Reason 02
Di tengah era dimana samurai tidak di butuhkan dan di campakan, Gintoki tidak memiliki keahlian lain selain bermain pedang. Andai ia berpikir waras, sudah lama ia pergi ke markas Shinsengumi dan melamar pekerjaan di sana.
Namun, masa lalunya membuat dirinya tidak ingin terlibat dengan Bakufu, apalagi menjadi anjing dari sistem pemerintahan yang di bencinya.
Dengan pemikiran seperti itu, ia membangun Yorozuya.
Pada awalnya Yorozuya hanyalah sebuah agensi multi servis kecil-kecilan, menangani masalah-masalah sepele seperti: memperbaiki atap atau mencari anak kucing yang hilang. Selama bertahun-tahuan Gintoki menjalan kan bisnis tersebut sendirian, sebelum ia bertemu dengan dua remaja nakal yang entah kenapa ingin menjadi anak buahnya, walau tahu dia tidak mampu menggaji mereka berdua.
Gintoki menerima pekerjaan apapun, pekerjaan kecil yang mampu memberinya uang untuk mencukupi kebutuhannya sendiri. Namun semenjak kedatangan Shinpachi dan Kagura, dia tidak bekerja hanya untuk dirinya sendiri.
Pada saat itulah, ia menyadari, mengingat bagaimana rasa dan hasrat ingin melindungi seseorang yang berharga baginya.
Lama kelamaan Yorozuya mulai menerima kasus-kasus aneh yang bisa jadi membahayakan nyawanya sendiri.
Dia tidak berusaha menjadi pahlawan. Eksistensinya jauh dari kata terhormat. Sakata Gintoki bukanlah seorang pahlawan, dia hanyalah seorang samurai yang ingin berjalan melalui jalan yang di yakininya.
Gintoki tidak punya dendam terhadap Bukufu, dia tidak berniat menjadi salah satu Joishi dan bergabung dengan teman-teman lamanya. Maka karna itu, ia mengambil jalan tengah, jalan yang membiarkannya bergerak sesuai hatinya.
Tingkah lakunya memang membuat Hijikata mencurigainya, sudah lama dia menyadari sang wakil komandan yang menyelidiki latar belakangnya. Dan dia juga tahu kalau Kondo melarang Hijikata untuk menindak lanjutinya.
Seperti Gintoki, Hijikata juga bergerak sesuai dengan apa yang di yakininya.
Bagi Hijikata, pekerjaannya sebagai wakil komandan Shinsengumi adalah prioritasnya untuk menjadi seorang samurai.
Sementara bagi Gintoki, menolong teman yang membutuhkannya adalah tujuannya untuk hidup.
Tanpa teman-temannya, tanpa orang-orang yang di kasihinya, Gintoki tidak akan bertahan hidup.
Tanpa mereka, pasti Gintoki sudah lama mati dengan alasan melindungi Otose.
Tanpa dukungan teman-temannya, Gintoki hanya akan menjadi sebuah boneka yang berperan menjadi temeng seseorang, tanpa alasan untuk melanjutkan hidup.
Lelaki yang menyedihkan, seseorang yang patut di kasihani.
Selama penyelidikannya, Hijikata pasti sudah menyadari kebenaran di balik kisah "Shiroyasha" yang melegenda.
Namun, apa yang dikatakan sang wakil komandan yang terhormat itu kepadanya?
"Sudah sewajarnya manusia hidup untuk sesuatu yang di yakininya. Seumur hidup aku bersumpah akan setia pada Kondo-san dan Shinsengumi adalah satu-satunya alasanku untuk hidup sebagai seorang samurai."
"Jujur saja, aku menangkap para Joishi itu bukanlah untuk kepentingan Bakufu ataupun demi kedamaian masyarakat, aku hanya memainkan peranku sebagai wakil komandan Shinsengumi."
"Aku juga punya orang-orang yang ingin kulindungi dan aku bangga karena telah memprioritas mereka daripada hal yang lainnya."
"Meskipun, pada suatu saat nanti orang-orang itu meninggalkanku. Aku akan tetap hidup sebagaimana apa yang mereka inginkan dariku."
Setiap kali melihat Hijikata, Gintoki seperti di hadapkan dengan sebuah cermin. Namun tak bisa di pungkiri. Mereka adalah dua jiwa yang berbeda, meskipun dari luar mirip, tapi keduanya bukanlah satu objek yang sama.
