◌26. Apa Papa Kecewa?◌

"Someday you will be okay, even not everyday, just rest and let your soul breathing. You will be fine."

-Lucidna Jingga


Ruma—mama dari Lucidna—menggenggam erat tangan putrinya selama mereka menyusuri koridor, menuju parkiran motor.

"Tenang, Lucidna, Mama percaya kamu."

Lucidna tersenyum penuh paksaan. "Terima kasih, Ma."

Sejujurnya, bagi Lucidna, itu tidak mengubah apa pun. Tidak dengan orang-orang yang melihatnya sebagai pelaku. Hukuman skors yang ia terima, padahal tak melakukan kesalahan.

Ruma baru melepaskan genggaman ketika mereka sudah menemukan motornya. Ia menaiki motor, menyalakan mesin. "Ayo pulang."

"Iya."

Sepanjang perjalanan, Lucidna tidak memikirkan apa-apa. Ia hanya menatap apa pun yang ada di depan. Angin yang membuat rambutnya bergerak hingga mengenai wajahnya pun tak ia tahan. Ruma yang melihat itu dari kaca spion merasa cemas.

Ia ingin sekali mampir ke warung atau kafe, barangkali itu menghibur Lucidna. Namun, saat ini mereka benar-benar harus langsung pulang.

"Lucidna, nanti di rumah jangan berwajah seperti itu."

Lucidna mendengar itu hanya sebagai kata-kata hiburan seolah dia harus kuat. Itu membuat perasaannya makin sakit.

Terlepas dari perasaannya, ia menjawab tanpa bersungguh-sungguh. "Iya."

Motor berhenti di depan pagar rumah. Lucidna turun, berniat menggeser pagar itu. Kesadarannya yang sedikit hampa daripada saat di UKS seperti dilemparkan lagi hingga menekan kepala. Sebuah mobil terpakir di garasi rumah mereka.

Lucidna berbalik, bertanya pada Ruma. "Apa Papa tahu?"

Ruma menuntun motornya masuk garasi rumah. Setelah itu, ia menggenggam tangan Lucidna lagi. "Ada Mama, nggak apa-apa Lucidna."

Lucidna merasa jantungnya akan keluar sekarang juga. Jawaban itu secara tidak langsung membawa pesan kalau papanya tahu dan tidak merasa senang.

Ruma membuka pintu. Seorang pria dengan kemeja biru duduk di sofa sambil melihat layar laptop yang diletakkan di atas meja. Pria itu menoleh sesaat sebelum kembali fokus pada laptopnya.

"Lucidna, nanti Papa mau ngomong. Kamu ganti baju dan makan dulu."

Lucidna tidak berani bersuara. Terlepas dari dia tahu dia tidak membuat masalah di sekolah dan difitnah, suara dan keberaniannya hilang lagi.

Karena itu, ia melepaskan genggaman mama-nya, lalu berjalan tanpa suara ke kamarnya. Ia menutup pintu dengan sangat hati-hati, berusaha tidak mengeluarkan suara sedikit pun.

Sayangnya, pintu dan kamar itu tidak kedap suara orang lain, kecuali mereka berbicara dengan berbisik.

"Apa kata sekolah?" Terdengar suara pria itu. Irram, papa-nya.

Lucidna naik ke kasur, menuju ke sudut. Ia mengambil bantal lalu menutupi wajahnya dengan itu.

"Lucidna belum mau cerita." Itu suara mama-nya.

"Dasar bodoh!"

Lucidna harap ia tertidur sekarang.

"Pa! Nggak usah marah-marah!"

"Kalau tidak mau saya marah, kenapa suruh saya pulang? Cuma buat kasih tahu anak kamu bikin masalah?"

Lucidna harap meskipun telinganya mendengar jelas suara di luar, mata dan pita suara tetap diam dan menyembunyikan air mata bukti kehancuran hatinya.

Tangannya akan berusaha yang terbaik untuk menyembunyikan wajah dari tatapan papa dan mama-nya.

"Kalau anak saya bermasalah, lalu kamu orangtuanya cuma bisa marah? Berarti kamu juga bermasalah! Nggak mau ngerti perasaan anak! Lucidna itu anak kamu juga!"

Lucidna ingin sembunyi di tempat suara lenyap. Ia ingin bernapas. Rasanya napasnya membunuh hatinya berkali-kali.

"Saya bilang nanti saya bicara dengan Lucidna! Saya bilang dia bodoh, karena harusnya dia bisa bicara melindungi dirinya sendiri! Sudah diajari berapa kali, tetap saja–"

Permohonan Lucidna terkabul.

Ia tidak lagi mendengar suara tinggi yang memanggil namanya. Ia tidak lagi menerima perasaan marah dari orang yang disayangi dan dihormatinya.

Untuk saat ini, rasa kantuk yang kuat menjadi penyelamat pikirannya tepat sebelum itu menjadi lebih kotor lagi dengan kebencian pada dirinya sendiri.

07-02-2025 | 574 kata

Crei, hug Lucidna😭

‧༓☾𝙼𝚊𝚢 𝚌𝚕𝚘𝚟𝚎𝚛 𝚋𝚎 𝚠𝚒𝚝𝚑 𝚢𝚘𝚞☽༓

Kepak kupu-kupu di atas daun semanggi,
Peluk hangat untuk semuanya dari Yemi
┈˚୨୧⋆。⛧˚ ⋆ 🦋

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top