👣8👣


Keesokan harinya Elliya merasakan hal berbeda, Genta tak mengganggunya sama sekali sampai siang, ia merasa tenang bekerja bahkan beberapa kali menerima perwakilan dari perusahaan rekanan yang telah lama bekerja sama, juga beberapa laporan dari beberapa divisi yang harusnya Genta yang menerima.

Saat sore tiba sekretaris Genta masuk ke ruangannya.

"Ibu ini kalau bisa dihadle sekalian." Lia memberikan agenda sore ini yaitu memimpin rapat dengan para manajer. Elliya mengerutkan keningnya.

"Kemana bosmu?"

"Sakit Bu, tidak masuk."

"Oh."

Elliya mengangguk dan Lia menghilang di balik pintu. Sekilas Elliya ingat kejadian semalam. Ia khawatir apa sakitnya Genta akibat perlakuannya semalam, karena ia melihat Genta yang kesakitan lalu keluar dari apartemennya begitu saja, hingga jasnya sampai saat ini masih di apartemen.

Elliya meraih ponselnya, mencari nomor Genta namun mengurungkan niatnya yang hendak menghubungi Genta.

Elliya melalui satu hari itu tanpa gangguan Genta. Namun seharian pula ia khawatir Genta sakit karena dirinya.

.
.
.

Dua hari lewat sampai akhirnya Genta masuk, bekerja seperti biasa namun sama sekali tak mengganggunya. Elliya merasa tenang, namun ia cukup terganggu dengan perubahan sikap Genta yang tak lagi mengganggunya.

Hingga Lia masuk ke ruangannya, memberikan sebuah kartu berwarna beige padanya.

"Dari Pak Genta Bu."

"Oh iya."

Elliya melihat undangan reuni di akhir pekan nanti. Kembali berpikir apakah ia akan datang atau tidak. Ia akan kembali ke kota yang telah ia lalui sejak kecil. Banyak kenangan di kota itu, ia tumbuh besar di sana. Sekali lagi Elliya melihat undangan itu, sampai pada kesimpulan, ia akan datang.

.
.
.

Genta kaget saat Elliya tiba-tiba masuk ke ruangannya dan memberikan jasnya yang sudah rapi dalam kemasan yang terlihat jika telah dicuci. Elliya meletakkan begitu saja di meja Genta. Lalu berbalik dan melangkah menuju pintu. Tapi ia mendengar bunyi remote control pintu yang membuat pintu terkunci. Elliya berbalik menatap wajah Genta tanpa ekspresi.

"Aku mau keluar, aku tidak main-main."

"Kau kira aku main-main? Kau tak minta maaf setelah memperlakukan aset berhargaku seperti itu? Kau tak tahu sakitnya seperti apa."

"Minta maaf? Kau saja yang membuat aku kesakitan seumur hidup tak minta maaf lalu aku harus minta maaf hanya gara-gara perbuatanmu sendiri yang tidak sopan, jangan perlakukan aku seperti wanita-wanita yang biasa kau tiduri, aku tak biasa bersentuhan dengan laki-laki."

"Jangan asal bicara, aku bukan laki-laki yang dengan mudah tidur dengan sembarangan wanita, aku akui memang bukan hal aneh aku berhubungan seperti itu, tapi hanya dengan dua wanita, pertama pacarku saat awal berkuliah dan mantan tunanganku itu, aku bisa dengan mudah mendapat wanita yang aku suka saat aku ingin, tapi aku bukan tipe laki-laki yang asal masuk, ingat itu!"

"Lalu apa maumu, mengapa kau kunci pintu ini, aku mau keluar."

"Silakan tapi dengan satu syarat, akhir pekan ke Surabaya bersama aku."

"Untuk apa aku harus menuruti maumu, kamu bukan siapa-siapaku."

"Aku pemilik perusahaan ini, kau harus patuh padaku, kau aku gaji dari uang perusahaanku."

"Aku bisa berhenti jika aku mau."

"Jangan coba-coba, kau tak akan pernah keluar dari perusahaan ini, ingat pesan Om Halim."

"Heh bisanya hanya menggertak menggunakan kekuasaan orang lain."

"Aku tak mau tahu, kau tetap di sini seharian jika tak bersedia bersamaku ke Surabaya."

"Buka pintunya, akan ada gosip tak enak jika kita terus berdua di sini."

"Tak ada yang tahu, tak akan ada yang berani menggosipkan kita."

"Terserah kau, aku mau keluar."

"Silakan kalau bisa."

"Gentaaaa."

"Akhirnya kau memanggil namaku."

"Aku tidak main-main."

"Sama."

Elliya mulai marah, ia merasa tak enak pada Lia yang pasti bertanya-tanya mengapa ia sangat lama di dalam ruangan Genta, ia tak ingin ada rumor tak enak tentang dirinya dan Genta.

