Chapter 20
Angin kencang berembus. Suhu dingin mendadak meningkat dengan tajam. Jalanan sepi karena orang-orang lebih memilih aman di rumah masing-masing.
GLUDUK! GLUDUK! JEGERRR!
Kecuali pemuda bersurai raven itu. Fang berjalan terus seakan-akan di sekelilingnya tidak terjadi apa-apa. Badannya yang hanya dilapisi jaket armless ungu sudah menggigil protes.
Fang mempercepat langkahnya. Ia sudah benar-benar tidak tahu arah untuk berjalan. Sejujurnya perasaan ia sekarang ini benar-benar tidak karuan. Marah, sedih, gelisah, dan lain-lain. Ia benar-benar sudah dibuat tertekan oleh adiknya.
TES! TES!
Tetesan air hujan mengenai aspal tempat Fang berpijak.
Aku sungguh tidak mau adikku terluka.
HYUUUU!
Angin berhembus kencang sampai menusuk tulang Fang.
Fang tidak mau adiknya sakit. Biarlah adiknya itu melupakan dirinya.
Tapi, apakah Fang benar-benar tahan dengan suasana seperti ini?
SAAA!
Hujan deras turun dengan cepat. Sekujur tubuh Fang dari kepala sampai kaki basah semua.
222
JEGEEERRR!
Ibu hanya bisa mengelus dadanya pelan. Hujan di luar sana begitu deras. Di mana keberadaan Fang sekarang?
BoBoiBoy baru saja meminum obatnya. Matanya melirik ke arah jam dinding. Jam menunjukkan pukul 4 sore.
Ia tidak mengerti mengapa Fang begitu melarangnya untuk mengingat masa lalu? Ada apa sebenarnya ini? Banyak teka-teki hinggap di otak BoBoiBoy.
Perasaan tidak enak mulai muncul di hatinya. Ia mulai cemas memikirkan kepergian kakaknya.
"Ochobot, Fang pergi kemana?" hanya kepada robot kuning itu lah ia bisa bertanya. Sedari tadi Ibu sibuk mondar-mandir tidak jelas di depan pintu rumah.
"Aku tidak tahu, BoBoiBoy. Belum pernah aku lihat Fang semarah ini," balas Ochobot.
"Benarkah?"
BoBoiBoy merasa bersalah telah membuat suasana buruk di antara mereka berdua. Entah mengapa Fang maupun dia benar-benar benci dengan pertengkaran itu.
222
Sepanjang perjalanan Fang terus berpikir. Ia terus berjalan kemanapun kakinya melangkah. Hujan deras benar-benar tidak ia pedulikan.
Ada harapan untuk sembuh. Fang berharap adiknya bisa sembuh.
Tapi justru mengapa ia menghalangi adiknya untuk sembuh?
Fang benci pertengkaran konyol ini. BoBoiBoy sama sekali tidak marah kepadanya waktu Fang membentaknya. Apa alzheimer itu merubah emosi BoBoiBoy juga?
Ia merasa BoBoiBoy ialah orang lain. Bukan adiknya yang ia kenal.
"Maafkan aku, BoBoiBoy," desis Fang ditengah-tengah hujan deras.
Tangannya memeluk tubuhnya. Ia memaksakan diri untuk berjalan. Kemanapun. Asal jauh dari rumah.
Apa sebaiknya ia membiarkan BoBoiBoy mengingat kenangan yang kuat itu? Kenangan pada hari pertandingan dan hari perpisahan?
Fang tidak mau mengingat hal itu juga. Karena Fang dan BoBoiBoy membuat kenangan buruk pada hari itu.
Fang terus berjalan sampai ia tidak sadar ia di tepi jalan raya.
Mobil dan motor masih berlalu lalang walau hujan deras mengguyur Pulau Rintis.
Sebuah motor gede dengan kecepatan tinggi menyalip beberapa kendaraan. Pengendara itu menyadari ada seorang pemuda yang berjalan dengan lambat di jalan raya.
TIIIIN TIIIIINNN!
"KAK FANG, AWASSSS!"
222
"Oh? Tidak ada, ya? Terima kasih, Pak Kumar."
Ibu menutup telepon dengan tangan gemetar. Ia mencari Fang dengan menelepon rumah teman-temannya, tetapi tidak ada satupun yang mengetahui keberadaan Fang.
BoBoiBoy menghampiri Sang Ibunda yang tengah gelisah. Melihat Ibu nya yang sangat khawatir, BoBoiBoy hampir menangis.
