Chapter 21 [End]

BoBoiBoy memijit keningnya perlahan. Otaknya perlahan lelah untuk mengingat semua memori yang masuk ke dalamnya.

"BoBoiBoy!"

BoBoiBoy menghentikan aktivitasnya. Mata karamel itu melihat mata emas yang sedang memandangnya. Sosok manusia yang persis sama dengannya, tetapi dengan warna yang berbeda. Plus, ada lambang tanah bertumpuk di topi sosok tersebut.

"Oh, Gempa," ucap BoBoiBoy perlahan.

"Bagaimana? Kau senang bisa melihat memori bersama Fang?" tanya BoBoiBoy Gempa dengan lembut.

BoBoiBoy menghela napas lelah. "Iya. Aku senang."

Gempa tersenyum manis. "Kau merindukannya?"

BoBoiBoy mengangguk. "Sangat. Tapi ... bagaimana caranya aku keluar dari sini?"

BoBoiBoy sadar sekarang ia berada di daerah yang tidak ia kenal. Ia ingin pulang dan bertemu keluarganya secepat mungkin. Mata karamelnya terus menerawang dan mencari tahu apa ruangan cermin ini.

"Kau tak usah pikir macam-macam, Fang. Mereka kan bekerja demi kita juga,"

BoBoiBoy melihat memori yang berputar di cermin sisi belakang. Saat itu Fang dan dirinya sedang sarapan sebelum berangkat sekolah.

"Eh? Aku tak tahu kalau Fang tidak menyukai Ayah dan Ibu," ujar BoBoiBoy pelan.

"Fang memang tidak menyukai Ayah dan Ibu. Kita yang dukung Ayah dan Ibu terus, 'kan?" celetuk Gempa.

"Tapi, sekarang Fang menyayangi Ayah dan Ibu."

Gempa tersenyum hangat. "Kau mengingatnya, eh?"

BoBoiBoy tersentak. Ia tidak mengingatnya sejujurnya. Ia hanya merasakan itu dalam hatinya.

"Fang! Berhenti bermain! Ayo makan dulu!"

BoBoiBoy menengokkan kepalanya ke cermin sisi kanan. Saat itu dirinya di tengah kerumuman penggemar Fang seraya menenteng plastik yang berisi donat lobak merah, makanan kesukaan kakaknya.

"Sini donatnya!"

BoBoiBoy tertawa kecil melihat kakaknya yang sangat jutek itu.

"Kamu darimana? Ini sudah jam empat petang!"

Suara Fang yang muncul dari memori yang diputarkan di cermin sisi kiri membuat BoBoiBoy mengalihkan pandangannya dari cermin sisi kanan. Kakinya perlahan berjalan untuk mendekati cermin sisi kiri.

Raut wajah Fang saat itu sangat marah. Ia marah karena dirinya yang pulang terlambat ke rumah.

"Maafkan BoBoiBoy ya, Kak. Tadi BoBoiBoy keasyikan main bola dengan Gopal di lapangan tadi,"

BoBoiBoy ingat. Saat itu ia sedang menjalani pemeriksaan di Rumah Sakit Pulau Rintis. Pada waktu jalan pulang, ia bertemu Gopal lalu mereka bermain bola bersama-sama sehingga lupa waktu.

"Kak Fang ..."

BoBoiBoy bergumam kecil. Memori itu memerlihatkan BoBoiBoy tengah memeluk Fang dengan sangat erat, seakan-akan tidak mau pergi jauh dari Fang. Hatinya saat itu sedang takut memikirkan kanker alzheimer. Kanker yang akan membuat ia meninggalkan semuanya.

Bahu BoBoiBoy bergetar. Sesegukan kecil mulai terdengar dari mulut bocah elemental itu. BoBoiBoy sangat merindukan bahu Fang. BoBoiBoy rindu dengan bentakan Fang. BoBoiBoy rindu dengan kekhawatiran Fang.

Tangan BoBoiBoy menahan isakan kecil yang keluar dari mulutnya.

"Aku pun rindu. Tapi, alzheimer itu ... bagaimana, BoBoiBoy?" terdengar nada putus asa dari Gempa.

BoBoiBoy menggelengkan kepalanya. Matanya memerah, mengeluarkan bulir-bulir bening yang mewakili rindu yang mendalam terhadap kakaknya. Bibirnya bergetar menahan isakan yang semakin keras. Tangannya terus menyentuh cermin yang ada di hadapannya sekarang.

"Kak Fang! Ochobot!"

"Ochobot, ada apa ini?! Kenapa rumah berantakan seperti ini? Kak Fang kenapa?!"

"Kak Fang kenapa? Kok tangannya berdarah?"

"Ah, ini semua gara-gara Adu Du yaaa?!"

BoBoiBoy memutarkan tubuhnya dengan lesu. Kepalanya ia tundukkan untuk melihat memori yang diputar di cermin sisi bawah.

"B-bukan itu kok,"

"Ya terus kenapaaaaa? Adu Du dan Probe pasti melakukan ini semua. Kan? Kan?"

"Kak Fang nangis? Kak Fang gak papa?" tanya BoBoiBoy panik.

"Aku tidak apa-apa, BoBoiBoy. Kenapa kamu baru pulang jam segini?"

Saat itu ... dirinya melihat Fang dalam keadaan payah. Tergeletak duduk di tengah-tengah beling pecahan vas, kepalanya merunduk, dan salah satu tangannya yang mengalirkan darah.

Lutut BoBoiBoy lemas. Ia jatuh terduduk. Air matanya tumpah dan mengenai cermin sisi bawah itu.

"KAK FAAAANGGG!" BoBoiBoy teriak memanggil kakaknya. Matanya yang sembab terus menonton memori itu. Ia sungguh ketakutan melihat kakaknya yang terluka.

Kalau BoBoiBoy tidak ada, siapa yang menjaga Fang nanti?

"G-Gempa! S-sebenarnya di mana aku? Bagaimana cara aku keluar dari sini?!" tanya BoBoiBoy seraya menumpu tubuhnya dengan telapak tangan yang ia tempelkan di lantai (cermin sisi bawah) tersebut.

"Keluar? Ini ruangan memorimu sendiri, BoBoiBoy. Kau harus melewati ini semua," jelas Gempa.

"Apa maksudmu?!" tanya BoBoiBoy frustrasi. Ia sungguh 'buntu' menghadapi ini semua.

"Maafkan aku, Kak Fang,"

BoBoiBoy mendongak ke atas. Cermin sisi atas memutar memorinya di saat dirinya dan Fang berdialog pertama kali tentang penyakitnya.

"A-aku hanya tidak ingin membuat Kak Fang repot. Aku yakin aku bis—"

"Bodoh,"

Di situlah memori diputarkan saat Fang pertama kali menangis di hadapan BoBoiBoy.

"Kau bodoh," ... "Kalau kau bukan adikku, kau sudah kuremuk di dalam jari bayang,"

BoBoiBoy merasakan kehangatan dalam pelukan Fang saat itu.

"Kau bodoh, BoBoiBoy," ... "Tolong jangan sembunyikan apapun di hadapanku. Kau membuatku khawatir setengah mati,"

"Huks ... huks ... maaf, Kak." BoBoiBoy kembali menangis.

"Kakak kita memang terlihat menyebalkan, sok populer, dan galak. Tapi, ia begitu rapuh dan mengkhawatirkan kita, BoBoiBoy," ujar Gempa dengan nada sedih.

"HUWAAAAA ... HUHUHU." Tangis BoBoiBoy pecah. Benar sekali kata Gempa.

"Kak Fang..."

"Alzheimer tidak main-main, BoBoiBoy! Kau bahkan menganggapku musuh,"

BoBoiBoy setengah lari mendekati cermin sisi depan yang menampilkan Gempa.

"Gempa, beritahu aku! Beritahu aku cara aku keluar dari sini! Aku ... sudah cukup, Gempa!"

"Berjanjilah kau tidak akan menyembunyikan masalahmu, BoBoiBoy,"

"Aku janji, Kak Fang,"

"Maaf, BoBoiBoy. Aku tidak bisa membantu. Aku juga kan bagian dari dirimu."

"JANGAN BOHONG, GEMPA! AKU TAHU BAHWA KAU MENGETAHUI SESUATU! CEPAT BERITAHU AKU SEBELUM ELEMENTAL API MUNCUL!"

222

Mata Fang membelalak melihat wajah BoBoiBoy. Anak itu bangkit dari kursinya. Ia melihat cairan bening keluar dari dalam mata BoBoiBoy yang tertutup.

"B-BoBoiBoy," panggil Fang dengan suara serak. Sudah lama sekali ia tidak berbicara.

Tangannya yang tertutup sarung tangan fingerless ungu itu mengguncang tubuh BoBoiBoy pelan. Tidak ada reaksi.

Apa mungkin ... adiknya itu menangis? Atau jangan-jangan ... itu cairan berbahaya lagi.

"Tenanglah. Itu memang air mata."

Fang sedikit tersentak begitu dr. Tadashi berbicara kepadanya. Entah kapan dr. Tadashi masuk ke kamar rawat BoBoiBoy. Dokter itu segera memeriksa mata BoBoiBoy dengan membukanya dan mengarahkan senter. Terlihat genangan air mata terkumpul di pelupuk mata BoBoiBoy.

Fang melihat air mata itu terus deras mengaliri pipi dan pelipis BoBoiBoy.

"Dia baik-baik saja, Fang," ucap dr. Tadashi setelah selesai memeriksa.

"Dok, apa ia sedang menangis?" tanya Fang pelan.

Dokter Tadashi tersenyum dan menepuk puncak kepala Fang. "Coba kau hibur dia."

Fang memandangi BoBoiBoy dengan penuh tanda tanya. Apakah memang adiknya itu menangis tanda respons atau bagaimana?

"Aku akan memanggil Suster Rini untuk mengganti bantalnya."

Dokter Tadashi lalu keluar dari kamar BoBoiBoy. Memang bantal kepala BoBoiBoy sudah basah akibar aliran deras air mata bocah bertopi itu.

Tangannya secara perlahan mengelus kepala BoBoiBoy. Senyum tipis terulas di wajah Fang. Bibirnya mendekati telinga BoBoiBoy.

"Tenanglah, aku di sini. Aku tidak kemana-mana, BoBoiBoy," bisik Fang lembut.

Fang mengambil mangkuk dari laci meja sebelah ranjang BoBoiBoy. Ia lalu ke kamar mandi dan mengisi mangkuk itu dengan campuran air panas dan air dingin dari shower.

Fang mengambil handuk kecil dari rak kaca di atas wastafel. Kakinya kemudian melangkah keluar mendekati ranjang BoBoiBoy.

Fang mencelupkan sedikit bagian handuk ke dalam air hangat di mangkuk. Ia lalu mengelap jejak air mata di pelipis dan pipi BoBoiBoy dengan lembut.

222

BoBoiBoy tengah meringkuk di pojok ruangan. Kepalanya ia tenggelamkan di antara kedua dada dan lututnya.

"HAI, BOBOIBOY! AKHIRNYA KITA BERTEMU!"

BoBoiBoy mendecak kesal. Ia sudah tahu siapa yang berbicara itu. Gempa telah menghilang dengan cepat.

Percuma ia meminta penjelasan kepada pecahan dirinya yang kekanakan itu. BoBoiBoy sendiri saja kesal kepada BoBoiBoy Api karena elemen itu menyebabkan Pulau Rintis dan dirinya dalam bahaya pada waktu itu.

"BoBoiBoy! Bangunlah! Ayo, kita bermain!"

BoBoiBoy Api sedikit kesal melihat BoBoiBoy yang meringkuk cukup lama. Padahal Api sudah kesana-kemari dengan gerakan lincahnya. Tentunya hanya di dalam cermin sisi depan.

"Kau ni ... susah sekali bermain. Kau berubah semenjak alzheimer itu menyerang kita," cibir Api.

"..."

"Kau dah tak pernah bermain bola lagi. Apa perlu aku bangun tengah malam lagi untuk bermain-main keluar?"

"Terserah. Aku tak peduli. Keluarkan aku dari sini," ucap BoBoiBoy dingin.

"Hmm. Akhir-akhir ini kau dan Fang jarang menghabiskan waktu bersama untuk bermain sepak bola atau bola basket, eh?"

