16

Chapter 16:
Dr. Evans' Wedding Party

Taylor Swift menahan nafas sebelum melirik sahabatnya yang tampak sudah sangat menawan dengan gaun malam berwarna merah darah yang cukup pendek, memperlihatkan sedikit belahan dadanya. Semua orang, khususnya pria pasti akan megap-megap dengan penampilan seorang Selena Gomez malam ini. Seksi.

"Kau akan mencuri perhatian, Sel. Seharusnya dokter Evans dan Jenna yang menjadi pusat perhatian."

Taylor berkomentar, seraya memperhatikan Selena yang tengah menambah polesan make up-nya. Saat ini, keduanya berada di dalam mobil, tepat di halaman parkir gedung di mana pesta pernikahan dokter Evans dan Jenna berlangsung. Mereka sudah sampai setengah jam yang lalu, tapi Selena menahan Taylor hanya untuk memperbaiki make up yang menurutnya luntur di perjalanan.

"Kau sudah menarik perhatian seorang Harry Styles dan malam ini, izinkan aku menarik perhatian pemuda tampan dan lajang yang berada di gedung." Selena berkata santai, sebelum berkaca dan tersenyum lebar menatap pantulan bayangan wajahnya di cermin.

"Nah, Jenna bukan siapa-siapa dibandingkan aku." Selena memuji dirinya sendiri sebelum menoleh kepada Taylor yang masih duduk di bangku kemudi, menundukkan kepala dan tampak tengah mengatur nafas.

Taylor juga tak kalah cantik dengan Selena. Taylor mengenakan gaun hitam selutut yang sedikit tertutup namun, cukup membentuk lekuk tubuhnya. Tak lupa, Taylor atas desakan Selena memoleskan gincu merah darah nan menggoda di bibirnya.

"Hei, ayo ke luar? Kita sudah terlalu lama berada di mobil." Selena meraih tas kecilnya sebelum membuka sabuk pengaman.

Taylor menoleh sekilas ke arah sahabatnya dan tersenyum tipis. "Kau duluan, Sel? Aku...aku harus benar-benar menyiapkan mental untuk menemui mereka."

Selena memutar bola matanya dan menatap Taylor tajam. "Sungguh, Taylor. Kupikir, kau sudah mengakhiri perasaanmu dengan dokter Evans. Lagipula, jika dilihat dengan jelas, harusnya kau sangat bersyukur tidak jadi dengan dokter Evans dan malah dipertemukan dengan Harry Styles yang sangat tampan."

Mata Taylor memicing mendengar perkataan Selena. Gadis itu menarik nafas dan menghelanya perlahan sebelum kembali berkata, "Kau duluan saja, Sel. Aku menyusul nanti. Mengerti?"

Selena menghela nafas pasrah dan menganggukkan kepala. "Jangan salahkan aku jika para pria tampan di dalam akan memperhatikanku dan mereka tak akan memperhatikanmu." Selena menjulurkan lidah kepada Taylor sebelum membuka pintu mobil dan berjalan ke luar dari mobil.

Taylor menatap punggung Selena yang berjalan memasuki gedung, berbaur dengan banyak undangan yang tampak sangat menawan, mengikuti alur pesta dengan rasa bahagia.

"Aku bahkan tak berpikir untuk masuk, Sel." Taylor berujar pelan dan kembali menyalakan mesin mobil. Gadis itu baru berniat untuk melajukan mobilnya menjauhi area pesta saat dering ponsel membuatnya mengurungkan niat.

Taylor meraih ponselnya dan memicingkan mata saat mendapati nama Actor-lah yang tertara di layar ponselnya. Lagi, Taylor menarik nafas panjang dan menghembuskannya perlahan sebelum memutuskan untuk menerima panggilan tersebut.

"Hei."

"Kau tidak berpikir untuk tidak datang ke pesta, kan? Ayolah. Setidaknya, memperlihatkan wajahmu pada mereka. Ibuku bilang, saat kau diundang untuk menghadiri suatu acara, itu adalah kewajiban untuk datang. Kecuali jika kau memiliki suatu pekerjaan yang membuatmu berhalangan untuk datang."

Taylor memutar bola matanya mendengar ucapan panjang lebar tanpa jeda seorang Harry Styles. Dia bahkan tak membalas sapaan Taylor di awal tadi.

"Oh, dan hei juga, Dokter."

Baru Taylor pikirkan, pemuda itu sudah membalas sapaan awal Taylor, meski sudah sangat terlambat.

"Aku tak berniat untuk kabur, tenang saja. Aku bahkan sudah sampai di tempat pesta, meski belum menemui mereka. Mereka banyak menerima tamu." Taylor beralasan, menatap ke gedung pesta dengan cemas.

