu saja mematung karena bingung.

"Oh, apa kamu piket? Bukannya Jumat?"

Apa Lucidna boleh menjawabnya? Ia rasa jika menjawabnya, akan terlihat tidak marah. Tapi kalau tidak dijawab, sepertinya mereka akan benar-benar berhenti berteman.

Lucidna bingung maunya apa. Ia hanya menggeleng, lantas berbelok ke kursi paling jauh dari Novel, kursi di dekat pintu masuk kelas. Ia meletakkan tasnya di kursi, sebelum duduk tanpa menjawab temannya.

Saat menyadari Novel berniat mendekat, ia menguap, lalu dengan cepat—juga berusaha natural—ia menyembunyikan wajahnya di atas meja, berpura-pura tidur.

Langkah kaki Novel beradu dengan lantai, tidak butuh lama hingga terdengar semakin jelas. Lalu suara itu berhenti tepat di samping kanannya.

Lucidna hanya bergeming. Tiba-tiba ada suara kursi digeser, lalu sesuatu yang berat dijatuhkan. Ia mengerutkan kening.

"Jadi, kamu mau kita pindah di sini?"

Dalam posisi itu, sulit untuk menggeleng. Akan tetapi, ia sedang mau bersembunyi.

"Kenapa nggak bilang aku kalau kamu mau pindah? Untung saja kamu berangkat pagi, kalau tidak nanti kamu tetap di sana."

Suara hangat Novel yang sebelumnya biasanya saja kini menakutkan, Lucidna bisa merasakan jantungnya berdetak terlalu cepat seperti berlari.

"Luci–"

"Pagi, Novel! Kamu kok di sini ... oh? Oh."

Suara perempuan. Lucidna bangun dari tidurnya. Ia bertatapan dengan gadis seusianya yang memandangnya canggung.

"Kamu duduk di mana?" tanya Lucidna, tanpa menoleh.

"Siapa? Aku?"

"Iya, kamu." Lucidna terdiam. Ia tidak tahu namanya. "Nama kamu siapa?"

"Aku Kayala, panggil Kay saja," ucapnya pelan, tampak masih terkejut.

"Aku boleh duduk denganmu, Kay?"

Gadis berambut lurus sebahu itu mengangguk meski tatapannya masih kebingungan. Tanpa bertanya lagi, Lucidna berdiri, mengambil tas, berjalan keluar dengan berjinjit karena jarak antara meja dan tembok itu sempit. Demi tidak perlu melihat tatapan laki-laki itu.

Sementara itu, Novel melipat tangan di depan dada. Ia memperhatikan bagaimana Kayala mengajak Lucidna duduk di sebelahnya. Mereka berdua duduk kursi barisan tempat duduknya, tetapi paling belakang.

Tidak banyak yang perlu diperhatikan. Lucidna tetaplah gadis yang sering tidur. Baru saja duduk, tidak sengaja bertatapan dengan Novel, lalu dia mengubah posisi duduk jadi tidur, seperti tadi.

Novel berdiri, mengambil tasnya, lalu kembali ke tempat duduknya yang biasa. Barisan depan meja guru, meja dekat jendela, dan berjarak satu bangku dengan bangku Lucidna.

Waktu literasi selalu sama.30 menit untuk membaca buku. 5 menit untuk menceritakan kembali isi buku. Sesekali ia mengecek HP, sekadar memeriksa waktu. Lantas melihat ke jendela yang kali ini kacanya terbuka ke luar, lalu tersenyum.

Dia sama sekali tidak menoleh ke belakang.

Berbeda dengan dugaan Lucidna.

"Hei, Lucidna, kamu bisa mengerjakan soal matematika ini?"

Mata pelajaran sebelum istirahat kali ini adalah matematika. Mereka sedang diminta mengerjakan soal latihan, meski hanya tiga soal.

Lucidna yakin dia bisa menjawab, meski belum ditulisnya. Menurutnya itu mudah asal dipikir sedikit. Jadi, dia tidak berniat membantu Kay.

Dia hanya mengendikkan bahu, lalu melihat ke jendela di sampingnya. Jendelanya hanya memantulkan bayangan lemari di belakang kelas. Padahal, ia harap bisa melihat ekspresi Novel.

Pelajaran matematika juga membosankan.

Lucidna bosan.

Ini membuatnya mengantuk.

