34
Chapter 34:
LUCKY
"Harry?!"
Taylor terkejut saat mendengar suara yang sudah sangat dikenalnya. Suara yang dulu selalu mampu berhasil membuatnya tersenyum, bahkan tertawa. Suara yang dulu selalu dapat memgendalikan emosi Taylor. Suara yang dulu selalu didengarnya. Damn. Sudah berapa lama Taylor tak mendengar suara ini?
"Operasimu berjalan lancar, dokter-tidak-peka?"
Suara Harry kembali menarik Taylor ke dunia nyata. Taylor menghela nafas dan hendak menjawab, namun dia mengurungkan niatannya saat menyadari tatapan penasaran Liam yang tertuju padanya.
Taylor tersenyum tipis kepada Liam sebelum berkata, "Aku akan kembali ke ruanganku dan terima kasih banyak, dokter Liam. Aku akan mentraktirmu Starbucks nanti. Sampai jumpa."
Tanpa menunggu respon Liam, Taylor mendekatkan kembali ponsel ke telinganya sambil berjalan ke luar dan baru hendak buka suara saat Harry lanjut berbicara.
"Apa-apaan, Taylor? Kau ingin pergi ke Starbucks bersama Liam? Kau ingin minum bersama pria lain? Oh, jadi ini yang kau lakukan di belakangku?"
Taylor mengernyit heran dan menyandarkan punggung pada dinding di samping pintu ruangan dokter Payne. "Geez, apa yang kau katakan? Aku hanya ingin merayakan keberhasilanku menyelamatkan putri dari seorang Zayn Malik."
"Jadi, operasinya berhasil?"
Taylor tersenyum dan mengangguk walaupun Harry tak akan melihat senyuman dan anggukan kepalanya. "Aku sangat senang karena aku berhasil!"
"Aku sangat senang karena kau senang!"
Taylor terkekeh geli mendengar Harry yang mencoba meniru nada bicaranya, sangat dipaksakan. Taylor memejamkan mata dan tak tahu kenapa, jantungnya masih berdebar tak karuan sejak mengangkat panggilan tadi.
"Kau ingin menemuiku...tadi?"
Taylor bertanya seraya melirik Martha yang baru tiba entah dari mana. Dokter cantik itu menyeringai saat Taylor melotot dan memintanya pergi dengan isyarat. Martha mengangguk dan berbisik seraya membuka pintu ruangannya, "Selamat atas kesuksesan operasimu, dokter Swifty."
Taylor merespon ucapan Martha dengan senyuman dan anggukkan kepala sebelum mendengarkan kembali suara Harry.
"Ada seseorang di sana?" Harry bertanya.
Taylor berjalan menuju ke ruangannya dan masih sambil berbicara kepada Harry. "Tunggu sebentar. Aku akan ke ruanganku."
Dokter itu mengeluarkan kunci pintu ruangannya sebelum membuka ruangannya dan mengunci dari dalam. Setelah itu, Taylor menghempaskan bokongnya di kursi kerja dan dengan ceria melanjutkan percakapan lagi.
"Rekan kerjaku, tadi. Aku sudah di ruangan sekarang."
"Kau membuang banyak waktu hamya untuk pergi ke ruangan. Kau tahu? Aku berada di dalam pesawat dan seorang pramugari memarahiku karena masih melakukan panggilan. Kau mengerti maksudku?"
Senyuman Taylor lenyap seketika. Gadis itu memejamkan mata. "Oke, aku mengerti. Aku hanya terlalu senang karena masih bisa mendengar leluconmu lagi."
"Aku juga merindukanmu, dokter Swift."
Taylor terkekeh sedih. "Aku tak pernah berkata jika aku merindukanmu."
"Kau bisa memelukku selama mungkin atau bahkan tak akan pernah kau lepaskan, saat kita bertemu nanti."
Taylor memejamkan mata dan menghela nafas. "Semoga penerbanganmu menyenangkan."
"Simpan nomorku ini. Aku akan menghubungimu setelah pesawat mendarat. Pramugari itu tengah menatapku sinis, aku harus mematikan telepon, Tay. Sampai jumpa."
"Sampai jum—," belum sempat Taylor melanjutkan ucapannya, Harry sudah mematikan telepon.
Taylor menatap layar ponsel, lebih tepatnya nomor Harry yang segera di simpannya dalam kontak dengan nama: Moodbooster.
"Aku sangat merindukanmu."
Senyuman muncul di bibir Taylor.
*****
Harry mengakhiri telepon, menatap layar ponselnya dengan senyuman di bibirnya. Wallpaper ponsel Harry adalah foto Taylor, yang dia dapat dari berbagai sumber. Terdengar seperti stalker, memang. Tapi Harry tak peduli.
"Mr. Styles."
Mendengar suara menjengkelkan sejak tadi itu, Harry memutar bola matanya dan mendongakkan kepala, menatap si pramugari yang sedari tadi menatapnya galak karena Harry tak kunjung menuruti perintahnya.
"Apa lagi? Aku sudah mematikan panggilanku!" Harry berkata keras, membuat para penumpang lain menoleh ke arahnya dengan bingung. Harry menaiki pesawat komersil, dengan tiga bodyguard-nya dan juga manajer Jill.
"Kau akan mengundang perhatian jika berteriak seperti itu," salah satu bodyguard-nya yang duduk di samping Harry, berbisik pelan.
