Ch. 11 : I Miss You When It's Quite

[Hai! Chapter ini bermuatan dewasa, jadi yang mau baca full special chapter nya sudah ada di Karyakarsa kataromchick. Bagi yang udah baca chapter 11 + special chapter disana, bisa langsung chapter 23&24 yang sudah bisa dibaca lebih cepat. Happy reading semuanya 💙.]

My love brings all the lions. 

I don't assume that you knew. That I miss you when it's quiet.

Oh, it's true, I want you.

Arvi tidak mengerti kenapa dia kembali disini.  Di rumah pria yang tidak ingin dirinya temui karena sudah mengatakan hal yang menyakitkan bagi perasaan Arvi. Meski Arvi berhasil untuk dibawa ke rumah Kaivan, nyatanya bibir perempuan itu tetap bungkam. Dia tidak ingin mengatakan apa pun yang bisa membuatnya salah mengartikan segalanya yang ada diantara mereka. Arvi merasakan sakit hati luar biasa ketika mata mereka saling bertabrakan ketika Kaivan menutup pintu rumahnya dan masih berusaha mengamati Arvi. Pria ini, sama sekali tidak memberikan Arvi jeda untuk bisa sendiri. 

Arvi tidak ingin membuat masalah dengan Kaivan lebih panjang dan lebih banyak lagi. Dia tidak akan kemana-mana dengan pria ini. Meskipun dia sudah menyerahkan dirinya pada Kaivan sebelumnya, Arvi mengumpulkan niatan untuk tidak menyesali apa pun lagi. Dia sudah melakukan kesalahan, dan kesalahan itu tidak bisa diubah sama sekali. Jika terus menerus disesali tidak akan ada habisnya. Maju melangkah untuk kehidupannya adalah yang terbaik. 

"It's more than a week, Arvi." 

Pria itu mengucapkannya sembari mendekati Arvi. Ada jarak yang coba dipangkas oleh Kaivan. Arvi berusaha untuk mundur, tapi percuma. Selama dia masih ada di dalam rumah itu, maka Kaivan akan dengan mudahnya menariknya dalam rengkuhan kuatnya. 

"I want you to talk to me. Katakan, Arvi. Katakan apa saja. Jangan diam seperti ini. Aku udah bilang, aku mau bicara dengan kamu." 

Arvi menguatkan diri. Dia membalas tatapan Kaivan yang sudah berada begitu dekat dengannya, hingga membuat Arvi harus mendongak lebih agar bisa bicara dengan pria itu.

"Nggak ada yang ingin aku bicarakan dengan Kak Ivan. Semuanya udah jelas. Please, Kak. Dari awal Kak Ivan memang nggak mau ribet ngurusin cewek kayak aku. Lebih dari satu Minggu ini adalah jarak yang sengaja aku ambil untuk nggak buta. Aku harus tahu diri, sadar diri. Bahwa aku nggak seharusnya ada di sini. Kenapa Kak Ivan bikin aku di sini lagi?" 

Kaivan menyentuh wajah Arvi. Pria itu merekatkan kening mereka. Hal tersebut secara alami dilakukan. Arvi sendiri tampaknya sudah terlalu terbiasa dengan seluruh kontak fisik dengan Kaivan, makanya hanya bisa berdiri membiarkan. Bagaimana pun, cinta yang dia miliki untuk Kaivan memang mengikatnya hingga sulit sekali untuk keluar dari belenggu tersebut. 

"Kak, aku mau balik kos—" 

Kaivan menghentikan ucapan Arvi. Pria itu melumat bibir perempuan yang tidak bisa lagi dirinya lepaskan dengan mudahnya. Tidak ada yang tahu kenapa Kaivan bisa begitu erat menggenggam Arvi seperti ini. Tidak mengizinkan Arvi untuk pergi kemana pun. Bahkan malah merekatkan wajah mereka dengan menggebu-gebu. 

"Kaivan ... stop." 

Ditengah lepasnya bibir Kaivan yang terus menuntut, Arvi merasakan lehernya diciumi secara brutal. Hal itu mempengaruhi tubuh Arvi yang lainnya untuk bereaksi terhadap sentuhan Kaivan. Tubuh Arvi lemas karena Kaivan tidak menyerah meski Arvi menyuruh pria itu berhenti. Bagaimana mau berhenti, jika yang keluar dari mulut Arvi saja serupa dengan desahan di telinga Kaivan? 

Secara otomatis, Arvi mundur setiap kali Kaivan memang mengarahkan tubuh mereka. Kaki Arvi merasakan sofa yang memang ada di rumah Kaivan itu. Tidak tahu harus bersyukur atau tidak, sofa bed yang luas itu sudah mampu menjadi pengganti kasur. Tanpa harus berjalan lebih lama menuju kamar—yang pasti akan Arvi tolak lebih lagi—Kaivan menidurkan tubuh Arvi di sana. 

Wajah Arvi memerah hingga leher perempuan itu. Napasnya tersengal akibat Kaivan yang terus memberuntun serangan ke seluruh tubuh Arvi. Buah dada Arvi diremas begitu keras. Memberikan sensasi tidak biasa untuk Arvi. Meski dia menyentuh tangan Kaivan dan berniat untuk meminta pria itu berhenti. Nyatanya, sentuhannya pada tangan Kaivan itu malah membuat pria itu semakin menggila. 

Antara hati nurani dan hati dipenuhi nafsu Arvi terus berdebat. Arvi masih mencoba untuk tidak terbawa suasana. Dia tidak ingin cinta menguasai akal sehatnya. Namun, Kaivan yang terus mengecupi seluruh tubuh perempuan itu, memberikan bisikan jahat, "I want you, Arvi. I really want you." Mendorong akal sehat Arvi untuk terus pergi meninggalkannya jauh. 

Arvi memejamkan matanya begitu kedua kakinya dilebarkan oleh Kaivan. Rok yang dipakainya tersingkap hingga ke ujung paha. Arvi tidak merasakan Kaivan menariknya lepas. Justru yang Arvi dapati adalah kepala Kaivan yang menyelinap diantara rok tersebut dan membuat gebrakan di bagian tubuh Arvi yang paling privat itu. Seluruh tubuh Arvi menegang, dia tidak bisa berpegangan pada apa pun selain meremas permukaan sofa yang tidak bisa ditangkap dengan tangannya begitu saja. 

Arvi tidak tahu apakah Kaivan memang memiliki ikatan batin dengannya atau apa pun, dia mendapati Kaivan memberikan genggaman padanya. Arvi tidak menyiakannya, dia menahan diri untuk tidak menggeramkan nama pria itu. Namun, jilatan yang dirasakannya mulai menusuk bagian dalam kewanitaannya, Arvi tidak sanggup untuk tetap diam. Dia membuka bibirnya untuk memuja nama Kaivan secara konstan. 


[Cuplikan chapter 23 & 24 Di Karyakarsa kataromchick.]

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top