"Bu, aku bukan anak kandung Ibu, ya?" mendadak pertanyaan meluncur dari mulut BoBoiBoy.
Ibu menoleh BoBoiBoy. Bekas air mata terlihat di pipi tembem anak itu. Di tangannya ada sebuah foto perpisahan Fang. Yang hanya ada Ayah, Ibu, Ochobot, dan Fang.
Setelah tadi BoBoiBoy sedikit marah, sekarang ia merasa sedih. BoBoiBoy tidak bisa mengingat kakaknya. Ia tidak menghadiri acara penting kakaknya. BoBoiBoy merasakan sesuatu yang berbeda.
Bahwa ia bukan bagian dari keluarga ini.
Isak tangis kecil terdengar dari mulut BoBoiBoy.
Ibu berlutut, mensejajarkan posisi tubuhnya dengan tinggi tubuh BoBoiBoy. Tangannya yang halus mengusap kepala BoBoiBoy.
"Sayang, kau adalah anak kandung Ibu. Mengapa kamu berpikiran seperti itu?" ucap Ibu sedih.
Hujan turun dengan deras di luar sana, seakan-akan mengikuti kesedihan BoBoiBoy. Ochobot menyadari sesuatu yang janggal dari BoBoiBoy. Diam-diam ia men-scanning tubuh BoBoiBoy dan suasana hujan lewat jendela rumah.
Air mata terus turun dari manik karamel BoBoiBoy. Ia sangat kesal tidak bisa mengingat kakaknya.
"Kalau aku keluarga ini, mengapa aku tidak bisa mengingat Kakak, Bu? Aku ... aku lupa dengan nama dia. Hiks ... hiks ..."
Ibu lantas memeluk BoBoiBoy. Mengusap punggungnya dengan lembut. Lengan BoBoiBoy memeluk leher Ibu dan menenggelamkan kepalanya di pundak Ibu.
"Tenang yaa, Sayang. Tenang dulu." Ibu terus mengusap punggung BoBoiBoy. Menenangkan anaknya.
"Huks ... Huks ..." BoBoiBoy terus-terusan menangis.
"Pikiranmu memang tidak bisa mengingat Fang. Tapi, percaya sama Ibu. Dari hati BoBoiBoy yang paling dalam, BoBoiBoy sangat ingat Fang."
222
"MAKANYA KALAU JALAN LIHAT-LIHAT DONG!"
"Iya, Kak. Maafkan teman saya. Maaf."
Gopal berkali-kali menempelkan kedua telapak tangannya, memohon maaf kepada sang pengendara motor gede.
"YAUDAH, TEMEN ADEK GAK APA-APA, 'KAN?!"
"Iya, Kak. Dia tidak apa-apa," ucap Gopal seraya melirik Fang yang mematung di sebelahnya.
Karena takut melihat Fang yang nyaris ditabrak oleh motor gede, secara otomatis Gopal mengeluarkan kekuatan manipulasi molekulnya di tengah-tengah hujan deras. Motor gede itu berubah menjadi boneka motor yang sangat lembut dan empuk. Fang sempat terkena motor yang sudah berubah itu. Untung saja ia tidak terluka.
"YAUDAH, KAKAK GAK MAU TAU, SEKARANG MOTOR KAKAK GIMANA?! MAHAL WOY!" gertak pengendara motor itu.
Gopal bergidik ngeri. Ia sempat menggerutu karena Fang sama sekali tidak berkutik untuk menolongnya. Padahal jelas-jelas ini semua salah Fang.
"I-iya. S-saya akan mengubah motor K-Kakak kembali," balas Gopal dengan ketakutan.
Gopal memayungi boneka tersebut. Ia berkonsentrasi untuk segera mengembalikan motor sang pemuda.
"TUKARAN SEMULA!"
Sang pemuda itu hanya terkesima melihat kekuatan yang dikeluarkan Gopal. Ia secara ekslusif melihat langsung bagaimana super hero Pulau Rintis itu mengeluarkan kuasanya.
Boneka tersebut telah kembali menjadi motor gede yang bahkan lebih mulus dari sebelumnya.
"OK, MAKASIH, SUPER HERO!" ucap pemuda itu lalu menaiki motornya.
"Ceh, ga usah teriak bisa kali. Saya kan dengar," cibir Gopal.
Mata sang pemuda itu melirik tajam ke arah Gopal. Gopal hanya bisa meminta ampun lagi dengan menempelkan kedua telapak tangannya.
"SAYA SARANKAN KAU UNTUK MENENANGKAN TEMANMU ITU. BYE!" Pemuda itu menancap gas lalu pergi.
