Don't Fall Asleep : 1

Angin mendesau membuat dedaunan di sekitar bergemeresik. Aku berdiri di balik pohon yang cukup besar. Barisan pohon menjulang tinggi sekan terhubung dengan langit malam.

Krak, krak, krak.

Sebuah suara muncul dari arah belakangku. Lebih tepatnya, seperti langkah seseorang yang menginjak ranting atau dedaunan kering di tanah.

Bulu kudukku berdiri, dan badanku berdiri lebih tegak.

Tak jauh dari tempatku berdiri, aku melihat sebuah rumah. Dengan perlahan, aku berjalan. Sesekali berpindah di balik pohon satu dan yang lain untuk bersembunyi.

Aku mengatur napas dan mencoba untuk mendengarkan suara di sekitar. Sambil berjalan, sesekali aku melirik ke belakang. Memastikan tak ada yang mengikutiku.

Beberapa meter setelahnya aku telah sampai di depan rumah. Tanganku sudah memegang knop pintu.

Setelah terbuka, kemudian aku masuk dengan hati-hati. Mataku memperhatikan seluruh isi ruangan. Banyak sarang laba-laba dan debu di mana-mana. Benda-benda di dalamnya juga berserakan, dan udara terasa lembab.

"Permisi." Tak ada jawaban.

Lantas kucoba sekali lagi, "Apakah ada orang di sini?"

Lagi-lagi tak ada jawaban selain suara napasku yang terengah-engah.

Lambat laun suara langkah kaki itu terdengar kembali. Mendekat. Hingga makin nyaring.

Sial, sekarang apa yang harus kulakukan?

Aku mengintip dari bawah jendela. Kacanya kotor dan penuh dengan debu. Tak ada cahaya yang menerangi kecuali cahaya bulan.

Aku kembali memperhatikan seluruh ruangan. Lalu sesekali mengintai dari balik jendela. Dari kejauhan, tampak sebuah cahaya terang. Seperti sesuatu yang menyala dan makin mendekat.

Tubuhku merosot ke bawah, tepat di bawah jendela.

Tap, tap, tap.

Seperti sebuah ketukan. Bukan hanya sekali, namun berkali-kali. Napasku tersenggal-senggal dan jantungku berdegup tak karuan.

Perlahan aku bangkit lalu melihat keadaan di luar. Jantungku hampir copot saat sebuah tangan muncul dan memukul kaca jendela tepat di depanku.

Aku segera menjauh. Lalu masuk lebih dalam lagi ke rumah. Mencari tempat persembunyian yang aman. Aku pergi ke suatu ruangan, lalu terdengar suara yang datang dari arah pintu tempatku masuk tadi.

Di sudut ruangan terdapat lemari. Terbuat dari kayu dan tak terlalu besar. Namun entah kenapa aku mencium bau gosong atau sesuatu yang terbakar. Dengan cepat mataku menyisir seluruh ruangan, mungkin saja ada sesuatu yang terbakar di suatu tempat. Nihil. Aku tak menemukan apa pun.

Tanganku terulur, menyentuh pintu lemari. Kubuka lemari lantas masuk ke dalamnya. Perlahan kututup pintunya dan menunggu. Dengan susah payah kuatur napasku agar tidak menimbulkan perhatian ke arah lemari.

Mungkin hanya beberapa detik. Namun terasa seperti beberapa menit. Tak ada suara apa pun.

Mengumpulkan segenap keberanian, perlahan dan sedikit demi sedikit kubuka pintu lemari. Tak ada siapa pun.

Dengan hati-hati, aku bangkit dari posisi dudukku. Mengeluarkan kepalaku lebih dulu untuk mengintip. Kemudian mengeluarkan keseluruhan badanku.

Aku berjalan ke arah jendela di ruangan ini. Melihat keadaan sekitar. Di luar tampak sepi. Hanya pepohonan yang terlihat. Tak ada seorang pun di luar sana.

