37

Chapter 37:
HE DID

Selena dan Martha menatap satu sama lain, sebelum kembali menatap Taylor yang tampak sudah sangat mabuk dengan mata berair.

Taylor menghubungi Selena dan Martha sedari sejak dia pulang dari rumah sakit untuk datang ke apartemennya. Sesampainya di sana, yang mereka berdua hadapi adalah Taylor yang tengah duduk di lantai dengan beberapa botol wine di dekatnya.

Martha terkekeh geli saat Taylor hendak menuangkan botol kosong yang dikiranya penuh ke dalam gelas minumnya namun, Selena menepuk paha Martha agar dia diam.

Selena meraih satu per satu botol wine kosong dan menjauhkannya dari Taylor yang kini tampak sesenggukan. Matanya berair dan wajahnya memerah. Sangat berbeda dengan Taylor yang mereka temui sebelumnya. Taylor terlihat sangat ceria di pagi hari dan malamnya, dia tampak sangat buruk.

"Apa kau terus mabuk tanpa menjelaskan apapun kepada kami? Kau menghubungi kami hanya untuk melihatmu mabuk? Surely, Taylor. Aku memiliki sangat banyak pekerjaan." Selena memutar bola matanya dan menghela nafas.

Taylor menghela nafas sebelum berkata santai, "Zayn Fucking Malik melamarku. Dia bilang dia ingin membuat keluarga baru dengan dia, Olivia dan aku. How sweet is that?"

Selena dan Martha menganga dan melotot bersamaan saat Taylor tertawa seperti orang gila.

Martha berjalan mendekat dan menggoyangkan pundak gadis itu. "Damn! Kau pasti mabuk dan berkata yang tidak-tidak, kan? Bagaimana mungkin dia memintamu menjadi istrinya? Kau pasti bercanda, kan?!"

Taylor memutar bola matanya dan menyingkirkan tangan Martha dari pundaknya. "Holyfuck. Kenapa kau tak bertanya langsung padanya? Dia benar-benar mengatakan hal itu padaku!"

Martha hilang semangat dalam sejenak dan kembali duduk tenang di samping Selena. Selena menepuk bahu Martha dan berbisik, "Orang mabuk itu biasanya jujur, Mar. Jadi, dia jujur. Lagipula, mana mungkin Zayn suka padamu. Jika dia tidak bersama Taylor, dia akan berakhir bersamaku."

Perkataan Selena membuat Martha memicingkan mata dengan jengkel kepadanya.

Selena terkekeh sebelum kembali fokus kepada Taylor. "Jadi, apa masalahmu dengan lamarannya itu? Jika kau menyukainya, cukup katakan 'iya, aku mau menikah denganmu' atau jika tidak, cukup katakan 'maaf, aku sudah mencintai orang lain' atau 'maaf, kau bukan tipe-ku, meski kau adalah pria tertampan yang pernah kutemui'."

Taylor menggeleng. "Aku tak tahu harus menjawab apa. Aku tak tahu aku menyukainya atau tidak."

Martha mengerucutkan bibir. "Kau tidak dekat dengan siapapun, Taylor. Jadi, menurutku tak masalah. Harusnya kau bersyukur karena mendapatkan pria seperti Zayn. Dia sangat tampan dan kaya. Hidupmu terjamin dengannya."

Taylor merespon perkataan Martha dengan gelengan kepala.

"Apa maksud gelengan kepala itu?" Tanya Martha dengan mata memicing.

Selena diam sejenak sebelum ikut memicingkan mata menatap Taylor dan bertanya, "Jangan katakan jika kau dan Harry masih berhubungan."

Taylor diam tak menjawab dan itu jawaban yang cukup jelas untuk Selena. Selena menghela nafas seraya berkomentar, "Kau masih berhubungan dengannya? Selama ini? Aku cukup terkesan. Dia sangat sibuk dan masih menyempatkan waktu untuk bertemu denganmu. That's good."

Lagi, Taylor merespon dengan gelengan kepala. "Aku tak pernah bertemu dengannya lagi, setelah perpisahan kami di bandara. Satu tahun lalu."

Selena mengernyitkan dahi. "Tapi dia masih berhubungan denganmu. Aku tak mengerti."