BoBoiBoy mengangkat kepalanya. Matanya yang sembab melihat Api yang berdiri tegak di dalam cermin.

Api mengangkat alisnya dua kali seraya memamerkan senyum lebarnya. Bangga karena perkataannya berhasil memancing perhatian BoBoiBoy.

Memang betul. BoBoiBoy merasa ia terlalu sibuk memikirkan dampak penyakitnya dan urusan pertandingan itu. Akhir-akhir ini BoBoiBoy jarang bermain dengan Fang.

"SELAMAT PAGI, FANG! AYO BANGUN!"

BoBoiBoy sedikit menjauh dari pojokan ruangan. Memori berputar di cermin sisi belakang. Saat itu dirinya menimpa tubuh Fang yang sedang tidur.

"BERISIK KAU, BOBOIBOY!"

"Hahaha. Seronoknyeee bangunkan Fang dengan cara macam tu," gelak Api.

BoBoiBoy tersenyum melihat Fang yang begitu marah ketika dirinya jahil. Ah, BoBoiBoy cuma membangunkannya dengan 'kasih sayang' kok.

Memori berhenti berputar setelah BoBoiBoy mengejek Fang lalu keluar kamar.

"Fang, kau lihat tempat pensilku gak?"

"Tidak,"

"Hum, lalu kemana tempat pensilku? Seluruh alat tulis ada di dalam situ. Aku tidak bisa mengerjakan PR kalau begini caranya,"

BoBoiBoy membaringkan tubuhnya supaya bisa menonton memori yang diputar di cermin sisi atas. Saat itu BoBoiBoy lupa meletakkan tempat pensilnya. Fang dan Ochobot membantunya mencari.

"Terakhir kali kau letakkan di mana, BoBoiBoy?"

"Umm, di meja belajar. Entahlah aku tak yakin,"

"Kita pelupa sekali ckck," celetuk Api.

Fang mengobok-obok tas BoBoiBoy dan tempat pensil ketemu.

"Wuaaaaah! Terima kasih, Fang! Terbaik kau!"

"Lain kali cari secara teliti! Bikin susah je,"

Memori berhenti berputar.

"Efek dari alzheimer. Huh," keluh BoBoiBoy.

"Fang selalu membantu kita kan? Dalam keadaan sehat maupun sakit?"

"Hmm."

"Kakak, nonton apaaaa?"

Cermin sisi kanan menampilkan BoBoiBoy yang duduk di sofa bersama Fang. BoBoiBoy mengubah posisi berbaringnya menghadap cermin sisi kanan.

"The Raid,"

"Ikutan nontoooon,"

"Ish, ini bukan tontonan anak-anak. Sana kembali tiduuur!"

"Kita masih SD berarti masih anak-anak kaaan? Kakak juga jangan nonton itu dong,"

"Tch, sebentar lagi aku bukan anak SD, BoBoiBoy. Sana tidur. Jangan habiskan cemilankuuuu!"

"Aaah, bagi sedikiiiit,"

BoBoiBoy tertawa geli ketika Fang berusaha menjauhkan camilan potato chips itu darinya. Mereka bertengkar kecil di tengah malam. Sampai Ochobot mematikan televisi dan membuat kedua kakak beradik itu diam.

"Fang sudah jarang meluangkan waktunya, BoBoiBoy. Ia jarang menonton TV dan bersantai seperti itu. Ia hanya memikirkan—"

"Kita. Aku baru merasakan itu, Api. Kak Fang sama berubahnya seperti kita. Padahal aku yang sakit. Hahaha." BoBoiBoy tertawa getir.

Api menghela napas dan mengangguk lesu.

"Huwaaarrgggh! Bosaaan!"

Suara yang keluar dari cermin sisi bawah membuat BoBoiBoy merubah posisinya menjadi duduk. Memori itu saat dirinya sedang dirawat inap di rumah sakit. Ditemani Fang dan Ochobot.

"Habis aku bosan laaah berada di sini terus. Kak Fang, pulang yuuuk!"

"Terserah kau sajalah,"

"Ish! Aku serius lah. Aku ingin pulang lalu memainkan game Papa Zola terbaru. Aku harus latihan untuk mengalahkan Gopal,"

Kalau dilihat-lihat, BoBoiBoy ternyata manja juga kepada kakaknya.

"Bolehlah aku pulang. Aku sudah tidak apa-apa. Aku sudah sehaaat,"

Rupanya dirinya pantang menyerah. Tidak direspons Fang, BoBoiBoy turun dari ranjang dan duduk di sebelah kakaknya. Dengan nada manja dan puppy eyes.

"Ayolah, Kak. Plissss,"

"Tidak boleh! Kalau kau kenapa-napa lagi, bagaimana?"

"Aiih, Kak. Percayalah aku tidak apa-apa. Besok kan sekolah dan aku ada pr nanti malam,"

"Tadi katanya mau main game, sekarang alesannya mau ngerjain PR,"

"Ehehehe, dua-duanya mungkin. Ayolah Kak kita pulaaaang,"

Dari dulu, BoBoiBoy tidak pernah betah berada di rumah sakit lama-lama.

"Bolehlah Kak Bolehlaaaah,"

"Hissshhh, berisik kau. Ochobot, tolong hubungi dr. Tadashi sekarang,"

"Kita pulang sekarang?" ... "Yeaayy! Asyiiiik,"

BoBoiBoy tertawa kecil melihat Fang yang tidak kuat melihat sikap manja adiknya.

"Sebenarnya, kita terlalu merepotkan Fang, ya?" kini giliran BoBoiBoy membuka topik.

"Yah, aku sih ga ngerasa yaaa," balas Api santai.

"Ayo, pulang!"

BoBoiBoy sedikit tersentak begitu memori lain berputar di cermin sisi kiri. Ia pun duduk dan memutar badannya, berhadapan dengan cermin sisi kiri.

"Tidak mau. Aku masih mau main!"

"Kau ini! Ini sudah sore! Untuk apa kau bermain di rumah musuhmu?!"

Fang sedikit kasar kepadanya.

"Eh? Kok aku bisa ke rumah Adu Du yaa?" ujar BoBoiBoy bingung.

"Yalah. Kan banyak mainan di sana. Yahoooo!" seru Api senang.

BoBoiBoy memutar bola matanya, kemudian konsentrasi lagi untuk menonton.

"Aku mau main! Sudah lama aku tidak main dengan senang,"

BoBoiBoy terkejut ketika cermin sisi kiri menampilkan Fang yang merebut stik PS dari tangan dirinya.

"HEI!"

"Pulang!"

"Sudah kubilang aku tidak mau! BEBOLA API!"

"Hah? BoBoiBoy Api?!" celutuk BoBoiBoy, ia kemudian berdiri dan berjalan perlahan mendekati cermin sisi kiri.

Terlihat Fang yang terkejut dan menjauh dari serangannya. Probe berteriak kegirangan dan Adu Du memanas-manasi BoBoiBoy saat itu.

"Kau akan terima rasanya mengganggu kesenanganku. BOLA TAMBANG BERAPI!"

"ELANG BAYANG!"

"Hei! Kenapa kau menyerang Fang begitu saja?" BoBoiBoy mendelik ke arah Api yang tersenyum ceria seperti biasa.

"Habisnya Fang ganggu aku ketika bermain," balas Api dengan tampang kesal.

"Isshh. Kau ni—"

"ARRRGHHH!"

Belum sempat BoBoiBoy memarahi Api, terdengar teriakan Fang. Kakaknya terkena serangan dari BoBoiBoy Api.

"Tidak!" BoBoiBoy menjerit begitu melihat adegan tersebut. Fang begitu kesakitan.

BoBoiBoy Api berjalan mendekati Fang. Disertai tatapan tajam, mulut melengkung, dan bola api di tangannya.

"Berhenti, BoBoiBoy! Sadarlah! Aku adalah kakakmu,"

"Huh?"

BoBoiBoy melihat dirinya yang hendak menyerang Fang, bahkan mungkin menghabisinya.

"Tidak! Jangan! Jangan serang kakakku!" BoBoiBoy berteriak panik, air matanya telah merembes keluar. Tangannya tanpa sadar menggedor-gedor cermin sisi kiri. Berharap bisa masuk ke dalam kejadian saat itu.

"Jangan kau percayai dia, BoBoiBoy! Kau tidak pernah mempunyai seorang kakak. Hahahaha!"

"Sialan kau, Adu Du!" Tangan BoBoiBoy memukul Adu Du. Sia-sia saja karena Adu Du tak akan bisa merasakannya.

"Jangan percaya dengan Adu Du! Ia sedang menipumu! Ingat siapa musuhmu, BoBoiBoy,"

"Api, mengapa kau tidak memercayai Fang dan langsung membunuh Adu Du saat itu juga?!" jerit BoBoiBoy kesal.

"Mana ku tahu! Itu juga atas perintahmu, 'kan!" balas Api tak mau kalah.

BoBoiBoy Api saat itu kurang percaya dengan Fang. Sementara kakaknya semakin merintih kesakitan dikarenakan luka bakarnya.

"Kumohon, percayalah!" ucap BoBoiBoy dengan nada serak.

"Kau pikir kami tidak mengetahuinya, huh?"

Tampang Fang saat itu bingung dengan perkataan Adu Du. BoBoiBoy pun menampilkan tampang yang sama. Apa maksud Adu Du? Mengetahui apa?

"Alzheimer sangat berbahaya bukan?" Adu Du tersenyum licik kepada Fang.

"A-apa? J-jadi, Adu Du tahu penyakitku?" BoBoiBoy merasakan dadanya yang sangat sesak.

"BoBoiBoy akan lupa ingatan untuk selamanya. Ia akan menjadi rekanku! Hahaha!" ucap Adu Du puas.

"T-TIDAK! TIDAK AKAN ADU DU! TIDAAAAK!" BoBoiBoy menjerit seraya menutup kedua telinganya dan menutup matanya. Ia lebih baik mati karena penyakit itu daripada harus menjadi budak Adu Du.

"JARI BAYANG!"

Fang melancarkan serangannya dan berhasil menyudutkan Adu Du dan Probe.

"HOI! APA YANG KAU LAKUKAN?! BOBOIBOY, SERANG DIA!"

"Jangan serang temanku!"

"Tidak! Jangan!"

BoBoiBoy mengeluarkan gelang api. Gelang api itu lalu mengikat kedua kaki Fang. Dada BoBoiBoy semakin sesak dan sesegukan kecil mulai keluar.

"Berhenti, BoBoiBoy! Aku Fang! Kakakmu!"

"Dengarkan dia, BoBoiBoy!"

"Dia berbohong, BoBoiBoy! Jangan mau ditipu!"

"ARRRGHHH! DIAM KAU! KUKUN BAYANG!"

Adu Du dan Probe sudah terkurung dalam kukun bayang milik Fang. Fang terus saja merintih kesakitan.

Tiba-tiba gelang api menghilang.

"Eh?" BoBoiBoy bingung melihat serangan yang berhenti.

"Aku sadar saat itu. Aku panik karena tiba-tiba saja aku melihat Fang terluka di depanku. Saat itu aku takut sekali. Sampai kepalaku berputar berkali-kali," jelas Api dengan nada sedih.

"BoBoiBoy?"

BoBoiBoy melihat dirinya yang bengong cukup lama. Setelah berubah menjadi mode normal, dirinya pingsan.

"BoBoiBoy? Bangun!"

Fang begitu panik melihat dirinya yang tidak sadarkan diri. BoBoiBoy terdiam melihat aksi kakaknya yang memeriksa keadaan dirinya.

"Bertahanlah,"

Bisikan itu bergetar dan terngiang sebentar di kepala BoBoiBoy. Fang lalu menggendong dirinya sekuat tenaga, padahal lengannya terluka parah. Memori pun berhenti berputar setelah Fang membawa BoBoiBoy seraya berlari menggunakan kekuatan bayangnya menuju Rumah Sakit Pulau Rintis.

"Kak Fang ..." gumam BoBoiBoy sedih.

BoBoiBoy kemudian berjalan menuju cermin sisi depan yang menampilkan Api. Mata karamel itu menyorot tajam mata jingga bocah bertopi yang mempunyai lambang elemen api itu.