Entah kenapa aku merasa ada sesuatu di belakangku. Aku menoleh dengan perlahan. Lalu perhatianku tertuju pada lemari tempatku bersembunyi tadi. Di sana—di atas lemari, ada sebuah makhluk berbadan hitam dan bermata merah. Yang ternyata telah memperhatikanku sedari tadi.

Keringat mulai bercucuran di pelipisku. Badanku gemetar. Tanganku terasa lembab dan kakiku melemas. Ketika tiba-tiba makhluk itu terjun dari atas lemari. Membuat jantungku naik ke tenggorokan.

Badannya yang hitam masih di depan lemari. Tapi itu semua tidak berlangsung lama. Ketika dia terbang menuju ke arahku. Seolah tak sabar ingin menerkamku.

"Tidak!!!"

Kring, kring, kring.

Suara alarm membuatku menggeliat dan mengerang. Tanganku menyibak selimut ke samping. Hanya sebuah mimpi buruk, syukurlah.

Kamar tidurku yang terdapat koneksi jaringan internet kemudian membuka e-windows yang bertenaga surya. Memainkan musik lembut sementara pencahayaan cerdas menampilkan montase matahari terbit di tepi pantai dari liburan terakhirku.

Setelah kesadaran terkumpul, aku langsung menuju kamar mandi. Kulihat pantulan diri di depan cermin dan diam sejenak. Rambut coklat gelapku tampak acak-acakan. Daguku penuh dengan cambang yang seharusnya sudah kucukur.

Menggelengkan kepala, aku berjalan ke arah shower. Menanggalkan boxer-ku lalu berdiri di bawah pancuran air. Menyisakan aku dan tubuh penuh tatoku.

Aku mandi menggunakan sedikit air dan sabun. Kamar mandiku akan secara otomatis mendaur ulang air abu-abu dan mengembalikan panas berlebih ke sistem operasi terintegrasi apartemenku.

Saat aku berpakaian, ada asisten kecerdasan buatan yang membagikan jadwalku untuk hari ini. Kemudian memainkan lagu kesukaanku.

Di dapur aku meminum secangkir kopi yang berasal dari kulkas IoT. Yang mampu memberikan sensasi minum kopi seperti kedai kopi di rumah sendiri.

Tak lupa juga sebuah sarapan yang disesuaikan dengan kebutuhan gizi spesifik tubuhku. Berdasarkan analisis kimia dari perjalananku setelah dari toilet pintar.

Setelah jam kerja usai, beberapa rekan kerjaku mengajakku pergi ke apartemen Louis. Mereka bilang untuk merayakan ulang tahunku yang ke dua puluh delapan tahun.

Aku mengistirahatkan badan di sofa, dan meminum segelas minuman yang diberikan Louis ke padaku.

Jujur, sebenarnya aku ingin langsung pulang. Tetapi mereka bersikeras mengadakan sebuah pesta untukku. Jadi, di sinilah aku sekarang.

"Baiklah, sekarang apa?" Tanyaku pada ruangan berisi empat orang yang sekarang berada di ruang tengah, termasuk diriku sendiri.

"Kita lihat saja nanti." Niall yang sedari tadi duduk di sampingku menjawab.

"Apa?" Aku bertanya padanya, tapi hanya dibalas dengan sebuah seringaian dan mata birunya justru menatap kedua temanku yang sedang berdiri di seberang.

Lihat saja jika dia berulah. Akan kucat rambut pirangnya itu menjadi merah muda saat dia tertidur.

Aku sedang memakan camilan saat tiba-tiba Louis kembali setelah menjawab pintu dengan seorang wanita di belakangnya.

Rambut pirangnya dicepol ke belakang. Memperlihatkan wajahnya yang penuh dengan makeup, namun itu tidak mengurangi kecantikannya. Mata birunya memberiku tatapan sekilas dari atas sampai bawah. Bibirnya yang berlapiskan lipstick merah memberikan sebuah senyuman sekilas.

Wanita itu memakai seragam perawat. Seperti impian nakal kebanyakan pria di luar sana. Seragam putihnya pas dengan lekuk tubuhnya. Baju atasnya terlihat agak sesak dengan payudaranya yang penuh. Sedangkan roknya menutupi bagian pribadinya saja.