Sebenarnya, sungguh Taylor tak mau masuk. Melihat seorang pria yang kau sukai menikah dengan gadis lain itu sangat menyakitkan. Move on itu butuh waktu yang tak sebentar walaupun kau sudah memiliki seseorang untuk menggantikan orang yang kau sukai itu.

"Benarkah kau sudah masuk ke dalam tempat pesta? Tapi aku tak mendengar musik atau suara orang lain selain kau."

Taylor memutar bola matanya mendengar ucapan Harry. Pemuda yang satu ini memang sukar untuk dibohongi.

"Aku sedang di kamar kecil." Taylor berusaha terus beralasan.

"Ah, ya. Kamar kecil? Sepertinya aku mendengar suara mesin mobil."

Taylor mengerucutkan bibirnya. "Aku sudah sampai sejak tiga puluh menit yang lalu. Aku masih di parkiran. Belum masuk. Puas?"

Suara kekehan Harry terdengar jelas di telinga Taylor. Taylor hanya diam, sampai Harry berhenti terkekeh dan membalas ucapan Taylor.

"Aku bertaruh, kau pasti terlihat sangat cantik malam ini."

Taylor terkekeh. "Tentu saja. Aku selalu terlihat cantik."

Lagi, suara kekehan Harry terdengar sebelum pemuda itu berkata, "Gaun warna apa yang kau kenakan malam ini, Dokter?"

"Hitam."

"Hah? Kau serius memakai warna hitam untuk datang ke pesta pernikahan orang? Duh. Harusnya kau mengenakan sesuatu yang lebih cerah. Putih, misalnya?"

Taylor menggeleng. "Mereka sendiri yang membuat dresscode. Black and Red. Selena memakai gaun merah dan dia memaksaku mengenakan gaun hitam."

"Baik, aku mengerti. Jadi kau mengenakan gaun hitam. Hei, aku sedang membayangkan. Kau pasti terlihat...dark and mysterious."

Taylor menghela nafas. "Apa kau sudah selesai? Ada sesuatu yang harus kukerjakan."

"Jika kau ingin kabur dan tak memberi selamat pada mereka, aku tak akan membiarkanmu."

"Lalu, kau bisa apa? Sudahlah. Lebih baik aku pergi daripada bertahan di sini lebih lama. Gaun ini juga membuatku tak nyaman." Taylor melirik gaun yang dikenakannya. Ini gaun pilihan Selena, bukan pilihannya. Itulah yang membuat Taylor tak nyaman. Seleranya dan Selena jelas berbeda.

"Sayangnya, aku tak diundang."

Taylor tersenyum tipis. "Memangnya apa yang kau lakukan jika kau diundang?"

"Aku akan datang bersamamu. Kita akan berpegangan tangan, erat dan terus berada di samping satu sama lain sampai pemuda bodoh yang tak kunjung melirikmu itu tiba-tiba melirikmu dan berkata dalam hati 'Sial! Kenapa dia bisa bersama pemuda yang jauh lebih tampan dariku?!'."

Taylor tertawa mendengar rencana seorang Harry Styles jika dia diundang dalam pesta pernikahan dokter Evans dan Jenna. "Tapi faktanya kau tak diundang."

"Itu yang membuatku sedih."

Senyuman kembali muncul di bibir Taylor dan entah kenapa. Harry menghubunginya di waktu yang tepat. Di saat Taylor tengah putus asa, tak mau melihat pria yang sudah lama disukainya bersanding dengan gadis lain yang bukanlah dia.

"Terima kasih." Taylor berkata setelah tak mendengar lagi suara Harry. Mungkin dia kehabisan pokok pembicaraan?

"Kau tahu? Aku benar-benar akan menggandeng bahkan menyeret tanganmu untuk dapat menemui pasangan pengantin baru itu. Kemudian, aku akan berbisik kepada si pengantin pria, 'Terima kasih sudah tak membalas cinta gadis cantik yang bersamaku malam ini'."

Taylor terkekeh geli mendengar ucapan Harry namun tak bertahan lama saat suara Harry tak lagi terdengar.

"Harry."

"Hm?"

"Terima kasih banyak." Taylor benar-benar berterima kasih pada Harry. Harry berhasil membuat niatan awal Taylor terkubur rapat-rapat.

"Buat dia menyesal, Dokter dan aku akan menghubungimu setelah aku menyelesaikan adegan terakhirku. Kuharap kau juga selesai di sana. Aku tak sabar mendengar ceritamu."

Taylor terkekeh geli mendengar perkataan Harry. Taylor lupa, pemuda itu memang sedang bekerja, memainkan perannya. Jujur, Taylor belum pernah sekalipun melihat film yang Harry bintangi. Taylor bukan tipikal gadis yang akan menonton tiap film box office atau film-film yang tengah hits. Taylor lebih suka berada di rumah dan menonton DVD film-film lama seperti Titanic ataupun Love Actually.

