Chapter 5
Kak Author kepikiran untuk membuat Fang jadi kakak BoBoiBoy?
Jawabannya ialah *jengjeng*, saya selalu on dan membaca ff terbaru di fandom BoBoiBoy ini. Kebanyakan yang update pasti kisah BoBoiBoy dan Fang dengan kategori Yaoi. Banyak sekali reader di fandom ini menyukai BoBoiBoyFang. Karena BoBoiBoyFang banyak disukai oleh reader di sini, akhirnya saya bertekad untuk membuat cerita kedekatan BoBoiBoyFang.
Well, karena saya tidak menyukai Yaoi, saya berpikir, kenapa saya tidak membuat BoBoiBoy dan Fang tetap dekat di cerita ini walaupun bukan Yaoi? Akhirnya terbitlah cerita ini hohoho. BoBoiBoyFang sebagai saudara.
Saya berharap, semoga para reader di sini menyukai BoBoiBoyFang di cerita ini walaupun bukan Yaoi :"D.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Suasana di dalam gedung serba putih itu mendadak sepi. Jam dinding menunjukkan pukul sebelas siang. Di depan pintu UGD, terlihat seorang pemuda bersurai raven duduk bersandar pada dinding. Kepalanya ia tenggelamkan di antara kedua lutut. Kedua tangannya memeluk kakinya yang dilipat.
Kurang kerjaan. Itulah yang dipikirkan para pengunjung rumah sakit yang melihat Fang.
Pikiran Fang sungguh abstrak. Ia berusaha tenang dengan mendoakan adiknya yang sedang ditangani dr. Tadashi di dalam sana. Di sisi lain, ia benar-benar merutuki dirinya yang tidak becus menjaga BoBoiBoy. Lalu, kata-kata Ayah dan Ibu yang menyuruhnya menjaga BoBoiBoy, terngiang-ngiang di kepalanya.
Ia sungguh ingin menangis. Air matanya tidak bisa dipaksakan keluar. Fang benar-benar belum lega menerima semua kejadian ini.
Sebuah tangan mencengekeram pundaknya dengan hangat.
"Kak Fang, apa yang sebenarnya terjadi?"
Ucapan Gopal membuat Fang mau tak mau harus mengangkat kepalanya. Seakan ada beban beribu-ribu ton, ia berusaha mendongakkan kepalanya melihat Ochobot dan teman-temannya menatap dirinya dengan khawatir.
Rasa bersalah Fang makin bertambah dengan melihat kondisi Yaya, Ying, dan Gopal yang wajah, tangan, dan kakinya lebam, bekas serangan BoBoiBoy. Ia merasa ia adalah manusia merepotkan dan menyusahkan.
"Haiya, kenapa BoBoiBoy masuk UGD segala?" tanya Ying cemas.
Yaya menyejajarkan tubuhnya dengan Fang. Perempuan berhijab itu duduk di samping Fang.
"Ceritakan kepada kami. Kami akan bantu kau, Fang. Sepertinya ada yang tidak beres di sini," ucap Yaya.
Mungkin ada benarnya juga ia harus menceritakan masalah BoBoiBoy kepada para sahabatnya. Fang sudah tidak mampu menopang masalah ini sendirian.
Ia berharap, teman-temannya akan selalu ada di sampingnya untuk membantunya.
Fang menarik napas dalam-dalam, lalu ia embuskan dengan pelan.
"BoBoiBoy sakit serius."
"M-maksud Kak Fang?" tanya Gopal miss connection.
Fang benar-benar tidak tahan untuk menceritakan kondisi BoBoiBoy.
Ochobot melihat Fang. Robot itu tahu, apa yang harus di lakukannya.
"BoBoiBoy terkena Sindrom Alzheimer. Suatu penyakit memori," jelas Ochobot.
"Alzheimer?!" ucap Yaya sedikit histeris.
Sontak Ying dan Gopal menengok ke arah Yaya. Kedua adik kelas itu tidak mengerti kenapa kakak kelasnya begitu kaget mendengar pernyataan Ochobot.
"Kak Yaya, Alzheimer itu apa, wo?" tanya Ying lugu.
"A-apa sudah begitu parah, Ochobot?" tanya Yaya dengan suara bergetar.
"Aku tidak tahu. Aku saja baru mendengarnya dari Fang kemarin," balas Ochobot lemah.
"Hei! Ceritakanlah kepadaku apa yang sebenarnya terjadi," ucap Gopal dengan nada merengek.
"Apa benar yang diceritakan Ochobot itu, Fang?" ucap Yaya.
Fang hanya membeku. Yaya menghela napas tidak puas melihat tingkah Fang.
"BoBoiBoy akan lupa dengan kita semua," ucap Yaya dengan suara tangis yang tertahan.
"Maksud Kak Yaya apa?"
"BoBoiBoy terkena penyakit tidak biasa. Sindrom Alzheimer ialah suatu kondisi dimana pasien akan hilang ingatan. Mulai dari kebiasaan, lingkungan terdekat, sampai dirinya sendiri."
"Kak Yaya bohong!"