"Ini semua salah kau, Api!"

Api mengerutkan keningnya.

"Salahku? Aku nak main je lah," balas Api cuek.

"Arrrghh! Pikiranmu cuma main ... main ... maiiiin saja! Kau tidak memikirkan dampaknya! Kau hampir membunuh kakakku!" seru BoBoiBoy marah.

Api tersinggung. Ia tidak terima dicap hampir-membunuh-kakak-sendiri.

"Apa? Kok salah aku sih? Itu salah kau lah!" Api berteriak.

"Seandainya kau tidak ada. Akh, seandainya aku tidak mengontrol api!" kesal BoBoiBoy.

"Kenapa sih aku disalahin? Aku kan cuma mau main. Ini semua gara-gara kamu, BoBoiBoy! Seandainya kamu bermain dan bersantai sedikit saja, kamu pasti tidak menyalahiku. Pikirkan itu, BoBoiBoy!" Api juga merasa kesal.

BoBoiBoy hendak berbicara lagi, namun Api sudah memotong terlebih dahulu.

"Aku mau main! Itu saja! Aku capek harus menolong orang. Aku gak mau ngelawan alien lagi! Bahkan akupun belum menyentuh sepak bolaku sama sekali!"

Api sedikit ngos-ngosan ketika berbicara seperti itu. BoBoiBoy memerhatikan raut wajah Api. Ia sangat tertekan dan sedih, bahkan hampir mau menangis. Ia hanyalah anak kecil yang egois.

Tunggu dulu. Anak kecil? Hei, dirinya kan juga anak kecil.

Wajah BoBoiBoy sedikit melunak. Ada benarnya kata Api juga. BoBoiBoy akhir-akhir ini jarang bermain, apalagi meluangkan waktu bersama kakaknya.

Salah BoBoiBoy sendiri hingga menyebabkan Api keluar. Dirinya juga tertekan dan butuh waktu bermain.

BoBoiBoy menatap Api. Wajahnya memerah menahan tangis. Ia memalingkan wajahnya dari BoBoiBoy.

Mata karamel milik BoBoiBoy meneliti refleksi yang berada di depannya. Ia adalah Api. Api adalah ia. Jika Api marah dan protes, maka BoBoiBoy marah dan protes.

BoBoiBoy sadar, memarahi elemennya atau dirinya sendiri tidak akan menyelesaikan masalah di sini.

Telapak tangannya menyentuh cermin sisi depan.

"Maafkan aku, Api. Kau benar. Maaf aku terlalu menyalahkanmu," sesal BoBoiBoy.

Api diam. Bahkan ia melipat kedua tangannya di depan dada. Wajahnya masih cemberut.

"Aku janji. Aku akan bermain. Aku akan mengurangi waktuku untuk menggunakan kuasa. Aku janji, Api," ujar BoBoiBoy sungguh-sungguh.

Perlahan, senyum terulas di wajah Api.

"Janji?"

"Iya. Janji." BoBoiBoy tersenyum.

"Horraaaayyy!" Api melonjak gembira.

"Terima kasih telah menyadarkanku, Api. Hehehehe. Kalau akupun tertekan, bolehlah kau keluar. Tapi, kontrol emosimu, ya?"

"Siap, Bos!"

222

Fang termenung memandangi BoBoiBoy. Sudah dua minggu ini ia tak sadarkan diri. Dokter Tadashi mengatakan bahwa adiknya itu baik-baik saja.

Lalu, mengapa adiknya itu tidak kunjung bangun.

"FAAAANG!"

Teriakan Ibu spontan membuat jantung Fang nyaris meloncat.

Kedua lengan Ibu memeluk Fang. Kelihatannya ia sangat bahagia.

"Fang, kau di terima di Sekolah Menengah Pulau Rintis! Duh sayaaang, Ibu bangga sama kamu naaaakkk!"

Ibu mencium pipi Fang. Tetapi Fang tetap saja diam dan menatap adiknya.

"Wuaaah, selamat Fang!" Ochobot ikut kegirangan.

"Fang, kau sudah naik kelas. Hari ini kau harus daftar ulang ke Sekolah Menengah Pulau Rintis," jelas Ayah.

Ibu dan Ayah baru saja pulang dari sekolah Fang dan BoBoiBoy. Mereka melihat pengumuman mengenai kelas 6 dan penerimaan raport kelas 5.

"Tebak! BoBoiBoy juara satu, loooh di kelasnya~" ucap Ibu sembari mengusap puncak kepala BoBoiBoy.

"Anak Ayah memang terbaik semua." Ayah pun mengusap-usap puncak kepala Fang.

Fang masih terdiam. Ia tidak tahu harus gembira atau tidak mendengar ini. Ini semua kabar baik.

"Ibu sangat bangga dengan BoBoiBoy. Ibu dan Wali Kelas sama-sama terkejut begitu nilai bagus berderet di semua mata pelajaran di raport BoBoiBoy. Ia sudah berjuang keras melawan alzheimer itu," ujar Ibu terharu.

Ayah tersenyum mendengar perkataan Ibu.

"Nah, Fang. Ayo, siap-siap sekarang. Kita akan ke sekolah barumu sekarang!"

Fang masih dalam posisi yang sama. Ia terus diam.

Berita bagus itu belum cukup untuk Fang.

Yang ia hanya ialah BoBoiBoy sadar dan terbangun.

Lalu mereka akan berbahagia bersama-sama.

"Fang, kok diam? Ayo cepat," desak Ibu.

"Ibu saja yang ke sekolah. Fang tidak mau." Nada dingin itu keluar dari mulut Fang.

Ayah dan Ibu sama-sama terkejut.

"Fang? Semua murid baru daftar ulang hari ini," jelas Ibu.

"Aku ingin bersama BoBoiBoy sekarang. Kalau ia bangun bagaimana?" ucap Fang datar.

"Ada Ochobot yang menemani BoBoiBoy, Fang," balas Ayah.

"Pokoknya aku tak mau."

"T-Tapi Fang—"

"Kalau tetap memaksa, Ibu saja yang sekolah."

Ibu nyaris membentak Fang saat itu. Ia benar-benar kesal dengan anaknya yang keras kepala. Wajah Ibu memerah menahan amarah.

"Sudahlah, Bu. Kita akan ke sekolah baru Fang sekarang juga. Nanti biar Ayah yang jelaskan semua kepada guru," ucap Ayah menenangkan Ibu.

Fang benar-benar tidak memedulikan Ibu yang tengah kesal kepadanya. Ia tetap diam dan memasang tampang datar.

"Ochobot akan di sini menemani mereka berdua," ucap Ochobot.

"Baiklah, Ochobot. Ayah dan Ibu pergi dulu, ya."

Ayah dan Ibu—dengan perasaan yang masih dongkol—meninggalkan kamar rawat BoBoiBoy.

"Fang, kau tidak bisa begini terus, dong."

"Diam, Ochobot."

"Kau tak kasihan dengan Ayah dan Ibu kah?"

Fang menatap Ochobot.

"BoBoiBoy kalau melihat sikapmu, ia marah loh. Kau boleh khawatir dengan BoBoiBoy, tapi jangan sampai menyiksa dirimu dan sekitarmu," jelas Ochobot seraya mengelus kepala BoBoiBoy.

Perkataan Ochobot memang benar adanya. Fang sedikit menyesali perbuatannya. Tidak seharusnya ia begini.

Fang melepaskan kacamatanya. Kedua telapak tangannya mengusap wajahnya kasar.

"Aku ... tidak berniat seperti ini. Sungguh, Ochobot," ucap Fang frustrasi.

"Kita semua memang khawatir kepada BoBoiBoy. Ibu bahkan terus-terusan menangis di luar kamar. Kau tahu tak?"

Fang tersentak.

"Tak ... tahu."

"Ayah bahkan rajin ke ruangan dr. Tadashi. Ia tidak capek-capeknya membujuk dr. Tadashi agar melakukan usaha penanganan terbaik untuk BoBoiBoy. Mereka berdua sama-sama tertekan juga."

Perut Fang terasa seperti ditusuk dari dalam. Ia sangat-sangat frustrasi sampai tidak memerdulikan sekitarnya. Fang benar-benar tidak tahu bahwa ayah dan ibunya sama-sama tertekan, sama sepertinya. Fang sangat bersalah.

"T-tapi ... aku tidak bisa meninggalkan BoBoiBoy sendirian, Ochobot. Kau tahu kan itu?" ucap Fang lirih.

"Aku tahu. Maka dari itu, nih telefon Ibu. Minta maaf sana," ujar Ochobot yang tiba-tiba menyodorkan telefon wireless milik kamar rawat BoBoiBoy.

Fang tersenyum kaku ke arah Ochobot. Sudah lama sekali ia tidak tersenyum kepada sahabatnya itu. Diraihnya telefon wireless itu lalu menarik Ochobot ke dalam pelukannya.

"Terima kasih, Ochobot. Terima kasih!"

"Sama-sama." Ochobot membalas pelukan Fang lebih erat.

Jari Fang sibuk menekan tombol nomor. Setelah selesai menekan tombol nomor, ia menempelkan telefon ke telinganya.

Terdengar nada sambungan dan ... panggilan telefon diangkat oleh Ibu.

"Halo?"

"Ibu, maafkan aku."

222

BoBoiBoy merasakan suhu ruangan serba cermin itu yang awalnya hangat menjadi dingin. Ia kemudian melihat sosok dirinya yang mengenai topi biru laut dengan lambang elemen air di cermin sisi depan. Topi menghadap ke depan, sama seperti Halilintar, tetapi topi itu nyaris menenggelamkan seluruh wajahnya. Kecuali senyum yang datar itu.

"Hai, Air." Biasanya elemen lain yang menyapa BoBoiBoy duluan, tapi kali ini BoBoiBoy menyapa elemennya duluan.

Air tidak merespons apapun. Ia tetap diam. Bahkan manik aquamarine itu tidak menatap manik karamel di hadapannya.

"Kau jarang keluar, ya? Hehehe," ujar BoBoiBoy kaku seraya menggaruk pipinya yang tidak gatal itu.

"Aku mulai keluar lagi setelah kau tidak mengingat Fang," balas Air datar.

"HUWAAAAAA!"

Tangisan keluar dari memori yang berputar di cermin sisi kanan. BoBoiBoy melihat dirinya yang memeluk Fang seraya meraung-raung.

Air ikut menonton memori itu. Air mata mengalir dari bocah elemen air itu.

"MAAFKAN AKU, KAK! AKU... HIKS... AKU TAK BERMAKSUD MENYERANG KAKAK! HIKS..."

"Apa maksudmu, huh?"

"M-maafkan a-aku, Kak! Kau harusnya tau maksudku!"

"Aku menyesal tidak menghentikan Api saat itu," ucap Air dengan suara serak.

"Sudahlah. Itu bukan salah Api juga. Aku baru sadar, Fang tidak mau membahas hal itu rupanya. Padahal ... k-kita ... s-sangat bersalah," ujar BoBoiBoy dengan nada lesu. Diakhiri dengan nada bergetar.

"Lebih baik aku mati saja, Kak."

"Kau yakin ingin mati?" ujar Air seraya mengangkat dagunya.

BoBoiBoy tersentak dengan pertanyaan itu. Dulu memang ia menyerah dan ingin mengubur dirinya dalam-dalam. Ia sangat bersalah kepada Fang.

"Hentikan perkataan bodohmu itu, BoBoiBoy!"

BoBoiBoy melihat dirinya yang didorong secara kasar oleh kakaknya.

"Lalu, aku harus bagaimana? Aku hanya merepotkan kalian!"

"Tutup mulutmu!"

"Percuma aku hidup. Nanti aku akan mati juga. Kanker sialan ini sudah merusak hidupku!" jerit BoBoiBoy sambil terisak.

"DIAM!"

"Iya, yah. Kita hidup tidak ada gunanya. Menyusahkan Kak Fang saja," ujar Air datar.

BoBoiBoy melirik Air sekejap. Apa maksud dia mengatakan itu?

Memori itu memerlihatkan Fang yang berteriak marah kepada dirinya. Namun, beberapa menit kemudian, tangan Fang menarik tubuh BoBoiBoy ke dalam pelukannya. BoBoiBoy langsung menangis lebih kencang.

