Chapter 9: Team Up

Bunyi alat rekam jantung yang kian cepat itu membuat para dokter di ruangan kebingungan. Orang-orang berjubah putih itu menghampiri sumber suara, mengelilingi kapsul pemilik detak jantung yang semakin tidak stabil.

Tidak lama setelahnya, lelaki berbadan besar yang tengah berbaring di dalam kapsul itu kejang-kejang, napasnya memendek. Mereka mulai berseru satu sama lain, meminta ini-itu, memeriksa keseluruhan kondisi lelaki yang terbaring di kapsul, Nacht.

Kini orang-orang yang keluar masuk membawa alat-alat medis semakin banyak, selang yang ditempelkan pada tubuh Nacht bertambah. Beberapa dari mereka mengenyampingkan tubuhnya sembari yang lain terus memonitor keadaan Nacht.

Dua menit berlalu, Nacht kembali normal, kejangnya berhenti. Semua yang berada di dalam sana bernapas lega dan mengembalikan beberapa alat medis yang semula terhubung pada tubuh Nacht. Namun mereka masih memperhatikan, mengamati jika hal serupa terjadi lagi padanya atau peserta lain. Terlebih, mereka yang tereliminasi sudah seharusnya bangun sekarang, tapi Nacht tidak kunjung bangun.

Satu menit berlalu.

Orang di dalam kapsul itu masih terpejam. Namun sekilas tidak ada yang aneh, detak jantungnya normal dan Nacht terlihat seperti sedang tidur biasa. Jadi mereka menarik kesimpulan, mungkin sedikit terambat. 

Tiga menit sudah berlalu dan Nacht masih dalam kondisi dan posisi sama seperti tiga mwnit sebelumnya. Sedangkan seharusnya dia sudah bangun tiga menit yang lalu. Mereka sadar ini situasi yang tidak seharusnya terjadi. Setelah saling pandang, akhirnya salah satu dari mereka menghampiri Nacht, memeriksa ulang kondisinya.

Normal, tidak ada yang berubah atau dalam kondisi buruk. Tapi karena mereka tidak kunjung menemukan masalahnya, mereka semakin khawatir. 

"Kita tidak bisa memeriksanya lebih detail. Peralatan di sini terbatas, dia harus di bawa ke rumah sakit untuk pemeriksaan lebih lanjut." Seorang wanita dengan jubah putih layaknya dokter itu berbicara pada seseorang yang sedari tadi mengawasi, seorang pria dengan jas.

"Kalau begitu bawalah. Tolong, jangan biarkan dia kenapa-napa, akan berdapak buruk bagi perusahaan." Wanita itu tersenyum menenangkan mendengar kekhawatiran pria di depannya, lantas menepuk pundak pria itu pelan. 

Setelahnya, Nacht dipindahkan pada tandu, didorong oleh kedua orang yang berada di ruangan itu, dibawa pergi menuju rumah sakit.

*****

Nacht telah tertangkap Little Girl

Pemberitahuan itu menghentikkanku sejenak. Bukan untuk melirik Nacht, tapi Ara, dia lagi-lagi menghentikkan larinya, menatap ke bawah--tempat Nacht tertangkap. "Ayo Ara," kutarik lengannya sembari melirik Edy yang terus berlari, dia sudah sampai di lantai dua, bisa-bisa aku kehilangan dia jika tidak cepat.

Bukannya aku tidak peduli, tapi dia sudah tertangkap oleh Little Girl. Mendatanginya hanya membuang-buang waktu, percuma. Menyelamatkan apa yang bisa diselamatkan dan melakukan apa yang bisa dilakukan adalah hal yang paling efektif saat ini. Lagipun ini semua hanya permainan, bukan masalah besar jika membiarkan satu orang tertangkap. Walau agak disayangkan, satu orang tertangkap disaat petunjuk yang dimiliki masih sedikit.

