48
Chapter 48:
RAMONA
Hope you have a nice day. Jangan lupa makan dan minum obat! ;)
Senyuman muncul di bibir Taylor membaca pesan yang baru saja dikirimkan oleh seorang Harry styles kepadanya. Bersamaan dengan itu, mobil yang Selena kendarai berhenti tepat di kediaman Malik yang tampak sangat sepi.
"Woah. Rumah ini sangat besar! Aku tak heran. Maksudku, pemilik rumah ini adalah Zayn Malik!"
Taylor berdecak mendengar komentar Selena tentang rumah Zayn yang baru terlihat depannya saja. Selena belum melihat isi rumah yang jauh lebih menakjubkan lagi.
"Kau harus lihat isi rumahnya, Sel. Jauh lebih menakjubkan dan misterius." Taylor melepas sabuk pengamannya dan memberi Selena senyum penuh tantangan.
Selena mengangguk. "Aku pernah melihat isi rumahnya di sebuah acara. Aku tahu seberapa menakjubkan isi rumahnya."
"Kau mau masuk dan menemaniku?"
Selena menggeleng. "Tidak, Taylor. Aku hanya mengantar. Kehadiranku itu tidak diharapkan. Oleh karena itu, jika kau selesai segera hubungi aku. Aku akan menjemputmu."
Taylor mengangguk. "Baiklah, terima kasih sudah mengantar. Aku akan menghubungimu nanti. Tapi serius kau ingin menungguku selesai? Kupikir akan cukup lama."
Senyuman Selena melebar. "Tenang. Apa kau tak tahu jika banyak selebritis yang tinggal di sini? Aku akan berkeliling. Siapa tahu aku bertemu dengan Jason Mraz atau Chris Evans?"
Taylor terkekeh. "Ya, baiklah. Lakukan apapun yang kau sukai di sini. Sampai bertemu nanti."
Kemudian, Taylor melangkah ke luar dari mobil Toyota yang Selena miliki, lalu melangkah memasuki area rumah tinggal Zayn.
Tak seperti biasa. Taylor sedikit terkejut saat tak mendapati pelayan-pelayan yang menyambutnya. Taylor menekan bel berulang kali dan tak ada jawaban sama sekali. Padahal, Zayn bilang jika Olivia berada di rumah dan Taylor juga sudah berjanji dengan Zayn untuk memeriksa keadaan Olivia.
Penasaran, Taylor mendorong knop dan pintu terbuka. Bersamaan dengan pintu yang terbuka, Taylor membulatkan mata mendengar suara tangis Olivia.
Taylor berjalan cepat memasuki rumah dan mendapati banyak pelayan yang berdiri tepat di depan kamar Olivia dengan wajah cemas. Suara tangisan dan teriakan Olivia terdengar sangat jelas.
"Apa yang terjadi?" Taylor langsung bertanya panik sesampainya di dekat para pelayan itu.
Salah satu pelayan tampak tengah menghubungi seseorang yang sepertinya adalah Zayn, karena dia memanggil orang itu dengan sebutan Tuan.
"Wanita itu menyerang pelayan yang memberinya makan, lalu masuk ke dalam kamar Olivia dan menguncinya. Olivia menangis sejak tadi. Kami mencoba untuk membuka pintu, tapi kami tak bisa melakukannya tanpa izin Tuan Zayn. Tuan Zayn baru bisa dihubungi."
Mata Taylor melotot. "Sudah berapa lama dia berada di dalam?" Tanya Taylor, mencoba tenang walaupun dia mulai panik sekarang.
"Hampir setengah jam."
"Apa?! Kenapa kalian diam saja?! Cepat dobrak pintunya! Bagaimana jika dia melakukan sesuatu yang buruk pada Olivia?!" Seperti orang kesetanan, Taylor berjalan mendekati pintu kamar Olivia, mencoba membuka dengan mendorong knop, tapi benar-benar tak bisa dibuka.
Taylor mengetuk keras pintu. "Olivia! Kau bisa mendengarku?!"
"Dokter Swift!!"
"Olivia! Bertahanlah!"
Mendengar suara teriakan Olivia, Taylor mencoba membuka pintu sebisa mungkin. Tapi tenaga Taylor mana cukup untuk membuka pintu yang terbuat dari kayu jati terbaik itu? Ditambah lagi, Taylor masih belum benar-benar sehat.
"Kenapa kalian diam saja?! Bantu aku membuka pintu! Aku yang akan bertanggung jawab!" Mendengar perintah itu, beberapa pelayan mulai maju dan menabrakkan diri ke pintu. Sekuat tenaga dan pintu itu benar-benar kuat.
