◌15. Bisa Bicara Pelan-pelan?◌

"Love and sympathy intertwine in a profound embrace, both have desire to illuminate another person's happiness."

-Lucidna Jingga

Ruang sempit seperti toilet itu sempurna untuk bersembunyi.

Dinding berbahan keramik terasa lembap. Namun, ia bersandar di sana, sembari mengusap kasar mata yang sembab. Dentum jantungnya keras, tetapi tidak sekeras usaha Lucidna menahan tenggorokannya agar tidak mengeluarkan suara sesenggukkan.

Ia tahu ini memalukan, menangisi masalah yang ia ciptakan sendiri. Benar-benar memalukan, tidak jelas, tidak logis.

Ia berdiam diri di dalam toilet entah berapa lama. Ia sadar tidak boleh lama-lama di sana setelah tubuhnya mulai mengantuk lagi.

"Sumber masalahku," gumamnya penuh benci. Ia mengambil air dengan gayung, lantas menyiram wajahnya dengan hati-hati agar tak mengenai seragam.

Walaupun rasa mengantuknya hilang untuk saat ini, karena tahu ini bukan cara yang bertahan lama, ia menyiram lagi.

Lagi.

Lagi.

Karena aku seperti ini!

Ia menyalakan kran karena air di bak hampir habis. Menyiram lagi dan lagi meski hidungnya mulai merasa kedinginan dan mengeluarkan lendir bening yang encer. Rasa kantuk yang menghilang sesaat digantikan rasa pusing yang amat berat.

Memang aku membersihkan apa?

Memang aku menghilangkan apa?

Nggak ada. Nggak ada!

Suara ketukan pintu kamar mandi menyadarkannya. Ia berhenti melampiaskan emosi pada wajah dan air yang terbuang sia-sia.

"Halo?" panggil seseorang di balik pintu.

Lucidna tidak mengenali suara itu. Ia mematikan kran air, lalu meletakkan gayung. "Apa?"

"Aku sedang mencari orang bernama Lucidna."

"Kenapa cari dia?" tanya Lucidna cukup lantang. Ia tidak bermaksud sekeras itu, jadi ia mengatur napas, mengendalikan ombak emosi dalam diri agar diam.

"Temanku mencarinya."

Lucidna mendekatkan diri ke pintu, memastikan pintu itu terkunci. "Aku nggak tanya siapa yang mencarinya, aku tanya kenapa? Paham?"

"Jangan-jangan kamu Lucidna?"

"Iya, aku." Lucidna mengaku cepat. "Kamu siapa?"

"Ah, aku temannya Novel! Namaku Violet."

Lucidna tidak percaya orang lain. Lalu semua orang yang ada di kelas tadi bisa saja mendengarnya bertengkar dengan Novel, lalu berusaha mengerjainya.

Apa aku berlebihan? batin Lucidna, menundukkan kepala.

"Apa kamu akan percaya kalau aku bilang aku pacar Vodo?"

Lucidna refleks mengangkat kepala. Ketika dia mendengarkan cerita Novel kemarin, dia tahu ada satu lagi nama laki-laki yang bersama temannya. Vodo.

"Nggak apa-apa kalau Lucidna masih lama, aku mengabari Novel dulu."

Lucidna segera menarik kunci, lalu menarik gagang pintu agar terbuka. Sesaat ia keluar, gadis yang sedikit lebih tinggi darinya terlihat terkejut. Gadis itu menggenggam handphone, jemarinya tidak bergerak, mungkin efek dari Lucidna tiba-tiba keluar tanpa aba-aba.

"Ada apa? Kenapa Novel mencariku?'

"Nggak, kok, nggak ada apa-apa–"

"Jangan bohong, Violet! Kalau kamu pacar Vodo, teman dekatnya Novel, kamu juga ..." Lucidna berhenti berbicara.

Oh. Ini ternyata. Lucidna menunduk lagi. Ia hampir mengatakan kalau Violet pasti tahu kemampuan Novel. Tapi bagaimana jika tidak? Walaupun Lucidna menganggap wajar teman terdekat berbagi rahasia, bagaimana jika sebenarnya Novel tidak seperti itu?

Saat di kelas pun, apa Novel akan mengatakannya kalau Lucidna tidak menunjukkan isi pikirannya atua kebetulan melihat ada yang janggal?

"Lucidna, aku sudah tanya ke Novel, tapi dia bilang mau bilang sendiri. Dia cuma mau tahu kamu di mana jadi aku bilang kamu di sini. Kamu ada masalah dengannya ya? Dia itu softboy, people pleaser syndrom, introvert juga, jangan dimusuhi lama-lama, ya. Lebih baik salahkan dia habis-habisan kalau dia yang salah, meski aku kesulitan membayangkan dia berbuat salah.

Lucidna kehabisan kata-kata mendengarkan Violet berbicara panjang dan cepat.

"Hah? Kamu mau bilang apa?" tanya Lucidna, memastikan kembali karena kecepatan bicara tadi justru membuat pikirannya kosong. "Novel mau bilang maafkan dia?"

"Novel, yah, aku nggak tahu dia mau bilang apa. Terkadang dia to the point, terkadang dia bermain-main kata dulu, bertele-tele, terkadang juga nggak ngomong sama sekali, tahu-tahu panik. Tadi juga tiba-tiba minta cari kamu. Tapi yang minta kamu maafkan dia itu siapa? Aku hanya mengatakan kalau jangan memusuhi dia lama-lama. Kalau marah tumpahkan di depannya."