Well, bagaimana aku bisa tahu? karena rok pendeknya tak mampu menyembunyikan asetnya.

Harry yang sekarang duduk di sampingku membuka suara, "Suka dengan yang kau lihat?"

Aku menatap mata hijau pria berambut keriting disampingku. Menjawab pertanyaannya dengan pertanyaan, "Kau mengenalnya?"

Harry meminum setengah cairan kuning di gelasnya dan terkekeh.

"Tidak, tapi aku kenal seseorang," jelasnya.

Menggelengkan kepala, perhatianku kembali pada wanita itu. Tidak heran jika dia cukup andil dalam ulang tahunku kali ini.

Beberapa saat kemudian musik diputar. Wanita itu berdiri tak jauh dari sebuah kursi dengan sandaran. Dia meraih satu gelas anggur yang ditawarkan Niall, meminumnya sampai habis. Lalu meraih kembali satu gelas yang masih utuh di tangan Niall yang satunya.

Musik mengalun, seirama dengan gerakan tubuh wanita itu. Dia mengangkat kepala dan menegakkan bahunya. Menampilkan dadanya pada kami. Satu tangannya berada di pinggul. Mata birunya tertuju padaku. Bibirnya sedikit terbuka dengan ekspresi yang menggoda. Tangannya mengusap payudaranya, dengan sebuah senyum yang mengundang.

Dia membalikkan badan, membuatku penasaran dengan apa yang dilakukannya. Tangannya di depan, hanya tubuh bagian belakangnya yang terlihat. Kemudian dia mulai membuka kancing, melepas pakaian atasnya. Menolehkan kepala, lantas dia berbalik dengan tangan yang masih memegang pakaiannya. Senyumnya perlahan muncul dan dia melemparkan pakaiannya ke arahku. Memperlihatkan kulit putihnya.

Berputar menggerakkan bokongnya, ke atas dan ke bawah. Serta tangannya yang ikut bergerak menyentuh sisi tubuhnya. Mengelus pinggul dan perut datarnya. Kemudian membalikkan badan, sedikit menekuk ke depan. Jarinya masuk ke dalam rok, dan menekuk bagian belakang tubuhnya, mengarah ke arahku saat menarik turun roknya. Membiarkan rok jatuh ke lantai dan menendangnya ke samping. Menyisakan bra dan celana dalam hitamnya.

Udaranya terasa makin panas atau memang perasaanku saja?

Menggeser badanku sedikit, aku merasakan diriku mengeras. Mencoba mengabaikannya, aku mengambil sebotol minuman di atas meja dan meneguknya. Tatkala cairan masuk ke dalam mulut dan kutelan, meninggalkan rasa hangat di tenggorokanku.

Wanita itu memainkan tubuhnya. Berjalan memutari kedua sisi kursi. Menyandarkan tubuhnya pada belakang kursi, lalu menggerakkan tubuh atas bawah sambil mengelus tubuhnya. Pahanya agak merapat, namun kakinya terbuka. Meninggalkan sedikit imajinasi di kepala.

Melemparkan rambut ke belakang, dia menjilat bibirnya dan terus memberi ekspresi panas itu. Menoleh ke atas langit-langit saat tangannya mengelus dada. Terlihat seperti dia mendapat kenikmatan dari gerakannya sendiri.

Membuka sepatu dan melepaskan stokingnya, dengan pelan dia melepaskan sepatu hak tingginya sementara meletakkan satu kaki di atas kursi, memamerkan keindahan kakinya.

Tak lama setelah itu, dia melangkah. Membawa dirinya ke arahku, lantas menarik diriku untuk duduk di kursi dengan sandaran.

Aku sadar payudaranya tepat di depan wajahku, namun aku tak memutus kontak mata.

"Siapa namamu?" Aku mendengar diriku sendiri bertanya.

"El," jawabnya.

Membuka semua baju dengan gaya yang glamour adalah seni. Merupakan satu tontonan yang indah dan tarian mereka sangat menarik.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top