Chapter 8: Kesalahan

Suara nyaring memenuhi ruangan yang besar itu, menggema, tidak kunjung berhenti. Beriringan, riuh rendah percakapan orang-orang yang bergumam panik bercampur dengan suara nyaring itu. Mereka sibuk, mondar-mandir berkutat dengan komputer atau layar masing-masing.

Layar besar di depan mereka memancarkan cahaya kemerah-merahan. Gambar di layar besar yang seharusnya adalah rumah besar bertingkat itu berganti menjadi tanda seru di dalam segitiga dan sebuah kalimat tertulis di dalamnya.

Koneksi Terputus

Dua kata itu benar-benar membuat semua orang yang berada di ruangan itu panik, mereka sibuk keluar masuk ruangan. Berkutat dengan komputer, layar dan papan kendali di depan mereka atau saling berbicara, mencoba mencari jalan keluar atas kerusakan yang terjadi di depan mereka.

"Apa yang terjadi?" Pintu baja itu terbuka bersamaan dengan kedatangan seorang pria berjas, beriringan dengan wanita di sebelahnya.

"Kami kehilangan beberapa kendali dan komunikasi dengan para peserta, Tuan Ditya." Laki-laki lain membalas pertanyaan pria berjas yang baru masuk itu ragu-ragu, takut diteraiki. Tapi dia tetap menghampirinya, melaporkan situasi.

Pria yang dipanggil Ditya itu membelalakkan mata mendengar apa yang dikatakan laki-laki itu. Sebelumnya memang Ditya sudah mendengar tentang kabar terjadinya kesalahan pada server game, tapi dia tidak menyangka masalahnya ternyata separah ini. Jika tidak ditangani lebih lanjut, mungkin saja Ditya akan kehilangan mereka dan pelucuran permainan ini serta reputasi perusahaannya bisa hancur.

"Keluarkan mereka dari sana sekarang juga, secara paksa, sebelum terjadi hal yang lebih buruk." Ditya meninggikan suaranya, membuat beberapa orang di sekitarnya mendengar seruan menggemanya di tengah raungan sirine yang berbunyi memenuhi ruangan itu. 

"Tidak bisa. Mengeluarkan mereka secara paksa... terlalu beresiko." Laki-laki tadi kembali bersuara dengan takut, ciut. Seolah menduga bahwa Ditya akan marah besar mendengar kalimatnya.

Benar saja, Ditya kini menatapnya tajam, sangat tidak senang dengan kabar buruk ini.

"Bagaimana bisa? Bukankah kalian sudah mengatakan bahwa semuanya sudah baik-baik saja? Bahkan kalian sudah mencobanya lagi setelah kegagalan terakhir, dan permainan berjalan dengan baik setelahnya, 'kan?" Pertanyaan Ditya terlempar dengan nada yang tajam dan menyalahkan, menatap laki-laki di depannya marah. Bagaimana tidak? Jika kerusakan ini tidak diperbaiki secepatnya, perusahannya bisa hancur jika media mendengar tentang peserta uji cobanya kini yang kehilangan kesadaran untuk selamanya.

"Kami sendiri juga belum mengerti apa yang salah, kami sedang menganalisanya." Laki-laki itu menjawab ragu, masih takut-takut menatap mata lawan bicaranya.

"Sebaiknya kau cepat sebelum terjadi apa-apa pada pemain kita." Ditya menatap laki-laki itu tajam, sama seperti nada suaranya yang mengancam laki-laki di depannya untuk segera menyelesaikan masalah ini. 

Laki-laki itu mengangguk kecil, sebelum akhirnya berlari kembali pada tempatnya, di belakang meja panjang, di tengah ruangan dengan tombol-tombol di seluruh meja besi itu. Lantas Ditya membalikkan badannya begitu memastikan seluruh karyawannya di sana bekerja, meninggalkan ruangan itu dan menaiki lift. 

Pintu lift terbuka, Ditya keluar bersama wanita di sampingnya sembari angkat bicara, "Tiara, hubungi dia, minta datang kemari. Jika ternyata dia yang membuat kerusakan ini, aku harus membayarnya dengan setimpal." Ditya berdesis tanpa sedikit pun menoleh pada Tiara, wanita di sampingnya. Tiara mengangguk mengerti, segera mengambil ponsel di sakunya dan menghubungi orang yang dimaksud. Sementara itu, Ditya memasuki ruangan yang jauh lebih kecil dari ruangan sebelumnya.

Suasana di dalam ruangan itu tidak berbeda jauh dengan sebelumnya. Hanya saja ruangan berisi kapsul-kapsul besar itu seharusnya gelap tanpa penerangan kecuali cahaya dari kapsul-kapsul itu. Tapi ini ruangannya bersinar terang, bahkan dipenuhi oleh orang-orang berjas putih disaat seharusnya tidak ada siapapun di ruangan itu selain mereka yang berada di dalam kapsul dan lima orang berjaga.