"Maafkan aku,"

"Lebih baik aku mati... hiks... lebih baik aku mati... hiks..."

"Menangislah sepuasmu, BoBoiBoy."

"Aku punya pilihan untukmu, BoBoiBoy. Kau ingin mati, 'kan? Lebih baik kita akhiri semua ini."

BoBoiBoy cukup terkejut mendengar ucapan Air. Seketika amarah muncul dari dalam hatinya. Ia sudah merindukan Fang. BoBoiBoy bertekad ingin pulih dan segera memperbaiki keretakan memorinya. BoBoiBoy ingin bertemu Fang.

"Tidak! Aku tidak mau mati! Apa maksudmu semua ini, Air?!"

"Apa salahnya sih memberi tahuku jadwal pertandingan itu? Tidak bisakah Kak Fang melihatku bahagia sekali saja? Hiks..."

Air malas menjelaskan perkataannya. Pandangan mereka berdua beralih ke cermin sisi belakang. Memori itu memutarkan saat BoBoiBoy baru saja pulang dari pertandingan dan langsung bertengkar hebat dengan Fang.

"Halilintar mendominasimu. Aku hendak menetralkannya tapi entah aku tak bisa. Aku ikut menangis dan kecewa juga kepada Kak Fang," jelas Air.

BoBoiBoy melihat air muka yang begitu emosi, tetapi dirinya masih mengucurkan air mata. Ia juga melihat ekspresi sedih sekaligus menyesal yang terpampang di wajah kakaknya.

Tiba-tiba Fang mendorong dirinya sampai mereka berjauhan. Kemudian, BoBoiBoy dan Fang hendak melayangkan tinjuannya satu sama lain.

"BOBOIBOY! FANG! HENTIKAN!"

Suasana mencekam mereka berdua langsung berhenti karena teriakan Ibu. Dengan Ochobot bingung melihat keadaan rumah yang sudah berubah.

"IBUUUUU!"

BoBoiBoy berlari ke arah Ibu seraya menangis. Ibu menangkap anaknya dan memeluknya.

"Sayang, ada apa?"

"Hiks ... Bu ... Kak ... Fang ... Hiks ... Menghancurkan impian BoBoiBoy ... Hiks ..."

BoBoiBoy hanya menutup mulutnya dengan kedua tangannya seraya menonton memori nya itu. Tidak mungkin Fang berniat menghancurkan impiannya. BoBoiBoy masih tidak memercayai hal itu.

"Hiks ... Hiks ..."

"Menghancurkan impian apa? Say—"

"Hiks ... HUWEEEE ... BU, SEKOLAH BOBOI ... HIKS ... BOY ... KALAH PA ... HIKS ... DA PER ... HIKS ... TANDINGAN ... HIKS ... HARI INI ... BU ... HUWEEEEE!"

Isakan kecil terdengar di cermin sisi depan. Air hanya bisa menangis kecewa melihat memori itu. Sedangkan BoBoiBoy fokus pada Fang.

"HUWAAA ... INI SE ... MUA ... GARA-GARA ... KAK FANG, BU! HIKS ... KAK FANG TE ... GA SAMA BOBOIBOY, BU! HIKS ... HIKS ... KAK FANG TI ... DAK MEMBERITAHU PERUBAHAN ... HIKS ... HIKS ... JADWAL PERTANDINGAN HARI INI! BOBOIBOY DA ... TANG TERLAMBAT DAN SEMUANYA ... HIKS ... HIKS ... TERJADI BEGITU SAJA ... HIKS ... HUWAAAAAA!"

Rasanya Air ingin tenggelam dalam dekapan Ibu seraya menangis.

"Kak Fang jahat," desis Air seraya mengusap pipinya yang terus-terusan dialiri air mata.

"Hiks ... A-aku ..."

"Sayang, sudahlah jangan menangis. Ceritakan pada Ibu lebih lanjut nanti. Sebaiknya, atur pernapasanmu dulu dan minum air putih, ya,"

"Hiks ... hiks ..."

BoBoiBoy terus-terusan melihat kondisi Fang. Manik karamel itu menangkap bahu Fang yang sedikit bergetar. Mata di balik kacamata ungu itu memerah.

"Kakak ... Kakak menangis?" gumam BoBoiBoy tidak percaya.

Kalau BoBoiBoy tidak salah dengar, Fang sedikit meringis kesakitan di memori itu.

Memori lalu berhenti berputar.

"Pasti ada penjelasan kenapa Kak Fang seperti itu," simpul BoBoiBoy.

"Dengarkan pilihanku, BoBoiBoy!"

BoBoiBoy menengok ke arah cermin sisi depan. Ia melihat mata sembab milik Air yang menatap serius ke arah BoBoiBoy. Tidak ada senyum terpampang di wajahnya.

"Kau ingin mati atau hidup?" tanya Air to the point.

BoBoiBoy tersentak dengan pernyataan yang dilontarkan Air.

"A-Apa maksudmu, Air? Tentu saja aku ingin hidup!" balas BoBoiBoy dengan kerutan di keningnya.

"Hidup? Kalau kita hidup, kita akan menyusahkan orang-orang di sekitar kita, hiks," Air menangis sesegukan, "lebih baik kita mati, BoBoiBoy. Kita tinggalkan semua ini."

"Aku tidak mau mati. Aku masih ingin bertemu Fang!" BoBoiBoy bersikeras dengan pendapatnya.

"Apa kau tidak lihat alzheimer itu BoBoiBoy? Apa kau tidak lihat? Huh?""

Belum sempat BoBoiBoy jawab, tiba-tiba memori berputar di cermin sisi kiri.

"Jangan seperti ini ... hiks."

"KUMOHON JANGAN SEPERTI INI! AKU BELUM MAU MATI, HIKS! AAARRGHHHH!"

"HIKS ... HIKS ... HUWAAA!"

"Hiks ... aku benci ini ... hiks ... AKU BENCI INI!"

NIT NIT NIT!

Memori itu berputar dengan sedikit cepat. Gambar yang dimunculkan sedikit samar-samar.

"I-itu—"

"Apa kau ingin hidup dan menjadi hantu lagi, BoBoiBoy?"

"Tidak. Tidak akan. Air, keluarkan aku dari sini!" ucap BoBoiBoy. Ia sudah tidak kuat terjebak dalam ruangan ini.

"Kalau kau ingin keluar, itu berarti kau akan hidup. Kau sanggup melawan alzheimer itu lagi? Kau sanggup melawan kanker itu lagi?"

BoBoiBoy menggenggam tangannya. Pilihan yang sulit. Tentu ia tidak mau melawan alzheimer itu lagi. Tapi—

"Kalau kau memilih mati, kau akan bebas dari penyakit itu. Kau tidak akan merasakan lagi mimisan, pingsan, ataupun sakit kepala. Kita akan pergi dengan damai," jelas Air.

"Damai? Iya, aku damai. Tapi bagaimana dengan Ayah dan Ibu? Bagaimana dengan Fang? Ochobot? Gopal? Kak Yaya? Ying? Aku ... aku tidak sanggup melihat mereka akan menderita karena kepergianku," ujar BoBoiBoy dengan nada serak. Ia benar-benar tidak bisa membayangkan keluarga dan teman-temannya menangisi kepergian dia.

"Kau sendiri bilang bahwa kau tidak ingin merepotkan mereka. Kalau kau hidup, kau akan semakin merepotkan mereka. Kalau kau mati, semua akan hilang begitu saja kan?"

"ARRGH! Pokoknya aku ingin hidup, Air! Kenapa sih kau seperti mendesakku untuk menyerah saja?!"

BoBoiBoy curiga dengan sikap Air sekarang. Kenapa elemen nya itu seolah-olah ingin menyingkirkan dirinya? Padahal, Air tahu, dia adalah BoBoiBoy juga.

"Karena aku ... hiks ... aku ... tidak mau merepotkan mereka lagi. Huks ... huks. Aku tidak mau Fang menjadi korbannya lagi. Selama ini dialah yang mengurus kita. Tapi, selama ini jugalah ia disalahkan karena kita. HUWAAAA!" tangis Air pecah.

BoBoiBoy setuju dengan perkataan Air. Namun, BoBoiBoy sadar. Ia masih terlalu kecil untuk mati. Ia tidak mau mati karena pilihannya sendiri.

"Air, tatap aku!" perintah BoBoiBoy seraya menempelkan kedua telapak tangannya di cermin sisi depan.

"Huhuhu ... hiks ... huhuhu."

"AIR! Tatap aku!" tegas BoBoiBoy.

Akhirnya, mata aquamarine yang nyaris tidak terlihat itu, memandang mata karamel BoBoiBoy. BoBoiBoy tersenyum. Tangannya lalu mengelus kepala Air dibalik cermin datar itu.

"Hey, Air ingat tidak, masa-masa kita bermain hujan bersama Kakak?"

Air masih sesegukan. Ia menganggukkan kepalanya.

"Kau tidak kangen dengan masa-masa itu?"

"Aku ... kangen. Tentu saja." Nada suara Air bergetar diiringi isakan tangis.

"Aku juga kangen. Rasanya, aku ingin bermain hujan-hujanan sama Kak Fang begitu aku terbangun di ranjang rumah sakit," ucap BoBoiBoy dengan senyum hangat.

"T-tapi, kita kan sakit—"

"Dengar, Air. Walaupun kita sakit berat, tapi selama kita sabar melewati itu, kita akan baik-baik saja. Kak Fang dan teman-teman kita selalu mendukung kita. Mereka bermain bersamaku, sama seperti hari-hari sebelumnya. Kau tidak ingin mengecewakan Ochobot kan?"

"O-Ochobot?"

"Iya. Dia percaya kita bisa mengendalikan jam kuasa dari alien-alien jahat," ucap BoBoiBoy seraya mengangkat tangannya, menunjukkan jam kuasa di pergelangan tangan kanannya.

Air juga perlahan mengangkat tangannya, menunjukkan jam kuasa berwarna biru dengan lambang elemennya.

BoBoiBoy seperti bercermin dengan dirinya sendiri sekarang.

"Kalau kita mati, jam tangan kuasa ini bagaimanaa?" tanya BoBoiBoy dengan nada lemah.

Air diam sejenak. Ia melihat jam kuasanya cukup lama. Dengan tatapan merenung.

"Aku ... tidak ingin kehilangan kuasaku," gumam Air pelan.

"Aku akan berjuang hidup untuk kalian. Untuk Halilintar, Taufan, Gempa, Api, dan Air. Kau dan Api belum berubah ke level 2 kan?"

Air tersenyum. Tentu saja ia tidak ingin melewati fasa dimana ia berubah.

"Air, tolong kasih jalan keluar untukku," pinta BoBoiBoy.

Air tersenyum lalu mengangkat dagunya. Wajah yang sama dengan BoBoiBoy itu berkata, "Baiklah. Aku minta kau berdiri di tengah-tengah ruangan ini."

BoBoiBoy melangkah mundur sampai ia benar-benar berada di tengah-tengah ruangan.

"Aku minta pejamkan matamu dan bersikap rileks."

BoBoiBoy menutup matanya seraya tersenyum. Air menggerakkan kedua tangannya dengan perlahan. Titik-titik air yang menyejukkan bermunculan dari sudut-sudut ruangan. Kemudian berkumpul menyelimuti BoBoiBoy.

222

Suara jantung berdetak terdengar di telinga. Kelopak mata itu terbuka hanya dengan sekali gerakan. Tubuh yang tadinya berbaring, bangun dan duduk di kasur. Napas keluar dengan terburu-buru. Peluh membanjiri kening bocah bertopi dinosaurus itu. Mata karamelnya menatap lurus.

"Fang!"

Mulutnya memanggil nama kakaknya. Fang yang nyaris jatuh tertidur, langsung terjaga begitu adiknya duduk di kasur dengan bahu yang naik turun disertai suara napas yang cepat.

Fang langsung bangkit dari kursi. Matanya sedikit membelalak melihat adiknya yang sudah bangun dari tidur selama hampir tiga minggu.

"BoBoiBoy? Kau sudah sadar?"

Nada suara itu mengalir masuk ke telinga BoBoiBoy. Pikirannya langsung melayang ke suatu kejadian.

