Chapter 6
Guest Star: Kim Seok Jin dari Bangtan Boys, boyband Korea.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Matahari sore menyinari setengah ruangan kamar Fang.
Fang terbangun dari alam mimpinya. Ia melihat ke arah jam yang sudah menunjukkan jam lima. Fang segera beranjak dari kasurnya, menyambar handuk, dan memasuki kamar mandi.
Setelah mandi dan tentunya memakai baju, Fang segera turun ke lantai bawah. Perutnya sedari tadi berbunyi protes meminta makanan. Beruntung Ochobot sedang menata piring berisi cake blueberry kesukaan Fang. Tanpa basa-basi, Fang mengambil pisau dan memotong seperempat bagian cake tersebut.
Ochobot hanya menggeleng melihat kelakuan Fang.
KRING KRING
Fang mengangkat telepon dan menempelkannya di telinga.
"Halo."
"Halo, Fang! Ini Ayah. Menelepon dari Amerika."
"Oh, ada apa, Yah?" balas Fang manggut-manggut lalu menggigit potongan cake yang ada di tangannya.
"Bagaimana kabarmu?"
"Hm, baik."
"Ochobot?"
"Baik."
"BoBoiBoy?"
"Ba-"
Ucapan Fang langsung berhenti. Otaknya langsung memikirkan BoBoiBoy yang sedang dalam kondisi tidak baik. Apakah orang tuanya sudah tahu? Pertanyaan ini sama sekali belum ia ucapkan kepada adiknya.
"Fang?"
"Eh, iya, Yah, BoBoiBoy baik."
Ucapan Fang seperti orang latah. Tidak mau salah sangka, lebih baik pemuda bersurai raven itu diam mengenai penyakit BoBoiBoy.
"Syukurlah. Bagaimana perkembangan belajarmu, Fang?"
"Uhm, masih dalam proses," balas Fang ragu.
"Baiklah. Apapun alasan kamu, yang penting jangan mengecewakan Ayah. Dimana BoBoiBoy? Ayah ingin berbicara kepadanya."
Mata Fang lalu menerawang ke sekitar ruang tamu. Pemuda itu tidak menangkap sosok adiknya yang biasanya selalu memainkan game Papa Zola di jam sore.
Tidak menemukan BoBoiBoy, matanya menatap ke arah Ochobot, meminta penjelasan kemana adiknya pergi. Ochobot hanya menggelengkan kepala.
Apa mungkin BoBoiBoy sedang berada di rumah sakit untuk kemoterapi?
"Maaf, Yah. Sepertinya BoBoiBoy belum pulang dari sekolah."
"Benarkah? Sekarang pukul berapa di Malaysia?" balas sang Ayah sedikit terkejut.
"Pukul lima sore."
"Aih, anak itu aktif sekali di sekolah sampai belum pulang jam segini."
Fang hanya meneguk ludah gugup. Tidak mungkin ia mengatakan kalau kemungkinan BoBoiBoy sedang kemoterapi.
"Baiklah. Ayah dan Ibu hanya ingin memberi tahu, kami berdua sudah mentransfer uang bulanan ke masing-masing kartu ATM kalian. Ibu meminta supaya kalian menggunakannya secara bijak. Mengerti?"
"Iya, Yah."
"Baiklah, Ayah mau istirahat dulu. Sudah pukul sembilan malam di sini. Salam hangat dari Ayah dan Ibu."
"Baik, Yah."
Fang menekan tombol merah di telepon wireless tersebut.
TOK TOK TOK
Fang menengok ke arah pintu. Terlihat BoBoiBoy membuka pintu, lalu menutupnya lagi. Tangannya meletakkan sepatu di rak samping jendela. Wajahnya terlihat lesu dan langkahnya gontai.
Kebetulan sekali Fang sedang mencari BoBoiBoy. Bocah bertopi itu dengan mudahnya muncul di hadapannya.
BoBoiBoy terus diam seraya berjalan menuju tangga sampai Fang membuka mulutnya.
"BoBoiBoy?"
BoBoiBoy menghentikan langkahnya. Kepalanya menengok ke arah Fang. Mata mereka saling bertemu.
"Dari mana?"