Orang-orang berjas putih, para perawat itu terlihat lebih tenang dari karyawan-karyawan sebelumnya. Walau mereka sama sibuknya, tapi wajah mereka terlihat lebih tenang. Memeriksa keadaan para peserta yang berada di kapsul, yang kini pintu kapsulnya terbuka untuk pengecekan dan memonitor kondisi mereka.

Dua-tiga perawat berjaga di samping kapsul, memeriksa ini-itu atau memasangkan selang pada lengan mereka, berikut nadi mereka. Monitor rekam jantung terlihat bersemayam di setiap samping kapsul itu bersama dengan infus. 

"Untuk saat ini, tidak ada yang dalam kondisi gawat. Kondisi mereka tidak separah sebelumnya, sudah lebih terkendali." Salah perawat mendekati Ditya yang baru memasuki ruangan, segera menjelaskan kondisi terkini para peserta yang terbaring pada kapsul dengan tutup yang terbuka, namun mereka masih menutup matanya.

"Bagus, jangan sampai ada satu pun dari mereka yang terluka." Ditya mengangguk puas, setidaknya dia mendengar satu kabar baik. Perawat itu kembali ke salah satu kapsul setelah melaporkan kondisi kesehatan satu per satu peserta pada Ditya, sebelum akhirnya Ditya juga keluar ruangan.

*****

Gelap dan sunyi. Aku tidak bisa melihat apapun, seolah tidak ada setitik cahaya hingga aku tidak mampu melihat tubuhku sendiri. Apa aku tertidur? Tapi aku merasa mataku terbuka dengan sempurna, namun aku tidak dapat melihat apapun. Seperti buta.

Aku mencoba untuk bersuara, tidak terdengar apapun walau aku merasa sudah berteriak hingga tenggorokanku sakit. Seluruh tubuhku terasa lumpuh, aku merasa berlari namun disaat yang bersamaan juga merasa berdiam di tempat yang sama. Aku bersuara, menajamkan pandangan, tapi tidak ada yang berubah, hanya kehampaan yang terasa, terlihat dan terdengar.

Tiba-tiba ditengah kebingunganku, cahaya putih datang dengan cepat, mendekat, menyilaukan mata, membuatku menutup mata, refleks. Perlahan, cahaya putih itu tergantikan dengan cahaya kuning yang menenangkan, terasa begitu hangat. 

Begitu mataku terbuka sepenuhnya, aku kembali bisa melihat dengan baik. Suara hujan di luar yang menimpa atap perlahan kembali terdengar, pun dengan lenguhan para peserta. Suara itu kembali sedikit demi sedikit, mulanya samar seperti dengungan tidak jelas, lantas mulai terdengar lebih baik dengan volume yang kecil. Lalu volume suara-suara kecil itu membesar dan membesar hingga terdengar jelas di pendengaran.

Setelahnya aku mencoba mengeluarkan suara kecil. Tersenyum senang saat telingaku menangkap suaraku sendiri. Sepertinya kerusakannya sudah ditangani dengan baik oleh pihak developer permainan.

Pandanganku mengedar perlahan, sebelum akhirnya menyadari bahwa kami kembali ke ruang tamu rumah ini, dimana permainannya dimulai. Kami, para Runner berkumpul di dekat pintu masuk langsung berhadapan dengan tangga menuju lantai dua. Tidak berkumpul dalam formasi tertentu sebenarnya, hanya berkumpul dengan formasi acak.

Wajah mereka terlihat kebingungan dengan kejadian tadi, sama halnya denganku. Memang aku tahu ada kesalahan, tapi tepatnya kenapa dan kesalahan apa aku belum tahu pasti. Semoga saja pihak developer nanti memberikan informasi lebih lanjut.

Tapi aku kesampingkan dulu semua kebingungan itu, memilih mencari keberadaan Ara. Aku tidak tahu bagaimana keadaannya sekarang. Oh ya, dan Edy. Aku harus memintanya melanjutkan penjelasan tentang petunjuk itu nanti.

Mataku langsung menangkap sosok Ara, posisinya sedikit memisah dari kerumunan. Tapi juga kebingungan seperti yang lain. Dan sepertinya, juga mencariku. Dia berada tidak begitu jauh daru posisiku sekarang. Aku segera mendekatinya. "Kamu tidak apa?" tanyaku begitu berada di dekatnya, Ara mengangguk pelan, lalu menanyakan hal yang sama padaku, aku mengangguk sebagai jawaban.

Kami berdua segera mendekat pada yang lain, berkumpul. "Apa permainannya error?" ucap Nacht, menatap kami bergantian. Sudah pasti, jawabku dalam hati.