"Aku tidak berbohong, Gopal."
"Bohong! Aku setiap hari dekat dengan BoBoiBoy. Kawan baik aku sehat selalu. Ia tidak pernah melupakan jadwal ekskul di sekolah," ucap Gopal bersikeras.
"Yaya tidak berbohong, Gopal."
Fang akhirnya membuka mulut. Ia menatap satu persatu teman-teman di sekelilingnya.
"Awalnya aku tidak percaya. BoBoiBoy memang sehat. Tapi, begitu dokter mengatakannya kepadaku, aku tidak bisa mengelak," jelas Fang parau.
"Jadi, BoBoiBoy akan melupakan kita semua?" ucap Ying nyaris putus asa.
"A-aku tidak tahu, Ying. Selama kita ada di dekatnya, aku yakin BoBoiBoy tidak akan lupa."
Yaya, Ying, Gopal, dan Ochobot hanya diam. Sibuk dengan pikirannya masing-masing. Mereka takut kehilangan orang yang mereka sayangi.
"Makanya, tolong bantu aku. Tolong bantu aku untuk menyembuhkan BoBoiBoy. Penyakit itu belum parah."
Isak tangis terdengar dari Gopal. Bocah yang mempunyai kekuatan tukaran molekul itu hanya pasrah dengan menangis. Ia tidak menyangka orang terdekatnya mempunyai penyakit yang tidak terduga.
"Kita akan bantu. Kak Fang tenang saja," ujar Ying lalu menggenggam tangan Fang.
Fang sedikit lega begitu salah satu teman meresponsnya.
"Aku akan selalu di samping BoBoiBoy. Aku akan melindunginya walaupun aku sendiri payah dan penakut," ucap Gopal mantap walaupun ia masih sedikit terisak.
"Aku yakin padamu, Gopal," balas Fang tersenyum tipis.
Gopal menggenggam tangan Ying yang bertumpuk pada tangan Fang.
Yaya terharu melihat orang-orang yang ia sayangi malah bertambah kompak di saat kondisi seperti ini. Air mata meluncur begitu bebas dari mata indahnya, lalu dengan cepat ia mengusapnya.
Tangan Yaya lalu menggenggam tangan Gopal yang bertumpuk pada tangan Ying dan Fang.
"Lain kali, ceritakan saja masalahmu, Fang. Kau juga Gopal, Ying, Ochobot. Bersama-sama kita memikul suatu masalah. Aku tidak akan diam saja. Walaupun sudah ada dokter yang menangani BoBoiBoy, aku akan terus mencari cara agar BoBoiBoy bisa sembuh," ucap Yaya.
"Aku juga!" sahut Ochobot sambil merangkul pundak Fang.
Fang tidak menyangka bahwa hasilnya seperti ini. Ia sedikit menyesal telah berlaku terkadang kasar dan dingin kepada mereka.
Mereka adalah barang berharga yang dimiliki Fang seumur hidup.
Fang memantapkan hatinya agar selalu menjaga persahabatan ini.
"Terima kasih, teman-teman."
Secercah harapan akhirnya muncul di diri Fang. Ia mulai tersenyum lebar.
"Tapi, aku minta maaf, karena BoBoiBoy, kalian jadi terluka seperti ini," ujar Fang bersalah.
"Hahaha, untungnya sudah berpengalaman diserang BoBoiBoy," gurau Gopal.
Lalu Yaya dan teman-temannya tertawa.
"Perlu kalian ketahui, gejala BoBoiBoy mendekati ke arah kanker," ujar Fang lesu.
Sontak Yaya dan yang lainnya menghentikan tawanya.
Butuh proses agak lama mereka mencerna kata-kata barusan.
"APA?!"
Hanya Ochobot yang tidak berteriak.
"KENAPA KAU TIDAK BILANG DARI TADI, FANG?!" geram Yaya.
"APA LAGI INI HUHUHUHU," ucap Gopal tersedu.
"BoBoiBoy... akan... meninggal?" ucap Ying mendadak karena teringat penyakit kanker di kebanyakan drama yang ia tonton.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
"HUWEEEEE!"
Yaya, Ying, dan Gopal mulai menangis pecah. Lengan atau tangan mereka tempelkan di wajah masing-masing. Wajar sih kalau Yaya dan Ying menangis, karena mereka perempuan. Gopal yang laki-laki, malah nangis kayak anak kecil.
"E-eh! Ssssst! T-tenang! BoBoiBoy tidak akan meninggal," ucap Fang gelagapan seperti seorang ayah yang panik melihat anak-anaknya menangis.
KRIEEET!
Seorang dokter muncul dari balik pintu UGD.
"Fang, aku perlu bicara kepadamu," ujar dr. Tadashi.
Dokter Tadashi sedikit membulatkan matanya melihat sekelompok anak di hadapannya seperti mengadakan arisan. Mungkin lebih tepatnya mereka menangis berjamaah.
"Kalian teman-temannya BoBoiBoy, kah? BoBoiBoy sudah sadar dan kalian bisa menjenguknya di dalam," jelas dr. Tadashi.
