47
Chapter 47:
NOT A DREAM
Kau percaya padaku, kan?
Kelopak mata gadis berambut pirang sebahu itu terbuka cepat, beriringan dengan deru tak beraturan nafasnya. Dia mengubah posisinya yang semula berbaring menjadi duduk bersandar pada sandaran ranjang. Tangannya menarik satu bantal di samping posisinya duduk lalu, memeluk bantal itu erat.
Iris biru menatap sekeliling dan tak mendapati seseorang yang diharapkannya. Taylor menghela nafas dan menundukkan kepala.
Kumohon, jangan katakan jika semua adalah mimpi.
Perhatian Taylor tiba-tiba teralihkan oleh suara decitan pintu. Taylor buru-buru menoleh dan hatinya merasa lebih lega saat mendapati sosok Harry Styles yang tampak kesulitan untuk membuka pintu secara lebar sehingga dia bisa masuk. Kedua tangannya sibuk membawa nampan berisi semangkuk bubur. Namun, akhirnya dia berhasil dan senyuman muncul di bibirnya saat mendapati Taylor yang sudah terbangun dari tidur lelapnya.
"Selamat pagi, sleeping beauty. Bagaimana keadaanmu?"
Harry bertanya seraya meletakkan nampan tersebut di atas meja. Kemudian, pria itu duduk di tepi ranjang dengan senyuman yang tak kunjung lenyap dari bibirnya. Tapi wajahnya terlihat sangat lelah. Matanya sayu. Taylor menahan nafas menyadari satu hal: pria ini pasti benar-benar kurang tidur.
Taylor baru ingin bertanya saat Harry mendekat dan meletakkan punggung tangannya di dahi Taylor. Senyumannya bertambah lebih lebar, menampilkan lesung di kedua pipinya yang membuatnya semakin tampan.
"Suhu tubuhmu benar-benar sudah jauh lebih baik dari semalam. Kau memang sangat cepat untuk sembuh." Harry menjelaskan dengan ceria.
"Apa kau sudah tidur?" Pertanyaan itu langsung Taylor ajukan.
Harry mengedikkan bahu. "Aku tidur, tenang saja. Tidak lama, tapi cukup untukku. Yang penting, kau masih harus beristirahat sebelum benar-benar sembuh."
"Kau juga butuh istirahat, kau tahu?"
Harry terkekeh dan mencubit pipi Taylor gemas saat gadis itu hanya memutar bola matanya.
"Aku tak ingin istirahat. Sebentar lagi, aku harus terbang ke Prancis dan syuting selama hampir dua bulan di sana, sebelum lanjut syuting di Las Vegas. Jadi, aku ingin banyak-banyak melihat wajahmu sebelum pergi." Harry mengedipkan satu matanya dan tersenyum ceria, hanya sesaat saat dia menyadari perubahan ekspresi Taylor.
Taylor menghela nafas dan menundukkan kepala. "Sukses untuk syutingmu itu, Harry." Suaranya terdengar lemas.
Senyuman tipis muncul di bibir Harry dan pemuda itu meraih tangan Taylor, menggenggamnya erat. "Aku akan kembali merindukanmu, sangat dan mungkin, ini saatnya untuk mencari mata-mata lagi untuk mengawasi pergerakanmu."
Taylor mengangkat wajahnya dan menatap Harry dengan bingung. "Apa? Mata-mata lagi?"
Harry terkekeh. "Well, jangan marah atau apa. Tapi selama setahun belakangan, aku memang menyewa beberapa orang untuk mengawasimu. Tapi aku memberhentikan mereka saat mereka melapor padaku jika kau tengah dekat dengan pria itu." Tentu saja, Zayn Malik yang dia maksud.
"Kenapa harus membayar mata-mata saat kau bisa menemuiku secara langsung? Damn! Apa kau tak tahu seberapa tolol-nya aku untuk berharap jika kau akan benar-benar datang padaku?" Taylor meluapkan kekesalannya.
Harry terkekeh lagi dan Taylor menatap pemuda itu bingung.
"Jika semudah itu, aku sudah menemuimu jauh-jauh hari, sebelum mereka mengambil ponselku dan menyembunyikannya entah di mana supaya aku tak berhubungan lagi denganmu."
Penjelasan Harry membuat Taylor terkejut. "Apa maksudmu?"
Harry mengelus punggung tangan Taylor dan menatap punggung tangan itu dengan senyuman di bibirnya. "Aku terikat kontrak saat itu dan kontrak itu melarangku untuk terlihat berhubungan dengan gadis lain, selain dengan lawan mainku. Semua dalam rangka promosi, supaya film kami terus menjadi sorotan publik sekaligus dengan gosip-gosip yang beredar antar pemainnya. Keuntungan yang di dapat juga semakin besar."
Saat kau masuk ke dunia hiburan, kau harus mendapat batasan terhadap banyak hal. Kau juga tak bisa menjadi seseorang yang terlalu jujur. Kau tak bisa tetap menjadi dirimu sendiri.