"Sepertinya." Edy menjawab pendek. Lantas dia melihat sekeliling, seperti mencari sesuatu.

"Edy cari apa?" Ara bertanya kecil, membuat Edy menatapnya.

"Tidak, hanya saja aku merasa, seharusnya kita mendapatkan pemberitahuan atau semacamnya jika terjadi error seperti ini. Tapi sepertinya tidak ada." Edy mengangkat kedua bahunya, sepertinya dia tidak begitu menaruh perhatian atau malah sama sekali tidak peduli pada kesalahan kecil pada permainan ini.

"Tapi kamu benar. Seharusnya ada pemberitahuan." Aku ikut menimpali. Memang janggal, tidak seharusnya kesalahan seperti ini dibiarkan begitu saja. Walau aku sangat enggan setuju dengan si mata empat itu. Edy, maksudku.

Apalagi, dengan game yang memiliki banyak resiko ini, bisa jadi kesalahan tadi berakibat fatal pada tubuh kita di dunia nyata. Tapi mungkin juga, kami tidak dapat pemberitahuan karena ini hanya kesalahan kecil.

TING!

Bunyi bel berdenting itu tiba-tiba menggema di ruangan, sebuah layar seukuran papan dada muncul di depanku.

Kami saling pandang, sepertinya masing-masing dari kami mendapat pesan yang sama, tapi aku tidak dapat melihat layar mereka dan mungkin mereka pun begitu. Aku kembali menatap layar yang baru muncul, layar yang menampilkam gambar amplop yang masih tertutup  rapat dengan stamp lilin bercorak kancing, kancing yang sama dengan logo permainan ini.

Aku menyentuh amplop itu, dan dengan sendirinya amplop itu terbuka. Sebuah kertas muncul dari dalam amplop tersebut, sebelum akhirnya kertas itu terpampang jelas dengan isi tulisan yang tidak begitu banyak. Kerennya lagi, tulisannya terlihat elegan tapi juga sedikit menakutkan.

'Sebelumnya, kami sebagai pihak pengembang permainan Red House memohon maaf kepada seluruh peserta atas kesalahan yang terjadi sebelumnya. Saat ini, para staff sedang berusaha yang terbaik untuk memulihkan game ini.'

"Jadi errornya bukan hanya tadi saja?" gumamku begitu mambaca kalimat tadi.

'Saat ini, para staff tidak bisa berkomunikasi kepada pemegang role Little Girl dan Hunter dalam bentuk apa pun. Kami sepenuhnya kehilangan kendali atas mereka.

'Kami sudah berupaya sebaiknya untuk membawa kembali atau mengeluarkan para pemegang role tersebut dari permainan. Namun tidak berhasil.

'Pun hal yang sama terjadi kepada pemegang role yang lain, kami tidak bisa menarik para peserta keluar dari game.

'Untuk saat ini, kami hanya bisa berkomunikasi dengan para tim Occupant. Dan kami sedang berupaya sebaik mungkin untuk memperbaiki kerusakan permainan ini. Oleh karena itu, kami meminta kerja sama tim occupant untuk menyelesaikan permainan ini, dan keluar dari permainan secara manual, yaitu menyelesaikan permainan ini.'

Bibirku seolah kelu setelah membaca pesan tersebut. Sesaat, otakku seperti berhenti bekerja. 

Tapi hanya tidak bisa berkomunikasi kan? Kenapa kami sampai harus dikeluarkan? Apa ada dampak lain yang tidak mereka sebutkan? 

"Ini... Hanya bagian dari permainan, kan?" Viary mengalihkan pandangannya dari layar, menatap kami semua dengan ragu. Kami terdiam menatapnya, tidak ada yang menjawab. Bahkan aku pun tidak tahu harus menjawab apa. Ini semua terlalu tiba-tiba. butuh waktu bagiku untuk memprosesnya.

"Eh, tunggu, kamu?" Aku teringat sesuatu, Viary masih berada di sini? Kenapa dia tidak terleminasi?

"Aku sendiri tidak tahu. Tiba-tiba kembali ke sini." Viary menjawab ragu begitu melihatku menunjuknya. Aku mengangguk, sepertinya permainan ini tidak sengaja ter-reset. Untunglah karena itu, nyawa kami yang telah hilang kini kembali.

"Pasti masalah ini akan selesai, mereka pasti bisa menanganinya dengan baik, mereka profesional." Edy menjawab pertanyaan Viary sembari menggerakan tangannya ke bawah, apa dia sedang menutup jendela? Aku baru tahu kami bisa menutup jendela dengan cara begitu.

"Begitukah?" Via menatap Edy penuh harap. Edy mengangguk kecil.