"Kalian jaga BoBoiBoy sementara. Aku tidak akan lama," ucap Fang lalu bangkit kemudian mengikuti dr. Tadashi menuju ruangannya.
Sontak Gopal, Ying, dan Yaya berlomba-lomba memasuki ruangan UGD. Ada sedikit masalah karena mereka sempat tersangkut di celah pintu masuk.
BoBoiBoy hanya tertawa kecil melihat kelakuan ajaib teman-temannya.
"Hai, semua," sapa BoBoiBoy.
Setelah Gopal, Yaya, Ying, dan Ochobot di dalam ruangan, mereka menatap BoBoiBoy yang terbaring lemah.
Infus terpasang di tangan kanan BoBoiBoy. Lebam tipis masih menghiasi wajahnya. Perban menutupi lengan kirinya. Tapi senyum hangatnya belum hilang juga.
Ying dan yang lainnya bertekad tidak akan menangis di depan kawan baik mereka.
"Terima kasih sudah menyelamatkan kita, BoBoiBoy," ujar Yaya.
"Sama-sama. Tapi, bukankah aku juga melukai kalian?" ucap BoBoiBoy dengan nada bersalah.
"Ah, tidak, BoBoiBoy!" sergah Ying dengan cepat.
"Dey, BoBoiBoy! Besok aku tantang kau main game Papa Zola 5. Kalau kalah, kau harus mentraktirku di kantin hari senin," ujar Gopal sambil tersenyum lebar.
"Alah, tak mau! Kau tau 'kan aku kesusahan menamatkan game itu," ucap BoBoiBoy sambil cemberut.
"Nah, maka dari itu, aku akan menghemat uang jajanku," balas Gopal.
"Haiya, Gopal. Kau ini berpikiran makanan terus," ejek Ying.
"Ha ah. Kau kan sudah punya jam kuase tukaran molekul," cibir BoBoiBoy.
"Halaaaah," respon Gopal lesu.
"Tak baik selalu makan terus, Gopal," ucap Yaya.
Semuanya minus Gopal, hanya tertawa geli.
222
"Rupanya ia melanggar seruanku."
Dokter Tadashi terus berjalan bolak-balik di hadapan Fang. Dokter itu merasakan khawatir luar biasa terhadap hasil pemeriksaan BoBoiBoy.
"Lalu, apa yang terjadi, Dok?"
"BoBoiBoy tidak boleh terlalu capek. Efek kegiatan berat tadi dan beberapa luka di tubuhnya membuat Alzheimer itu semakin cepat menyebar,"
Jantung Fang semakin berdebar kencang.
"Apa yang harus ku lakukan?"
Dokter Tadashi menyentuh pundak Fang.
"Kau harus mengawasinya. Minum obat teratur dan jangan lupa terus melakukan kegiatan yang membuat ia tidak cepat lupa."
"Terima kasih, Dok."
"Untuk hari ini, ia harus rawat inap. Maafkan Dokter, Fang."
"Tidak apa-apa, Dok. Saya yakin Dokter akan melakukan yang terbaik untuk adik saya."
Fang berjalan lesu lalu keluar dari ruangan dr. Tadashi.
Fang berjalan pelan menelusuri lorong. Ia akhirnya sampai di depan pintu UGD, tempat BoBoiBoy berbaring sementara.
Apakah BoBoiBoy masih menganggapnya musuh?
Fang benar-benar dibuat pusing oleh adik kesayangannya. Ia hanya ingin, BoBoiBoy sehat dan ceria selalu.
Fang memutar kenop dan membuka pintu.
"Hahaha, kau ingat ketika Papa Zola terpeleset akibat BoBoiBoy mengepel lantai kelas? Jujur saja itu masih membuatku terbahak-bahak."
"Haiyaaa, masih ingat, ma. Lucu sekali tampang kau waktu itu, BoBoiBoy."
"Hei, aku benar-benar merasa bersalah tau."
"Lah, menertawakan guru pula tuh, tak baiiik."
"Wollaaaa..."
"Hahaha~"
Fang menatap BoBoiBoy dan yang lainnya saling menikmati tawa. Bahkan Gopal tak segan-segan merangkul BoBoiBoy yang sedang duduk di atas ranjang rawat. BoBoiBoy tertawa sangat lepas.
Suara tertawa mendadak menjadi berhenti ketika Fang memandang diam ke arah mereka.
Kedua tangannya di masukkan ke dalam saku celananya, seperti biasa. Matanya menyorot tajam ke setiap manusia dan satu robot di hadapannya.
"Ehm, bisakah kalian tinggalkan kami berdua?" ucap Fang datar.
"Baiklah," ujar Yaya.
"Dah, BoBoiBoy. Kita pulang dulu. Jangan lupa janji esok," ucap Gopal seraya menyikut BoBoiBoy.
BoBoiBoy hanya tersenyum simpul. Ying melambaikan tangannya ke arah BoBoiBoy.
"Aku pulang duluan, Fang," ujar Ochobot.
"Hmm," respons Fang.
