Chapter 29: Maaf Yang Tidak Tersampaikan
Viary dapat melihat Little Girl dan Hunter yang semakin mendekat pada posisinya, sedangkan Lita sudah berlari cukup jauh di depan sana. Entah apa yang didapatkan Lita di permainan tadi, Viary tidak tahu, tapi dia menyadari lari kawannya itu, Lita, kini lebih cepat dari pemain lainnya.
"Tidak bisa terus begini." Viary bergumam kecil sembari menoleh ke belakang, memeriksa apa jaraknya dengan dua pengejar di belakang sudah menipis.
Lantas begitu dia kembali menolehkan keplanya pada jalan di depan, Viary mengeram kecil, jaraknya sudah tidak jauh lagi. Jika begini terus, Viary hanya akan menyusahkan dirinya dan Lita untuk menyelesaikan permainan ini.
Jika Viary tidak melakukan sesuatu sekarang, dua pengejar di belakangnya akan mengikis jarak mereka dengan cepat. Bagaimana pun Viary tengah terluka, dan luka-luka itu sangat menghambatnya.
Sebenarnya Little Girl pun terluka, namun hal itu tidak merubah apapun karena Viary juga terluka, larinya pun melambat seperti Little Girl. Dan Hunter yang masih dalam kondisi prima itu benar-benar menjadi ancaman bagi Viary yang terluka.
Aku tidak ingin ... tidak ingin lagi mengorbankan seseorang. Aku akan keluar dengan usahaku sendiri!
Dahi Viary terlihat mengkerut, bibirnya mengatup rapat mengumpulkan keberanian. Dan entah apa yang mengaliri pipinya kini, apa itu air mata atau hujan, tidak ada yang bisa membedakan. Namun hangatnya air yang mengaliri pipinya serta matanya yang terasa panas walau sudah dibanjiri dengan air hujan yang dingin membuatnya yakin, dirinya kini tengah menangis.
Sejujurnya Viary sendiri pun merasa heran pada dirinya, beberapa waktu yang lalu dia bisa dengan mudahnya mendorong Edy, menjebak Raka. Tapi mengapa rasa bersalah itu baru datang sekarang? Atau selama ini Viary berusaha mengabaikannya? Berusaha melupakan rasa bersalah itu?
"Akh!" Viary menjerit kala dirinya tersandung. Viary mengaduh pelan, mengangkat kepalanya dan memandang Lita di depan yang tidak menghentikan larinya.
Apa Lita tidak mendengar jeritan Viary? Atau dia sengaja mengabaikannya?
Viary ingin percaya bahwa Lita bukan sengaja meninggalkan dan membiarkannya terjatuh, tapi bagaimanapun, Viary masih mengingat tatapan benci yang Lita lemparkan pada Viary di permainan itu, masih terlihat jelas oleh Viary wajah Lita yang memandang jijik saat mereka berada di kamar Flora.
Viary membuka mulutnya, hendak berteriak memanggil Lita untuk membantunya berdiri. Tapi batal, Viary terlanjur kembali menutup mulutnya dan bangkit seorang diri.
"Aku tidak pantas." Viary bergumam kecil sembari berdiri dengan susah payah.
Dia menoleh ke belakang untuk terakhir kalinya sebelum kembali berlari. Tapi entah mengapa, Viary mengambil jalan yang berbeda dari Lita.
Wajahnya masih terlihat menahan tangis. Jantungnya yang berdegup kian cepat seolah memintanya untuk kembali ke jalur yang dilalui Lita. Tapi belum kaki itu mengambil langkah berbalik, kepalanya lebih dulu menggeleng, meminta pada ego dan kakinya untuk terus melangkah menjauh dari Lita, dia mencoba fokus untuk berlari di lintasan yang licin dan dipenuhi akar serta batu-batu cukup besar.
Sesekali Viary melompat kecil lantas nyaris terjatuh karena tidak mendarat dengan baik, tapi walau begitu dia masih berusaha untuk menjauh dari pengejar di belakang.
Jangan takut, jangan takut!
Berkali-kali Viary mengulang kalimat itu di dalam hatinya, berusaha meyakinkan dirinya sendiri untuk kuat, berusaha memantapkan hatinya. Jika dirinya terus menjadi penghambat, setidaknya kali ini biarkan dirinya yang membuka jalan untuk Lita.