"Aku ingin menonton Kak Fang. Kuharap belum terlambat."

"Akh! KUMOHON HENTIKAN!"

"Hhh ... hhh ..."

BRUK

Memori BoBoiBoy sudah penuh seperti sedia kala. Ia ingat, sebelum koma, ia ingin datang ke acara perpisahan Fang. Ia ingat, bagaimana ia bertengkar tentang pertandingan itu. Ia ingat—

"Aku tahu kau akan mengejekku setelah ini. Tapi aku lega sekali kau sudah sadar, BoBoiBoy,"

"Hehehe, terima kasih. Tapi, maaf siapa namamu?"

"Jangan bercanda, BoBoiBoy! Kau ingin mengerjaiku ya?"

"Tidak. Sama sekali tidak. Ibu, Ayah, siapa dia?"

"I-itu kakakkmu, BoBoiBoy,"

"Kakak? Benarkah?"

"Aku kakakmu. Masa sih kau tidak mengingatku? Jangan bercanda, BoBoiBoy! Kau selalu memanggilku 'Kak Fang' ,"

"Apakah aku mengingatmu?"

—saat sudah sadar dari komanya. BoBoiBoy melupakan Fang. Ia masih ingat ekpresi kesal dan sedih dari wajah Fang saat itu.

Terakhir, ia ingat dirinya berubah menjadi BoBoiBoy Air sebelum jatuh pingsan dan tidur di kasur ini.

Fang masih memerhatikan BoBoiBoy. Ia menunggu reaksi dari adiknya.

BoBoiBoy menengokkan kepalanya ke arah Fang secara perlahan. Mata karamel itu bertemu dengan mata dibalik kacamata bingkai ungu itu.

Tangan BoBoiBoy perlahan melepaskan masker oksigen yang menutupi mulut dan hidungnya. Fang hendak mencegahnya. Tapi, setelah melihat bahwa keadaan adiknya baik-baik saja, ia biarkan.

BoBoiBoy melihat lingkaran hitam di bawah mata Fang. Wajahnya pucat pasi. Ia pasti sudah menjaga BoBoiBoy selama ia koma. Padahal Fang juga sedang demam.

Tapi, mengapa Fang masih saja menjaga BoBoiBoy? BoBoiBoy bahkan nyaris tidak mengenali Fang. Mengapa Fang begitu peduli?

Bulir-bulir air mata berkumpul di pelupuk mata BoBoiBoy. Sesegukan kecil terdengar dari mulut BoBoiBoy.

Fang gelagapan dan panik. Ia hendak bertanya, namun BoBoiBoy sudah memeluknya dengan erat terlebih dahulu.

"KAK FANG! HIKS ... MAAFKAN! MAAFKAN AKU! HIKS HIKS ... A-aku tidak bermaksud seperti ini. Hiks ... HUWAAAA!"

BoBoiBoy menjerit sekeras mungkin. Hatinya dipenuhi rasa bersalah yang amat dalam.

"A-apa maksudmu, BoBoi—"

"MAAF ... HIKS ... MAAFKAN ... HUKS ... BOBOIBOY, KAK! A-Aku sudah mengingat semuanya! HUWAAA ..."

Tangis BoBoiBoy semakin pecah. Fang masih berusaha menelaah perkataan BoBoiBoy.

"Hiks ... Maaf ... aku ... melupakan Kak Fang. Maafkan aku, HUWEEEE!"

Air mata semakin turun dengan deras. Perasaan bersalah semakin memuncak di hati BoBoiBoy.

"Aku ingat semuanya! Hiks ... A-Aku i ... ngat dimana kita ... hiks ... hiks ... terakhir kali bertengkar. Huks ... M-Maafkan aku telah memu ... hiks ... kulmu, Kak. Maafkan aku yang ... hiks ... hiks ... tidak datang ... ke acara perpisahan kakak. Maaf. Maaf. HUWEEEE!"

Fang nyaris tidak memercayai perkataan BoBoiBoy. Akhirnya, ingatan adiknya telah kembali. Hatinya sedikit lega dan senang mengetahui itu.

Lengan Fang memeluk tubuh BoBoiBoy dengan kasih sayang. Ia bersyukur, adiknya telah sadar.

"HUWAAA. MAAFKAN AKU, KAK FANG! AKU TIDAK BERMAKSUD JAHAT. HUWAA. A-AKU S ... SAYANG KAK FANG. AKU TIDAK ... MAU MELUPAKAN KAK FANG! HUWAAA!"

Bahu itu terus bergetar dalam dekapan Fang. Baju pengendali bayang itu basah karena air mata sang adik.

"Maaf, Kak. Huks ... Maafmaafmaaf." Semakin lama, suara BoBoiBoy semakin parau. Ia sudah cukup lama berteriak dan menangis.

Fang tersenyum dan mengelus punggung BoBoiBoy dengan lembut.

"Tenanglah, BoBoiBoy. Aku sudah memaafkanmu," bisik Fang lembut.

BoBoiBoy terus menangis. Perasaan bersalah bercampur rasa rindu menyelimuti bocah itu. Ia rindu dengan Kak Fang. Ia merasa seperti orang asing jika berjumpa dengan Fang saat sebelum dirinya terbaring di kasur ini.

"BoBoiBoy! Kau sudah sadar!" Tiba-tiba Ochobot terbang menghampiri Fang dan BoBoiBoy.

Setelah beberapa detik kedatangan Ochobot, dr. Tadashi, dr. Seok Jin, dan Suster Rini memasuki kamar, diikuti oleh Ayah dan Ibu.

Tangan dr. Tadashi hendak menarik tubuh BoBoiBoy menjauh dari Fang. Ia ingin memeriksa kondisi pasiennya.

"BoBoiBoy, aku ingin memeriksamu."

"TIDAK! AKU TIDAK MAU! HUHUHU." BoBoiBoy tetap menangis.

Tangan dr. Tadashi ditepis BoBoiBoy dengan kasar. BoBoiBoy semakin mengeratkan pelukannya.

"JANGAN PISAHKAN AKU DENGAN KAK FANG!" gertak BoBoiBoy disela-sela tangisannya.

"Sayang, dokter hanya memeriksamu sebentar saja," ujar Suster Rini.

"Tidak ... hiks ... aku tidak mauuuuuu!" ujar BoBoiBoy.

Dokter Seok Jin hendak menyuntik BoBoiBoy yang berisi obat penenang. Namun, dihalangi oleh Suster Rini.

Suster Rini menatap Fang, "Fang, tolong bujuk adikmu untuk diperiksa. Ini tidak akan lama."

Fang mengangguk.

"BoBoiBoy, dr. Tadashi ingin memeriksa keadaanmu. Berbaringlah," ujar Fang seraya mengelus punggung adiknya itu.

"Huks ... huks ... berjanjilah Kak Fang tidak akan meninggalkanku," ucap BoBoiBoy dengan nada serak.

"Iya, aku ada di sampingmu," balas Fang lembut lalu mengelus kepala BoBoiBoy.

BoBoiBoy perlahan melepaskan pelukannya. Baju Fang sudah basah dan lecek akibat pelukan yang terlalu erat. Pipi sebelah kanan BoBoiBoy memerah karena terlalu lama menempel di dada Fang.

BoBoiBoy perlahan berbaring, tetapi tangannya memegang tangan Fang. Ia sedikit takut dan parno jika tiba-tiba dirinya hilang ingatan lagi.

Dokter Tadashi memeriksa kondisi BoBoiBoy dengan stetoskop. Dokter Seok Jin mengambil sampel darah BoBoiBoy dengan peralatan. Suster Rini mengecek infus BoBoiBoy.

"Sejauh ini aku memeriksa BoBoiBoy. Dia baik-baik saja. Tapi—" perkataan dr. Tadashi disambung oleh dr. Seok Jin.

"Masih ada kemungkinan BoBoiBoy mengalami gejala kanker dan alzheimer itu tetap ada. Maka dari itu kita akan meneliti sampel darah BoBoiBoy di laboratorium. Hasilnya akan keluar besok pagi. Dan—" perkataan dr. Seok Jin diteruskan oleh Suster Rini.

"Kami akan melakukan pemeriksaan melalui CT Scan lagi. Agar kami bisa menyimpulkan hasil laboratorium dan hasil CT Scan malam ini." Suster Rini menatap BoBoiBoy lalu tersenyum, "BoBoiBoy, nanti sore, bersiap-siap untuk CT Scan yaa. Kami bangga denganmu. Kamu anak yang kuat."

BoBoiBoy mengangguk kecil kemudian tersenyum. Apa ini pertanda baik? Apa ia akan segera sembuh?

"Kamu bisa saja sembuh, BoBoiBoy. Kan sudah dokter bilang, kau akan masuk ke daftar Cancer Survivor," ujar dr. Tadashi lalu mengedipkan sebelah matanya.

Ayah, Ibu, Fang, dan Ochobot heran melihat perlakuan dr. Tadashi kepada BoBoiBoy. Mereka seperti mengadakan suatu perjanjian atau hal lainnya.

BoBoiBoy tertawa kecil lalu melemparkan senyum lebar, "Terima kasih, dr. Tadashi!"

"Baiklah. Kita akan pergi dulu. Kalau ada apa-apa, tinggal pencet tombol panggil di atas kepala kasur BoBoiBoy itu," ucap dr. Seok Jin.

"Baiklah. Terima kasih dr. Seok Jin, dr. Tadashi, dan Suster Rini," ujar Ayah seraya tersenyum.

Dokter Tadashi dan Suster Rini berjalan menuju pintu kamar. Sebelum dr. Seok Jin keluar kamar, ia menepuk pundak Fang dengan hangat.

"Chugha haeyo(30)! Jangan murung dan tertekan lagi, ye! Kau terlihat menakutkan bagiku jika kau tidak pernah tersenyum," timpal dr. Seok Jin.

Fang tersenyum dan mengucapkan terima kasih tanpa suara. Dokter Seok Jin lalu keluar kamar.

"BOBOIBOOOOOY! AKU RINDU SANGAT DENGAN KAU HUHUHU!" seru Ochobot lalu memeluk BoBoiBoy.

"OCHOBOT! Aku pun rindu dengan kau," ujar BoBoiBoy lalu mengelus kepala besi robot kuning itu.

Ayah membantu BoBoiBoy membangunkan tubuhnya. Ayah menumpuk dua bantal dan menyenderkan punggung anaknya itu.

"BoBoiBoy, maafkan aku. Sebab jam kuasa yang kuberikan, alzheimer itu muncul," ucap Ochobot dengan mata sendu.

"Dahlah, Ochobot. Aku tak peduli dengan itu. Terima kasih sudah memberikanku jam kuasa. Seronok rasanya menjadi super hero Pulau Rintis," ujar BoBoiBoy.

"Super hero apanya?! Super hero sih super hero. Tapi tahu batas tubuh juga! Kal El (Superman) aja bisa sakit!" gerutu Ayah.

Fang dan BoBoiBoy hanya tertawa. Ochobot menggaruk kepalanya dengan malu.

"Ibu senang kita bisa menjadi normal lagi. Apa yang sudah lewat menjadi pelajaran bagi kita semua. Yang penting kita semua harus selalu bersama," ucap Ibu seraya tersenyum.

Semuanya mengangguk setuju. Dari Ibu dan Ayah pergi meninggalkan BoBoiBoy dan Fang sampai BoBoiBoy dan Fang berkelahi, biarlah menjadi catatan kecil di memori mereka. Keluarga kecil itu memang tak bisa dipisahkan.

"Ibu ..."

"Ya, BoBoiBoy?"

"Peluuuuukkkk," ucap BoBoiBoy seraya mengulurkan kedua tangannya.

Ibu tertawa kecil, lalu memeluk BoBoiBoy dengan hangat. BoBoiBoy manja sekali seperti anak batita.

"BoBoiBoy kangen sama Ibu."

"Ibu juga kangen sama BoBoiBoy."

"EHM!"

BoBoiBoy dan Ibu melihat ke arah Fang dan Ayah yang melipat kedua lengannya di depan dada. Saking tenggelamnya dalam suasana hangat, Ibu dan BoBoiBoy tidak sadar bahwa ekspresi dua laki-laki itu tengah cemberut.