"Aku akan masuk, mengucapkan selamat kepada dokter Evans dan mungkin menyicipi makanan yang ada di dalam. Apa itu cukup? Ah, tidak. Aku tak bisa hanya sebentar di sana. Aku datang bersama Selena dan Selena bilang dia ingin menggoda banyak pria tampan di dalam."

"Pria tampan? Yang benar saja. Jangan ikuti Selena, Tay. Aku jauh lebih tampan dari pria-pria di dalam."

Lagi dan lagi Taylor terkekeh geli sebelum berkata, menggoda, "Kita lihat saja nanti. Aku masuk sekarang."

"He-hei, aku serius! Jangan berani-berani menggo—,"

Taylor langsung mematikan panggilan itu dan tertawa terbahak-bahak, sendirian. Setelah puas tertawa, Taylor menahan nafas sebelum memutuskan untuk mengikuti saran Harry.

Cukup temui pasangan pengantin baru itu, jabat tangan dokter Evans dan peluk Jenna sambil berkata, 'Aku turut bahagia atas pernikahan kalian'. Sangat sederhana.

Taylor melepas sabuk pengaman dan melirik kembali gedung yang terasnya saja masih ramai oleh tamu-tamu yang baru datang.

Aku bisa. Aku bisa melakukannya!

Cukup lama meyakinkan diri, Taylor pun segera beranjak ke luar dari mobil. Jantung gadis itu berdegup sangat cepat, lututnya melemas, tapi dia sudah berjanji melakukannya.

Kaki Taylor melangkah memasuki gedung. Bunyi musik klasik langsung terdengar oleh telinganya ketika berada di dalam. Mata kucing Taylor menatap sekeliling, mencari siapapun yang dia kenali dan mendapati Selena yang tengah berdansa dengan pria asing di lantai dansa.

Tak mau mengganggu Selena, Taylor memutuskan untuk mengumpulkan semua keberaniannya untuk menghampiri pasangan pengantin yang tengah meladeni tiap ucapan para tamu. Bermodal nekat dan jantung yang terus berdetak tak karuan, Taylor ikut mengantri untuk dapat mengucapkan selamat.

Hingga tiba gilirannya. Jantung Taylor berdegup lebih tak karuan saat matanya bertemu dengan mata dokter Evans. Tiba-tiba tubuhnya kaku dan belum sempat Taylor mengatakan bahkan melakukan sesuatu, dokter Evans sudah tersenyum dan menarik Taylor ke dalam pelukan hangatnya.

"Terima kasih sudah datang."

Pelukan itu tak berlangsung lama saat dokter Evans yang tampak sangat tampan dengan jas putih dan dasi kupu-kupu hitamnya. Dokter Evans menoleh kepada Jenna dan tersenyum lebar.

"Masih mengingat dokter Swift, kan? Dia yang sering kuceritakan padamu. Kalian pernah berpapasan di klinik, kan?" Tanya dokter Evans dan Jenna yang tampak cantik dengan gaun putih menganggukkan kepala sebelum bergantian menarik Taylor dalam pelukannya.

"Thomas bercerita banyak tentangmu. Kita pernah bertemu, tapi hanya sekilas. Aku senang bertemu denganmu, dokter Swift."

Ucapan tulus Jenna entah kenapa membuat Taylor tersenyum tipis sebelum balas memeluk Jenna. "Selamat atas pernikahan kalian. Kuharap, apa yang dokter Evans ceritakan tentangku bukanlah hal-hal buruk."

Jenna melepaskan pelukannya dan terkekeh. Wanita itu melirik suaminya dan tersenyum kepada Taylor.

"Percayalah, dia selalu memujimu. Kadang aku iri padamu."

Taylor terkekeh mendengar apa yang Jenna katakan, meskipun dia mencoba menghindari kontak mata dengan dokter Evans.

"Aku akan mencicipi makanan yang dihidangkan."

"Silahkan. Aku jamin, kau tak akan pernah puas dan akan ketagihan dengan makanan di sini." Jenna menawarkan ramah.

Taylor mengangguk dan tersenyum. "Nah, aku akan mencobanya sekarang. Sekali lagi, selamat atas pernikahan kalian."

Setelah itu, Taylor melangkah menjauhi pasangan pengantin seraya mencengkram dadanya. Entah, masih terasa sesak. Taylor menarik nafas dan menghelanya perlahan sebelum memaksakan diri untuk tersenyum.

"Aku melakukan hal yang benar. Aku melepaskannya untuk wanita yang sangat luar biasa. Mereka berdua serasi." Tapi kenapa masih terasa sesak di sini?

Taylor menunduk dan berusaha sebisa mungkin untuk menahan tangis saat ponselnya bergetar. Menandakan adanya pesan masuk.

Bagaimana wajahnya? Apa dia menyesal telah melewatkanmu?

Senyuman muncul di bibir Taylor saat membaca pesan tersebut.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top