"Yah kita bareng ke Surabaya."

"Ah yesss."

"Jangan coba macam-macam."

"Aku bukan tipe laki-laki mesum, kau akan aman bersamaku, yang kapan hari aku mendekat hanya ingin memastikan kamu masih normal apa tidak sebagai wanita?"

"Tidak lagi, karena kau telah merusaknya, buka pintunya!"

Dan Genta akhirnya membuka pintu dengan menggunakan remote di tangannya. Ia hanya bisa geleng-geleng kepala. Berkelebat lagi wajah Elleonor yang bisa dengan mudah ia taklukkan, sedang Elliya sulitnya setengah mati hanya demi mendapatkan maafnya.

.
.
.

Malam yang menenangkan bagi Elliya, ia mulai memejamkan matanya, memeluk guling dengan nyaman, namun ia kembali bangkit saat terdengar bel berbunyi.

"Pasti si biang rusuh ke sini lagi, nggak ada kapoknya."

Saat pintu dibuka ternyata benar, Genta muncul dengan tampilan yang lebih segar hanya menggunakan t-shirt putih dan celana jins.

"Mau apa?" tanya Elliya tanpa menyilakan masuk.

"Mau ngembalikan celana dalam kamu."

"HAAAH BAGAIMANA BISA ADA DI KAMU!"

"Ya kamu gimana kok bisa ada di lipatan jasku yang kamu kembalikan."

Elliya menyeret Genta masuk dan menutup pintu unitnya. Lalu menatap laki-laki yang masih menatapnya dengan tatapan aneh.

"Mana milikku!"

Genta pura-pura kaget dan menatap ke bawah, ke arah pangkal paha Elliya.

"Ya di sana milikmu."

"Jaga mulutmu, aku nggak biasa ngomong mesum."

"Loh gimana sih kan kamu sendiri yang mesum, mana milikku tadi kan kamu bilang gitu ya nempellah di tempatnya."

"Malesi."

Elliya meninggalkan Genta yang masih berdiri dan terkekeh.

Elliya duduk di sofa, merapatkan kimono tidurnya.

"Cepat kembalikan dan pulang sana, aku mau tidur, besok kerajaanku banyak, aku akan ngajukan cuti, jadi setelah reuni aku nggak langsung pulang, mumpung ada di Surabaya aku mau ke rumah sodara-sodara yang lama nggak ketemu."

Genta duduk di dekat Elliya, hingga Elliya pindah agak menjauh.

"Mana dalamku?"

"Itu kamu pakai."

"Jangan bohong kamu, awas kalo bohong."

Genta merogoh ke saku celananya jinsnya dan mengeluarkan benda kecil berwarna baby pink, Elliya menjerit dan berusaha meraih celana dalamnya. Tapi Genta memasukkannya lagi ke sakunya.

"Keren juga pilihanmu, modelnya bikin mikir yang iya-iya."

"Gentaaaa."

"Iya Sayang."

"Sayang kepalamu, jangan menganggap aku wanita gampangan."

Genta terkekeh ia melihat wajah Elliya yang merah padam menahan marah dan malu.

"Kamu jangan ge-er sayang ke kamu itu sayang sebagai teman."

"Heran deh manusia macam kamu, yang kapan hari sedih karena kehilangan sekarang kayak nggak ada bekasnya, dasar spikopat."

Tawa keras Genta mulai terdengar.

"Kamu ini gimana sih, katanya aku jangan lembek dan mewek hanya karena wanita, disaat aku berusaha tegar eh salah lagi, emang wanita selalu benar ya, lagian aku mau curhat sama kamu malah kamu kata-katain nggak enak, dasar beruang kutub nggak peka."

"Ngapain juga peka sama makhluk tanpa perasaan."

"Heh yang tanpa perasaan itu siapa?"

"Siapa juga yang bikin aku kayak gini?"

"Aku lagi yang salah?!"

"Terserah kamu, jangan harap bisa keluar dari sini kalau benda itu nggak kamu balikin!"

"Gak papa, enak malah aku di sini, ada temen meski gak bisa diajak ngomong normal."

Elliya menahan marah, bingung juga dengan cara apa ia harus mengambil celana dalamnya. Elliya tak habis pikir bagaimana mungkin ia teledor seperti ini, setelah dari laundry ia pisahkan miliknya dan jas milik Genta, mengapa benda imut nan memalukan itu bisa sampai ada di antara jas milik Genta.

"Lalu bagaimana caranya aku bisa mendapatkan milikku kembali."

"Itu masih disitu punyamu!"

"GENTAAAA!"

"Apa Sayang."

"Aku nggak main-main!"

"Ok aku kembalikan tapi ada syaratnya."

Genta menatap Elliya dengan tajam.

👣👣👣

8 Desember 2020 (06.01)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top