Lagipun mustahil staminanya bisa bertahan hingga tujuan. Semakin lama larinya semakin melambat, sehingga dirinya pasti akan tertangkap oleh dua pengejar itu kalaupun Viary masih mengikuti Lita. Terlebih, untuk terakhir kalinya, dia tidak ingin menjadi beban bagi kelompoknya, dia tidak ingin Lita jadi terhambat keluar dari permainan ini karena sibuk menyelamatkan dirinya.
"AKH!" Badan mungil Viary itu seketika terjatuh begitu Hunter itu melemparkan tubuhnya pada Viary, keduanya membentur tanah yang becek karena air hujan. Dan Viary yang berada di bawah bisa merasakan rasa tanah yang pahit menjijikan pada bibirnya.
"Ukh! Tidak, jangan sekarang." Viary menggeram, berusaha melepaskan diri dari tindihan Hunter. Aku harus menahan kalian lebih lama!
"Mana kuncinya?"
Seketika bola mata Viary membulat begitu mendengar suara berat dan serak itu. Walau sedikit berubah, Viary tahu yang berbicara itu adalah Little Girl. Makhluk yang paling ditakutinya di permainan ini.
Ingatan saat tubuhnya yang diselemuti listrik menyengat karena alat yang dipasangkan pada kakinya oleh Little Girl kembali. Sakit yang dirasa, teror dan seringainya yang terlihat menikmati penderitaan Viary kembali terngiang begitu melihat wajah Little Girl yang mendekat pada dirinya.
"AAHHH! TIDAK MENJAUH!" Viary berteriak histeris, tubuhnya yang masih tertindih Hunter semakin memberontak. Ingatan itu begitu mengerikan, Viary tidak ingin berhadapan dengan rasa sakit itu lagi!
Mengabaikan jeritan Viary, Hunter yang menindihnya itu mengangkatnya dengan menarik rambut Viary kuat-kuat, memaksa Viary untuk bertatapan dengan Viary. Akibatnya, jeritan Viary semakin histeris, tubuhnya semakin memberontak untuk lepas dari cengkraman Hunter.
"Lepaskan aku, kumohon! Aku masih ingin hidup!" Viary menjerit ditengah tangisannya. Dia memberontak.
"Berikan Kuncinya."
"Kuncinya buka-"
Aku juga ingin hidup.
Bola mata Viary membulat begitu mendengar suara lirih dan serak dari kejauhan. Walau terdengar aneh karwna seakan menahan sakit, Viary seperti mengenal suara itu
Dan benar saja, sosok yang dikorbankannya itu muncul tidak jauh darinya.
Edy, dengan keadaan yang mengenaskan terlihat menggapai-gapai, berusaha mendekati Viary dengan merangkak walau kedua kakinya telah putus. Tatapannya yang penuh rasa sakit itu menatap lurus Viary seolah meminta tanggung jawabannya.
"Tidak ... Aku terpaksa ..." Melihat bayangan Edy yang merangkak mendekatinya, seketika rasa takut akan Little Girl dan Hunter itu menghilang, berganti dengan perasaan bersalah yang mulai memenuhi dadanya hingga membuat sesak.
Kenapa kamu yang hidup? KENAPA?
Sosok dengan kepala yang nyaris terputus dari lehernya itu tiba-tiba muncul di hadapan Viary. Sesaat napas Viary serasa terhenti begitu melihat kepala Raka yang terbalik menatapnya.
"WAAAAA! PERGI! PERGI!"
Jeritan kesakitan Raka kala itu kembali terdengar oleh Viary, tatapan yang begitu merasa terkhianati kembali teringat. Hal itu bagai mimpi buruk, mendatangi kembali dengan teror yang lebih mengerikan daripada kematian itu sendiri.
"Aku ... tidak punya pilihan!" Viary
Viary bergetar ketakutan, dia terus berteriak meminta mereka untuk pergi dari pikirannya.
KAMI JUGA INGIN HIDUP!
Seolah tidak ingin kalah, kedua orang itu ikut berteriak, menggila. Viary yang mendengar teriakan mereka refleks menutup telinga dengan kedua tangannya, matanya tertutup rapat agar tidak melihat wajah Raka dan Edy yang semakin mendekat dan membuka mata dan mulutnya lebar-lebar di depan Viary.
Manusia egois! Dasar egois!
"Maafkan aku ... Maafkan aku." Viary terus mengulang-ulang kalimat itu walau suaranya yang lirih itu teredam oleh teriakan Edy dan Raka yang tanpa henti.
Kamu tidak pantas hidup!
"Aku ..."
Plak!