BoBoiBoy menghela napas, kemudian ia senyum.
"Hari ini aku latihan sepak bola, Kak."
"Bukankah jadwal latihan kau setiap hari Jumat?" selidik pemilik jam kuasa bayangan tersebut.
"Eh, sepertinya Kak Fang belum tahu, ya?"
Fang dan Ochobot lalu saling lempar pandang.
"Tahu apa?" tanya Ochobot.
"Begini, Kak."
BoBoiBoy meletakkan tasnya di sofa. Ia lalu menarik kursi dari meja makan lalu meletakkannya di samping Fang yang sedang duduk di kursi dari meja makan juga.
"Sekolah kita terpilih untuk mengikuti lomba sepak bola tingkat nasional. Setelah sekolah menang di tingkat nasional, sekolah akan bertanding lagi di tingkat ASEAN," jelas BoBoiBoy bersemangat.
"Wuuiiiih, kereeen," celetuk Ochobot.
"Terbaiklah, Ochobot. Kalau aku dan tim aku menang di tingkat nasional, kami akan mendapatkan piala, beasiswa, dan gala dinner bersama pemain sepak bola Malaysia!"
"APA?! WAAAAA BOBOIBOY AKU JUGA MAUUUUUU!" teriak Ochobot.
"Aku juga mau lah, Ochobot. Aiih senangnyaaaa."
"KAU HARUS MEMENANGKAN PERTANDINGAN ITU, BOBOIBOY!"
Fang hanya sweatdrop melihat tingkah BoBoiBoy dan Ochobot. Fang jelas-jelas tidak tertarik dengan sepak bola. Karena ia sudah mempunyai olahraga favorit, yaitu bola basket.
"Kembali ke topik awal, jadi kenapa kau hari ini pulang lambat?" tanya Fang.
"Jadi, untuk mempersiapkan itu semua, aku dan tim akan berlatih bersama coach setiap hari setelah pulang sekolah."
"Hah?! Setiap hari?"
BoBoiBoy mengangguk.
"Kau yakin bisa?"
"Tentu saja!"
Fang beranjak dari kursi. Pemuda itu berjalan memunggungi BoBoiBoy.
"Kau yakin secara mental. Fisik bagaimana?" ucap Fang datar.
"Maksud Kak Fang? Tentu saja fisikku akan bagus jika berlatih terus," ucap BoBoiBoy menganggap pertanyaan Fang ialah lelucon.
"Kau tidak ingat kah, kau sedang sakit?"
"Oh, itu."
Fang membalikkan badan dengan cepat. Ia berjalan ke arah BoBoiBoy dan berdiri di hadapannya.
"Apa kau sudah kemoterapi hari ini?"
BoBoiBoy sedikit melonjak mendengar pertanyaan yang muncul dari mulut dingin Fang. Ia baru ingat, ia keasikan latihan sampai melupakan jadwal kemoterapinya. Apa mungkin ia bosan dengan hawa rumah sakit? Lalu ia betah berada di lapangan untuk menghirup hawa segar?
"Sudah berapa butir obat yang kau minum?"
BoBoiBoy merasa dipojokkan oleh Fang. Selain lupa kemoterapi, ia juga melupakan aktivitasnya sehari-hari untuk menelan tiga macam butir obat.
"Aku sudah makan siang, kok."
"Bukan itu yang aku tanyakan," ketus Fang.
"Yaaah, intinya aku minum obat untuk mendapatkan energi kembali, 'kan? Ya sudah sama saja kalau aku sudah makan," balas BoBoiBoy sedikit asal.
Sayangnya jawabanmu kurang logis, BoBoiBoy.
"Apa kata dr. Tadashi nanti kalau kau belum melakukan kemoterapi dan meminum obatmu?"
"Itu urusanku dengan dr. Tadashi. Sudahlah. Aku mau mandi dulu. Gerah nih sehabis latihan," ucap BoBoiBoy lalu ia meninggalkan Fang dan Ochobot yang diam terpaku melihat BoBoiBoy.
"Hei! Aku belum selesai bicara! Jangan lupa kau harus minum obat sekarang."