"Yelah tu."
Gopal hanya menghela napas pasrah melihat Fang. Kakak kelasnya itu hanya merunduk frustrasi di bawah naungan payung milik Gopal.
"Kak, kita ke Resto Burger Riak saja!"
222
Ibu menghapus jejak air mata di pipi BoBoiBoy dengan kedua jempolnya.
"Sudah, ah. Masa super hero di Pulau Rintis nangis?" canda Ibu.
BoBoiBoy hanya nyengir lebar. Yeah, setidaknya sekarang perasaannya sudah lega. Ia sudah menumpahkan semuanya di depan Ibu.
BoBoiBoy melihat hujan yang semakin deras ditambah petir yang bersahut-sahutan di luar sana. Mendadak ia ingat kepada Fang.
"Bu, aku cari Kakak di luar deh."
Raut cemas Ibu kembali muncul. Tidak mungkin ia membiarkan anaknya yang sedang sakit keluar rumah mencari kakaknya.
"Bu, aku baik-baik saja. Aku mau cari Kak ... Kakak ... Kak Fang," ucap BoBoiBoy bersusah payah. Susah sekali mengingat nama kakaknya itu.
Ochobot segera menghampiri BoBoiBoy.
"Kau yakin ingin mencari Fang?" tanya Ochobot.
BoBoiBoy mengangguk mantap.
"Iya. Hanya akulah yang bisa membujuknya untuk pulang. Kakak kan marah sama aku. Ya, aku harus minta maaf juga."
"Yasudah, kalau begitu, cari bersama Ibu. Kita naik mobil," ucap Ibu.
"Tidak usah, Bu. BoBoiBoy bisa pergi sendiri. Lagipula, jalan kaki lebih cepat," jawab BoBoiBoy.
"Oh ya, dan kau bisa berbaur dengan air," celetuk Ochobot.
BoBoiBoy dan Ibu menatap Ochobot heran.
"Maksudmu?" BoBoiBoy tidak mengerti maksud Ochobot.
"Menurut data aku, kau 'kan punya kuasa api. Tidak menutup kemungkinan kau ada kuasa air," jelas Ochobot.
"EH?!" Ibu dan BoBoiBoy terkejut.
"Kuasa air? Macem mana?" tanya BoBoiBoy.
"Kenapa kau tanya padaku? Kau bisa sendiri BoBoiBoy."
BoBoiBoy hanya terperangah. Kemudian ia menatap cermin besar di sampingnya.
"BoBoiBoy Air?" gumam BoBoiBoy.
"Cobalah untuk menenangkan diri, BoBoiBoy," saran Ochobot.
BoBoiBoy mengangguk. Ia kemudian menutup mata. Mengambil napas dalam-dalam. Lalu mengembuskan secara pelan. Menyingkirkan pikiran negatif yang berada di otaknya.
Bulir-bulir air muncul di sekitar tubuh BoBoiBoy. Ibu dan Ochobot menatap takjub ke arah bocah elemental itu.
"Ketenangan ... maksimal!"
Cahaya yang menyilaukan mata mulai muncul di sekitar BoBoiBoy. Topi dinosaurusnya berubah menjadi warna biru. Lambang elemen air terpasang di topi itu. Jaket biru nya menutupi sampai pergelangan tangan BoBoiBoy.
BoBoiBoy membuka matanya. Terlihat sosok bocah bertopi menghadap depan dengan manik mata aquamarine di kaca.
Ya, itu adalah pantulan dirinya.
"YEAY BERHASIL!" sorak Ochobot bahagia karena hasil datanya tidak melesat.
BoBoiBoy hanya bisa melongo melihat dirinya yang berbeda di cermin.
"A-aku ... AKU BOBOIBOY AIR!" teriak BoBoiBoy Air heboh.
BoBoiBoy Air mengeluarkan gelembung air besar miliknya. Ia kemudian berbaring di atas gelembung besar itu.
"Aaah ... senangnyaaa berbaring di sini. Wuhuuuu!" seru BoBoiBoy Air.
"Aik? Kata nak cari Fang?" celetuk Ochobot.
"Hah?" BoBoiBoy Air menatap Ochobot dengan tatapan kantuknya.
"Aku malas lah. Aku nak tidur dulu."
Ibu dan Ochobot hanya sweatdrop melihat anak baru di depan mereka.
Lah, katanya tadi mau cari Fang. Tapi sekarang malah malas-malasan.
