Ch. Sixteen : Why Would You?
[Yuhuuu! Selamat membaca chapter terbaru. Anyway, di Karyakarsa kataromchick udah sampe chapter 33, ya. Dua chapter lagi untuk cerita inti, ya. Cerita ini udah mau tamat di Karyakarsa. Happy reading semuanya 💙. Dibawah ini aku bakalan kasih preview chapter 32&33.]
She's got you mesmerized, while I die.
Why would you ever kiss me? I'm not even half as pretty.
Kaivan terkejut dengan ucapan Arvi yang begitu jauh dari kata tenang. Jauh dari kata kalem. Jauh dari kepribadian Arvi yang biasanya selalu Kaivan lihat begitu menyejukkan. Kali ini Arvi jujur saja ... menyeramkan. Menyeramkan untuk ditatap dan kemungkinan untuk lebih seram bagi kondisi hubungan mereka juga begitu besar.
"Why would you ever kiss me? I'm not even half as pretty, Kak. Why do you even fuck me?!"
Kata-kata 'fuck me' tidak terdengar seksi sama sekali dalam situasi saat ini. Justru bagi Kaivan dia merasa takut untuk mendengar lebih banyak kata-kata yang tidak biasanya digunakan Arvi dan bisa keluar malam ini.
"Jawab, Kak! Kenapa kamu melakukan semua itu denganku?! You don't even like me in the first place!!! You're just toying me like others! For you, it was easy to fuck somebody who stare at you with all lust—"
Kaivan tidak membalas ucapan kekasihnya yang begitu kental akan kemarahan. Dia menghentikan Arvi melanjutkan kalimatnya dengan menginjak gas secara tiba-tiba. Dia tidak ingin Arvi bicara lebih banyak lagi. Meski menginjak pedal gas tidak akan membuat perempuan itu berhenti sama sekali. Nyatanya, Arvi memang tidak melanjutkan kalimatnya tadi yang mengatai Kaivan adalah pria yang mudah meniduri siapa pun yang menatapnya hanya dengan nafsu saja. Namun, Arvi terus menangis dengan begitu kesal. Paham, kan, tangisan seseorang yang didasari kemarahan? Begitulah yang Arvi tunjukkan sekarang ini.
"Bego banget. Dari awal aku memang bego. Temen-temenku terus kasih warning supaya aku nggak lebih deket sama kakak tingkat yang memang nggak sepadan denganku. Jadi perempuan tolol, murahan, nggak tahu diri pula!"
Kaivan tidak senang mendengar Arvi yang mengatai diri perempuan itu sendiri. Arvi bukan perempuan bodoh. Dia tahu seluruh konsekuensi dari meneruskan perasaan sukanya pada Kaivan. Dia hanya menggunakan kesempatan yang Kaivan lakukan. Dengan seluruh sentuhan yang sengaja Kaivan berikan, perempuan itu luluh dari instingnya untuk kabur. Dia tidak menggunakan kesempatan untuk kabur dari Kaivan. Dia membuka pahanya dengan lebar karena ulah Kaivan yang memang sengaja memancing. Padahal Kaivan tahu, perempuan adalah makhluk yang mudah sekali tersipu dan berubah pikiran hanya karena rayuan, baik rayuan dari kata-kata atau bahkan perlakuan.
Kaivan adalah pihak yang benar-benar bersalah. Dia juga yang bodoh mengira bahwa semakin wajahnya dikenal, maka akan ada risiko pada hubungannya dan Arvi yang memang kacau sejak awal. Dia harusnya menghentikan semua ini. Namun, perasaan tidak rela bergumul. Kaivan tidak bisa jika membiarkan Arvi pergi dan meminta putus begitu saja. Ini bahkan baru hampir menginjak satu bulan mereka benar-benar menjadi pasangan kekasih.
Tapi ngapain masih dilanjutin? Gue bisa tidur sama Angela.
Kaivan memang bisa saja kembali ke kehidupannya seperti sebelum Arvi mengacaukan. Namun, Kaivan tidak merasa bahwa dia bisa melakukannya. Sebelum Arvi mengacaukan pikirannya, dia memang bisa biasa saja. Tapi hampa mengelilingi hidupnya. Jujur saja, Arvi memberikan dorongan berbeda baginya dan itu tidak didapatkan dari perempuan lain. Apa efek main-main sama hari perempuan baik begini?
"Ke mana lagi aku dibawa sekarang?! Kenapa nggak kita selesaikan aja semuanya—"
"SHUT UP!"
Kaivan pada akhirnya membentak perempuan itu. Dia tidak ingin mendengarkan protes dan pembahasan mengenai perpisahan. Setidaknya bukan sekarang waktu membahas mengenai perpisahan atau apa pun. Dia tadinya malah berpikir untuk bersantai-santai dengan kekasihnya, tapi sepertinya malam ini tidak akan ada situasi yang santai. Yang ada hanyalah perdebatan, dan jika memang terpaksa, Kaivan akan memaksa mereka bertengkar dengan cara bercinta.