222
Aroma Chicken Wing Barbeque yang sedang dimasak oleh Fang, menyebar ke seluruh ruangan. Senyum terulas sempurna di wajah pemuda itu karena pada akhirnya ia bisa meluangkan banyak waktu untuk memasak makan malam yang begitu lezat. Celemek kotak-kotak dengan motif warna putih-ungu terpasang manis di tubuhnya. Jika para fansnya di sini, mungkin beberapa dari mereka sudah mimisan terlebih dahulu karena melihat pujaan hatinya bisa menjadi koki andal, atau sebutan lain bagi mereka ialah suami idaman.
Fang memang tidak jago-jago amat memasak. Mungkin ini murni sifat keturunan dari sang ibu. Melihat ibunya sangat sibuk dan jarang memasak di rumah, membuat tangan Fang gatal ingin menyentuh beberapa alat masak di dapur.
Well, orang tuanya sedang pergi. Jadi ini mungkin saatnya ia bebas beraktivitas di dapur.
Ochobot menata dua piring yang sudah terisi nasi di atas meja. Malam ini Fang menyuruh Ochobot untuk menyiapkan alat-alat makan malam tanpa memasak sedikitpun. Ochobot tidak bisa menolak perintah Fang karena pemuda itu sudah memberi tatapan dingin kepada Ochobot terlebih dahulu.
"Nah, sudah selesai."
Fang dengan hati-hati meletakkan piring yang berisi beberapa Chicken Wing Barbeque di atas meja. Setelah menempatkan di posisi yang pas, ia segera melepaskan celemek lalu memberikannya kepada Ochobot.
"Aku panggil BoBoiBoy dulu."
Fang melangkahkan kakinya menaiki tangga. Langkahnya terhenti ketika ia sudah sampai di tempat tujuannya. Pintu berwarna cokelat dengan gagang berwarna perak.
"BoBoiBoy, ayo makan malam."
Hening sesaat.
"BoBoiBoy?"
Tidak ada jawaban, akhirnya Fang membuka pintu di hadapannya. Bingo! Pintunya tidak terkunci.
Terlihat BoBoiBoy di atas kasur yang baru saja merubah posisinya dari berbaring menjadi duduk.
"Eh, Kak Fang? Kenapa?" ujar BoBoiBoy sambil mengusap-usap pelan matanya.
"Masih nanya lagi. Sudah jam makan malam nih," dengus Fang.
"Oh hehehe. Baiklah,"
Fang berjalan sampai ia berada di ambang pintu.
Ia sedikit kesal karena BoBoiBoy belum menyusulnya.
"Cepatlah!"
Fang membalikkan tubuhnya. Menghadap bocah bertopi terbalik tersebut.
BoBoiBoy memandang bingung ke arah lantai yang dilapisi karpet bergambar dinosaurus kesukaannya.
"Ada apa?"
BoBoiBoy mengayunkan kakinya dari atas kasur. Telapak kakinya menapak di atas karpet tersebut. Badannya perlahan bangkit dari kasur empuknya.
Sedetik kemudian, ia merasakan sesuatu yang kaku menyelimuti kakinya. Dengan cepat, BoBoiBoy terjatuh dengan posisi kedua lengan tangan mendarat terlebih dahulu.
Fang sedikit membulatkan matanya ketika BoBoiBoy terjatuh lalu menopang berat badannya dengan tumpuan sikut.
Pemuda berkacamata tersebut perlahan menghampiri BoBoiBoy.
BoBoiBoy melepaskan tumpuan sikutnya dari karpet. Bangkit lalu berusaha berdiri dengan tegak dan badan yang sedikit gemetar.
Kaki kanannya melangkah pelan, disusul kaki kirinya. Namun gagal dan akhirnya BoBoiBoy nyaris terjatuh lagi jika ia tidak dibantu Fang saat ini.
Fang menahan lengan kanan BoBoiBoy dengan tangan kanannya, sedangkan tangan kirinya ia gunakan untuk menahan lengan kiri BoBoiBoy.
Badan BoBoiBoy sedikit bergetar, diikuti dengan napas yang sedikit memburu. Keringat tipis mulai tampak dari dahi BoBoiBoy.
"Apa yang kau rasakan?" tanya Fang datar, menyembunyikan kepanikannya.
"Kaku."