Ibu menaiki tangga dan memasuki kamar BoBoiBoy. Semenit kemudian, Ibu menuruni tangga dengan membawa payung, jas hujan, dan sepatu boot yang ketiga benda itu berwarna biru. Selaras dengan warna biru milik BoBoiBoy Air.
"Nah, BoBoiBoy Air, ayo, pakai ini! Katanya mau cari Kak Fang," bujuk Ibu seraya menyodorkan ketiga benda tersebut.
BoBoiBoy Air menatap sejenak barang-barang favoritnya itu. Sudah lama ia tidak bermain hujan-hujanan di luar sana dengan jas hujan dan sepatu boot kesukaannya.
Perlahan, tangan BoBoiBoy Air mengambil ketiga benda itu dari Ibu.
"Siap, Bu!" BoBoiBoy Air menyunggingkan senyum manis.
Setelah BoBoiBoy Air memakai jas hujan dan sepatu boot, serta membawa payung biru yang cukup besar, ia keluar rumah menerobos hujan yang masih deras.
222
Seorang bocah kecil berlari-lari riang di tengah-tengah hujan. Ia begitu bahagia disiram air hujan. Berkali-kali tangannya menangkup untuk mengumpulkan air hujan.
"Kak Faaaaang! Ayo main sama akuuuuu!"
Fang, nama bocah kecil lain yang hanya memerhatikan bocah yang memanggil namanya, mendengkus kasar.
"Malas ah. Tidak mau!"
"Huuu, kakak payah ah. Ayo, sini maiiiin."
Terdengar bunyi gemericik air yang diinjak oleh sepatu boot berwarna biru aquamarine milik bocah itu. Bocah itu menarik tangan Fang dengan sangat kuat sehingga Fang terpaksa ikut berlari menerobos hujan.
"Hentikan, BoBoiBoy! Aku tak mauuuu!"
"Hahahaha, ayo lah, Kak. Seronok niiii," balas bocah riang itu yang bernama BoBoiBoy.
Mereka berlari-lari di tengah hujan. Yang hanya ditemani suara tawa dari BoBoiBoy yang mengenai jas hujan berwarna senada dengan sepatu boot-nya tersebut. Semakin lama, Fang semakin menikmati hujan itu. Senyum terulas di wajah bocah bersurai raven tersebut.
"Kak Fang kalau mau menangis sekarang, menangis aja sekarang."
Ucapan Gopal membuyarkan lamunan Fang. Ia tengah flashback ke masa-masa ia sedang bermain hujan dengan adiknya.
"Apa maksudmu hah?!" gertak Fang seraya menggebrak meja Restoran Burger Riak.
Beruntung mereka berada di luar restoran yang dinaungi atap. Jadi, orang-orang lain tidak terganggu oleh kemarahan Fang.
Gopal merasa bosan dengan reaksi kakak kelasnya itu. Gopal tentu saja tau, Fang tidak bisa membohongi raut wajah yang terlihat frustrasi itu.
Apalagi masalahnya kalau bukan BoBoiBoy?
"Kak Fang kalau mau menangis sekarang, menangis aja sekarang."
Mata elang itu menatap tajam adik kelasnya. Gopal hanya cuek seraya memandang Fang.
Lama-kelamaan, mata elang itu melunak. Perlahan-lahan, air mata terkumpul di pelupuk mata di balik kacamata ungu itu.
"Kak Fang kalau mau mena-"
"HUWAAAAAAA!"
Suara tangis Fang meledak di tengah derasnya suara hujan. Gopal hanya bisa menahan hasrat untuk tidak merekam Fang yang sedang menangis di handycam yang ia bawa. Bisa mati Gopal terkena terkaman naga bayang kalau ia menyebarkan video itu ke para fans-nya.
"Hiks ... Huks ... Hu-HUWAAAA!"
Gopal menahan ketawa melihat tangisan Fang seperti itu.
"Kalau mau nangis, nangis saja lah. Tak usah kau tahan seperti itu," ucap Gopal yang seperti ejekan.
"Huks ... aku ... aku bukan kakak yang baik untuk BoBoiBoy, Gopal!" seru Fang di tengah tangisannya. Tangannya terkepal kuat lalu membentur meja.
Gopal menghela napas panjang.
"Aku bukanlah seperti Kak Yaya yang pandai menasehati. Jadi, aku cuma bisa menemani Kak Fang menangis seperti ini."
Fang hanya bisa diam. Ia menenggelamkan kepalanya di antara tumpukan kedua tangannya. Sesegukan kecil sesekali terdengar dari pemuda kuasa bayang itu.