Dan hal itu membuat Gintoki bertanya. Bagaimana rasanya menjadi salah satu orang yang di kasihi Hijikata?
Tanpa sadar, di dalam dirinya, tumbuhlah hasrat untuk ingin mencari jawaban tersebut.
Gintoki bukanlah orang yang pandai membaca pikirannya sendiri. Maka karna itu, ia mengira apabila ia menemukan jawaban tersebut, maka ia akan selangkah lebih maju untuk menemukan kebenaran yang selama ini di sembunyikan olehnya sendiri.
Gintoki membiarkan Hijikata tetap menyelidikinya dan secara kebetulan ia mendapatkan beberapa permintaan dari pelanggan yang berhubungan dengan kasus-kasus yang sedang berada dalam pengawasan Shinsengumi.
Salah satunya adalah kasus penculikan anak yang salah satu korbannya adalah seorang anak perempuan bernama Yukiko, anak dari teman kerja Otae.
Tujuannya hanya datang untuk menyelamatkan Yukiko. Dia sama sekali tidak tahu apapun mengenai pelaku sebenarnya dari penculikan tersebut. Oleh karnanya, ia merasa aneh saat berpapasan dengan Hijikata dan Sougo di hotel tradisional, lokasi dimana Yukiko di sekap.
Malam itu Gintoki terpaksa harus mengajak Otae, kalau saja ia tahu anggota Shinsengumi berada di hotel yang sama, pasti dia akan mengajak perempuan lain yang wajahnya belum di kenal oleh anggota pasukan kepolisian tersebut.
Kasus demi kasus aneh terus berdatangan, lama kelamaan Yorozuya bisa berubah menjadi kantor detektif swasta.
Meskipun tidak menangani kasus yang ada hubungannya dengan Shinsengumi, Yorozuya telah menarik perhatian berbagai kalangan.
Gintoki yakin semua insiden yang dialami Yorozuya semuanya tercatat rapi di dalam dokumen penyelidikan Hijikata. Kalau saja Kondo tidak menolongnya. Meskipun bukan seorang kriminal, bisa saja dia tertangkap dengan tuduhan pemberontakan.
OXO
Walaupun telah banyak terlibat banyak kasus-kasus besar, masih ada hari-hari dimana Yorozuya mendapatkan pekerjaan kecil seperti: mencari anak kucing yang hilang.
Permintaan tersebut datang dari sebuah telepon misterius yang menawarkan imbalan uang dalam jumlah besar, sungguh mencurigakan memang. Tapi dia yang selalu terjebak krisis keuangan, mau tak mau menerima permintaan misterius tersebut.
Bersama dengan Shinpachi dan Kagura ia mengejar seekor kucing Persia putih, bermata biru, yang menggunakan sebuah kalung berlian, kelihatannya kucing tersebut peliharaan orang kaya.
Di tengah-tengah ia mencari kucing tersebut, dari kejauhan ia melihat Hijikata bersama dengan Kondo. Kedua lelaki berseragam lengkap itu berjalan berdampingan terlihat asyik membicarakan sesuatu.
Pada saat itu, untuk pertama kalinya dia melihat Hijikata yang tersenyum lebar seperti seorang anak kecil yang baru saja di puji oleh ayahnya.
Dari posisinya, Gintoki tidak bisa mendengarkan suara mereka, tapi ia bisa melihat jelas bagaimana tangan Kondo mengusap lembut puncak kepala Hijikata sambil mengatakan sesuatu dengan wajah yang bangga.
Andai senyuman manis itu tertuju padanya, demikian batinnya berharap.
Itu pertama kalinya Gintoki merasa iri kepada seseorang. Dia iri kepada Kondo yang bisa mendapatkan senyuman tersebut.
Gintoki menyadari Hijikata tidak begitu menyukainya. Setiap kali mereka bertemu, mereka selalu berdebat dan bertengkar karena suatu hal yang remeh. Ada saatnya Gintoki mencoba untuk mengalah, namun Hijikata yang keras kepala selalu punya ide untuk membuat topik baru yang berujung pada perdebatan tanpa henti.