Pandangan mata BoBoiBoy lurus ke depan.
"A-aku lupa-"
" -cara berjalan."
Rasa panik Fang segera mendominasi dalam dirinya. Alzheimer itu kambuh.
"Coba dulu. Langkahkan kaki kirimu," perintah Fang.
BoBoiBoy mencoba menggerakkan kakinya. Ketika kakinya sudah berpijak pada lantai di depannya, kakinya malah menekuk membentuk sudut 90 derajat. Dengan kata lain, ia sedikit lagi akan duduk di lantai kalau Fang tidak semakin memperkuat menahan badan BoBoiBoy.
"Kak Fang, a-aku-"
"Tenanglah. Ayo duduk di kasur lagi."
Fang membantu BoBoiBoy berjalan menuju kasurnya.
"Tunggu di sini," ucap Fang setelah BoBoiBoy duduk di atas kasurnya.
Pemuda itu lalu menghubungi Ochobot melalui jam kuasanya.
"Ochobot, buatkan bubur untuk BoBoiBoy. Lalu bawakan nasi dan lauk makan malam ke kamar BoBoiBoy," ujar Fang ketika Ochobot muncul di layar transparan.
"Baik, Bos."
"Haaaah? Bubur? Aku bukan anak bayi, Kak Faaaangg~" rengek BoBoiBoy.
"Diamlah. Mana obatmu?"
BoBoiBoy menunjukkan tiga botol obat yang terpajang manis di meja kecil samping kasurnya. Fang segera meraih botol obat tersebut.
Fang lalu duduk di samping adiknya tersebut.
"Biar kutebak. Kau lupa membawa botol-botol ini," cetus Fang.
"Ehehehe, maaf," balas BoBoiBoy cengengesan sambil menggaruk pipinya yang tidak gatal.
"Besok aku tidak mau tahu, kau harus selalu membawa obat ini dan tetap pergi ke rumah sakit untuk kemoterapi."
"Aku malas, Kak."
"Berani melanggar, aku akan blokir kartu ATM-mu."
Mendengar kata kartu ATM dari mulut Fang, membuat BoBoiBoy sedikit panik. Ia tidak rela uang tabungannya yang sudah ia kumpulkan sejak kelas satu SD, diblokir oleh kakaknya begitu saja. Mungkin yang lebih parah lagi, Fang akan menguras uangnya.
"Hentikan pikiran negatifmu! Aku tidak sekejam itu menguras uang orang," ketus Fang.
"Akh, baiklah. Baiikkk," balas BoBoiBoy pasrah.
"Makanan datang," ucap Ochobot yang memasuki kamar BoBoiBoy sambil membawa nampan yang berisi sepiring bubur, nasi, dan Chicken Wing Barbeque serta dua gelas air putih.
"Nih, makan!" ujar Fang menyodorkan sepiring nasi kepada BoBoiBoy.
"Tidak mau ah, itu buat Kak Fang saja."
Jawaban BoBoiBoy hanya disambut dengan facepalm Fang dan Ochobot.
"Ehehe, bercanda. Maaf," ucap BoBoiBoy seraya mengingat ancaman Fang tadi.
Fang hanya tersenyum berusaha menahan tawa.
Suara dentingan sendok beradu dengan piring. BoBoiBoy merasakan hambar yang luar biasa ketika memasukkan bubur ke dalam mulutnya. Ia menatap iri ke arah kakaknya yang sepertinya menikmati Chicken Wing Barbeque itu. Aromanya saja enak, bagaimana rasanya?
BoBoiBoy tahu, alzheimernya sedang kambuh. Namun, bukan berarti ia tidak boleh makan selain bubur.
BoBoiBoy menusukkan Chicken Wing Barbeque dengan garpu di tangannya. Setelah itu disambut dengan tatapan heran Fang.
"Kenapa? Aku juga mau kali," ucap BoBoiBoy lalu melahap ayam panggang tersebut.
Fang tidak berkomentar apa-apa. Lalu mereka melanjutkan makan dengan tenang.
222
Mungkin penyakitnya akan sembuh jika hari sudah berganti.
Tetapi malah menjadi kenyataan yang terbalik bagi BoBoiBoy.