Gopal meminum teh nya. Sebenarnya ia kasihan juga melihat Fang yang seperti ini. Ia hanya bisa berharap, BoBoiBoy cepat sembuh dan Fang bisa melewati ini semua.
JEGEERR!
Petir masih menyambar di langit. Gopal nyaris jatuh ke belakang karena kaget mendengar suara petir yang cukup keras.
"Kak Fang tidak pulang ke rumah? BoBoiBoy khawatir baru tahu rasa," cibir Gopal.
Fang mengangkat kepalanya dan mendecih. Jejak air mata terlihat jelas di pipinya.
"Khawatir? Kenal saja kepadaku ia tidak," balas Fang dingin.
"Sekarang masalahnya bukan itu. Tengok lah. Aku baru saja dapat pesan dari Ochobot. Kata dia, BoBoiBoy keluar rumah mencari kau," ujar Gopal seraya menunjuk jam kuasanya.
Fang sempat melirik pesan itu di jam kuasa Gopal. Sedetik kemudian, tiba-tiba ada panggilan masuk di jam kuasanya.
"Ochobot?"
"Fang, kau sudah bertemu dengan BoBoiBoy Air, kah?" tanya Ochobot yang berbentuk hologram itu.
Fang mengerutkan keningnya. "BoBoiBoy Air?"
"Dia berubah demi kau, tau. BoBoiBoy Air lah yang bisa berbaur dengan air. Maksudku, ia tidak akan kenapa-kenapa kalau terkena guyuran air. Lebih baik kau cari dia. Aku daritadi hubungi dia tak diangkat," ucap Ochobot cemas.
"Apa?!"
222
Hari ini hujan sangat awet di Pulau Rintis. Langit perlahan gelap seiring berjalannya waktu masuk malam. Itulah yang membuat Fang panik.
Di tengah guyuran hujan yang tidak henti-hentinya membasahi tubuhnya, Fang berlari seraya melihat peta di jam kuasanya. Hanya disitulah patokan ia untuk mencari BoBoiBoy.
Kemana adiknya pergi? Bukankah kalau BoBoiBoy mencari Fang bisa lewat jam kuasa? Atau mungkin, jam kuasa BoBoiBoy belum di-upgrade oleh Ochobot?
"HATCHIII!"
Fang tidak percaya kini hidungnya terkena gangguan. Mungkin sebentar lagi ia flu. Ia sudah kehujanan dalam waktu yang cukup lama.
Fang khawatir jika BoBoiBoy lupa jalan pulang. Seperti yang di alami waktu itu. BoBoiBoy saja nyasar pergi ke sekolah. Apalagi ke rumah?
Titik merah yang merupakan posisi BoBoiBoy semakin dekat dengan langkah Fang. Ia melihat sekelilingnya.
Tunggu dulu. Bukankah ini tempat pembuangan sampah Pulau Rintis?
Tempat ia dulu berperang melawan Ejo Jo dan tempat Markas Kotak milik Adu Du.
"BOBOIBOY!"
Fang berteriak untuk mencari adiknya. Namun sia-sia. Hujan deras menenggelamkan suaranya yang sudah serak.
Matanya menangkap sosok bocah serba biru sedang duduk di pintu masuk Markas Kotak.
"BoBoiBoy Air?"
Fang segera menghampiri adiknya itu. Setidaknya lumayan untuk meneduhkan diri di bawah atap persegi tersebut.
"BoBoiBoy! Apa yang kau lakukan di sini?"
BoBoiBoy Air menengok ke arah Fang. Seketika keningnya mengerut.
"Kakak ni siapa?"
Fang menatap adiknya itu dengan pandangan nanar. Adiknya itu lupa lagi kepadanya.
"Aku di sini sedang mencari kakakku. Nama dia Fang," lanjut BoBoiBoy Air yang matanya tidak lepas memandang Fang.
Fang mengernyitkan keningnya. BoBoiBoy Air mengingat namanya, tetapi tidak tahu rupanya.
"A-aku ... Fang, BoBoiBoy," ucap Fang dengan bibir bergetar.
Sungguh Fang sangat kedinginan sekarang. Ia sudah tidak sanggup kehujanan lagi.
BoBoiBoy Air memicingkan matanya ke arah Fang. "Iye ke?"
Fang memutar bola matanya. Ia kemudian mengulurkan lengannya yang terdapat jam kuasa.
"Kalau tidak percaya, aku hubungi Ochobot sekarang. Memastikan kalau aku ni kakak kau."
"Kau kenal Ochobot?"