Tiba-tiba saja Edy dan Raka menghilang begitu sesuatu menampar pipinya. Dan seketika, bayang-bayang Edy dan Raka yang mengelilingi Viary ikut menghilang setelahnya, berganti menjadi Little Girl yang menatap lurus padanya. Walau begitu, entah mengapa terdapat kelegaan pada wajah Viary.
"BERIKAN KUNCINYA!"
Little Girl kembali berteriak, meminta kunci itu.
"Kuncinya ... tidak pada-"
Belum selesai Viary menyelesaikan kalimatanya, dia kembali teringat dengan ucapan sosok Edy dan Raka tadi.
"Kamu tidak pantas hidup!"
Kalimat itu seolah kembali menamparnya, membuatnya mengingat janjinya pada Lita, bahwa dia akan menahan Little Girl agar Lita bisa kabur. Namun dirinya sangatlah bimbang, dia tidak ingin mati, tidak ingin! Tapi ... bagaimana dengan janjinya? Bagaimana dengan dosa yang harus ditebusnya?
Tiba-tiba, Little Girl yang berada di depannya berdecih dan berbalik. Sepertinya dia menduga kuncinya tidak ada pada Viary. Dan melihat sosok Little Girl yang menjauhi dirinya, jantung Viary berdegup kecang. Jika dia tidak bergerak sekarang, Little Girl akan mengejar Lita!
Namun dirinya sangat bimbang, berkali-kali dia membuka mulut hendak memanggil Little Girl, tapi berkali-kali juga dirinya menutup kembali mulutnya.
'Dasar manusia egois!'
Mengingat kembali kalimat itu, Viary menutup matanya dan berteriak kuat-kuat, "AKU TIDAK AKAN BERIKAN KUNCI INI PADAMU!"
Teriakan Viary yang tengah menggenggam saku celananya sukses menghentikan langkah Little Girl yang hendak berlari menjauh. Dia mencengkram saku itu kuat-kuat, menatap Little Girl sembari menahan rasa takut yang mulai memenuhinya.
Kamu gila Viary, gila!
Viary terlihat sedikit menyesali tindakannya, namun sekuat tenaga dia tahan rasa takut itu agar bisa terus menahan Little Girl lebih lama.
Mata Little Girl kembali melotot begitu mendengar kalimat itu, tanpa ba-bi-bu dia langsung berlari dan menubruk Viary hingga terjatuh, membuatnya menjerit karena terkejut dan ketakutan.
"Berikan, lepaskan tanganmu!" Gadis dengan bola mata merah itu mendesis, menatap tajam Viary yang menggeleng dan malah mempererat genggamannya pada kantong celananya yang tidak berisi apapun.
"Oh? Apa aku potong saja tanganmu?" Viary menatap ngeri wajah gadis dengan kepang itu begitu mendengar ancamannya, genggaman pada kantongnya itu melonggar.
Namun beberapa saat setelahnya, genggamannya kembali mengerat, bahkan lebih erat dari sebelumnya. Walau wajahnya kini masih mengerut ketakutan, tangannya pun bergetar karena aura Little Girl yang begitu mencekam, tapi di sudut hatinya dia tidak ingin lagi menjadi seseorang yang menjadikan orang lain sebagai batu pijakan.
"Baiklah." Dengan tanpa perasaan, gadis yang gaunnya telah basah dan kotor karena tanah itu mengeluarkan pisau kecil dari sakunya dan dalam sekali tebas,
"AAAAAA!"
Tangan Viary terpotong, dia menjerit begitu merasakan perih yang luar biasa pada pergelangan tangannya. Dia ingin meronta, tapi tubuh Little Girl yang menindihnya membuatnya tidak bisa melakukan apapun selain menjerit, berharap rasa sakitnya menghilang.
"Ugh... ugh."
Mengabaikan jeritan dan racauan kesakitan Viary, Little Girl segera memeriksa kantong celananya. Wajahnya bahkan tidak berubah kala memeriksa kantong itu, sungguh tidak punya hati.
"PEMBOHONG!"
BRAK!
Tidak menemukan apapun pada kantongnya, Little Girl menghempaskan tubuh Viary hingga membentur salah satu pohon.
Napas Little Girl begitu memburu begitu mengetahui tidak ada apapun di dalam kantong itu, matanya yang sudah besar itu semakin membesar, memelototi Viary yang sudah terkapar di tanah, meringkuk kesakitan.
Setelahnya, jeruji-jeurji muncul dari dalam tanah tepat saat Little Girl sudah berlari menjauh, mungkin mengejar Lita.
Tidak, tidak, tidak!