Ruang kelas 5 Jujur menjadi sedikit tegang dengan adanya guru disiplin yang sedang berdiri memandang murid-muridnya dengan tatapan sedikit horor.
Ya, Cikgu Disiplin. Gosip beredar mengatakan beliau adalah mantan tentara yang pernah menjuarai pertandingan boxing. Setelah pensiun dari pertandingan boxing, beliau berenang menjelajahi lautan sebanyak lima kali.
Gosip terbaru mengatakan, bahwa beliau menggantikan uratnya dengan kawat.
Jam pelajaran terakhir seharusnya menjadi ajang kesenangan bagi para murid untuk menunggu bel pulang. Tetapi lain dengan situasi ini, Cikgu Disiplin tidak menyukai para murid yang sudah keluar kelas sebelum bel pulang berbunyi.
Para murid dipaksakan serius mendengarkan kata-kata yang keluar dari Cikgu Disiplin. Mata mereka harus fokus ke arah sumber bicara. Badan dengan posisi tegap dan kedua tangan dilipat rapi di atas meja.
BoBoiBoy sudah tidak bisa menahan posisi ini. Kepalanya sedikit pening dan pandangannya sudah mulai berkunang-kunang. Ditambah dengan mual di perutnya. Keringat mulai membasahi sekujur tubuhnya. Ia sedikit kedinginan karena AC di ruang kelas itu bersuhu cukup dingin. BoBoiBoy menghirup dan mengeluarkan napas secara terputus-putus.
Gopal yang berada di samping BoBoiBoy, sedari tadi berusaha mencuri pandang ke arah sahabatnya tersebut. Gopal merasakan firasat yang tidak bagus. Ia melihat badan BoBoiBoy bergerak naik turun diiringi dengan hembusan napas. Mata BoBoiBoy sedari tadi berkejap-kejap.
Ketika Cikgu Disiplin membelakangi para murid untuk menulis di papan tulis, Gopal segera menggunakan kesempatan emas ini.
"BoBoiBoy!" panggil Gopal dengan suara serendah mungkin.
BoBoiBoy menengok ke arah Gopal. Gopal melihat wajah BoBoiBoy pucat layaknya mayat hidup di film horor yang sering ia tonton.
"K-kau kenapa, BoBoiBoy?" ujar Gopal khawatir.
"Entahlah, kepalaku sedikit pening," balas BoBoiBoy dengan suara parau.
"Kau harus minta izin untuk ke UKS!"
"Tapi, Cikgu Disiplin..." ucap BoBoiBoy ragu seraya menengok ke arah Cikgu Disiplin yang sedang menulis.
Satu hal lagi, para murid dilarang berbicara kecuali mereka ditanya oleh Cikgu Disiplin.
"Sudahlah, coba dulu," ucap Gopal mendesak.
BoBoiBoy menatap Cikgu Disiplin dengan pandangan takut. Benar kata Gopal, ia harus ke UKS sekarang juga. BoBoiBoy benar-benar sudah tidak tahan dengan kondisi suhu dingin di ruangan ini.
Kepala BoBoiBoy mulai berat. Dengan usaha, ia mengangkat tangannya setinggi mungkin.
"Cikgu."
Seluruh murid kelas 5 jujur serentak menatap ke arah BoBoiBoy. Pikiran mereka langsung beragam. Ada yang menganggap BoBoiBoy itu berani, ada yang hanya mengatakan 'wow', atau ada yang hanya berdecak.
Layaknya slow motion, Cikgu Disiplin segera berbalik badan. Mata elangnya langsung terfokus ke arah BoBoiBoy.
"Bolehkah saya izin keluar untuk ke ruangan UKS?" ucap BoBoiBoy penuh keraguan.
Ekspresi wajah Cikgu Disiplin semakin mengeras, membuat seluruh murid tidak berani menatap guru mereka, dan mengalihkan pandangan mereka semua dari BoBoiBoy.
"Apa hakmu untuk keluar kelas dan menuju ruang UKS?" ucap Cikgu Disiplin dengan nada setengah marah.
Sedetik kemudian, BoBoiBoy hanya membungkam. Ia menurunkan tangannya dengan perlahan. Tubuhnya mulai lemas dan semakin kedinginan.