Setelah mereka semua keluar, pintu tertutup rapat. Fang memandang intens ke arah BoBoiBoy.
BoBoiBoy tahu apa yang kakaknya pikirkan tentang dirinya. Bocah bertopi itu menjadi sedikit takut menghadapi Fang.
"Kak Fang sudah tahu, ya?"
Ucapan BoBoiBoy membuat Fang berjalan ke arahnya.
"Maafkan aku, Kak Fang,"
Fang duduk di tepi ranjang BoBoiBoy. Kedua tangannya ia lipat di depan dada. Matanya menatap tajam ke arah BoBoiBoy yang sedang ketakutan.
"A-aku hanya tidak ingin membuat Kak Fang repot. Aku yakin aku bis-"
Fang spontan menarik BoBoiBoy ke dalam pelukannya. BoBoiBoy sedikit merintih kesakitan karena Fang menarik tangannya yang sedang dialiri selang infus.
Kedua lengan Fang memeluk tubuh BoBoiBoy begitu kaku. BoBoiBoy hanya diam melihat kelakuan sang kakak.
"Bodoh."
Mata BoBoiBoy sedikit membulat mendengar perkataan Fang.
"Kau bodoh!"
Nada suara Fang semakin meninggi.
"Kalau kau bukan adikku, kau sudah kuremuk di dalam jari bayang,"
Fang semakin memeluk erat BoBoiBoy.
"Kau bodoh, BoBoiBoy ..."
Mulut Fang terus mengucapkan kata 'Bodoh' kepada BoBoiBoy. Fang benar-benar sudah tidak tahu harus mengungkapkan kata-kata apa lagi kepada adiknya. Perasaannya bercampur aduk.
"Tolong jangan sembunyikan apapun di hadapanku. Kau membuatku khawatir setengah mati,"
"Kak Fang ..."
"Alzheimer tidak main-main, BoBoiBoy! Kau bahkan menganggapku musuh," ucap Fang dengan nada bergetar.
BoBoiBoy sedikit terkejut mendengar perkataan Fang. Ia hanya ingat bagian dimana ia menyerang Yaya, Ying, dan Gopal. BoBoiBoy merasa, terakhir kali melihat Fang, di saat sebelum ia jatuh tertidur di atas ranjang rawat ini.
"Kau terus menyembunyikan masalahmu. Aku merasa menjadi kakak tidak berguna."
Perlahan BoBoiBoy merasakan sesuatu yang hangat membasahi punggungnya. Diikuti dengan isak tangis.
Fang berani menangis walaupun BoBoiBoy berada di dekatnya.
"Maafkan aku, Kak."
Merasa bersalah, BoBoiBoy meminta maaf. Perlahan bocah bertopi dinosaurus itu mengeratkan pelukannya. Menenggelamkan kepalanya di pundak Fang. Aroma parfum khas Fang menyeruak masuk ke dalam indera penciumannya.
Sudah lama BoBoiBoy tidak merasakan pelukan hangat seorang kakak yang dingin.
Ruangan serba putih itu mendadak hening. Hanya ada suara embusan angin luar dari jendela. Diiringi sesenggukan dari Fang. BoBoiBoy hanya diam sambil terus mengelus-elus punggung Fang yang berguncang karena menangis.
Fang menghapus bekas air mata di pipinya. Dengan cepat, ia melepaskan pelukannya dari BoBoiBoy.
BoBoiBoy menatap heran kepada kakak satu-satunya di hadapannya. Sorot mata elang Fang menatap BoBoiBoy dengan tajam.
"Berjanjilah kau tidak akan menyembunyikan masalahmu, BoBoiBoy," ucap Fang.
BoBoiBoy tertawa kecil, kemudian tersenyum.
"Aku janji, Kak Fang."
222
Bunyi mesin komputer terus menggema memenuhi ruangan serba alumunium.
Probe menghela napas. Nampan berisi segelas air putih yang ia bawa ia letakkan di atas meja. Rekan partnernya, Komputer, sedang menganalisa Adu Du yang masih pingsan di atas ranjang empuk di ruangan itu.
Seperti biasa, Probe khawatir dengan Adu Du setelah bosnya melakukan perang tadi dengan BoBoiBoy. Kompres basah dan bantuan pernapasan -khusus alien- ada pada Adu Du. Namun, alien hijau itu tak kunjung sadar.
Perlahan, kedua mata Adu Du membuka. Probe langsung melonjak girang.
"Incik Boss sudah sadar?!"
Adu Du mengernyit heran melihat tingkah anak buahnya. Setelah seratus persen sadar, alien itu terkejut mendapati dirinya sudah ada di markas kotak, sebutan rumahnya.
"Hoi, apa yang kau perbuat?!" hardik Adu Du.
"Merawat Incik Boss lah," balas Probe polos.
Adu Du segera duduk di atas ranjang. Ia melempar kasar kompres yang ada di dahinya. Lalu mencabut bantuan pernapasannya.
"Eiiit, Incik Boss belum sembuh total. Jangan lepaskan itu semua,"
"Diam kau! Aku nyaris saja menghancurkan BoBoiBoy dan mengambil Ochobot. Huh andai saja kau tidak membawaku pulang pada waktu itu."