***
"Turun." Kaivan berkata.
"Aku nggak mau."
Kaivan tahu, ini akan menjadi pertengkaran yang tidak mudah. Mungkin akan membutuhkan waktu beberapa hari untuk bisa membuat emosi Arvi mereda. Apa pun itu, yang terpenting Kaivan tidak ingin putus. Kedengarannya memang seperti pacar yang cengeng dan obsesif. Namun, itulah yang memang Kaivan inginkan.
Tidak bisa menyuruh Arvi untuk menuruti dari perkataan, maka Kaivan memilih untuk melakukan dengan caranya yang talkless do more. Dia turun dari mobilnya lebih dulu dan membuka kursi penumpang dimana Arvi berada. Pria itu menggendong Arvi yang memang tidak begitu saja diam. Arvi menyulitkan Kaivan bergerak membawa perempuan itu untuk masuk ke rumahnya sendiri. Namun, tenaga Arvi memang tetap tidak bisa dibandingkan dengan Kaivan yang seorang laki-laki dan diciptakan lebih kuat secara fisik.
"Lepaaassss!" seru Arvi.
Kaivan tidak mengindahkan seruan itu. Dia banting Arvi di atas ranjang pria itu dengan napas terengah. Menggendong Arvi dengan segala perlawanannya tetap membuat Kaivan agak kewalahan.
Kaivan bergerak untuk segera mengunci pintu kamarnya dan membuang kunci itu sembarangan, tidak peduli jika nantinya dia akan kebingungan mencarinya.
"Aku nggak mau disini! Aku mau berhenti sama kamu, Kak! Berhenti mempermainkan aku. Berhenti menyentuhku!"
Kaivan mendorong bahu Arvi untuk telentang dan mengunci kaki perempuan itu. Dia menekan kedua tangan Arvi yang terus berusaha mendorong dada Kaivan untuk mendekat.
"Don't ever fucking touching me!" teriak Arvi kembali.
Kaivan bisa menggunakan tangan kirinya untuk mengunci kedua pergelangan tangan Arvi, dan dia sudah cukup terampil untuk menegakkan rahang perempuan itu agar menatapnya sepenuhnya.
"Why now, Garvita Yochana? Kenapa baru sekarang kamu merengek nggak mau aku sentuh? Kemana aja kamu sebelumnya? You love it. You always say my name loudly. You! You are the one who wants me to fuck you deeply."
Kaivan bisa melihat air mata kekasihnya yang mengalir dari ujung kedua mata perempuan itu. Arvi yang tidak mau diam membuat Kaivan mengerahkan caranya dengan mengatakan hal-hal yang membuat perempuan itu seketika saja merasa bersalah sendiri.
"Sejak awal memang kamu yang menginginkan aku untuk menyentuh kamu lebih jauh. Kamu yang memberikan kesempatan itu. Kamu memberikan tubuh kamu supaya bisa jadi pacarku, Arvi. Kamu menyerahkan tubuh kamu seperti orang bodoh karena kamu ingin selalu berada di pelukanku. Kamu tarik ulur kesabaranku, karena kamu mau aku berusaha dan memohon-mohon supaya kamu nggak pergi. Kamu mengancamku dengan hal itu supaya kamu dapat status yang kamu inginkan dariku. Aku turuti."
Semakin Kaivan bicara, semakin diam Arvi. Namun, tangisan perempuan itu tidak berhenti.
"Sekarang, saat kamu mendapatkan semua itu dariku, untuk apa kamu membuat drama begini? Jangan menyentuh kamu? Are you kidding me? Kamu yang menginginkan semua ini, Arvi. Kamu menginginkan aku. Semua yang kamu lakukan, perlawanan kamu ini, hanya untuk menarik perhatianku. Kamu hanya ingin aku memohon-mohon lagi ke kamu kalo aku biarin kamu pergi, kan?"
"Nggak ..." Arvi berusaha bicara dengan lemah.
"Ya. Kamu memang sengaja melakukannya."
Kaivan menyentuh permukaan bibir sang kekasih secara perlahan. Arvi yang mulai melemah dengan perlawanannya membuat Kaivan memiliki kesempatan untuk membelai lembut wajah perempuan itu.
"You love me, Arvi. Aku tahu kamu melakukan semuanya karena kamu mencintaiku."
Menyatukan kedua dahi mereka, Kaivan secara pasti mulai mengecup bibir Arvi. Dia membawa perempuan itu untuk kembali pada tujuannya ketika mau-mau saja dibawa kesana kemari oleh pria itu.
"Stop thinking about the others, Vi. I'm yours."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top