"Bukankah sebelum jam pelajaran ini, seluruh murid diberikan waktu untuk beristirahat? Kenapa kau tidak menggunakan waktu tersebut untuk ke UKS?" ucap Cikgu Disiplin dengan suara datar, namun terdengar menohok di telinga murid-murid.
Benar juga apa yang dikatakan Cikgu Disiplin. Tetapi waktu istirahat, BoBoiBoy tidak merasakan sakit apapun. Jadi, untuk apa dia pergi ke UKS saat itu?
"Sekalian saja kau tidak usah masuk pelajaran ini. Pelajaran kedisiplinan ini sangatlah penting untuk kita semua. Jadi, jangan ada yang berani lagi untuk keluar kelas sekarang juga!" ucap Cikgu Disiplin lalu membalikkan badan lagi ke arah papan tulis untuk menulis materi baru.
BoBoiBoy semakin pasrah. Giginya sudah mulai bergetar dan menabrak satu sama lain. Kepalanya ia baringkan di atas lipatan kedua tangannya. Masa bodo jika Cikgu Disiplin akan melempari penghapus papan tulis mengenai kepalanya. Ia sudah lelah. Kedua matanya perlahan menutup, tetapi telinganya masih mendengar penjelasan Cikgu Disiplin.
Melihat BoBoiBoy semakin lemah, membuat Gopal tidak tahan. Akhirnya ia berdiri dari kursinya, membuat suara gesekan antara kaki besi kursi dengan permukaan lantai. Sekali lagi, para murid serentak menatap Gopal. Kepala mereka masing-masing dipenuhi pertanyaan akan kelakuan Gopal.
"Cikgu, BoBoiBoy sedang sakit. Bolehlah saya antarkan dia ke UKS," ucap Gopal dengan lantang.
Teman-temannya tidak percaya dengan Gopal yang terkenal penakut itu, berani mengacungkan tangan kepada Cikgu Disiplin.
Gopal sendiri tahu, resiko perbuatannya ini akan mengurangi poinnya. Rasa khawatirnya kepada BoBoiBoy mengalahkan rasa takutnya kepada keganasan Cikgu Disiplin.
Cikgu Disiplin menghentikan aktivitas menulisnya. Dengan cepat, ia membalikkan badannya ke arah Gopal, kesal karena sekali lagi pekerjaannya diinterupsi. Matanya menyorot penuh kemarahan disertai kening yang mengerut.
"Ada apa lagi?! Beri alasan kepada saya bahwa temanmu itu benar-benar sakit!" gertak Cikgu Disiplin.
Gopal menatap takut-takut ke arah guru di hadapannya. Ia kemudian menghampiri BoBoiBoy yang sudah terkulai lemas di mejanya.
Gopal menyentuh lengan BoBoiBoy. Lengannya sedingin es.
"Kalau Cikgu tidak percaya kepadaku, silakan periksa BoBoiBoy," ujar Gopal dengan nada agak menantang namun masih ketakutan. Setelah itu, murid-murid di kelas hanya menarik napas.
Cikgu Disiplin memandang Gopal dengan tatapan saya-akan-hukum-Anda-jika-Anda-terbukti-bohong.
Wajah sang guru berubah lunak ketika ia menyentuh lengan si anak sakit tersebut.
"BoBoiBoy, angkat kepalamu!" perintah Cikgu Disiplin.
BoBoiBoy mengangkat kepalanya dengan perlahan. Cikgu Disiplin sedikit kaget melihat wajah pucat BoBoiBoy disertai keringat yang membasahi nyaris seluruh wajahnya. Seketika kelas 5 jujur menjadi sedikit ribut, sibuk berbisik mengenai BoBoiBoy dan Cikgu Disiplin.
"Baiklah. Bawa BoBoiBoy ke ruang UKS!"
Setelah mendengar kabar baik tersebut, Gopal sedikit bersorak. Ia lalu membantu BoBoiBoy untuk bangun dari kursinya.
"T-terima kasih, Gopal," ucap BoBoiBoy nyaris berbisik.