Kelihatannya selama ini Hijikata membuatnya menjadi target untuk melepaskan stress nya, bagaikan karung tinju untuk melampiaskan amarahnya yang selama ini di tahannya. Atau mungkin, Hijikata membenci Gintoki tanpa alasan tertentu.
Sungguh mengecewakan, tidak mudah baginya untuk mendapatkan senyuman dari Hijikata. Tapi dia tidak menyerah begitu saja. Setidaknya Gintoki masih ingin mencoba untuk melakukan sesuatu untuk mendekati Hijikata.
Dan kesempatan itu datang tanpa diundang.
Suatu hari Gintoki memungut amplop dokumen yang di jatuhkan Kondo. Bukannya mencari orang yang menjatuhkannya, dia lebih memilih untuk memberikannya kepada Hijikata.
Mencari kesempatan dalam kesempitannya, tipikal seorang laki-laki yang sedang jatuh cinta.
Setelah amplop itu di kembalikan. Di luar dugaan Hijikata berterima kasih padanya sambil tersenyum lembut.
Kau tidak tahu betapa senangnya Gintoki saat itu. Saking senangnya ia memberikan lonceng angin yang mulanya ingin di berikannya ke Otose, kepada Hijikata.
Seperti mimpi menjadi kenyataan, Hijikata menerima pemberiannya dan memasangnya di dalam ruangannya. Terlebih lagi. Dengar-dengar dari Yamazaki, lonceng itu masih terpasang di atas jendela ruangan pribadi sang wakil komandan tercinta.
Mungkin sebenarnya HIjikata tidak benar-benar membencinya. Setidaknya Gintoki masih memiliki harapan untuk lebih dekat dengan Hijikata.
Sayangnya, semenjak kedatangannya ke markas Shinsengumi. Gintoki dan Hijikata hampir tidak pernah berpapasan. Mereka sibuk dengan kegiatan masing-masing, terutama Hijikata yang sedang mengatasi berbagai masalah yang akhir-akhir ini di timbulkan oleh para pengikut Katsura.
Katsura Kotarou memang bukanlah penganut jalan radikal tapi keberadaan lelaki itu tak lain merupakan ancaman bagi Shinsengumi ataupun sistem Bakufu saat ini.
Beberapa kali Katsura mengajak Gintoki untuk bergabung dengannya, dan berkali-kali pula ia ditolak oleh sahabatnya itu.
Gintoki sudah tidak tertarik untuk ikut perang. Dia sudah tidak mau hidup di bawah tanah sambil mengendap-endap seperti tikus got, hanya untuk demi bersembunyi dari pihak berwenang.
Terus terang saja, Gintoki tidak menyesal telah berulang-ulang kali menolak ajakan Katsura. Terutama kalau mengingat rencana Katsura yang ingin memanfaatkan keakrabannya dengan komandan Shinsengumi.
Gintoki hanya tidak ingin mengkhianati kepercayaan Kondo, bahkan Hijikata yang saat ini merupakan orang yang di sukainya.
OXO
Setelah sekian lama merindukan sosok seorang Hijikata Toshiro, akhirnya Gintoki bertemu dengannya. Meski pertemuan mereka kali ini berada di tengah situasi berbahaya, membahayakan bagi Hijikata lebih tepatnya.
Tanpa mengetahui alasan di balik Hijikata yang di kejar-kejar sekerumunan orang bersenjata. Tak pikir panjang Gintoki menarik tangan Hijikata dan membantunya untuk lepas dari kejaran orang-orang tersebut.
Entah dari kelompok mana para Joishi yang mengejar Hijikata, tapi mereka semua keras kepala.
Terpaksa Gintoki turun tangan, tapi masih berusaha tidak membunuh satupun dari para pengejar tersebut.
Namun beda cerita dengan Hijikata, sang wakil komandan iblis merebut pedang salah satu pedang dari orang-orang tersebut, menebas siapapun yang menghalangi jalannya.
Pada hari itu, Gintoki baru menyadari darimana asal julukan wakil komandan iblis yang melegenda itu.
Bagi Gintoki yang saat ini hanyalah berstatus penduduk sipil para Joishi jugalah manusia.
Sebaliknya, dimata Hijikata yang merupakan anggota khusus kepolisian yang di tugaskan membasmi para Joishi, mereka tidak lebih dari serangga. Toh, Joishi yang tertangkap oleh Shinsengumi ujung-ujungnya hanya akan di eksekusi oleh Bakufu.