"Dia baru kembali menghubungiku sejak beberapa hari lalu. Sebelumnya kami lost contact. Tapi dia sudah berjanji akan menemuiku."

Martha memutar bola matanya. "Kau masih percaya dengan pria yang suka mengumbar janji? Taylor, Taylor dan Taylor. Zayn melamarmu dengan penuh kepastian dan kau malah memikirkan pria yang bahkan tak memberimu kepastian. Aku bahkan tak yakin jika pria itu lebih tampan dari Zayn."

Selena menoleh menatap Martha dengan mata memicing. "Dia juga tampan. Zayn dan Harry sama-sama tampan dan layak diberi julukan sexgod."

"Aku bahkan tak tahu Harry siapa yang kalian bicarakan." Martha mengedikkan bahu.

Selena menghela nafas dan menjawab, "Kau akan pingsan mendengar namanya."

Kemudian, Selena beralih kepada Taylor yang menatap hampa ke satu titik di hadapannya. Selena menepuk paha Taylor dengan keras, membuat gadis itu mengaduh kesakitan dan memicingkan matanya.

"Dengar. Sebodoh apapun Martha, aku setuju dengan kata-katanya tadi. Setampan-tampannya pria yang mengumbar janji, dia pasti akan kalah pada pria jelek yang memberi kepastian. Tapi Zayn itu tampan. Harry juga tampan. Tapi hanya Zayn yang memberimu kepastian. Kau menang banyak, Taylor. Duh."

*****

Keesokan paginya, Taylor bangun karena cahaya matahari yang langsung menerpa wajahnya. Saat dia bangun, hal pertama yang dia sadari adalah: dia tertidur di karpet kamarnya dengan Selena dan Martha yang tertidur sangat pulas di ranjang. Jam di dinding sudah menunjukkan pukul 11 pagi.

Good friends, aren't they?

Taylor bangkit dari posisinya dan menatap sekeliling. Kamar apartemennya tidak cukup berantakan. Itulah keuntungan mabuk ditemani sahabat. Taylor yakin, Selena dan Martha pasti tak akan membiarkannya membuat apartemen berantakan.

Gadis itu berjalan lesu meraih ponsel yang ada di atas meja kecil di samping ranjang tidurnya. Taylor membuka kunci layar dan menghela nafas saat mendapati beberapa pesan masuk dan panggilan tak terjawab yang berada di sana.

Zayn melamarmu dengan penuh kepastian dan kau malah memikirkan pria yang bahkan tak memberimu kepastian.

Senyuman miring muncul di bibir Taylor tatkala mendengar suara lantang Martha semalam. Taylor tak ingat pasti apa yang telah dia katakan kepada Selena dan Martha, tapi ucapan Martha yang satu itu cukup melekat dalam pikiran Taylor. Meski Taylor benar-benar tak ingat latar belakang Martha mengucapkan kalimat itu.

Taylor kembali menghela nafas dan membuka pesan teratas yang terdapat dalam pesan masuk yang diterimanya. Dikirim tiga puluh menit yang lalu, dari sang sexgod. Zayn Malik, of course. 

Are you free today?

Gadis itu memejamkan mata sekilas dan membukanya lagi kemudian menutup pesan dari Zayn. Taylor membuka pesan lain hingga dia berhenti tepat di kontak yang diberinya nama Moodbooster. Harry mengiriminya sangat banyak pesan. Membuat Taylor langsung melotot.

Tayyyyyzzzz!!!

Taylor, kau di sana?

Hei, apa kau sudah tidur? Tapi sepertinya masih terlalu petang untuk kau tidur.

Taylor, angkat panggilan dariku!!!

Kau sibuk? Apa aku mengganggumu?

Taylooooorrrrrrr Swiffftttttt!!!!

Doctooorrrr Swifffftttt!!!

Oke. Sepertinya kau sangat sibuk dan mungkin sudah tertidur pulas. Goodnight and have a nice dream, Taytay! ;) Hubungi aku jika kau sudah membaca pesan ini?

Taylor kembali memejamkan mata membaca pesan-pesan berderet dari Harry sebelum membuka matanya saat ponselnya bergetar. Taylor mengernyit mendapati nama Moodbooster tertera di sana, menghubunginya.