Gopal hanya tersenyum. Stanley bangkit dari kursinya dan turut membantu BoBoiBoy. Senyum lemah langsung terukir di wajah BoBoiBoy. Ia bersyukur karena mempunyai teman-teman yang siap membantunya.
BoBoiBoy melangkahkan kakinya menuju pintu kelas, dibantu Gopal dan Stanley. Pening di kepalanya semakin bertambah dan mual di perutnya juga belum menghilang. Ia merasa seperti seorang lansia yang ingin menyeberang jalan raya yang begitu ramai.
Ying bergegas membukakan pintu kelas. Sinar matahari terik langsung memasuki ruang kelas. Pandangan BoBoiBoy semakin berkunang-kunang. Ia merasakan benda keras menghantam kepalanya. Tubuhnya sudah tidak mampu menahan beban berat.
Terakhir kali yang ia dengar ialah teriakan histeris teman-teman memanggil namanya.
Lalu semuanya gelap.
222
KRING! KRING!
"Banguuuun! Terima kasih, Cikgu!"
"Terima kasih, Cikgu!"
"Sama-sama, murid-murid."
Suara bel pulang yang berasal dari Dewa Keberuntungan -menurut murid kelas 6- sudah berbunyi. Para manusia berseragam di kelas 6 Disiplin memberontak keluar dari ruangan penuh kejenuhan ini.
Tidak dengan beberapa murid di dalam kelas yang masih santai membereskan barangnya atau menunggu segerombolan manusia keluar dari kelas.
Fang masih berkutat dengan bukunya, me-review penjelasan guru di kelasnya tadi. Yaya masih bersantai memasuki barang-barangnya ke dalam tas.
"Hei, ayo kita pulang, Fang! Gak usah sok-sokan baca buku, deh. Aku tahu kau ingin cepat-cepat di rumah sekarang," Yaya mengajak Fang sekaligus mencibirnya.
Fang mengarahkan bola matanya ke arah Yaya dengan malas.
"Nanti lah. Duluan saja."
Yaya mendengus pasrah.
"Kak Yaya! Kak Yaya!"
Yaya menoleh. Terlihat dua anak perempuan yang sepertinya adik kelas memanggil-manggil seraya berlarian menuju Yaya. Dua anak perempuan itu mengenakan seragam Sekolah Rendah Pulau Rintis dengan tambahan atribut dokter kecil.
"Ya, ada apa?" ucap Yaya ramah kepada adik-adik kelasnya.
"Kak Yaya dipanggil Kak Gopal di ruang UKS sekarang."
Yaya memutar bola matanya dengan malas. Pasti hari ini Gopal makan yang aneh-aneh, lalu perutnya mulai bermasalah. Biasanya, Gopal dengan manja memanggil teman-temannya untuk menemaninya di ruang UKS.
"Pasti Gopal sakit perut la-"
"Katanya darurat. Kak BoBi... BoBoi... ah tidak tahulah namanya siapa! Lupa! Pingsan pada saat jam pelajaran."
"Ih, namanya Kak BoBoiBoy lah, yang imut ituuuu,"
"Ohya? Nah iya tuh, Kak. Namanya Kak BoBoiBoy,"
Seketika garis senyuman Yaya melengkung ke bawah. Fang langsung menengok cepat ke arah dua adik kelas tersebut. Fang dan Yaya menatap serius ke arah dua adik kelasnya.
"Eh, maaf. Kita memotong perkataan Kak Yaya tadi yaa?" ucap salah satu adik kelas tersebut dengan tampang bersalah.
"Tidak! Tidak ada yang salah! Benarkah BoBoiBoy berada di UKS sekarang?" ucap Fang memastikan.
"Iya, Kak."
Fang langsung memasukkan barang-barang di atas mejanya ke dalam tas selempangnya dengan asal-asalan. Lalu berlari secepat kilat menuju ruang UKS.
"Ah, terima kasih atas infonya, Dik," ucap Yaya lalu segera menyusul Fang.
"Sama-sama, Kak."
"Hmm, segitu darurat kah?"
"Entahlah, tapi aku beruntung bisa ketemu Kak Fang tadi. Kyaaaa!"
222
"Dok, tekanan darahnya menurun."
"Detak jantungnya belum normal, Dok."