Lucidna menyentuh kening. Hangat.

Apa karena tadi aku menahan dingin dan pusing jadi sekarang otakku tidak secepat biasanya? Lucidna jelas mendengar semuanya tapi tetap kesulitan mengambil intinya.

Handphone Violet berdering, hanya dalam sedetik ia mengangkatnya. "Iya, kosong, masuk saja kalau berani. Oh nggak? Ya sudah, aku ke sana dengannya. Iya, sama-sama," ucap Violet, bicaranya semakin cepat.

"Siapa itu? Novel" tanya Lucidna.

"Iya, Novel. Oh apa kamu sakit? Kamu kelihatan capek dan pucat." Violet hendak mengulurkan tangannya, tapi berhenti di tengah-tengah. "Kamu terlihat senang meskipun keadaanmu terlihat tidak baik."

Senang? Setelah sekali bisa mendengarkan semua ucapannya, ia tetap tidak mengerti apa yang ia maksud.

Violet mengenggam tangan Lucidna, menariknya pelan. "Kamu nggak tahu kamu tersenyum? Nggak apa-apa, sih, kadang-kadang memang begitu kan?"

Mereka mulai melangkah meninggalkan toilet perempuan.

"Kadang-kadang apa?"

"Senyuman tetap bisa muncul meskipun kamu nggak menyadari alasanmu tersenyum. Itu refleks," ucap Violet. Ketika ia melihat Novel sudah menunggu, berdiri di tengah lorong beberapa langkah dari pintu masuk toilet perempuan, ia ingin menyapanya.

Niat itu berhenti ketika Novel sama sekali tidak fokus padanya. Mata cemerlang itu hanya menatap gadis lemah di sebelahnya.

"Apa dia alasanmu tersenyum?" bisik Violet.

"Tolong bicara pelan-pelan, dari tadi aku nggak paham."

Violet berhenti melangkah. "Nggak apa-apa, Lucidna."

Lucidna menoleh ke arah Violet. Gadis itu melepaskan genggaman tangannya. Baru saja ia ingin bertanya lagi, Novel tiba-tiba menyentuh pundak, dahi, lalu kepala bagian belakang dengan terburu-buru.

"Untung saja."

Lucidna tidak berani bertanya apa maksudnya itu. Mata cemerlang itu menatapnya penuh kekhawatiran bercampur ketakutan. Tangannya yang masih menyentuh kepala belakang Lucidna sedikit gemetaran.

"Lucidna." Suara Novel tidak seceria biasanya. Pandangannya berubah dipenuhi kesedihan.

"Ya?"

"Kalau kamu ... nggak suka ... berteman denganku," ia terbata-bata, "mau berteman dengan Violet saja?"

Sebelum Lucidna dapat menjawab, Novel panik lalu melangkah mundur. Dari belakang, Violet menjambak rambutnya.

"Hei, aku yang menentukan temanku. Kamu memang temanku, tapi bukan mesin pencari teman. Enak saja tiba-tiba bilang begitu."

"Violet, tanganmu kasar banget, diajari Vodo? A! A! Sakit! Lucidna tolong aku."

Lucidna hanya bisa berkedip kebingungan, tidak dapat mengerti dia sedang berada di situasi apa.

"Kenapa jadi Vodo? Salah kamu juga memintaku bergaul dengannya. Jangan salahkan pacarku, kamu yang salah tahu."

"Iya, tahu, maaf ya. Boleh lepasin nggak? Aku takut botak," pinta Novel memelas.

Bukannya berhenti menjambak rambut lelaki itu, Violet tiba-tiba mengalihkan pembicaraan pada Lucidna.

"Nih, kalau marah dengannya jambak saja. Jangan mau disuruh-suruh tanpa alasan. Lebih mudah dan memuaskan daripada sendirian di kamar mandi, kan, Lucidna? Ah tapi kalau Novel, mana mungkin kamu tega. Ya sudah, aku lepas."

Setelah dilepaskan, Novel segera mengambil langkah untuk menjauhi Violet. Ia merapikan rambutnya sambil mengeluh.

Sementara Lucidna hanya diam saja, berusaha menerjemahkan perkataan Violet serumit mungkin.

Yang penting artinya bukan aku suka dengan Novel.

Ini bukan suka.

27-01-2025 | 1094 kata

Tadi awalnya badmood
2 × 25 menit nulisnya cuma dapat 200 an
Terus next lupa timer 2x
😭kemunculan Violet teh nggak direncanakan.

Violet di sini itu perannya seperti Vodo

Iya pokemon (bukan)

Tadinya kupikir Kayala yang bakal mausk di chapter ini, ternyata chara baru. Novel melihat apa tuh sampai cek kepala dengan cemas-cemas

Baiklah saatnya memikirkan bagaimana cara memisahkan mereka lagi /heh/

😭Lihat kan kalau ada Novel, Lucidna senantiasa aman

Anyway

TERIMA KASIH ATAS DUKUNGAN KALIAN SEMUA🌷💗

‧༓☾𝙼𝚊𝚢 𝚌𝚕𝚘𝚟𝚎𝚛 𝚋𝚎 𝚠𝚒𝚝𝚑 𝚢𝚘𝚞☽༓

Kepak kupu-kupu di atas daun semanggi,
Peluk hangat untuk semuanya dari Yemi
┈˚୨୧⋆。⛧˚ ⋆ 🦋



Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top