Taylor menggigit bibir bawahnya dan melirik kedua sahabatnya yang masih tertidur pulas sebelum berjalan

menuju ke balkon dan mengangkat panggilan tersebut.

"Hei—,"

"Selamat pagi, Sleepy-head."

Taylor terkekeh mendengar sapaan Harry tersebut. Namun, raut wajahnya berubah sangat cepat. "Kau benar-benar langsung menghubungiku setelah tahu jika aku baru membaca pesanmu?"

"Aku terus mengecek ponselku, menunggu balasan darimu. Kau hanya membaca, tanpa membalas. Makanya aku langsung menghubungimu."

"Aku baru ingin membalas pesanmu, tapi kau menghubungiku."

Kekehan Harry terdengar jelas di telinga Taylor. "Aku pikir kau marah padaku atau terjadi sesuatu padamu. Aku mencemaskanmu sampai aku tak bisa memejamkan mata. Bahkan aku bersumpah, aku tak akan tidur sebelum mendengar suaramu."

"Kenapa aku harus marah padamu? Kau melakukan sesuatu yang salah padaku?" Taylor menundukkan kepala.

"Aku...tidak tahu. Aku sangat mencemaskanmu sejak kemarin dan aku benar-benar tak tahu alasannya."

Taylor diam sejenak dan mengangkat wajah. Gadis itu menatap jalanan kota New York yang tampak sangat ramai sebelum berkata, "Kau ingat janjimu padaku saat kita berpisah di bandara setahun yang lalu?"

"Kau meragukan ingatanku? Aku sa—,"

Taylor memotong ucapan Harry dengan cepat, "Jangan pernah temui aku dalam keadaan sakit, lagi. Sakit apapun itu. Temui aku dalam keadaan sehat." Taylor memejamkan mata dan melanjutkan, "Makan dan istirahatlah dengan teratur juga. Berhenti mengkonsumsi junkfood dan berhentilah berpesta minuman keras dengan teman-teman priamu. Kesehatanmu tetap yang utama."

"Kau benar-benar memiliki ingatan yang baik." Harry berkomentar.

"Kau harus menepati janji-janji itu. Itu sebuah kewajiban, mengerti?" Taylor berkata cepat, seakan memberi perintah.

"Bagaimana dengan janji untuk tidak genit pada gadis lain? Kau juga melupakan janji terpentingku yaitu untuk menemuimu dan memperjelas semuanya."

Taylor memejamkan mata dan menggigit bibir bawahnya sebelum berkata, "Lupakan janjimu yang itu."

"Apa?"

"Maksudku, aku tak mengerti kenapa aku harus memintamu berjanji seperti itu. Kau bisa menggoda gadis manapun yang kau inginkan, aku tak punya hak untuk melarangmu." Taylor menahan nafas sebelum kembali melanjutkan, "Kenapa pula kau harus menemuiku? Memperjelas apa? Sedari awal, kau dan aku memang semu. Kita hanya bersenang-senang, kan?"

"Taylor, dengarkan aku. Bersenang-senang, katamu? Hanya bersenang-senang? What the fuck? Aku menghabiskan waktu setahun untuk mencaritahu segala sesuatu tentangmu, aku tidak menerima ajakan kencan banyak gadis dan menolak ikut pesta bersama teman-teman priaku, itu karena aku memegang janjiku padamu. Karena aku selalu berpikir, you will be my home. Bukan, maksudku, you already are my home."

Taylor menunduk, entah kenapa jantungnya berdegup cepat mendengar kalimat-kalimat panjang yang Harry ucapkan kepadanya. "Maafkan aku."

"Taylor, apa yang terjadi? Katakan padaku, jangan berkata demikian. Kumohon, jelaskan apa yang terjadi, apa yang kau inginkan."

Taylor mengangkat wajah dan kali ini, matanya benar-benar berair. Gadis itu menggigit bibir bawahnya dengan cemas.

"Harry..." Taylor menarik nafas panjang sebelum menghelanya cepat dan berkata dengan mata terpejam.

"Zayn melamarku."

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top