Little Girl terhenti selama tiga puluh detik

Tulisan itu kembali muncul saat aku baru berlari hingga ujung tanggga. Kali ini aku menoleh, melihat Little Girl di bawah sana mengenggam sebuah boneka yang memiliki rambut dan baju yang serupa dengan Nacht. 

Tapi yang mebuatku bergidik ngeri, adalah mata hitamnya yang menatap lurus padaku sementara bibirnya tersenyum kecil. Wajahnya yang kosong namun secara bersamaan mengancam, membuatku memalingkan wajah dan berlari pergi menjauhi lantai satu.

Untunglah Edy masih terlihat begitu kami sampai di lantai dua, kami masih bisa mengejarnya. Namun jarak antara kami dan dia terlampau jauh, dan bisa saja dia tiba-tiba menghilang di kelokan. Karena itu sebelum hal itu terjadi, aku dan Ara perlu menyusulnya agar tidak tertinggal.

"Yah, dia berbelok!" Aku berdecih kesal melihatnya menghilang, entah berbelok ke lorong yang lain atau memasuki ruangan. Padahal baru saja membicarakan hal itu, sudah terjadi saja.

Namun masalahnya, lokasiku terlalu jauh untuk melihat ke mana dia berbelok, sedangkan terlalu banyak ruangan tanpa pintu atau ruangan dengan pintu terbuka.

"Ara, kamu lihat dia masuk ke mana tadi?" Aku berseru pada Ara yag berada di depanku.

"Mungkin, Ara tidak yakin." 

Aduh, kalau begini kami bisa tidak mengetahui petunjuk yang Edy punya.

Sembari berlari, aku mengangkat tangan kiriku, membuka jendela untuk menghubungi Edy. "Apa?" Nada bicaranya yang ketus itu langsung terdengar begitu panggilannya terangkat. Apa dia tidak bisa mengendalikan intonasi bicaranya? Kesal sekali harus disambut dengan nada ketusnya.

"Kamu berbelok kemana tadi?"

"Kau mengikutiku?" Edy yang sedari tadi mengedarkan pandangannya seakan mencari sesuatu kini berhenti melakukan hal tersebut, berganti menatapku kesal. Melihatnya, aku jadi ikut berdecih jengkel, "ya, masalah untukmu? Aku juga akan mengajak yang lainnya untuk datang ke tempatmu." Melihatnya yang sangat tidak senang dengan kedatanganku membuatku semakin ingin melihatnya lebih kesal. Sepertinya dia sangat suka menyimpan hal-hal untuk dirinya sendiri!

"Untuk apa!? Lebih baik berpencar dan mencari masing-masing agar lebih cepat." 

"Lalu kalau komunikasi antar pemain rusak bagaimana? Lebih baik berkumpul dan susun rencana."

Edy menepuk jidatnya pelan, "rencana apa, Luna? Petunjuk yang kita miliki bahkan terlalu sedikit untuk menyusun rencana." Sejenak aku terdiam, sebenarnya yang dia katakan ada benarnya juga. 

Akh, tidak. Lebih baik jika semuanya tersusun, agar bisa jaga-jaga jika komunikasi antar pemain juga ikut tidak berfungsi. "Tidak, pokoknya kami akan datang ke tempatmu, terserah kalau tidak mau beritahu. Dan, panggil aku Lita saja!" Aku langsung menutup panggilannya tanpa membiarkan dia menjawab. Tentunya pilihan yang lebih baik dari mendengar ocehannya yang tentu membuatku naik pitam.

"Ara." Aku memanggilnya, memintanya berhenti.

Sesungguhnya, kami telah berlari sedari tadi tanpa merasa kelelahan. Baguslah, pembuat permainan ini tidak membatasi stamina kami saat berlari, kalau iya mungkin sudah banyak dari kami yang tertangkap mengingat lari para musuh cepatnya bukan main. 

"Kenapa?" Tanya Ara. Aku menghampiri Ara yang sudah menghentikkan larinya, langsung menoleh begitu kupanggil. "Coba kamu kirimkan lokasimu kini pada Raka, aku akan kirim lokasiku pada Via." Aku menjelaskan pendek sembari membuka jendelaku.