"Tapi, bagaimana jika ini sesuatu yang belum pernah terjadi sebelumnya?" Raka tiba-tiba bersuara. Ah iya, dia juga kembali setelah tertangkap. Atau ada yang menyelamatkannya?

"Dari awal, permainan ini sudah beresiko. Kesalahan seperti ini pasti bukan hal kecil." Aku mengerutkan dahiku melilhat reaksi Raka yang terlampau panik. Yah, tidak terlalu panik, hanya saja dia tidak bisa bersikap tenang seperti yang lain--kecuali Viary tentunya, karena dia tadi juga panik.

"Hei, tenang-"

"Bagaimana, heuh?" Teriakan tercekat Raka memotong kalimatku, suaranya terdengar bergetar. Aku terkejut mendengarnya, terdiam. Sungguhkah, dia sepanik itu? Atau Raka tahu apa yang bisa terjadi pada kami karena eror ini?

"Setidaknya, mereka sedang berusaha memperbaikinya, kan. Kesalahan di permainan itu hal yang wajar. Beberapa menit atau jam lagi pasti sudah kembali seperti semula." Aku menoleh pada Ara yang berada di sampingku, dia angkat bicara, wajahnya terlihat lebih tenang dan terkendali dibanding diriku. 

"Iya. Semua pasti akan baik-baik saja, kok. Aku yakin errornya tidak separah itu, kita bisa menunggu sampai errornya diperbaiki jika terlalu takut untuk melanjutkan, kan." Nacht berbicara dengan intonasi yang sangat ceria, berusaha meyakinkan yang lain. Tapi cara berbicaranya itu, benar-benar terdengar aneh di pendengaranku.

Mulutku bahkan terasa terkunci, mataku menatapnya kebingungan. Tadi itu sangat di luar dugaan. Kupikir Nacht seseorang yang cool, keren dan sangat manly. Tapi sepertinya tidak. Maksudku cara bicaranya nyaris seperti perempuan! Bukan banci, hanya saja terlalu lembut untuk seukuran pria berwajah macho seperti dirinya.

"Apa-apaan?" Edy yang berada tidak jauh dariku bergumam kecil, nada bicaranya antara jijik dan kaget. Aku tertawa kecil mendengar reaksi Edy yang samar.

Setelahnya Edy tiba-tiba menghampiri Raka, menepuk pundaknya pelan. "Aku sudah dapat petunjuk. Jadi tenanglah, tidak akan terjadi hal-hal yang buruk di sini." Sebelah alisku terangkat. Kali ini terkejut dengan Edy yang menenangkan Raka, membuatku teringat prolog di permaina-

Akh, kenapa juga aku mengingat momen menggelikan itu!?

"Wah, menyenangkan sekali. Semuanya berkumpul di sini? Apa kakak-kakak sudah menyerah?" Suara cempreng khas kanak-kanak yang diiringi tawa kecil itu kembali terdengar. Namun ada yang berbeda, kini suaranya terdengar lebih serak, besar dan menggema bersamaan dengan suara langkah sepatu pentopelnya yang mendominasi ruangan.

Sejak kapan dia datang!?

Begitu mendengar suara yang khas itu kami semua refleks menjauh dari sumber suara. Tanpa melihat pun kami tahu siapa yang datang.  

Sebelum sempat salah satu dari kami memerintahkan untuk lari, kami sudah lari lebih dulu, menyelamatkan nyawa masing-masing. Akan koyol jika kami smeua tertangkap sekaligus di awal permainan. 

Kutarik tangan Ara, membawanya lari bersamaku mengekori Edy. Bagaimana pun juga aku sudah tahu dia mempunyai petunjuk, daripada berlari tanpa arah lebih baik aku mengekori seseorang yang sedikit mengenal pintu keluar.

Di kala yang lain berlari ke arah kanan dan kiri, Edy memilih menaiki tangga, menuju lantai dua. Tanpa mempertanyakan pilihannya walau aku merasa ganjil, aku tetap mengikutinya menaiki tangga. Kali ini aku sudah melepas tangan Ara, agar masing-masing dari kami lari dengan lebih leluasa.

Nacht telah tertangkap Little Girl

Ah, sudah ada yang tertangkap.
.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

01 Mei 2022

Author's Note

Besok lebaran!

Seneng banget bulan ini aku full produktif(人 •͈ᴗ•͈)

Pengen kasih self reward tapi bingung apa jadinya nanti aja deh, haha.

Aku pengen kasih self reward main game, tapi lagi gak ada game yang disenengin.

Jadi yah nanti aja deh ngasihnya, hwhw.

Oh ya! Karena besok tidak update, aku pengen ngucapin sekarang!

Minal Aidzin Wal Faidzin, mohon maaf lahir batin semuaa!!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top