Lagi pula sebentar lagi istirahat. Ia mengecek waktu lewat handphone miliknya. Hanya kurang dari 10 menit lagi. Dia memutuskan menyembunyikan kepalanya di atas tangan yang membatas wajahnya dengan meja, lagi.

Ia tidak mendengar suara temannya meminta bantuan lagi. Guru pun tidak menegur. Hanya ada suara bisik-bisik entah dari arah mana, pelan-pelan mengiring Lucidna tertidur.

Ketika bel istirahat berbunyi, Novel berjalan ke arah belakang.

"Cari apa Novel?" tanya Kayala sambil tersenyum. Senyumannya melebar saat melihat Novel memberikannya senyum yang hangat.

"Nggak cari apa-apa, sih. Kepo saja dengan anak baru."

"Oh gitu, susah ya jadi ketua kelas. Aku ke kantin dulu, deh. Duduk tempatku saja kalau mau mengobrol, kalau dia bangun sih."

"Tidur beneran?" tanya Novel.

Kayala mengangguk. "Iya, mungkin capek?"

"Ya sudah." Novel berbalik badan tapi dihentikan Kayala dengan pertanyaannya.

"Pergi langsung, Vel?"

Ia menoleh, menggaruk pipinya yang tak gatal. "Iya, ke kamar mandi, ikut nggak, Kay?"

Sontak Kayala menggeleng cepat. Lalu mereka berpisah. Kelas benar-benar kosong, tidak seperti kemarin. Beberapa menit berlalu tidak ada siapa-siapa di sana.

Novel yang baru sampai di kelas lagi melihat gadis itu. Tertidur dengan lelapnya. Mungkin karena angin di sampingnya sejuk, entah kapan gadis itu mengubah posisi tidurnya, kini kepalanya miring membelakangi jendela.

Ia mendekati gadis itu. Rambut panjangnya jadi sedikit berantakan karena tidak diikat. Ia mengulurkan tangannya, menyingkirkan helai rambut yang mengenai mata.

Namun, saat bulu mata Lucidna bergerak dan terlihat akan bangun, Novel segera menarik tangannya, lalu jongkok di belakang kursi gadis itu. Ia baru menyadari bahwa refleksnya cukup aneh dan lucu.

"Ngapain sih, aku?" gumamnya. Ia bersandar ke tembok.

"Oh, sepi," ucap Lucidna sambil memandang sekitar. Tidak ada orang lain yang tertangkap mata kantuknya. "Benar-benar, deh, dia pergi begitu saja."

Novel menaikkan sebelah alisnya saat mendengar itu.

Dia nggak ada rasa bersalah atau memang aku yang salah? Lucidna menyandarkan tubuhnya pada kursi.

Novel bergerak ke samping, menjauhi kursi Lucidna yang sedikit mundur.

"Bosan juga nggak ada Novel."

Tiba-tiba Novel tersenyum.

"Tapi aku nggak mau berteman dengan orang tipe begitu."

Seketika senyuman di bibir Novel luntur. Ia termenung.

Aku harus cepat mencari tahu sendiri. Jadi, aku bisa paham, kenapa dia nggak bilang yang sebenarnya. Lucidna mengambil handphone dari dalam laci, tidak tahu bahwa di belakangnya laki-laki itu sedang membekap mulutnya.

"Kemarin juga jam istirahat pertama, kan? Oke aku ke sana lagi."

Ia ingin berdiri, tapi tiba-tiba merasa kakinya digenggam. Merasa horor, Lucidna berteriak histeris sambil menendang tangan itu.

"Tangan siapa?!"

"Aku!" teriak seseorang dari belakang.

Lucidna menoleh cepat dengan mata melotot. Ia mendapati seseorang yang sedari pelajaran tadi ia tunggu untuk datang. Ah, tidak, bukan untuk datang, lebih tepatnya untuk jujur atau setidaknya merasa ada yang salah.

"Ternyata nggak cuma mata kamu yang ilegal?" sarkasnya, tapi sedetik kemudian ia mengatupkan bibir. Kenapa jadi aku yang mengajak bicara duluan?

"Kamu mau ke mana? Nggak boleh ke kamar mandi cowok yang dekat dengan kelas 3 lagi!" tegasnya.

Lucidna meraih tangan Novel, memaksa untuk melepas kakinya. Ia mengembuskan napas panjang. "Kenapa?"