"Untuk apa?" Ara sepertinya tetap melakukannya walau bertanya, karena dia juga mengangkat tangan kirinya, menarik garis di pergelangan tangan. "Berkumpul, setidaknya kita buat tim yang jelas untuk mencari secara terpisah. Lebih cepat permainan ini selesai, lebih baik." Aku menutup jendela, sudah memberi lokasiku pada Viary.

"Oke, sudah." Ara menatapku, mengangguk, aku balas mengangguk. "Kita pergi ke tempat Edy dulu. Kita bertemu dengan yang lainnya di sana saja." Ara mengangguk, berjalan lebih dulu. 

Mungkin karena kali ini kami berjalan, aku bisa melihat detail lantai dua ini. Tidak seperti lantai satu, lorong di sini sangat dipenuhi jendela. Aku bahkan bisa melihat hujan yang masih saja deras di luar sana.

Pohon-pohon di luar sana terlihat melambai-lambai kasar, menggila. Bahkan di sini, suara hujan di luar terdengar sangat jelas, sangat besar, seolah atap rumah ini atau pohon-pohon di luar sana bisa rubuh dari badai ini seorang.

Namun sepertinya badai di luar sana memang dibuat tidak akan berhenti untuk menambah kesan mencekam dalam permainan ini. Yah, walau di lantai satu suara badainya hanya terdengar jelas di lokasi-lokasi yang dekat dengan pintu masuk. Jadi jika berjalan cukup jauh dari jendela atau pintu, tidak begitu berguna juga.

"Kalian benar-benar mengikutiku." Aku mendengar suara Edy begitu Ara masuk ke salah satu ruangan. Kupercepat langkahku, memasuki ruangan yang sama dengan Ara, yang rupanya adalah perpustakaan. 

Begitu masuk, aku langsung paham mengapa petunjuk yang di dapatkannya begitu terdengar seperti potongan kalimat dari buku. Sepertinya Edy ditempatkan di sini, dan mendapat petunjuk itu di sini. Tapi kenapa dia kembali ke sini jika sudah mendapat petunjuk?

"Ara setuju dengan Lita. Lagipun tidak ada salahnya 'kan, berkumpul sebentar?" Aku bisa melihat Ara tersenyum. Tentu saja Ara tetap ramah bahkan pada orang semenjengkelkan Edy, tapi aku tidak bisa melakukannya. 

Tapi jika kini aku ikut menimpali percakapan Ara dan Edy, sepertinya pembicaraan akan jadi panjang tanpa sempat membicarakan hal yang benar-benar berguna. Karena itu meski aku geram ingin membalas ucapannya, aku memilih diam dan mengekori Ara di belakang dan menghindari kontak mata dengan Edy sebisa mungkin.

"Kau sungguhan memanggil mereka semua?" Edy menutup buku ditangannya, menatapku tidak percaya. Aku hanya mengangkat bahu tidak peduli, terlalu malas berdebat lebih lanjut dengannya. "Kalau kita tertangkap secara bersamaan bagaimana?" Lanjutnya lagi.

"Tidak akan terjadi." Ternyata, aku gagal menahan diri. Lagian dia terlalu skeptis, tidak tahan aku mendengar pertanyaan tentang kemungkinan ini-itu. Padahal mengambil pilihan manapun pasti ada resiko tertangkap! Tidak ada bedanya!

"Oh ya, bagaimana kau tahu?" Edy melipat kedua tangannya di depan dada. Sumpah dia ini, tidak bisa diam sekali.

"Sudahlah. Diam saja." Aku mengabaikannya, memilih mencari buku di sisi rak yang lain. Sepertinya dijelaskan pun dia tidak akan setuju.

Padahal memang lebih baik kami berkumpul lebih dulu. Aku cukup yakin yang memiliki petunjuk hanya Edy sedangkan yang lain hanya akan mengitari rumah dengan kebingungan tanpa tahu apa yang harus dicari. Dan pastinya hal itu sangat membuang-buang waktu!