Taylor memejamkan mata saat suara Zayn terlintas dalam benaknya. Zayn berkomentar seperti itu ketika Taylor menonton acara di mana Zayn tidak mengakui Olivia sebagai anaknya, sebagai putrinya. Tapi Zayn mengakui Olivia sebagai keponakannya.
Harry baru ingin buka suara lagi saat ponselnya berdering. Taylor memperhatikan Harry yang meraih ponsel dari saku celananya dan menghela nafas mendapati nama yang tertera di sana.
"Manajer Jill terus menghubungiku sejak kemarin. Dia benar-benar cerewet, kau tahu?" Harry mendengus dan Taylor terkekeh geli.
"Angkat teleponnya, Bodoh! Suara dering ponselmu itu sangat mengganggu!" Taylor mendorong pemuda itu untuk menangkat panggilannya.
Harry memicingkan matanya. "Jika aku mengangkat teleponnya, dia pasti memintaku pulang dan akan menyeretku untuk menghadiri rapat persiapan syuting. Aku paling malas ikut rapat."
"Setidaknya kau harus pulang dan mandi. Please, bersihkan tubuhmu dan ganti pakaian."
Harry mengangkat satu alisnya. "Benarkah? Aku masih wangi dan tampan tanpa harus mandi dan mengganti pakaianku."
"Jorok."
"Tapi tetap wangi dan tampan."
Taylor memutar bola matanya. "Terserah."
Lagi, ponsel Harry kembali berdering dan kali ini, Taylor mendorong tubuh Harry untuk bangkit berdiri dan mengangkat panggilan tersebut. "Aku mau istirahat lagi dan suara ponselmu itu benar-benar mengganggu."
Harry mendengus walau akhirnya menurut dan pergi ke luar kamar untun memgangkat panggilan tersebut.
Senyuman lebar muncul di bibir Taylor.
Jadi, ini bukan mimpi?
Taylor menurunkan kaki menyentuh karpet yang melapisi lantai keramik kamarnya dan hendak bangkit berdiri, tapi niatannya tak sempat terlaksana saat Harry kembali melangkah memasuki kamar.
Harry menyadari apa yang akan Taylor lakukan. Pria itu melipat tangan di depan dada sambil berkata, "Bukankah aku memintamu untuk beristirahat?"
Pria berambut kecokelatan itu berjalan mendekat dan duduk di samping Taylor. "Aku tak bisa mengawasimu secara penuh jadi, kumohon, beristirahatlah dan sembuh."
Taylor mengangkat satu alis. "Kau akan pergi?"
Harry mengangguk. "Ya. Manajer Jill sudah menghubungiku dan berkata jika aku tak datang dalam waktu satu jam ke tempat rapat, dia akan memberiku hukuman yang menjijikkan."
Taylor terkekeh mendengar ucapan Harry. "Kalau begitu bergegaslah. Kau harus cepat-cepat ke sana sebelum dia murka."
Harry menghela nafas dan tersenyum. Pemuda itu meraih tangan Taylor dan menggenggamnya. "Kali ini, jangan menungguku kembali karena aku pasti kembali."
*****
Tiga hari beristirahat di rumah adalah waktu yang sangat cukup untuk Taylor. Hari ini, Taylor kembali masuk bekerja ke rumah sakit dan hari ini, Taylor juga sudah membuat janji untuk menjenguk Olivia. Sudah nyaris seminggu dia tak menemui Olivia.
"Kau serius ingin langsung pergi ke rumah Zayn? Kau baru saja masuk. Setidaknya, bersantailah sedikit sambil mengisi ulang tenagamu." Selena berpesan seraya menyedot cokelat yang baru saja dibelinya di kantin.
Taylor meletakkan laporan kerja yang Selena berikan di atas meja. "Kau pikir, aku akan cepat membaik jika hanya diam saja? Aku bukan pemalas sepertimu, Sel."
"Mau kuantar? Aku juga penasaran dengan rumah seorang Zayn Malik. Ayolah. Aku masuk malam dan seharusnya aku sudah pulang sejak tadi. Aku menunggumu datang dulu." Selena membujuk, meletakkan gelas cokelatnya di atas meja kerja Taylor.
"Seharusnya kau beristirahat setelah mendapat shift malam, dokter."
Selena terkekeh. "Aku tak bertugas sama sekali semalam. Jadi, aku tidur di salah satu ruangan kosong dan bangun tepat saat waktu bekerjaku selesai."
Taylor memutar bola mata. "Kau dokter paling beruntung sepanjang masa. Saat aku mendapat shift malam, mana bisa aku tidur. Pasien kecelakaan datang tiap satu jam sekali."
Selena menarik kerahnya, tersenyum angkuh yang sangat dipaksakan. "Aku dokter pembawa keberuntungan, kalau begitu."
"Maksudmu aku dokter pembawa kesialan?" Taylor memicingkan mata dan Selena tertawa.
"Sudahlah. Ayo, berangkat! Pakai mobilku saja, mobilmu biar diparkir di sini. Aku juga akan mengantarmu pulang dan menjemputmu besok. Anggap saja sebagai permintaan maaf karena aku tak sempat menjengukmu kemarin."
Selena mengedipkan satu mata ketika Taylor kembali memutar bola matanya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top