"Jadi, Ibu aja nih yang dikangenin?!" sindir Ayah dengan nada jutek.

"Sudahlah. Lebih baik kita pulang saja, Yah," ujar Fang seraya memutarkan bola matanya.

"Wollaaa," gumam Ochobot melihat tingkah ayah dan anak itu..

"Hahahahahaha," gelak Ibu dan BoBoiBoy seraya bersamaan. Lucu sekali melihat Ayah dan Fang cemberut secara bersamaan.

BoBoiBoy mengulurkan salah satu tangannya ke arah Ayah.

"BoBoiBoy kangen Ayah jugaaaa. Peluk dooong," ucap BoBoiBoy dengan nada manja.

Ayah tersenyum lalu memeluk BoBoiBoy dan Ibu.

"Ceh, kangen sama Ayah dan Ibu doang. Minta peluk lagi. Dasar manja," cibir Fang.

"Biarin! Kan tadi aku udah peluk Kak Fang. Lama lagi," sewot BoBoiBoy.

Fang mengepalkan tangannya kuat-kuat. Perempatan imajiner muncul di kepalanya.

"Fang, sini ikutan peluk lah. Hihihi," ujar Ibu lembut.

Fang dengan wajah masih cemberut, berjalan perlahan lalu memeluk Ibu, BoBoiBoy, dan Ayah. Senyum tipis terpampang di wajahnya.

"Aku sayang Ayah dan Ibu. Terima kasih untuk segalanya," ucap Fang sungguh-sungguh.

"Sama-sama, Fang," balas Ayah dan Ibu.

"Oh, jadi sayangnya sama Ayah dan Ibu doang?" sindir BoBoiBoy.

"Berisik sekali kau, BoBoiBoy!" kini giliran Fang yang sewot.

Ayah, Ibu, dan Ochobot tertawa gelak melihat pertengkaran konyol kedua kakak beradik itu.

"Loh? Ochobot kok diam saja? Sini gabung!" perintah Ibu lembut.

Ochobot tersentak. Ia kan hanya robot di keluarga ini. "Eh? Tapiiii—"

"Ayolah, Ochobot! Kau keluarga kita juga. Mendekatlah sini," ucap Ayah.

Ochobot terbang kegirangan. Sendainya ia punya kaki, ia akan melompat sepuas-puasnya.

Ochobot melayang lalu mendekat ke tubuh BoBoiBoy. Tangannya terentang panjang untuk memeluk mereka berempat.

"Sepertinya Ayah harus membuat kartu keluarga untuk Ochobot," celetuk Ayah di sela-sela momen kehangatan itu.

"Hahahahahaha!" tawa pecah dari keluarga itu menggema di ruang rawat VVIP Rumah Sakit Pulau Rintis.

Karena jika salah satu dari mereka menjauh, maka yang lain akan merasakan kacau. Bagaikan satu pondasi bangunan runtuh, maka bangunan itu akan hancur sepenuhnya.

—————————————

Fanfiction. Net

Presents

A BoBoiBoy Fanfiction

Do I Remember You?

.

Author

Mahrani29

.

BoBoiBoy © Animonsta Studios

—————————————

"Fyuuuh. Aku lega dr. Tadashi menangani BoBoiBoy dengan baik," tutur dr. Seok Jin seraya meletakkan piring yang berisi kimchi(31) di atas meja makan.

"Ah, anak itu kuat sekali. Aku ... sangat menyayangi anak itu," ungkap Coach Namjoon seaya menarik kursi lalu duduk.

"Halaaaaah. Kalau sayang, kenapa galak sekali kepada BoBoiBoy?" tiba-tiba Polisi Jungkook muncul lalu menyomot kimchi yang baru saja selesai dimasak itu.

"Itu bukan galak, tapi tegas," cibir Namjoon, "Tolong bedakan yaaa."

"Ya! Jin! Kimchi kau kurang garam!" terlihat ekpresi masam di wajah Jungkook.

"Jinjja?! Perasaan sudah pas kok," ucap Seok Jin dari dapur. Ia sedang memasak Bibimbap(32).

"Kalau tidak mau makan, silakan makan nasi kandar(33) milikku," celetuk Namjoon.

"Eh? Ada? Mau coba dooong," pinta Jungkook.

"Tapi udah basi. Bekas tadi pagi, sih. Gyahahahahaha!" tawa Namjoon meledak seketika. Puas karena berhasil mengerjai maknae(34) boyband Bangtan Boys tersebut.

Tawa lain muncul dari Seok Jin yang muncul dari arah dapur seraya membawa semangkuk Bibimbap.

Jungkook cemberut. Ia kesal sekali Namjoon dan Seok Jin mengerjainya. Tidak bisa diterima ini.

"Sudahlah tertawanya. Kita kan mau ke rumah BoBoiBoy setelah ini. Nanti lambat sikit!" balas Jungkook yang masih cemberut.

"Cielah, udah lancar bahasa Malay-nya nih," goda Seok Jin.

Sekarang, Seok Jin duduk di kursi meja makan. Ikut menikmati hidangan yang tersedia di meja makan bundar itu. Bergabung dengan Namjoon dan Jungkook.

"Aku tak menyangka. Kau beneran menjadi dokter, Jin. Kau juga beneran menjadi polisi, Jungkook. Persis di video klip Dope," celetuk Namjoon.

Jungkook berhenti makan. Ia merasakan ada sesuatu yang janggal. Oh, bukan karena masakan si Jin. Tapi—

"Identitas kita belum ketahuan kan? Kalau sebenarnya kita ini BTS?" ujar Jungkook. Sedikit khawatir.

"Tenanglah. Orang-orang Pulau Rintis tidak begitu sadar dengan kita. Mungkin kurang berita korea. Kita kan di sini untuk melihat-lihat keadaan sekitar sebelum konser," timpal Namjoon.

"Dengar, aku punya ide. Bagaimana kalau konser minggu depan, kita berikan tiket gratis untuk BoBoiBoy dan teman-temannya?" usul Seok Jin lalu memakan Bibimbap.

Jungkook dan Namjoon mengangkat satu alis dan menatap herap ke arah Seok Jin.

"Kau pikir, anak kecil seperti mereka, dengan gampangnya bisa menonton konser?"

"Tenanglah. Tiket VVIP kan ada."

"Oh ya, bisa aman juga, 'kan?"

—————————————

Inspired from

1. A Moment To Remember, film Korea tahun 2004, CJ Entertainment (Inti cerita)

2. Pengalaman saya sendiri di kampus wkwkwk. (Chapter 6 Babak 3)

3. Kill Me Heal Me, drama Korea tahun 2015, MBC (Chapter 9 Babak 4)

4. Miiko Fan Book, komik Jepang tahun 2008, Ono Eriko, diterjemahkan ke Indonesia dan diterbitkan tahun 2010 oleh m&c PT Gramedia (Chapter 10 Babak 8 sampai Babak 9 dan Chapter 11 Babak 1)

5. Emergency Couple, drama Korea 2014, tvN (Chapter 13 Babak 1)

6. If I Stay, novel dan film 2014, Gayle Forman, Warner Bros. Pictures (Chapter 13 babak 4 sampai Chapter 16)

7. Divergent, novel dan film 2014, Veronica Roth, Lionsgate (Chapter 20 babak 13)

8. Sisanya saya yang buat dengan cara mikir (of course wkwkwkw), browsing di internet, dan

menonton BoBoiBoy dari season 1 sampai season 3.

—————————————

Mobil Silver itu berhenti di depan rumah. Ayah mematikan mesin mobil dan Fang turun dari mobil. Fang membuka bagasi dan mengeluarkan kursi roda. Ibu turun dari mobil dan membantu Fang untuk membuka kursi roda tersebut. Ayah turun dari mobil lalu menggendong BoBoiBoy kemudian mendudukannya di kursi roda dengan hati-hati.

Memang BoBoiBoy dalam kondisi pemulihan sekarang. Kata dr. Tadashi, kondisinya masih lemah. Gejala kanker itu perlahan sedikit menghilang berkat kemoterapi yang lumayan rutin. Alzheimer memang masih berada di dalam tubuh BoBoiBoy. Entah sampai kapan Alzheimer itu menghilang, para dokter di Rumah Sakit Pulau Rintis masih menelitinya dan berusaha menemukan obatnya.

"Selamat pulang ke rumah, BoBoiBoy!" ujar Ibu lembut seraya mendorong kursi roda ke rumah.

BoBoiBoy hanya tersenyum lemah. Rasanya hawa rumah sakit dan hawa luar sangat berbeda. Matanya menangkap sesuatu yang tergantung di pintu rumah.

HOME SWEET HOME ^^v

-Ayah, Ibu, Fang, BoBoiBoy, dan Ochobot-

Tulisan itu dibingkai manis. Disertai print foto close up wajah mereka yang menempel di bawah bingkai itu. Foto-foto itu menggantung di tali tipis.

BoBoiBoy sedikit takjub melihat tulisan itu.

Tidak hanya sampai disitu. Ochobot membuka pintu rumah dan BoBoiBoy menyapu pandangannya ke seluruh isi rumah. Sisi-sisi tembok diisi dengan tempelan post it ukuran sedang dengan macam-macam isi tulisan.

Ulang Tahun Fang tanggal 13 April loooh!

Kalimat itu tertulis di post it berwarna ungu. Di bawahnya terdapat foto Fang semasa kecil. BoBoiBoy tersenyum melihat foto kakaknya itu.

27 Mei, BoBoiBoy naik kelas 5 SD, Fang kelas 6 SD!

Ditulis di post it berwarna biru laut. Terdapat foto BoBoiBoy dan Fang memakai seragam sekolah mereka.

Dan masih banyak lagi post it yang tersebar. Menampilkan foto-foto penting beserta tanggal. Selain post it, ada penunjuk arah yang tertempel di dinding. Seperti ke arah dapur, kamar mandi, garasi, dan lain-lain.

"A-Apa ini?" tanya BoBoiBoy dengan mata berbinar. Rumahnya terasa berbeda dan sedikit berwarna.

Ayah tersenyum dan menepuk pundak BoBoiBoy, "Ini semua ide Fang. Sewaktu kamu kemoterapi dan beristirahat, Ayah dan Ibu bergantian pulang ke rumah untuk membantu Fang dan Ochobot mengerjakan ini semua."

BoBoiBoy menoleh ke arah Fang. Kedua kaki yang masih terbalut sepatu ungu bertali putih itu melangkah menuju BoBoiBoy. Matanya menatap intens mata adiknya dan kedua tangannya memegang bahu BoBoiBoy.

"Aku takut suatu hari alzheimermu muncul lagi. Makanya aku membuat ini semua supaya BoBoiBoy bisa mengingat kembali. Mulai dari depan rumah sampai belakang rumah," jelas Fang, "Jadi, kalau kamu lupa, coba membaca semua post it ini."

BoBoiBoy speechless sekarang. Fang melakukan ini semua demi dirinya. Fang ingin melakukan yang terbaik untuk BoBoiBoy. Sekarang, BoBoiBoy merasa bersalah karena ia tidak pernah melakukan apapun untuk sang kakak.

"Halo? Dik?" Fang melambaikan tangannya di depan wajah BoBoiBoy. Adiknya itu mendiamkan dirinya.

BoBoiBoy mengerjapkan matanya.

Badan BoBoiBoy maju dan tangan mungil itu memeluk tubuh Fang. Dalam hatinya, BoBoiBoy bersyukur mempunyai Fang sebagai kakak di hidupnya. Ia benar-benar menyayangi Fang dan bertekad melindungi ia dari apapun.

"Makasih ya, Kak. Aku tidak tahu harus berterima kasih berapa kali lagi. Kak Fang adalah kakak terbaik dalam hidupku."

Hati Fang menghangat mendengar pernyataan dari mulut BoBoiBoy. Ia tersenyum dan membalas pelukan BoBoiBoy.

"Sama-sama, BoBoiBoy."

Ibu meletakkan kepalanya di pundak Ayah. Tangannya berada di punggung sang Suami. Sebaliknya, tangan Ayah berada di punggung sang istri. Mereka berdua tengah menikmati pemandangan yang begitu langka. Anak-anak mereka saling sayang satu sama lain. Begitu juga dengan pasangan suami istri itu.