Namun begitu aku berdiri di depan rak buku, aku baru teringat bahwa aku tidak tahu buku apa yang dicari Edy, atau benarkah Edy mencari buku. Tapi sepertinya bertanya padanya pun tidak akan membuahkan hasil. Kurang lebih aku bisa memperkirakan jawabannya, jadi lebih baik aku mencari acak saja daripada mendengar nyinyirannya lagi.

"Edy mencari apa?" Aku mengepalkan tangan mendengar pertanyaan Ara. Bagus Ara!

"Setelah dapat petunjuk itu, aku mendapat alat- aku tidak tahu apa itu tapi bentuknya lingkaran dengan corak-corak. Yah begitulah kira-kira. Dan begitu tadi kita berteleportasi, barang itu menghilang dari tasku."

"Tas? Aku tidak melihatmu membawa tas?" Aku mengintip Edy dari sela-sela buku, tapi tetap tidak melihat tas yang dimaksud. Apa ada semacam fitur tambahan di permainan ini yang tidak aku ketahui?

"Pokoknya ada. Diamlah." Edy melirikku sekilas dan kembali mencari, aku mencondongkan bibirku kesal. Seenaknya saja dia menggunakan kalimat yang sama denganku!

"H-halo?" Suara itu berhasil membuatku berhenti meladeni Edy, beralih menatap pintu masuk untuk melihat siapa yang masuk. 

Sayangnya dari tempatku berada, pintu masuk tidak begitu terlilhat. Aku keluar dari lorong-lorong yang terbentuk dari barisan rak-rak, mengintip ke pintu masuk. Via dan Raka rupanya. Apa mereka memang berjalan bersama sebelumnya?

"Masuklah, tidak ada Hunter kok di sini." Begitu menyuruh mereka untuk masuk, aku kembali ke tempat Ara dan Edy berada, lebih baik kami segera berdiskusi dan membagi tim agar pencarian lebih cepat.

"Kita pindah ke meja saja." Edy lalu berkata, berjalan menuju meja yang terletak di pojokan ruangan. Aku dan yang lain mengikutinya di belakang.

Sebelum kami semua duduk, Edy sudah lebih dulu menyimpan sesuatu di atas meja. Sesuatu yang berbentuk lingkaran dengan corak yang belum kupahami di atasnya, sepertinya itu alat yang dia cari sedari tadi.

"Aku mendapatkan benda ini bersamaan dengan sebuah petunjuk, 'Malam ke-34, aku masih sendiri di sini, menatap sepi sang rembulan di tengah dinginnya malam' sebelum error tadi terjadi. Dan aku sedang mencari tempat orang yang menulis ini menatap 'hal' yang dilihatnya, tepat sebwlum lokasi kita ter-reset."

"Siapa tahu alat ini harus dikembalikan ke tempat yang dimaksud dari kalimat tersebut." Belum semua dari kami duduk, Edy sudah lebih dulu menjelaskan. Dasar, padahal dia yang tidak ingin bertemu, tapi sepertinya dia yang paling semangat berdiskusi.

"Apa kamu medapat petunjuk itu di tempat kamu memulai permainan?" Via yang telah lebih dulu duduk menyakan hal yang sedari tadi juga kupertanyakan. Bukan masalah besar sebenarnya, hanya saja di ruanganku tidak ada jawaban atas lubang di lantai itu. Jika dia mendapat petunjuk di tempatnya memulai, ada kemungkinan lubang itu juga salah satu dari petunjuk atau apalah itu.

"Tidak, aku dapat petunjuk dan benda ini dari petunjuk yang kudapatkan di tempatku memulai permainan."

"Maksudmu, petunjuk yang kau dapatkan pertama kali itu mengarah ke benda ini?" Tanya Raka. Edy mengangguk sebagai jawaban. 