Fang lekas mengutak-atik jam kuasanya untuk menghubungi Ochobot. Sedikit terkendala karena kedua tangannya sama-sama bergetar. Fang dapat merasakan giginya bergemeletuk.
"FANG! KAU SUDAH JUMPA BOBOIBOY AIR KE?!" Ochobot heboh sendiri.
"Dah. Dia ada di sebelah aku." Fang lalu menggerakkan jam kuasanya dan mengarahkan kepada BoBoiBoy Air.
Sosok Ochobot di jam kuasa tiba-tiba terganti dengan wajah cemas Ibu.
"Duh kaliaaaan! Kalian cepatlah pulaaang! Jangan main hujan-hujanan!" perintah Ibu.
"Iya, Bu. Sebentar lagi kita pulang, kok," ujar BoBoiBoy Air santai.
"Terutama kau, Fang! Bukannya segera pulang untuk menghangatkan diri! Kau sudah hujan-hujanan berapa lama?!" gertak Ibu.
"Tenanglah, Bu. Yang penting sekarang aku dah jumpa BoBoiBoy." Fang tidak memedulikan gertakan Ibu.
"T-TAPI-"
TIK!
Fang segera mematikan jam kuasanya sebelum mendengar ocehan Ibu. Tiba-tiba sebuah punggung tangan hinggap di kening Fang.
"Kakak sakit yaa?" tanya BoBoiBoy Air dengan tatapan polos.
"Eh?" Fang hanya memandang BoBoiBoy Air dengan cengo.
Baru kali ini BoBoiBoy mau menyentuhnya. Mendadak kehangatan menjalar di pipi Fang. BoBoiBoy Air percaya bahwa dirinya ialah kakaknya.
Senyum lebar terpasang di wajah Fang. Tangannya kemudian meraih tangan BoBoiBoy Air yang sedang memeriksa keningnya.
"Tidak, kok. Yuk, kita pulang," ujar Fang dengan lembut.
"Ayuk!" respons BoBoiBoy Air ceria. "Nih, Kak, pake payung. Aku udah pake jas hujan."
Fang menerima payung itu dengan senang hati. Mereka jalan bersama-sama menuju rumah. Diiringi hujan yang masih lebat. Tangan BoBoiBoy Air terus mengontrol titik-titik air hujan untuk menjauh. Agar tidak membasahi Fang maupun dirinya.
222
Fang kini mengerti mengapa BoBoiBoy tidak mudah emosi seperti dulu. Biasanya, pertengkaran di antara mereka bisa sampai berhari-hari. Kini, bisa dihitung dengan jam. BoBoiBoy gampang lupa dengan permasalahan mereka.
"Kami pulang!"
BoBoiBoy Air segera meletakkan sepatu boot-nya di rak sepatu. Ia kemudian melepas jas hujannya.
"Ah, Bu. Fang dan BoBoiBoy sudah pulang!" seru Ochobot.
Fang merasakan pusing di kepalanya. Pandangannya perlahan kunang-kunang. Badannya bergetar, ia menggigil kedinginan. Fang menyeretkan langkah kakinya menuju Ochobot.
"O-Ochobot," panggil Fang yang penampilannya seperti zombie ingin menerkam mangsa di depannya.
Ochobot menatap Fang dengan tatapan bingung.
"F-Fang-"
"Uhuk ... uhuk ... Kau harusnya upgrade jam kuasa BoBoiBoy supaya ia bisa menemukanku dengan mudah," ucap Fang dengan nada sebal.
Kepala Fang nyut-nyutan. Ia beberapa kali batuk. Pandangannya perlahan melemah. Kakinya sudah tak sanggup menopang tubuhnya.
BRUK!
Badannya pun terhuyung dan jatuh ke lantai. Semuanya berubah menjadi gelap di pandangan Fang.
"FANG!"
Hanya teriakan Ibu yang sempat Fang dengar.
222
"Nggh ..."
Fang mendesis kecil. Sinar lampu yang begitu menyilaukan memaksa masuk ke dalam matanya.
"Bu, Yah, Ochobot, Kakak sudah sadar!"
Teriakan BoBoiBoy langsung menimbulkan suara ribut yang berasal dari langkah kaki. Ibu dan Ayah memasuki kamar Fang dengan terburu-buru. Disusul Ochobot yang membawa nampan berisi semangkok sup lobak merah.
"Fang, astaga! Kamu kenapa kehujanan gini, sih? Kenapa gak pulang?" semprot Ibu.
Fang memutarkan bola matanya. Ayah menyuruh Fang untuk mengemut termometer yang dibawanya.