"Ehehehe~"
"Sudahlah. Apa yang terjadi semasa aku pingsan?"
Probe menggaruk bagian puncak kepalanya yang tidak gatal. Ia berusaha mengingat-ingat kejadian tadi pagi.
"Aha!" seru Probe seraya mengacungkan tangan robotnya.
"Apa? Kenapa?" tanya Adu Du melihat Probe yang begitu heboh.
"Tadi, sewaktu Incik Bos tak sadarkan diri, semua pecahan BoBoiBoy... bertengkar!" ucap Probe seraya menepuk kedua tangan besinya dengan begitu keras setelah mengucapkan kata 'bertengkar'.
"Hooooh. Lalu lalu?"
"Mereka bertengkar dan sangat sulit disatukan. Sampai harus di tahan oleh teman-temannya dan dibujuk Fang."
"Hmmm," gumam Adu Du seraya memasang pose berpikir.
"Akhirnya, setelah BoBoiBoy bersatu dan itupun membutuhkan proses yang lama, BoBoiBoy pingsan, Incik Bos."
"Huooooh, sampai pingsan begitu?!" ucap Adu Du heboh.
Seketika keheningan menghampiri mereka.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
"Semestinya kau mengambil kesempatan bagus itu untuk menyiksa BoBoiBoy! Dasar kau!" gertak Adu Du sambil memukul Probe dengan cawan perak.
"T-tapi Incik Bos, aku tidak bisa. Fang langsung membawanya entah kemana," balas Probe sambil memegangi kepala robotnya.
"Hiiiiih!"
"Bos. Tenang dulu, Bos. Saya punya kesimpulan menarik," ucap Komputer.
"Heh?"
"BoBoiBoy kan cepat lupa kalau berpecah lama-lama. Bagaimana kalau kita menculik salah satu pecahan BoBoiBoy?"
"Lagi ?!" teriak Probe frustrasi. Mengingat bahwa mereka pernah menculik Halilintar dan terkena imbasnya.
"Kita culik salah satu pecahan. Itu akan membuat mereka hancur, 'kan? Hahaha," tebak Adu Du.
"Ya. Hancur secara perlahan. Tapi, kita juga alihkan perhatian teman-temannya. Jadi, ketika BoBoiBoy menghancurkan dirinya sendiri, teman-temannya tidak menyadari bahwa sahabat mereka akan mati,"
"HAHAHAH! BAGUS SEKALI IDE KAU, KOMPUTER!"
"Selalu, Bos,"
"Baik, baik, jadi apa rencana kita, Incik Bos?"
"Hehehehe..." ucap Adu Du seraya menyeringai jahat dan menggosok-gosok kedua telapak tangannya.
222
TOK TOK TOK
"BoBoiBoy!"
Hari minggu. Hari orang-orang bermalas-malasan. Tetapi tidak untuk Fang.
"Kalau gak kuat, sudah tidak usah dipaksakan!"
Fang terus menggedor-gedor pintu toilet yang berada di kamar inap BoBoiBoy. Ya, semalaman BoBoiBoy dipindahkan dari UGD ke ruang inap. Fang menyuruh BoBoiBoy keluar dari toilet karena bocah bertopi itu terus berada di dalam kamar mandi untuk memuntahkan sarapannya pagi ini.
Fang panik karena BoBoiBoy berusaha memaksa mengeluarkan isi perutnya.
Setelah kemoterapi, BoBoiBoy memakan bubur. BoBoiBoy tahu, efek samping setelah melakukan kemoterapi ialah mual. Tetapi rasa laparnya terus memberontak ia untuk makan.
Tidak usah ditanya. Baru lima suap, ia langsung lari memasuki kamar mandi.
"Kalau kau tidak keluar, akan kuhantam pintu ini dengan harimau bayang!"
BoBoiBoy sudah tidak peduli lagi dengan ancaman kakaknya.
Kedua tangannya mencengkeram erat bibir wastafel. Kepalanya ia tundukkan menghadap lubang pembuangan wastafel. Keringat dingin terus mengucur di sepanjang tubuhnya. Kakinya sudah tidak sanggup untuk menopang tubuhnya. Rasa mual di dalam perutnya belum hilang juga.
BoBoiBoy berusaha sekeras mungkin memuntahkan makanannya untuk kedua kali. Namun, hasilnya nihil. Muntahan pertama keluar, tetapi tidak kunjung membuat mual di perutnya hilang.
Ia ingin sekali memejamkan mata dan menjatuhkan tubuhnya di lantai dingin ini. Tetapi rasa mualnya membuat BoBoiBoy terus membuka mata.
"BoBoiBoy! keluarlah! Aku mohon. Kau akan ditangani oleh dr. Tadashi sebentar lagi," ucap Ochobot dengan paniknya di luar pintu toilet.
BRAK!
Fang mendobrak pintu. Sayangnya, pintu itu terlalu kuat. Yang ada, hanya membuat lengan Fang kesakitan.