Meskipun di bilang membantu, malam itu Gintoki tidak begitu banyak bergerak. Dia terlalu sibuk mengangumi sosok Hijikata yang mambantai musuh-musuhnya di bawah sinar bulan purnama.
Ketika bertarung, sinar mata Hijikata bersinar penuh semangat, sorot matanya menatap lurus, ayunan pedangnya mantap dan pasti. Hijikata sama sekali tidak ragu untuk melukai, bahkan membunuh para Joishi itu.
Gintoki juga bukan amatiran. Sebagai pria dewasa dia sadar ada beberapa hal di dunia ini yang harus di korbankan, nyawa manusia adalah sebagian dari contoh kecilnya. Ada saat dimana Gintoki harus bertarung seperti HIjikata saat ini.
Namun malam itu, bukanlah saat yang tepat baginya untuk mengambil nyawa seseorang. Apa yang bagi Hijikata benar, bukan berarti benar pula di matanya.
Tidak lama kemudian para Joishi yang tersisa menyerah dan kabur dari tempat tersebut.
Setelah di perhatikan kembali, Gintoki baru menyadari kondisi Hijikata yang sebenarnya.
Hijikata menjatuhkan pedangnya, memegangi kepalanya yang pusing. Dari baunya, kelihatannya lelaki itu baru saja selesai minum-minum. Gintoki lari mendatanginya, menopang tubuh Hijikata yang hampir ambruk.
"Kenapa kau sembrono sekali?" tanya Gintoki dengan cemas dan prihatin. Memagang senjata dalam keadaan setengah mabuk, sama bahayanya dengan menyetir kendaraan dalam keadaan mabuk.
"Dari semua orang kau tidak punya hak untuk menceramahiku...."
Hijikata yang keras kepala mendorong pelan Gintoki, menolak bantuannya. Lelaki berkimono hitam itu sebisa mungkin berusaha berdiri tegak, tanpa sempoyongan. Ekor matanya melirik Gintoki dengan sinis, sambil bersedekap dada, dia bertanya "Kenapa kau ada disini?"
"Aku baru pulang dari minum bersama si pak tua Hasegawa," jawab Gintoki sembari mengacak belakang rambutnya dengan canggung.
"Heh..." Hijikata bergidik bahu dan tersenyum sinis. "Ya kan sama saja dengan ku," balasnya.
Gintoki cemberut. "Setidaknya aku tidak minum sebanyak dirimu," jawabnya seperti membela diri. "Dan aku masih ingat membawa senjataku, terlebih lagi aku juga bukan selebriti sepertimu...." ocehnya yang masih tidak mau mengalah.
"Hahaha...."
Mungkin pengaruh alkohol sudah sampai ke syaraf otaknya. Tiba-tiba saja Hijikata tertawa di depan Gintoki, seolah lelaki yang sedang berdiri di sebelahnya itu sedang melucu.
Gintoki bersedekap dada, merajuk di tempatnya. Apanya yang lucu? Padahal dia sungguh dan tulus mencemaskannya, bisa saja tadi mereka terluka atau bahkan terbunuh.
Melihat Hijikata yang tak kunjung berhenti tertawa. Sekarang Gintoki mulai mempertanyakan kewarasan sang wakil komandan yang baru saja lepas dari mara bahaya itu.
"Hahaha...tidak perlu melihatku seperti itu."
Untuk beberapa saat. Akhirnya Hijikata berhenti tertawa. Lelaki berpakaian serba hitam itu tersenyum pada lawan bicara, sepertinya terlihat sangat senang.
Spontan wajah Gintoki bersemu merah, dia tidak tahu apa yang membuat Hijikata sesenang itu, tapi selama Hijikata senang, dia pun ikut senang. Dan tanpa sadar Gintoki ikut tersenyum.
"Kelihatannya sekali lagi aku berhutang padamu huh...." ujar Hijikata lalu menepuk pelan pundak kiri Gintoki. "Terima kasih," ucapnya lembut di sebelah kuping Gintoki yang wajahnya semakin memerah.
Pasti Hijikata sudah ada jauh di bawah pengaruh alkohol. Hijikata yang biasanya mana mungkin bertingkah seperti ini! demikian teriak Gintoki di dalam hatinya yang berdebar kencang.