Melihat Edy mengangguk, berarti memang ada kemungkinan lubang di ruanganku tadi juga adalah petunjuk. Atau mungkin saja, justru malah menyimpan sesuatu di dalamnya. "Di tempatku memulai, ada lubang yang tersembunyi di bawah meja yang sepertinya harus di isi sesuatu. Sepertinya memamg ada alasan tertentu kita diletakkan di tempat-tempat yang berbeda saat memulai permainan." Aku berbicara setelah ikut duduk bersama yang lain.

"Maksudmu, kau mau satu per satu dari kita kembali dan memeriksa tempat itu? Bagaimana dengan tempat Nacht? Kita tidak bisa menanyakan hal itu padanya. Berpikirlah sedikit." Aku menatap Raka jengkel. Sebenarnya ada masalah apa sih dia? Kok setiap aku mengatakan rencanaku dia selalu
terlihat kesal? 

"Sebenarnya, kita tidak perlu menemukan semua petunjuk untuk menemukan sesuatu. Hilang satu-dua tidak masalah. Kita masih bisa memperkirakan sisanya." Edy menimpali, dan aku sangat setuju dengan apa yang dikatakannya! Kalau harus mencari semua petunjuk juga pasti melelahkan dan tentunya sangat tidak efektif.

"Tapi bagaimana jika semua-" 

"Intinya cari saja dulu. Bukankah kamu yang bilang lebih baik kita melakukan sesuatu daripada berdiam terus?" Lebih baik aku memotong ucapannya daripada dia mengomel lebih lanjut. Lagipun, memang dia yang awal-awal berkata begitu padaku, tapi kini malah dia yang banyak alasan.

Raka setelahnya tidak berkata apa-apa, tapi jelas sekali dia terang-terangan menatapku cukup lama. Tentu saja bukan tatapan yang enak dilihat, malah aku jadi ingin menantangnya. Membuatku teringat dengan tatapan El kala dia tidak tahan ingin menjitakku. 

"Jadi kita berpencar lagi? Sendiri-sendiri?" Ara yang memecah keheningan. Edy langsung menggeleng merespon pertanyaan Ara, "mengingat kalian baru dari tempat masing-masing dan tidak menyadari adanya petunjuk, lebih baik mencari secara berkelompok." 

"Kamu mencoba mengatakan kami tidak sepintar dirimu 'kan?" Edy hanya mengangkat bahu mendengar kalimatku. Dia ini, bisa-bisanya mendapatkan kesempatan untuk merendahkan orang lain begitu. 

"Kalau begitu, kita bagi dua tim." Baru saja aku mau membalas Edy, Ara sudah lebih dulu berbicara. Jadilah aku hanya membalas Edy dengan memelototinya, walau tanganku gatal sekali ingin menjitaknya.

Lihat saja nanti, siapa yang lebih dulu menemukan pintu keluar.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

07 Mei 2022

Author's Note

Seharusnya aku gak update malem-malem... ;-;

Tapi aku lupa harus update hari iniii!!! Mana chapternya belum diedit lagi. Jadilah aku edit dulu. :")

Jujur aku kelupaan karena tiga hari ini marathon nonton Wandavision sama Loki. Terus mau lanjut Moon Night, belum lagi ada temen bilang Hawkeye bagus. Terus Idoly Pride yang belum aku lanjutin...

Semoga aja gak kelupaan update kayak hari ini karena bablas nonton. 

Tapi Loki!

Aduh itu bagus bangeett! Dari dulu emang favorit walau jahat. Tentunya gak berharap dia menang kalau lawan Avenger haha, berharapnya gabung. Tapi gak Loki kalau dia gabung Avenger, entah kenapa rasanya bakal aneh. Tapi aku suka dia kerjasama bareng abangnya, kocak mereka kalau udah gabung trus plus Hulk. Ck, Perfect.

Nah kan malah ngoceh, pokoknya series Loki asik banget deh. Kalau belum nonton harus nonton! 

Jangan lupa vote dan sampai babay besok!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top