BoBoiBoy sedikit terlonjak kaget ketika Fang sedang berusaha mendobrak pintu.
BoBoiBoy segera membuka keran air. Ia mengambil air di tangannya lalu membasuhnya di wajahnya. Setelah mematikan air keran, ia bergegas membuka pintu toilet.
BoBoiBoy tidak mau membuat Fang terluka hanya karena mendobrak pintu.
Wajah BoBoiBoy pucat disertai lingkaran hitam di bawah matanya. Keringat masih menetes dari kening anak itu.
"Ochobot... Fang... tolong kalian bantu BoBoiBoy untuk naik ke ranjangnya!" perintah dr. Tadashi di hadapan mereka.
Fang segera menuntun BoBoiBoy menuju ranjang disertai Ochobot.
Ketika BoBoiBoy melihat ke arah dr. Tadashi, keningnya mengerut saat itu juga.
"Kak Fang, ini siapa?" tanya BoBoiBoy lugu kepada kakaknya.
Mendadak Fang dan Ochobot menarik napas kaget.
'Tidak kusangka ia akan lupa secepat ini,' batin Fang.
Dokter Tadashi hanya menampilkan respons datar. Ia sudah mengerti dengan keadaan pasiennya.
"Aku dokter yang akan menanganimu," balas dr. Tadashi.
Setelah BoBoiBoy berbaring, dr. Tadashi memeriksa bocah bertopi itu dengan stetoskopnya. Memeriksa keadaan mata pasiennya dengan senter kecil.
"Kau butuh istirahat. Tidurlah!" ucap dr. Tadashi.
"Tapi, Dok, perutku mual," balas BoBoiBoy.
"Tidurlah, BoBoiBoy. Mual di perutmu akan hilang jika kau tidur. Berusahalah," saran Ochobot.
"Baiklah, akan kucoba," ucap BoBoiBoy tersenyum lalu perlahan ia menutup matanya.
Ochobot meletakkan selimut di atas tubuh BoBoiBoy sampai batas dadanya.
"Ia penurut sekali, Fang," bisik dr. Tadashi.
"Hmm."
"Tenang saja. Keadaannya mulai membaik. Jika ada sesuatu, hubungi aku saja," ucap dr. Tadashi lalu ia meninggalkan kamar inap BoBoiBoy.
"Terima kasih, Dok," ujar Fang.
Fang menatap bocah yang berada di depannya. BoBoiBoy tidur begitu damai.
"Fang, lebih baik kau gunakan waktu luang ini untuk belajar persiapan UN nanti," ujar Ochobot.
Mendadak wajah Fang berubah menjadi kecut. Oh, tolong jangan ingatkan dia tentang ujian itu.
"Cish, siapa kau suruh-suruh aku?" ucap Fang tajam.
"Eiiit, demi kebaikan kau juga lah," balas Ochobot enteng.
Fang mendengus nafas kasar. Ia lalu mengambil buku soal latihan UN yang tergeletak di meja. Ochobot memang sengaja membawakan buku soal serta peralatan tulisnya. Ochobot tahu, tanpa disuruh Fang akan belajar. Karena anak itu mempunyai otak cerdas keturunan dari sang ayah.
222
"Huwaaarrgggh! Bosaaan!" raung BoBoiBoy seraya merenggangkan tubuhnya.
Fang baru saja menyudahi kegiatan makannya ketika ia mendengar ocehan BoBoiBoy. Pemuda itu tampaknya tidak peduli. Ia lalu melanjutkan kegiatan belajarnya setelah menenguk satu gelas air putih.
"Ochobot, kita pulang saja yuuuk," pinta BoBoiBoy.
"Aik? Mana boleh macam tu, BoBoiBoy?" ujar Ochobot seraya menggaruk kepala robotnya.
"Habis aku bosan laaah berada di sini terus. Kak Fang, pulang yuuuk!" ucap BoBoiBoy ke arah Fang.
"Terserah kau sajalah," ucap Fang yang masih berkutat dengan buku soalnya.
"Ish! Aku serius lah. Aku ingin pulang lalu memainkan game Papa Zola terbaru. Aku harus latihan untuk mengalahkan Gopal," oceh BoBoiBoy.
Fang tetap tidak berkutik. Hal itu semakin membuat sang adik kesal.
"Bolehlah aku pulang. Aku sudah tidak apa-apa. Aku sudah sehaaat," bujuk BoBoiBoy.
Merasa tidak dipedulikan lagi, akhirnya BoBoiBoy turun dari ranjang rawatnya. Ia duduk di sofa samping Fang yang sedang belajar.
"Ayolah, Kak. Plissss," ucap BoBoiBoy dengan puppy eyes-nya.
"Tidak boleh! Kalau kau kenapa-napa lagi, bagaimana?" sergah Fang sambil terus fokus menuliskan jawaban salah satu soal di bukunya.
"Aiih, Kak. Percayalah aku tidak apa-apa. Besok kan sekolah dan aku ada PR nanti malam."
"Tadi katanya mau main game, sekarang alasannya mau ngerjain PR."