"Pramugari ini sangat menyebalkan. Aku akan melakukan protes setelah mendarat." Harry melipat tangan di depan dada.
"Kenakan sabuk pengamanmu, Mr. Styles." Pramugari itu berusaha tetap ramah, meskipun emosinya sudah benar-benar naik.
Harry Styles dan sifat kekanak-kanakannya.
*****
Taylor baru melangkah ke luar dari ruangannya dan hendak kembali ke apartemen untuk beristirahat saat seorang Zayn Malik berdiri tepat di hadapannya, masih menatap Taylor dengan ekspresi datarnya tersebut.
"Kau ingin pulang?" Tanya Zayn, mengangkat satu alis.
Taylor terkekeh geli mendapat pertanyaan itu sebelum menunjuk jam yang tergantung di dinding. Sudah menunjukkan pukul 11.30 malam. Sudah cukup larut dan sebenarnya tak ada masalah sedikitpun dengan Taylor mengenai ini.
"Sepengetahuanku, aku hanya bekerja di sini, Mr. Malik, bukan untuk tinggal juga." Taylor menjawab dengan senyuman tipis di wajah letihnya.
Mata karamel itu menatap Taylor lekat dan perlahan, bibir Zayn melengkungkan sebuah senyuman. "Bagaimana jika aku mengantarmu? Kau terlihat sangat lelah. Jika kau mengemudi dengan kondisimu yang sekarang, kau akan berakhir di sini lagi, bukan di apartemenmu."
Taylor mengernyit. "Aku? Kau mengantarku? Tidak, tidak usah. Aku masih bisa mengemudi, aku baik-baik saja."
Zayn menggeleng. "Aku tak merasa demikian. Aku akan mengantarmu. Ini bukan ajakan, tapi perintah. Ayo!"
Pria itu berbalik dan melangkah memunggungi Taylor. Taylor menatap punggung Zayn yang menjauh sebelum menghela nafas dan tersenyum tipis. Taylor mulai berjalan mengekori Zayn.
Langkah Taylor ikut terhenti saat Zayn menghentikan langkahnya tepat di depan pintu sebuah mobil Range Rover hitam. Zayn langsung membukakan pintu mobil dan menoleh kepada Taylor sambil berkata, "Cepat masuk."
Taylor menurut dan setelah itu, Zayn menyusul duduk di bangku kemudi. Zayn menyalakan mesin dan mulai melajukan mobil menjauhi rumah sakit.
Sepanjang perjalanan, tak ada percakapan sama sekali dan Taylor baru menyadari ada sesuatu yang ganjil karena kehampaan itu.
Taylor yang semula menatap ke luar kaca mobil menoleh kepada Zayn sambil bertanya menyelidik, "Kau tahu di mana aku tinggal?"
Zayn menoleh sekilas, menaikkan satu alisnya. "Apa?"
"Aku tak pernah memberitahu di mana aku tinggal padamu, tapi kau tahu jalan dari rumah sakit ke tempatku tinggal tanpa bertanya padaku. Kau bahkan tak melihat waze. Kau...bagaimana kau...?" Taylor menahan nafas dan mengalihkan pandangan, menatap fokus lurus ke depan.
Zayn tersenyum simpul. "Aku Zayn Malik. Jika kau ingin tahu, arti namaku adalah raja. Raja selalu punya berbagai macam cara untuk mendapatkan apa yang dia inginkan. Mendapatkan informasi tentangmu itu sama sekali bukan sesuatu yang sulit."
Taylor mengernyit. "Kau bisa bertanya langsung daripada harus menyelidikiku seperti stalker."
Zayn lagi-lagi tersenyum. "Aku...well, ini terdengar memalukan, tapi aku bukan pria yang mudah mengungkapkan sesuatu. Aku sedikit pemalu, sebenarnya."
Taylor mengangguk. "Ah, aku paham. Aku juga pemalu, sama sepertimu. Jadi, aku memahamimu."
Tatapan Taylor beralih kembali pada sisi kanan kaca mobil dan di saat bersamaan, mata biru Taylor menangkap pesawat yang baru saja melakukan penerbangan. Senyuman muncul di bibi Taylor.
Hei, apa kau ada di dalam sana atau kau sudah berangkat sejak tadi? Apa pramugari itu masih memberimu tatapan galak? Apa kau tak memberitahu identitasmu padanya? Beritahu dia jika kau adalah idola para gadis. Beritahu dia jika kau adalah Harry Styles.
Senyuman tak kunjung lenyap ketika hanya ada seorang Harry Styles dalam pikiran Taylor Swift, sampai suara Zayn kembali menariknya ke dunia nyata.
"Kau punya saudara, dokter Swift?"
Tanpa menoleh dan masih mempertahankan senyuman bodohnya. "Punya. Seorang adik. Laki-laki. Dua tahun lebih muda dariku. Namanya Austin. Dia pemain teater."
"Aku hanya bertanya singkat dan kau menjawabnya sangat lengkap." Zayn tertawa kecil dan Taylor menoleh. Senyuman muncul lagi di bibir Taylor melihat Zayn tertawa.
Taylor tak tahu apa yang sudah dia lakukan sehingga dipertemukan dengan pria-pria sangat tampan seperti Zayn dan juga Harry.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top