Taylor berharap-harap cemas, sampai akhirnya pintu terbuka dan beberapa pelayan mulai menyingkir, menjauh. Taylor menahan nafas dan melangkah memasuki ruangan. Jantungnya berdebar cepat saat melihat Olivia yang menangis dalam gendongan seorang wanita dengan penampilan berantakan.
"Dokter Swift!" Olivia memanggil namanya, ketika melihat Taylor.
Si wanita gila yang menggendong Olivia memutar tubuhnya, menghadap Taylor dan Taylor tercekat mengenali wajah yang tak asing dalam benaknya itu.
"Ra—Ramona?"
Wanita itu terdiam. Tatapannya yang semula kosong berubah menjadi tajam. Nafasnya terengah-engah dan Taylor terkejut setengah mati saat wanita itu menjatuhkan begitu saja Olivia yang semula berada dalam gendongannya. Tangisan Olivia bertambah keras.
"Olivia!"
Taylor mencoba melangkah menggapai Olivia dan baru hendak menggapai gadis kecil itu, wanita gila itu langsung menerjang Taylor, membuat Taylor jatuh tersungkur di lantai. Taylor mencoba bangkit dan di saat bersamaan, wanita gila itu menindih tubuhnya dan langsung mencekik leher Taylor.
Beberapa pelayan yang melihat mencoba untuk menolong Taylor, tapi entah dari mana wanita yang Taylor panggil Ramona itu mendapat kekuatan lebih untuk menyingkirkan mereka.
Olivia menangis keras, berteriak, "Jangan sakiti dokter Swift!" Sambil memukulkan tas sekolahnya ke tubuh wanita gila itu. Tapi tangan Ramona berhasil menepis Olivia, membuat gadis kecil itu terpental menabrak tembok kamarnya.
"Ra—Ramona—,"
Tubuh Taylor melemas dan usahanya untuk menyelamatkan diri sendiri semakin terasa sia-sia. Di wajah wanita gila itu tampak sebuah senyuman sinis ditambah dengan geraman yang terdengar seperti suara hewan liar.
"Ramona! Lepaskan dia!"
Tepat saat Taylor tak sanggup lagi melawan, suara yang sangat dikenalnya itu terdengar. Bersamaan dengan hilangnya kesadaran gadis itu.
*****
Secara perlahan, mata gadis itu terbuka dan dia cukup terkejut saat mendapati kedua orangtuanya berada di sisinya, menatapnya dengan cemas. Ayah Taylor, Scott segera memanggil dokter dan entah kenapa Taylor hanya bisa diam saja. Mulutnya tak bisa mengucap apapun. Sangat lemas.
"Taylor, astaga. Akhirnya kau sadar juga." Taylor dapat mendengar suara ceria sekaligus isak tangis dari Ibunya.
"Mo—mom?"
Seorang dokter yang Taylor kenali datang dan langsung memeriksa keadaan Taylor selama beberapa saat. Senyuman muncul di bibir dokter itu ketika melihat keadaan Taylor.
"Merasa lebih baik, dokter Swift?"
"Di—mana Oli—via?" Taylor berkata putus-putus.
Sang dokter tersenyum. "Dia baik-baik saja. Hanya sedikit mengalami trauma. Tapi kami sudah memberinya obat bius sehingga dia bisa beristirahat tanpa terus mencemaskan keadaanmu."
"Za—yn?"
"Dia sedang menemani Olivia. Jangan cemas. Sepertinya kau yang harus banyak beristirahat. Apa nafasmu terasa lebih baik sekarang?" Tanya sang dokter dan Taylor mengangguk.
"Kau pingsan seharian. Aku senang kau siuman juga. Sangat banyak yang mencemaskanmu." Dokter itu menarik selimut sehingga menutupi setengah badan Taylor.
Taylor menoleh, menatap kedua orangtuanya yang terlihat benar-benar cemas. Senyuman muncul di bibir Taylor. "Aku baik-baik saja."
Andrea Swift mendekati putrinya dan langsung memeluk putrinya tersebut. "Maafkan aku. Semua ini salahku. Maafkan aku."
Taylor balas memeluk Ibunda-nya. "Bukan salahmu, Mom. Jangan menyalahkan dirimu sendiri. Aku baik-baik saja."
Taylor melirik sekilas sang ayah yang memberinya tatapan datar. Tapi Taylor tahu, ayahnya itu pasti jauh lebih cemas daripada Ibunya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top