"Ehehehe, dua-duanya mungkin. Ayolah Kak kita pulaaaang," desak BoBoiBoy seraya mengguncangkan lengan Fang.
Fang membuang napas malas seraya mendongakkan kepalanya menatap langit-langit. Ia sangat malas menghadapi sikap BoBoiBoy yang satu ini.
"Bolehlah Kak Bolehlaaaah~"
"Hissshhh, berisik kau. Ochobot, tolong hubungi dr. Tadashi sekarang," perintah Fang.
"Kita pulang sekarang?"
Fang hanya diam seraya melihat ke arah lain.
"Yeaayy! Asyiiiik," girang BoBoiBoy yang menanggapi jawaban kakaknya sebagai 'iya' .
Setelah dihubungi Ochobot via telepon, dr. Tadashi langsung memasuki kamar inap BoBoiBoy.
"Ada apa?"
"Dok, aku boleh pulang hari ini? " tanya BoBoiBoy dengan penuh antusias.
"Uhm, kau seharusnya menginap untuk tiga hari ke depan, BoBoiBoy," jawab dr. Tadashi.
"Aku ingin pulang hari ini, Dok. Aku sudah baik-baik saja. Aku janji akan menemui Dokter besok sepulang sekolah."
"Hum, bagaimana ya?"
Dokter Tadashi memandang bingung ke arah BoBoiBoy. Sedangkan Fang hanya menatap datar dr. Tadashi. Pemuda itu yakin keputusan dr. Tadashi pasti yang terbaik.
"Sini dokter periksa BoBoiBoy dulu."
"Okay."
Setelah memeriksa BoBoiBoy, dr. Tadashi memperbolehkan BoBoiBoy pulang. Tetapi dengan syarat bahwa BoBoiBoy harus tetap selalu memperhatikan jadwal ia meminum obat. BoBoiBoy menerima keputusan dr. Tadashi dengan senang hati. Akhirnya, Fang, Ochobot, dan BoBoiBoy segera bersiap untuk meninggalkan Rumah Sakit Pulau Rintis.
222
Ying dan Gopal menatap tidak percaya ke arah BoBoiBoy yang pedenya berjalan menuju bangku kelas.
Tidak seperti murid lain yang sibuk mengerjakan PR bahkan bercanda dengan temannya, Gopal dan Ying terus menatap BoBoiBoy dengan tatapan tidak percaya dicampur tatapan sedikit khawatir.
Bagaimana mereka berdua tidak khawatir. Bukankah seharusnya sekarang BoBoiBoy dirawat inap di rumah sakit?
"Aku tahu aku tampan. Tidak usah dipandang begitu," ucap BoBoiBoy kesal karena terus dipandang dengan tatapan heran oleh kedua sahabatnya.
"Haiyaaaa, tidaklah. Bukankah kau seharusnya berada di rumah sakit, hah?" ucap Ying.
"Atau jangan-jangan kau kabur dari rumah sakit, BoBoiBoy?! Jawab aku!" ucap Gopal sarkastis seraya mengguncangkan kedua pundak BoBoiBoy.
"T-tidak laah. A-aku d-diizinkan oleh dr. Tadashi. B-berhentilah mengguncangku Gopal!" ucap BoBoiBoy terbata-bata.
"Hehehe, sorry. Kupikir kau kabur," jawab Gopal asal.
Stanley, teman sekelas mereka menghampiri Gopal, Ying, dan BoBoiBoy yang sedang mengobrol ria.
"Hey, BoBoiBoy! Hey, Gopal! Aku baru saja dapat kabar dari coach sepak bola kita," ujar Stanley.
Stanley. Anak gemuk tetapi tidak mempunyai hobi makan seperti Gopal merupakan teman sekelas BoBoiBoy sekaligus teman ekskul sepak bola. Ia tidak cukup pintar dalam hal akademik, tetapi cukup jago dalam hal sepak bola. Stanley, Gopal, dan BoBoiBoy selalu kompak dalam memainkan sepak bola.
"Apa itu?" tanya BoBoiBoy.
"Sekolah kita didaftarkan pada perlombaan tingkat nasional," umum Stanley senang.
"BENARKAH?!" teriak Gopal dan BoBoiBoy kompak sampai Ying menutup kedua kupingnya.
"Iya. Setelah kita menang di tingkat nasional, kita akan berlomba di tingkat ASEAN,"
"Wuiiih, terbaiklah! Aku ingin sekali ikut lomba ini!" ucap BoBoiBoy antusias.
"Tidak hanya itu! Jika kita menang pada tingkat nasional, kita akan mendapatkan piala, beasiswa, dan gala dinner bersama pemain sepak bola Malaysia!" ucap Stanley antusias.
"APAAAA?! GALA DINNER?!"
"WUIIH, KITA HARUS MEMENANGKAN PERTANDINGAN ITU, BOBOIBOY!"
"AKU MAU BERTEMU DENGAN PEMAIN SEPAK BOLA ITU, GOPAL!"
"AKU MAU MAKAN!"
"AKU MAU KEDUANYA!" teriak Stanley membuat teman-teman sekelasnya sweatdrop.