"38 derajat. Kau Ayah hukum, Fang. Kau tidak boleh keluar kamar," ucap Ayah begitu ia selesai melihat termometer.
"Siapa juga yang mau keluar? Lagi lemas begini. Uhuk ... uhuk," cibir Fang dengan nada lemah.
"Lain kali jangan begini ya. Ibu gak suka. Sekali lagi kalian berantem, Ibu hukum kalian! Ngerti?!" Ibu melotot ke arah BoBoiBoy dan Fang yang berbaring di kasur.
"I-iya, Bu. Maafkan, BoBoiBoy," balas BoBoiBoy dengan nada sedikit takut.
"Yasudah, Fang makan dulu ya. Ayah dan Ibu akan keluar sebentar untuk ke apotek," ujar Ayah lalu menarik tangan Ibu pelan.
"Habiskan makananmu, Fang. Kalau tidak, Ibu hukum kau," ujar Ibu seraya memicingkan matanya ke arah Fang. Ayah dan Ibu lalu keluar kamar Fang.
Fang hanya mengangguk kecil. Ia benar-benar tidak paham mengapa Ibu nya mendadak galak kepadanya.
"Nih, makanan kesukaanmu. Kasihan loh Ibu udah capek-capek buat," ujar Ochobot seraya meletakkan mangkuk sup di atas meja samping Fang.
"Iya. Ukh ... makasih ya, Ochobot," ucap Fang.
Ochobot hanya mengangguk.
Fang berusaha duduk di kasur. Sedikit pergerakan rasanya sulit sekali Fang lakukan. BoBoiBoy yang berada di sebelah Fang langsung memegang lengan Fang untuk mencegah kakakknya bergerak terlalu banyak.
Lengannya sepanas oven di dapur sewaktu BoBoiBoy membantu Ibu nya untuk membuat donat lobak merah.
"Tubuh Kakak panas sekali!" seru BoBoiBoy seraya melotot.
BoBoiBoy mengisyaratkan Fang untuk diam sejenak. BoBoiBoy lalu menumpuk tiga bantal untuk dijadikan sandaran Fang. Setelah bantal tersusun, BoBoiBoy membantu Fang duduk dan bersandar pada bantal tersebut.
Fang mengenakan kacamata lalu mengambil mangkuk sup di sampingnya. Ia menyuapkan satu sendok sup lobak merah kesukaannya. Tangannya bergetar begitu memegang sendok. Ditambah lagi hidungnya yang sedikit bermasalah.
Satu suap berhasil dilalui Fang. Tapi begitu suap kedua-
"HATCHI!"
-Fang bersin. Sup di sendok tumpah mengenai celana piyama Fang. Raut wajah BoBoiBoy menunjukkan ia agak sedikit kasihan dengan Fang.
"Kak, aku suapin deh." BoBoiBoy berinisiatif untuk menyuapi kakakknya itu.
Fang melirik tajam ke arah adiknya. "Gausah, aku bis ... sHATCHIII!"
Ochobot hanya tertawa geli melihat Fang yang masih mempertahankan harga dirinya. Ya kali orang populer mau makan harus disuapin?
BoBoiBoy sweatdrop lalu mengambil mangkok dan sendok dengan cepat.
"Kakak ngapain aja deh di luar sana?" ujar BoBoiBoy seraya menyuapi Fang.
Fang mengambil tisu untuk membersihkan hidungnya dan celana piyamanya.
"Gha phenthing (gak penting)," balas Fang dingin.
Fang menikmati sup lobak merah itu, walaupun agak tidak berasa di lidahnya. Sembari BoBoiBoy menyuapinya, Fang melihat wajah BoBoiBoy. Raut muka adiknya begitu tenang dan sejuk. Ia sama sekali tidak sakit ataupun mengeluh setelah hujan-hujanan.
Fang merasakan perutnya mual. Maka dari itu, ia memalingkan wajahnya dari suapan sendok.
"Ayo, Kak." BoBoiBoy sedikit sebal melihat Fang enggan menerima suapannya. Tangannya sudah sedikit pegal.
"Thidhak, akhu sudhah khenyhang (Tidak, aku sudah kenyang)," tolak Fang bohong.
BoBoiBoy menghela napas. "Kalau tidak habis, nanti Ibu marah loooh."
"Bhiahrhin (Biarin)."
"Haih, kau sudah bosan makan sup?" tebak Ochobot.
"Bhukhan hithu (Bukan itu) ..." Fang kehabisan kata-kata.