Dokter Tadashi terus berkonsentrasi memeriksa BoBoiBoy dan mengintruksi langkah selanjutnya kepada rekan-rekannya, dr. Seok Jin dan Suster Rini.
Setelah menerima rujukan dari UKS Sekolah Dasar Pulau Rintis, dr. Tadashi dengan segera memeriksa BoBoiBoy.
Sementara itu di luar ruangan UGD, Fang berjalan mondar-mandir di hadapan Ying dan Gopal yang sedang duduk di kursi tunggu. Yaya bersender pada dinding rumah sakit dengan posisi salah satu telapak kaki menempel di dinding dan tangannya di bawah dagu.
Setelah Ying menceritakan kejadian tadi, Yaya dan Fang hanya mengangguk -tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Hanya inilah yang bisa mereka lakukan sambil menunggu dr. Tadashi keluar dari ruangan dimana BoBoiBoy sedang berjuang melawan kankernya.
Krek!
Pintu ruang UGD terbuka, menampilkan dr. Tadashi. Fang segera menatap ke arah dokter muda itu.
"Masuklah," ucap dr. Tadashi kepada Fang, Ying, Yaya, dan Gopal.
Fang dan teman-temannya masuk. Terlihat BoBoiBoy dengan mata sayu dan wajah pucat memandang mereka semua. Napas lega beriringan di antara anak-anak itu setelah melihat temannya yang sudah sadar.
"Hai, Ah Meng! Wah, ada acara apa nih kalian semua kumpul bersama?" ucap BoBoiBoy ceria.
Kabar bahagia yang baru saja mereka dapat, memudar segera.
"BoBoiBoy... lupa... dengan nama kita," ucap Ying gemetar.
"Bisakah aku berbicara denganmu di luar?" dr. Tadashi menyentuh pundak Fang.
Fang mengangguk.
"Aku titip dia sebentar," ucap Fang kepada Gopal sebelum ia menyusul dr. Tadashi.
Pintu UGD kemudian ditutup.
"Bagaimana ini? Alzheimer itu semakin merambat. Apakah dia rutin meminum obat? Kemarin saja dia absen dari kemoterapi," ujar dr. Tadashi bertubi-tubi.
"Tidak setiap hari aku melihat dia terus, Dok."
"Kau harus menjaga adikmu ekstra keras."
"Tidak mungkin aku bisa mengawasi dia setiap waktu, Dok!"
"..."
"..."
Fang dan dr. Tadashi terus berdebat. Mereka tidak sadar bahwa dari kejauhan ada empat mata yang mengawasi dan menguping pembicaraan mereka dengan sebuah alat canggih.
"Bos, ternyata BoBoiBoy-"
"Probe, ada perubahan rencana!" Adu Du mengacungkan tangannya di depan wajah Probe untuk menghentikan kelanjutan pernyataan yang akan keluar dari mulut sang robot ungu sambil menyeringai.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
A/N: Kenapa? Makin gaje? Iya, gue tau.
Hmm, sepertinya ada yang meng-add saya di Facebook dan mem-follow saya di Instagram, yaa?
Jadi gini, bukannya saya males konfirm kalian atau follow kalian balik. Alangkah baiknya, kalian intro atau perkenalkan diri kepada saya terlebih dahulu supaya saya tahu kalian. Setelah kalian intro lewat message atau comment, pasti saya konfirm dan follow balik ^^.
Tinggalkan review kalian peuliiisssss. Kata-kata kalian menyemangatkan Author yang terpencil ini :")
Silent reader, please just give me one word!
——————————
K O L O M N U T R I S I
——————————
1. Mengapa Yaya dan Fang begitu panik saat tahu BoBoiBoy pingsan?
2. Apakah kamu punya guru yang galak? Hukuman apa yang biasa beliau berikan?
3. Apa pendapatmu terhadap Chapter 6 di Do I Remember You ini?
***
Mari terapkan budaya baca cermat, memberi masukan dengan santun juga bijak, serta menghargai keberagaman dalam berkarya dan perbedaan pendapat. Be wise.
***
Sudahkah kamu vote bab ini dan follow penulisnya?
Scroll/Swipe untuk membaca bab selanjutnya dari fanfict Do I Remember You?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top