"Haiyaaaa, anak cowok iniiii," keluh Ying.
"Apapun itu, kita harus berusaha maksimal dan memenangkan pertandingan ini. Mulai hari ini, setiap pulang sekolah, kita akan latihan di lapangan sekolah," ucap Stanley.
"Oke, Stanley!"
Lalu Gopal, BoBoiBoy, dan Stanley saling ber-high five.
"Baiklah, aku mau mengerjakan PR dulu. Selamat berjuang, teman-teman," ucap Stanley lalu meninggalkan Gopal, Ying, dan BoBoiBoy.
"Senangnya bisa makan mewah nantinyaaaaaa," ujar Gopal seraya membayangkan gala dinner yang akan dia hadiri.
"Aku akan bertemu dengan pemain sepak bola terkenal," ujar BoBoiBoy ikut membayangkan pertemuan itu.
"Aaaah."
"Haiyaaa, stop! Stop!" ucap Ying.
"Apelah Ying ni. Menganggu khayalan orang saja," gerutu Gopal.
"Teman-teman, aku sangat senang dan mendukung kalian untuk lomba nanti, wo. Tapi..."
Ucapan Ying yang terputus membuat BoBoiBoy dan Gopal memandangi Ying dengan tatapan serius.
"Aku khawatir dengan kesehatan kau, BoBoiBoy," ucap Ying dengan suara agak serak.
Mendadak Gopal menjadi murung. Khayalan tentang gala dinner langsung hilang dari pikirannya. Pemuda India itu langsung menatap BoBoiBoy dengan pandangan cemas.
"Ah, maaf, BoBoiBoy. Aku lupa dengan bagian itu," sesal Gopal.
BoBoiBoy memandang heran kedua temannya. Sejujurnya, ia menjadi lupa dengan kondisi penyakitnya setelah mendengar kabar bahagia itu. BoBoiBoy memang sangat khawatir dengan penyakit kanker alzheimernya. Tetapi, ia tidak bisa juga melewatkan mimpinya yang satu ini.
"Ah, tidak usah dipikirkan. Aku yakin bisa memenangkan pertandingan ini," ujar BoBoiBoy mantap.
"T-tapi, kanker itu..."
"Alaah, itu tidak apa-apa. Kalau bermain bola, pasti penyakitku tidak kambuh. Hahaha," gelak BoBoiBoy.
Gopal dan Ying saling pandang satu sama lain. Bukan itu masalahnya jika penyakit BoBoiBoy akan kambuh sewaktu di luar rumah atau melakukan aktivitas. Ada satu ketakutan yang akan mereka hadapi saat ini.
Mereka takut jika BoBoiBoy terus memaksakan diri dan akhirnya kanker itu menjadi parah.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
A/N: Cerita opo ini? Huft.
Btw, makasih yaa yang kemaren telah menjawab pertanyaan saya.
Panggil saya Rani bagi readers '97an dan keatas. #oooowwwww #gayachandraliow
Panggil saya Kak Mahrani bagi readers '97an kebawah. Wkwkwk.
Saya tidak suka dipanggil "thor" . Stop kebiasaan kalian memanggil itu kepada saya maupun kepada author lain. Karena saya bukan Thor di film Marvel :p.
Saya ingin sedikit mengutip perkataan dari NaYu Namikaze Uzumaki, author penulis ff "Problem" di fandom BoBoiBoy ini.
"Bagi para reviewer, JANGAN PERNAH ANGGAP REVIEW KALIAN SAMPAH. Jujur saja, fic ini dapat berlanjut karna dukungan kalian semua melalui review yang ada. Nayu tidak marah, hanya kesal saja. Review kalian sangat berarti bagi Nayu. So, jangan dianggap sampah lagi ya ^-^v. Sepanjang apapun review itu akan Nayu terima, Flamer juga asal bahasa sopan dan tertata. Bahkan yang hanya nasehat mengenai bulan puasa aja Nayu terima."
Saya sangat setuju dengan pernyataan Nayu di atas. So, kalian bebas review apa saja di sini. Saya terima dengan senang hati. Review kalian bukanlah onggokan sampah.
Hehehe, maaf kebanyakan pidato bacot. Silakan review lagi. Saya tunggu review-nya~
Untuk Silent Reader, terima kasih telah mengaku dan tetap lanjut membaca sampai chapter ini. Semoga kalian diberi ilham untuk me-review ff ini lagi :p.
——————————
K O L O M N U T R I S I
——————————
1. Apakah rencana Adu Du sebenarnya?
2. Apakah kamu pernah mengikuti lomba? Kalau ada, lomba apa?
3. Apa pendapatmu terhadap Chapter 5 di Do I Remember You ini?
***
Mari terapkan budaya baca cermat, memberi masukan dengan santun juga bijak, serta menghargai keberagaman dalam berkarya dan perbedaan pendapat. Be wise.
***
Sudahkah kamu vote bab ini dan follow penulisnya?
Scroll/Swipe untuk membaca bab selanjutnya dari fanfict Do I Remember You?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top