Wajah Viary kembali berkerut ketakutan begitu melihat jeruji itu kembali mengelilinginya, mengurungnya. Tapi Viary tidak bisa melakukan apapun, dia terlalu lemas untuk bangkit dan berlari keluar.
Tangannya yang masih utuh berusaha menggapai keluar, meminta bantuan seseorang untuk mengeluarkannya dari neraka ini, dari jeruji ini.
Kamu pantas menerimanya.
Suara Edy kembali terdengar, matanya yang semula terasa lemas untuk dibuka kini dengan mudahnya membuka lebar, menatap Edy di luar jeruji yang tengah merangkak dengan kedua kakinya yang terputus mendekati Viary.
Pupil matanya yang perlahan terlihat kosong seakan kehilangan kehidupan itu bergetar ketakutan, mulutnya seketika sulit untuk mengucapkan satu kata pun, kini Viary hanya bisa menganga sempurna begitu melihat sosok Edy yang mendekatinya. Bahkan di akhir hidupnya pun, dia tidak bisa tenang dan terlepas dari rasa bersalah.
Kamu tidak pantas bertahan. Kamu tidak pantas hidup tenang.
Belum Edy pergi dari pikiran Viary, Raka ikut datang dengan kondisi yang tidak jauh berbeda dari Edy, malah lebih buruk. Kepalanya yang nyaris terputus itu terlihat lebih mengerikan dengan kedua mata yang memelototi Viary. Mulutnya terus membuka lebar, meracaukan hal yang sama dengan Edy.
"Tidak ... Maafkan aku ... Maaf." Viary meringkuk, berusaha menyembunyikan wajahnya agar tidak melihat kedua sosok itu lagi. Viary tidak mampu melihat mereka, Viary tidak mampu menanggung rasa bersalah ini.
Viari mulai menangis ketakutan sembari terus meracaukan kata maaf, badannya pum bergetar, entah karena kedinginan atau ketakutan. Suara isak tangis dan racauannya itu teredam oleh badai, namun hujan itu tidak bisa meredam rasa bersalahnya yang semakin besar.
Sementara itu, Hunter yang tersisa sendirian di sana menatap tajam Viary yang menangis, lantas tiba-tiba tangannya menjulur, menggapai Viary yang tengah meringkuk.
"Diam!"
Hunter itu berkata tajam, menarik Viary hingga membuat wajahnya membentur jeruji besi dan menghasilkan bunyi yang cukup keras. Akibat benturan itu, telinga Viary terasa berdenging, kepalanya pun pening.
Mati saja, mati!
"Maafkan aku ... Edy, Raka." Namun walau begitu, gumaman-gumaman itu tidak berhenti, sama dengan bayang-bayang Edy dan Raka yang terus muncul, teriakan-teriakannya yang terus terdengar walau Viary sudah berusaha mengabaikan dan menutup kedua matanya dan menutup rapat-rapat kedu telinganya dengan tangan yang tersisa. Dia hanya bisa menangis berharap semua ini berhenti.
BUK! BUK! BUK!
"DIAM!"
Tidak peduli seberapa sering Hunter itu kembali menarik wajah Viary, membenturkannya pada jeruji besi dan menyuruhnya diam, tangisan Viary tidak berhenti. Viary seolah tidak merasakan sakit akan benturan itu, dia tetap menggumakan hal yang sama layaknya orang gila.
Rasa bersalah yang sempat sesaat hilang karena keinginannya untuk bertahan kembali, dadanya yang sempat terasa lega selama beberapa saat kembali terasa sesak. Namun seberapa keras dia menangis, seberapa sering dia mengulang kata maaf itu, rasa sakit, sesak dan bersalah itu tidak kunjung menghilang.
Suara menuntut dari Raka dan Edy masih terdengar. Walau dirinya telah menutup mata agar tidak melihat sosok mereka lagi, suara itu tetap menghantui. Seolah maaf yang Viary katakan, tidak pernah terdengar oleh mereka. Tidak peduli seberapa sering, seberapa besar kesungguhan Viary atas perimntaan maafnya, mereka tetap tidak menghilang.
"Maafkan aku..."
Untuk kesekian kali Viary menggumam, kali ini tanpa suara. Dan tetap, rasa bersalahnya itu belum juga pergi.
.
.
.
.
.
.
.
.
14 Agustus 2022
Author's Note
Apa Viary masih menyebalkan? Atau sekarang kalian kasihan padanya?
Dan Hunternya jahat banget ... Show some mercy to her please ಥ╭╮ಥ
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top