Selama itu, Gintoki kaku seperti sebuah patung. Hijikata sama sekali tidak menyadari kecanggungannya, tetap pada posisinya yang bersandar pada pundak Gintoki sambil mengeluarkan ponselnya.
"Sougo kirim pasukanmu ke daerah....."
Hijikata menelepon meminta beberapa pasukan tambahan untuk membersihkan TKP dan setelah menceritakan kondisinya yang setengah mabuk, mau tak mau pasukan Shinsengumi harus datang menjemputnya pula.
"Oh iya...." Setelah selesai menutup teleponnya, Hijikata mengingat sesuatu yang sepertinya ketinggalan. "Yorozuya ada yang ingin kusampaikan padamu," lanjutnya, yang tak disangka di tujukan pada Gintoki.
Buyar sudah lamunan Gintoki. Lelaki bersurai putih itu menjawab dengan gugup "I-iya?" Hari itu dia terlalu banyak mendapatkan kejutan.
"Mungkin aku terdengar bodoh saat ini...tapi...aku menyukaimu....."
Hijikata mengatakan hal itu dengan wajah bersemu merah padam bak sebuah tomat segar. Setelah itu, sekali lagi ia mendorong Gintoki untuk mengembalikan jarak di antara mereka berdua.
"Hanya itu yang ingin kusampaikan, kau boleh melupakannya...." ujar Hijikata bersuara lirih lalu berputar membelakangi Gintoki.
Gintoki tertegun, untuk sesaat dia tidak tahu harus berbicara apa. Dia butuh waktu untuk mencerna apa yang baru saja di ungkapkan Hijikata padanya.
Hijikata menyadari Gintoki yang tengah melamun. "Oi Yorozuya...." panggilnya memecahkan lamunan tersebut. "Kau boleh pergi. Sebentar lagi Sougo dan kelompoknya akan datang, untuk kali ini saja aku tidak akan memintamu menjadi saksi...." katanya sambil mengibaskan tangannya, mengusir Gintoki dari TKP.
"....Hijikata!" seru Gintoki yang tiba-tiba menarik tangan si empunya nama. "....kalau begitu....apa kau mau jadian denganku?" tanyanya meski di pandang aneh oleh Hiijikata.
"Ha!?"
Segera Hijikata menarik paksa tangannya. Kali ini wajahnya merah karena marah dan kesal. "Jangan bercanda! Kita berdua sama-sama laki-laki dan aku tahu kau tidak begitu menyukaiku!"
Suara Hijikata memecah keheningan malam. Gintoki yang paling tahu betapa keras kepala nya lelaki di depannya itu, tanpa pilihan lain ia memeluk HIjikata dari belakang, mencegahnya untuk kabur.
"Ma-mana kita tahu kalau belum di coba...." seru Gintoki berusaha untuk membujuk Hijikata yang semakin memberontak.
"Oi Yorozuya!" protes Hijikata yang tak lama kemudian habis kesabarannya. "Aku sama sekali tidak ada niat untui berhubungan dengan orang sepertimu, kalau kau mau bermain, bermainlah dengan orang lain...."ocehnya tanpa henti sembari menyikut perut samping Gintoki yang berdiri di belakangnya.
Mengabaikan ocehan dan pukulannya. Gintoki tersenyum seperti orang bodoh. Dia tidak pernah menyangka Hijikata juga menaruh rasa padanya, apalagi saat ini dia bisa melihat sendiri kelakuan manis sang wakil komandan yang terkenal Tsundere itu. Seumur hidupnya, Gintoki baru kali ini merasa seberuntung ini.
"Aku tidak bercanda, Aku sungguhan tanya, apakah kau mau menjadi kekasihku?"
Pertahanan Hijikata melunak. Lelaki yang sedari tadi sibuk memberontak itu diam, mengepalkan kedua tangannya dengan erat. Mungkin dia sedang menimang-nimang tawaran Gintoki.
Merasa gugup, tanpa sadar Gintoki juga mengeratkan pelukannya. Dia sungguh berharap Hijikata akan menerima tawarannya itu. Pada saat yang sama, keinginan Gintoki di kabulkan. Dalam diam, Hijikata memberinya sebuah anggukan kecil bertanda setuju.
To be Continue
" .
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top