Ochobot dalam diam menangkap momen itu dengan kamera miliknya.

—————————————

CAST

BoBoiBoy © Animonsta Studios

Fang © Animonsta Studios

Ochobot © Animonsta Studios

Ayah/OC © Mahrani29

Ibu/OC © Mahrani29

Cikgu Timmy © Animonsta Studios

Gopal © Animonsta Studios

Ying © Animonsta Studios

Papa Zola © Animonsta Studios

Yaya © Animonsta Studios

Adu Du © Animonsta Studios

Probe © Animonsta Studios

Elsa 'Frozen'/Guest Star © Walt Disney Animation Studios

Tadashi Hamada 'Big Hero 6'/Guest Star © Walt Disney Animation Studios

Komputer Adu Du © Animonsta Studios

Stanley © Animonsta Studios

Cikgu Disiplin © Animonsta Studios

Kim Seok Jin 'BTS'/Guest Star © Big Hit Entertainment

Amardeep © Animonsta Studios

Uncle Ah Beng © Animonsta Studios

Mak Cik Kantin © Animonsta Studios

Amy © Animonsta Studios

Iwan © Animonsta Studios

Suzy © Animonsta Studios

Rini/OC © Mahrani29

Kim Namjoon 'BTS'/Guest Star © Big Hit Entertainment

Ejo Jo © Animonsta Studios

Hiro Hamada 'Big Hero 6' © Walt Disney Animation Studios

Professor Callaghan 'Big Hero 6' © Walt Disney Animation Studios

Bibi Cass 'Big Hero 6' © Walt Disney Animation Studios

Gogo 'Big Hero 6' © Walt Disney Animation Studios

Honey Lemon 'Big Hero 6' © Walt Disney Animation Studios

Wasabi 'Big Hero 6' © Walt Disney Animation Studios

Fred 'Big Hero 6' © Walt Disney Animation Studios

Kucing Mochi 'Big Hero 6' © Walt Disney Animation Studios

Jungkook 'BTS'/Guest Star © Big Hit Entertainment

Tiga Rob; Rob, Robert, Roberto © Animonsta Studios

Ravi Jambul © Animonsta Studios

.

SOUNDTRACK

Sahabat Kecil

Performed by Yaya and Fang

Written by Ipang

Original Sound Track Laskar Pelangi

2008

—————————————

Fang melihat batu nisan di depan matanya dengan saksama. Hatinya merasakan kesedihan yang mendalam. Tangannya yang memegang buket bunga mengeluarkan keringat dingin. Jantungnya berdebar memandang makam itu.

"Halo, Dik! Apa kabar?"

Tangan itu mengusap perlahan batu nisan yang tertulis nama, tanggal lahir, dan tanggal kematian. Makam itu terlihat ramai dengan bunga-bunga segar. Banyak orang yang mengunjunginya. Nama yang tertulis di batu nisan itu selamanya akan dikenang banyak orang.

"Sudah lama sekali kakak tidak mengunjungimu. Maaf Kakak terlalu sibuk."

Fang mengerti rasanya kehilangan adik. BoBoiBoy koma saja ia sangat kehilangan. Ia sudah tidak sanggup berpisah dengan adiknya lagi.

"Tapi, berkat Fang dan BoBoiBoy, Kakak bisa mengunjungimu di sela-sela kepadatan pekerjaan."

Fang tersenyum seraya memandang BoBoiBoy yang sedang duduk di kursi roda. Adiknya itu membalas senyuman sang Kakak. Mereka berdua lega melihat dr. Tadashi yang tersenyum memandang makam sang adik.

"Hai, Kak Hiro! Senang bertemu denganmu!" ucap BoBoiBoy ceria ke arah makam itu.

Ini semua memang ide BoBoiBoy. Selepas kemoterapi, BoBoiBoy meminta dr. Tadashi untuk mengenakan setelan jas hitam yang didapat dari Ms. Elsa. Awalnya dr. Tadashi bingung mengapa ia disuruh memakai jas. BoBoiBoy menjelaskan semua cerita yang ia dengar dari Fang.

BoBoiBoy menyuruh dr. Tadashi untuk istirahat sementara dari pekerjaannya. Anak itu ingin dr. Tadashi mengunjungi Hiro. Akhirnya dr. Tadashi melepas jas putihnya dan memakai jas hitam.

Fang masuk ke kamar kemo untuk menjemput BoBoiBoy dan dr. Tadashi. Mereka bertiga pergi ke permakaman menggunakan mobil dr. Tadashi.

"Halo, Kak Hiro! Terima kasih kau telah menjadi inspirasi bagi dr. Tadashi. Adikku bisa mengunjungimu sekarang berkat Kak Hiro," ujar Fang seraya meletakkan buket bunga di samping batu nisan.

"Hiro, BoBoiBoy mengingatkanku kepadamu. Ia sama cerianya denganmu. Terkadang aku lupa kalau kau sudah ... tidak ada," ujar dr. Tadashi dengan nada tercekat.

Isakan kecil muncul dari dr. Tadashi. BoBoiBoy sedikit terperangah melihat orang dewasa di depannya menangis. Jarang sekali ia melihat Ayah dan Ibu menangis, apalagi dr. Tadashi.

"K-kau tahu ... hiks ... Bibi Cass dan teman-teman ... hiks ... merindukanmu ..." Hidung dr. Tadashi memerah. Tangannya mengusap air mata yang tumpah begitu saja membasahi pipinya.

Fang mengusap pelan kedua bahu dr. Tadashi. Ia berusaha menenangkan dan menguatkan dr. Tadashi.

"Hiro, aku rindu sekali. Kau harus lihat aku sekarang." Dokter Tadashi menundukkan kepalanya. Dadanya terasa sesak seiring dengan tangisannya.

"Dok, dokter adalah dokter paling kuat yang pernah aku temui. Sebagai sesama Kakak, kau adalah inspirasiku. Dokter jangan menangis," pinta Fang seraya mengusap-usap bahu dr. Tadashi.

BoBoiBoy memandang Fang dan dr. Tadashi dengan tatapan pilu. Sebenarnya ia ingin menangis. Tetapi, ia tahan mati-matian. Ia tidak boleh menangis di depan dr. Tadashi. Kalau ia menangis, akan menambah suasana sedih.

'Jika aku seperti ini, apakah Kak Fang akan seperti dr. Tadashi?' batin BoBoiBoy sedih.

BoBoiBoy memandang makam Hiro. Pengalaman yang begitu pahit dialami oleh dr. Tadashi menjadikan inspirasi untuk mengobati penyakitnya. Seandainya Hiro masih hidup, ia akan menjadikan Hiro sahabat baiknya.

"Kak Hiro bahagia di sana," ucap BoBoiBoy memandang lurus ke arah makam itu.

Dokter Tadashi yang masih menangis, memandang BoBoiBoy. Begitu juga Fang.

BoBoiBoy menoleh ke arah dr. Tadashi dan Fang. Manik mata karamelnya itu memandang manik mata dr. Tadashi dan Fang.

"Kak Hiro pasti senang dengan dokter. Ia bangga karena ia adalah inspirasi bagi kita. Dia senang karena dr. Tadashi sudah menyelamatkanku. Aku yakin, Kak Hiro semakin sayang kepada dokter," ujar BoBoiBoy seraya tersenyum.

Dokter Tadashi mengusap air matanya dan mengangguk. Ia melempar senyum ke arah BoBoiBoy.

"Terima kasih, BoBoiBoy!" ucap dr. Tadashi.

"Sama-sama, Kak Tadashi!"

Fang mengernyitkan dahinya begitu BoBoiBoy memanggil dokter yang menanganinya dengan sebutan 'kakak'. Bukankah itu tidak sopan, eh?

Namun, senyum dr. Tadashi semakin lebar ketika BoBoiBoy memanggil dirinya dengan sebutan 'kakak'.

"Ah, sudah lama sekali tidak ada yang memanggilku 'kakak'," ucap dr. Tadashi senang seraya mengelus batu nisan Hiro, "Hiro, kau yang bahagia di sana. Kakak pamit dulu ya."

Dokter Tadashi berdiri, diikuti Fang. Dokter Tadashi berjalan menuju pintu keluar diikuti Fang yang mendorong kursi roda BoBoiBoy.

BoBoiBoy mendongak kepalanya untuk melihat wajah Fang, "Bulan depan kita ke sini lagi yaa. Tarik dr. Tadashi lagi."

Fang hanya tertawa kecil lalu tersenyum manis. Kemudian ia mengusap gemas topi dinosaurus yang menutupi kepala adiknya itu, "Yelah tu."

BoBoiBoy bersorak kecil.

Sebuah siluet bayangan manusia menarik perhatian BoBoiBoy. Manik mata caramel itu melihat ke arah pojok ruangan, yang tidak jauh dari makam Hiro. Terlihat sosok anak muda dengan rambut hitam messy, mata cokelat muda, dan kulit yang seputih dr. Tadashi. Anak muda itu mengenakan hoodie biru tua, kaos merah yang bergambar Iron Man, celana panjang mengatung yang berwarna krem, dan sepatu converse hitam dengan tali kuning.

Anak muda itu tersenyum dan mengucapkan 'terima kasih' tanpa suara kepada BoBoiBoy. BoBoiBoy pun membalas senyuman Hiro.

————————————

Thanks to

1. Allah SWT

2. Monsta! Nizam Razak! Anas Abdul Aziz! Dan orang-orang yang kerja dibalik layar BoBoiBoy! KYAAA AKU NGEPENS SAMA KALIAN!

3. Para fans yang masih setia dengan BoBoiBoy

4. Readers kesayanganku! Tanpa kalian, aku nothing ;_; ! Kalian semua kece! Maaf tak bisa sebutin nama satu-satu karena saking banyaknya ;_;

5. Followers dan Favoriters! I love you so much! Makasih sudah menjadikan ff ini sebagai bacaan favorit kalian. Makasih sudah keep up to date sama ff ini :")

6. Silent readers! Makasih sudah menuh-menuhin Views dan Traffic Graph ini wkwkwk. Makasih untuk kalian yang sudah mengaku sebagai Silent Readers. Kalian luar biasaaaaa B).

7. Para Author di fandom BoBoiBoy yang menginspirasi saya untuk menulis di ffn!

—————————————

"Oy, Gopal! Tolong ambilkan botol saus sambal di dekatmu."

"Ambil sajalah sendiri. Aku lagi makan."

"Hisshh! Tolong ambilkan lah. Sebentar saja."

"..."

Gopal menghiraukan permintaan Fang. Anak bertubuh gempal itu sibuk mengunyah double cheese burger. Fang pun geram. Ia nyaris mengeluarkan harimau bayang untuk menerkam sahabat baiknya itu.

'Ceh. Sahabat baik konon,' batin Fang dalam hati.

Yaya dan Ying menggelengkan kepala melihat Fang dan Gopal. BoBoiBoy yang duduk di sebelah Gopal, segera mengambilkan botol saus sambal untuk Fang.

"Nih, Kak," ujar BoBoiBoy seraya menyerahkan botol tersebut.

"Ah, terima kasih, BoBoiBoy," balas Fang datar.

"Wey, Gopal! Apasal kau dari tadi sibuk makan terus?" celetuk Ying.

"Sampai mengabaikan temanmu pula. Ckckck," tambah Yaya.

Gopal masih saja sibuk mengunyah. Sambil bergumam tidak jelas karena menikmati enaknya burger racikan baru di Restoran Burger Riak.

Yaya dan Ying tentu geram karena Gopal mendiamkannya. Jangan lupa, segalak-galaknya Fang, masih lebih galak lagi duo Y ini.

"Kuasa Graviti!"

Cahaya bundar berwarna merah muda mengelilingi tangan Yaya. Tangan Yaya mengarah ke burger yang dipegang Gopal. Langsung saja burger itu terbang menjauhi Gopal.

"D-Dey! Aku belum habiskan makananku!" protes Gopal seraya berusaha meraih-raih burger yang terbang itu.

"Hargai orang yang berbicara di depanmu, Gopal!"

Gopal menatap Ying dan Yaya yang memberi tatapan death glare kepadanya. Gopal pun cengengesan.

"Eheheh ... maaf. Saking enaknya burger itu, aku tidak mau melewatkan setiap rasa di dalamnya."