Ia dapat melihat jelas ekspresi Novel yang berubah-ubah. Dari bingung, cemas, lalu tegas. Sebelum lelaki itu berbicara, Lucidna melangkah lebih dulu.

"Hei!"

Kali ini, tangan kiri Lucidna yang tertangkap. Gadis itu sudah merasakannya kemarin saat dipaksa untuk tidur lagi, tapi tenaga Novel benar-benar kuat. Dia langsung berhenti bergerak, tidak bisa maju.

"Kalau mau ke sana–"

"Kalau tidak mau aku ke sana, ada caranya."

Novel mengerjap. Ia sempat panik mengira mengatur Lucidna sesuai kemauannya akan susah. "Gimana?"

Masih dengan tangan ditahan, Lucidna berbalik. Kini mereka berhadapan, lebih cepat dari dugaannya.

"Aku akan menghindarimu lagi."

"Apa?"

"Aku tidak akan mendengarkanmu meski sebagai ketua kelas sekali pun," ancam Lucidna.

Ia menyadari, lelaki ini bukan hanya punya otoritas di kelas sebagai ketua, tetapi juga kuat. Mau menghindar seperti apa, ia akan tertangkap lagi, apalagi ia mudah mengantuk.

Novel tampak tak terima tiba-tiba diancam. "Kamu harus jelasin dulu, baru aku ngerti. Aku salah apa, Lucidna?" Tatapannya seolah terluka. "Kamu nggak bilang apa-apa saat kita di UKS lalu hari ini kamu menghindariku."

Saat mendengarkan itu, Lucidna seperti mendengarkan dirinya sendiri saat bercerita ke mamanya kemarin. Ia menoleh saat tangan kanannya juga digenggam, tapi kali ini dengan lembut.

"Aku cuma berusaha yang terbaik untuk kamu, temanku, juga anak baru. Jadi, kenapa kamu begini? Aku salah apa?" Nadanya begitu frustasi.

Apa Lucidna merasa jahat mendengarnya? Sama sekali tidak.

Dia hanya tidak menyangka Novel akan bereaksi secepat ini, bahkan sebelum ia bergerak untuk mencari informasi diam-diam.

Dia tidak kasihan.

Karena saat diperlakukan seperti itu, ditinggalkan dalam gelap, mengetahui semuanya saat selesai, orang yang merasakan frustasi hanya yang menerima, bukan yang memberi.

"Lucidna."

"Apa?"

"Kamu nggak benci aku kan?"

"Iya."

Jantung Novel terasa berhenti. Baginya, jawabanya Lucidna absurd. Iya apa? Iya bukan atau iya benci, Novel tidak yakin.

"Aku cuma benci kalau aku dibohongi dengan alasan semua ini demi kebaikanku." Lucidna tersenyum pahit, entah apa alasannya, hal itu membuat Novel gemetaran.

Karena dia tahu, dia melakukannya.

"Aku ... capek jadi teman orang seperti itu."

19-01-2025 |1390 kata

Author note

KAWAL MEREKAAAA

AAAAAA

JANGAN PERANG DINGIN DONG (tapi mungkin akan sering terjadi)

Lucidna bisa setega itu ya😭orang tega terlahir dari orang baik yang dibuat habis kesabarannya /heh/

😭SHIP INI MERESAHKAN KARENA MASALAH KOMUNIKASI DOANG BEGINI AMAT

UNTUNG BAGI MEREKA CUMA SEHARI BEGITU 😭😭😭😭😭😭😭😭
#kawalLuvel

Luvel (Lucidna x Novel)

TERIMA KASIH YANG SUDAH MENDUKUNG DENGAN MENINGGALKAN JEJAK VOTE DAN KOMENTAR AAAAA

TERHARU

MEMOTIVASI YEMI MEMBACA

SO PROUD OF YOU 💗💗💗💗💗

TERIMA KASIH ATAS DUKUNGAN KALIAN SEMUA🌷💗

‧༓☾𝙼𝚊𝚢 𝚌𝚕𝚘𝚟𝚎𝚛 𝚋𝚎 𝚠𝚒𝚝𝚑 𝚢𝚘𝚞☽༓

Kepak kupu-kupu di atas daun semanggi,
Peluk hangat untuk semuanya dari Yemi
┈˚୨୧⋆。⛧˚ ⋆ 🦋

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top