BoBoiBoy menertawakan tingkah teman-temannya itu, "Terbaiklah kau, Gopal." Bocah itu mengacungkan jari jempolnya.

"Terbaik apanya? Dey, Kak Yaya, balikin burger akuuu!" pinta Gopal.

"Tidak mau! Minta maafmu itu tulus tidak?" ucap Yaya.

"Tulus kok, tulus. Seperti nama penyanyi di tetangga sebelah," balas Gopal cengar-cengir.

"Heleh! Banyak cakap kau! Jangan di kasih, Kak! Biar tau rasa," cetus Ying.

Gopal dengan segala usahanya pun meraih burger terbang itu. Masih ada sisa setengahnya. Ia menggerak-gerakkan badannya. Membuat orang di sebelahnya, aka Fang, terganggu.

"Diam lah, Gopal! Aku tak bisa menikmati Burger Lobak Merah dengan tenang!" protes Fang.

"Yasudah, bantu saya ambilkan burger itu, Kak Fang."

"Tidak mau!"

BoBoiBoy tertawa kecil melihat perdebatan teman-temannya itu. Senyum tersungging di wajah pucatnya.

Ia sudah tidak lama makan bersama teman-temannya semenjak dirawat di rumah sakit. BoBoiBoy benar-benar terhibur dengan teman-temannya itu.

Hatinya menikmati suasana malam ceria yang ditemani oleh teman-temannya. BoBoiBoy ingin waktu berhenti sejenak. Bocah itu ingin lebih lama menikmati waktu bersama teman-temannya.

Karena BoBoiBoy tidak tahu, sampai kapan ia diberi kesempatan untuk hidup lebih panjang lagi.

Perlahan, senyum itu menghilang dari wajah pemilik kuasa elemantal itu. Ia takut tidak bisa menikmati hal ini. Ia takut tidak bisa melihat bercandaan Gopal. Takut tidak bisa melihat senyuman Fang. Takut tidak bisa merasakan hawa 'menyeramkan' dari Yaya dan Ying.

"BoBoiBoy? Kamu kenapa?" ujar Fang khawatir melihat BoBoiBoy yang diam saja dari tadi.

Lamunan BoBoiBoy buyar. Sekarang, semua pasang mata milik para sahabatnya menatapnya cemas. Tidak ada lagi keributan kecil di antara mereka. Gopal bahkan tidak memerdulikan lagi burger yang melayang di belakang Yaya.

"BoBoiBoy? Kau sakit lagi eh? Spaghetimu bahkan belum habis," ujar Yaya cemas.

BoBoiBoy menarik paksa senyum. Ia tidak mau suasana bahagia ini menjadi keruh berkat dirinya.

"T-tidak, Kak Yaya. Aku baik-baik saja, hehehehe," balas BoBoiBoy seraya menggaruk pipinya yang tidak gatal.

Gopal memicingkan matanya curiga. Ia sok-sokan menganalisis wajah BoBoiBoy.

"Halaaah. Kau coba berbohong yee?" celetuk Gopal.

BoBoiBoy menatap malas ke arah Gopal, "Berbohong apanya?"

"BoBoiBoy, cakap sajalah apa yang kamu ingin sampaikan. Kita akan membantumu," ujar Ying lembut.

BoBoiBoy menarik napas, kemudian menghembuskannya perlahan. Fang dan teman-temannya menunggu perkataan dari mulut BoBoiBoy.

"Aku punya permintaan untuk kalian semua."

"Minta apa? Jangan mahal yaa, aku tak punya duit," balas Gopal polos.

Yaya, Ying, dan Fang sweatdrop seraya menatap Gopal.

"Ape? Ada yang salah?"

"Tidak mahal kok. Gratis malah." BoBoiBoy terkekeh. "Aku minta, kita semua harus selalu bersama, ya. Harus bahagia. Seperti tadi. Hehehe."

"Hahaha, ya. Aku bahagia melihat Gopal dikerjain tadi," gelak Fang.

Kini, giliran Gopal yang menatap Fang malas.

"Aku ingin kita semua bahagia. Sampai ..." Ada jeda sedikit, "Aku tidak ada," lanjut BoBoiBoy dengan nada pelan.

Senyuman Yaya, Ying, Gopal, dan Fang mendadak pudar. Apa maksud BoBoiBoy mengatakan itu? Pikir mereka.

"Maksudmu apa, BoBoiBoy? Kau akan selalu ada di sisi kita," balas Fang.

BoBoiBoy menghela napas, lalu menoleh ke arah Fang.

"Kak. Pasti Kakak mengerti maksud aku. Dengar teman-teman, aku tidak mungkin hidup selamanya. Aku—"

"Iya, semua orang pasti mengalami mati, BoBoiBoy. Kita semua akan mati bersama," potong Yaya.

Gopal, Ying, dan Fang menatap horor ke arah Yaya. Seketika mereka semua takut akan kematian.

"Iya, Kak Yaya. Tapi, aku tidak tahu sampai kapan aku hidup. Penyakitku memaksaku untuk menyerah. Aku cuma minta, kalau seandainya aku mati nanti, aku tidak mau melihat kalian sedih."

"Omong kosong, BoBoiBoy!" ucap Fang tajam.

Fang tidak ingin BoBoiBoy meninggalkannya. Tidak akan pernah.

Orang-orang di meja lain bercanda seraya mengobrol. Bermain kartu sampai membuat meja sebelah terganggu. Mereka sangat bahagia menikmati hangout bersama teman se-geng, pacar, dan para rekan kerja.

Kecuali meja BoBoiBoy dan teman-temannya. Hening melanda mereka, walaupun ramai di sekitar. Masing-masing perasaan kalut dan takut hinggap di hati mereka berlima.

"Tapi, kau harus janji satu hal sama kami," cetus Ying akhirnya membuyarkan keheningan di meja itu.

BoBoiBoy, Fang, Yaya, dan Gopal mengarahkan manik matanya ke gadis chinese itu.

"Kau harus berjanji untuk tetap berada di samping kita semua. Kau harus berjanji untuk tetap hidup," tegas Ying.

Sontak BoBoiboy membelalak. Tentu saja pernyataan itu bertentangan dengan pernyataannya.

"T-Tapi Ying—"

"Setuju! Kita akan mengabulkan permintaanmu dan kami akan mengabulkan permintaanmu, BoBoiBoy," potong Gopal.

BoBoiBoy hendak membuka mulutnya. Entah mengapa ia menjadi sekaku ini di depan teman-temannya.

"Baiklah, kalau kau ingin kita bahagia saat kamu tidak ada, kau harus terus hidup dan berada si samping kita semua, BoBoiBoy," ujar Yaya.

Kini, BoBoiBoy menunggu giliran Fang berbicara.

Fang bungkam. Tentu saja ia tidak bisa menolak jika BoBoiBoy nanti akan menyusul Hiro. Tapi sejauh ini, ia tidak mau kehilangan adiknya yang tersayang.

Perkataan Ying ada betulnya. Dengan begitu, jika ia dan yang lainnya menuruti perkataan BoBoiBoy, maka adiknya itu akan berjuang hidup.

"Aku tidak mau menjadi orang egois lagi, BoBoiBoy," ucap Fang setelah jeda cukup lama.

BoBoiBoy melihat wajah murung sang Kakak. Mereka berdua sama-sama tahu, tidak ada yang mau kehilangan satu sama lain.

"Tapi, aku tidak akan memaksamu. Kau ingin hidup, aku sangat bahagia. Tapi, kalau kamu meninggal nanti ..." Fang memandang adiknya dengan penuh resah, "... aku tidak bisa menjamin diriku untuk bahagia seperti aku bahagia karena kau hidup sekarang."

BoBoiBoy ingin menangis rasanya. Ia seperti menodongkan pilihan sulit kepada kakaknya. Ia membuat kakaknya tersiksa lagi.

BoBoiBoy hendak membatalkan perjanjiannya. Namun—

"Tapi, aku setuju dengan usul Ying. Jadi, kau tidak perlu memaksakan dirimu untuk hidup ... atau mati." Fang tersenyum. Tangannya mengusap kepala adiknya dengan penuh kasih sayang.

Yaya dan Ying tersenyum memandang Fang dan BoBoiBoy. Dua perempuan itu berpelukan saking terharunya melihat pemandangan kedua kakak beradik itu.

Gopal diam-diam memotret pemandangan akrab Fang dan BoBoiBoy dengan kamera digitalnya. Lumayan untuk dijual kepada para penggemar Fang.

"Gopal ... awas kau yaa!" ucap Fang dengan nada dingin nan menusuk. Ia masih berhadapan dengan BoBoiBoy. Membelakangi Gopal yang memotretnya.

Gopal cengengesan. Ia membatalkan menjual foto itu. Bisa-bisa diterkam naga bayang kalau Fang tahu.

Yaya, Ying, dan BoBoiBoy tertawa pecah. Suasana dingin itu semakin lama semakin mencair.

Setidaknya BoBoiBoy lega dalam hati, menyetujui perkataan Ying. Ia akan terus berjuang hidup, walaupun kawan-kawannya nanti tidak akan bersedih jika ia meninggal. BoBoiBoy akan berjuang sampai ia tidak sanggup lagi.

"Terima kasih, Ying, Gopal, Kak Yaya, Kak Fang!" ujar BoBoiBoy disertai senyuman.

"Sama-sama! Itulah gunanya sahabat," balas Gopal.

Mendadak BoBoiBoy tersenyum licik.

"Oh begitukah? TARIKAN ANGIN!"

Burger milik Gopal yang berada di belakang Yaya ditarik oleh BoBoiBoy menggunakan kuasa taufan. Yaya pun menghentikan kuasa gravitasinya. Ying, Fang, dan Gopal masih bengong melihat aksi BoBoiBoy.

"Ini yang namanya sahabat. Membagi burger mahalnya kepadaku," ucap BoBoiBoy seraya melahap burger Gopal dalam sekali gerakan.

"DEY! ITU MILIKKUUUUUU~" jerit Gopal tak karuan.

Gopal tidak bisa sepenuhnya menikmati burger yang dibelinya dengan setengah mati. Itu adalah hasil tabungannya berbulan-bulan.

Fang, Ying, dan Yaya tertawa terbahak-bahak. BoBoiBoy melanjutkan memakan sphageti, seolah-olah tidak terjadi apa-apa, mengabaikan rengekan Gopal. Gopal protes dan mengadu kepada Fang untuk menghukum adiknya yang nakal itu.

Restoran Burger Riak itu menjadi saksi bisu persahabatan mereka berlima. Tidak ada malam yang lebih indah untuk menghabiskan waktu bersama teman-temanmu. Para super hero Pulau Rintis itu terus bercanda dan tertawa, menikmati waktu yang ada, dan tidak merisaukan masa depan.

-TAMAT-

222

Catatan Kaki :

30. Chugha haeyo = ucapan selamat dalam bahasa korea.

31. Kimchi = makanan khas korea. asinan sayur hasil fermentasi yang diberi bumbu pedas. Setelah digarami dan dicuci, sayuran dicampur dengan bumbu yang dibuat dari udang krill, kecap ikan, bawang putih, jahe, dan bubuk cabai merah. [Wikipedia]

32. Bibimbap = masakan korea berupa semangkuk nasi putih dengan lauk di atasnya berupa sayur-sayuran, daging sapi, telur, dan saus pedas gochujang. [Wikipedia]

33. Nasi Kandar = Disajikan dengan berbagai macam lauk pauk dan bumbu kare.

34. Member paling muda. Jungkook kelahiran tahun 1997 di BTS. (Seumuran loh ama w xD *plak)

A/N : KYAAAA FINALLY FANFICTION DO I REMEMBER YOU SELESAI UGHAAAAA *gegulingan di kapal angkasa Kapten Kaizo. AKHIRNYA ... LEGAAAAA.

Sekali lagi terima kasih untuk kalian semua. Tetap nge-fans sama BoBoiBoy yaaa. Jangan sampai meninggalkan fandom ini huhuhu :"). Kalo multifandom boleh lah boleh lah xD *plak. Terima kasih sudah kuat membaca 17k+ words ini :").

Copyright ©2016 by Mahrani Annisa

All rights reserved.

Give me some review please ^^?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top