"Yasudah kalau tidak mau, biar aku saja yang habiskan," ucap BoBoiBoy.
"Aik? Kau memangnya suka dengan sup lobak merah?" tanya Ochobot.
BoBoiBoy menggaruk-garuk pipinya yang tidak gatal. "Engghh, sebenarnya tidak."
Fang sebenarnya tidak tega melihat wajah adiknya yang begitu tidak suka mennghabiskan makanan favoritnya. Maka dari itu, Fang memaksakan dirinya untuk menghabiskan sup itu.
"Yhashudhah, hakhu habhiskhan (Yasudah, aku habiskan)." Fang mengambil mangkuk sup yang berada di tangan BoBoiBoy.
BoBoiBoy menatap heran ke arah kakaknya.
"Uhuk ... khau shendhirhi thidhak histhirhahat (Kau sendiri tidak istirahat)?" tanya Fang sembari memakan supnya.
"Sudah. Aku kayaknya terlalu banyak istirahat. Hahaha," balas BoBoiBoy dengan tawa garing.
"Bhaghaimhanah khemohtherhaphimuh hari hini (Bagaimana kemoterapimu hari ini)?"
"Nggg ... seperti biasa."
Fang menyerahkan mangkup sup yang telah kosong kepada Ochobot. Ia lalu meneguk air putih sampai habis.
"Kak, aku boleh tidur di sini gak? Sama kakak?"
Fang melirik BoBoiBoy dengan tatapan selidik. Mau apa BoBoiBoy tidur di kamarnya? Bahkan anak itu punya kamar sendiri.
"Nghaphain? Takh boleh (Ngapain? Tak boleh)," tegas Fang santai.
"Ih, kalau Kakak kenapa-kenapa, baru tau rasa. Aku ingin jaga Kak Fang," sewot BoBoiBoy.
Fang memutar bola matanya. "Yhasudhah hiya (Yasudah iya)."
BoBoiBoy bersorak. Ia kemudian mematikan lampu dan berbaring di sebelah Fang.
Fang tersenyum seraya tenggelam dalam selimutnya. Sudah lama ia tidak tidur bersama dengan BoBoiBoy. Ia sangat rindu masa-masa kecil.
BoBoiBoy merasa nyaman berada di samping kakaknya. Setidaknya ia bisa menjaga kakaknya yang sakit karena ulahnya.
222
Suasana pagi hari yang sejuk, membuat BoBoiBoy betah berlama-lama duduk di rumput halaman belakang rumahnya. Ia menikmati aroma petrichor yang masuk perlahan ke dalam hidungnya.
Seandainya Fang sudah bangun, BoBoiBoy pasti sekarang sudah bercengkerama dengan sang kakak.
Hatinya sangat tenang. Sosok bocah bertopi itu berubah menjadi BoBoiBoy Air. Ia memejamkan mata untuk menenangkan dirinya.
Tangannya bergerak mengikuti alunan alam di sekitarnya. Muncul gelembung air di tangannya.
"Apa yang kau lakukan, hah?!"
Tiba-tiba suara asing memasuki indra pendengarannya.
"Eh?" gumam BoBoiBoy Air bingung.
Sepertinya itu adalah suara Fang. Tapi, Fang 'kan sedang tidur di kamarnya.
Manik aquamarine itu menuju ke gelembung yang ada di tangannya. Terlihat sebuah adegan yang diputar seperti video. BoBoiBoy Air melihat dirinya sedang meninju Fang.
"Hah?"
"Akh,"
Fang meringis kesakitan begitu BoBoiBoy meninju perutnya.
"I-ini diriku?" nada syok muncul dari mulut BoBoiBoy Air.
BoBoiBoy Air melihat dirinya mengejar Fang. Tampangnya begitu marah saat itu.
"BEBOLA TAUFAN!"
Bola angin milik elemental Taufan meluncur kasar mengenai tubuh Fang. Fang meringis kesakitan begitu tubuhnya menabrak dinding.
Mendadak bulir bening mengalir dari mata indah aquamarine itu. Ia tidak mungkin menyakiti kakaknya.
"Gak mungkin ... Gak mungkin ..." racau BoBoiBoy Air dalam hatinya.
Memori demi memori muncul bagai puzzle yang hendak tersusun dalam gelembung air itu.
"KALAU KAU INGIN MENYERANGKU, JANGAN MENGGUNAKAN KUASA! JANGAN TINGGALKAN JEJAK DI RUMAH IBU DAN AYAH!"
Teriakan Fang menggema di telinga BoBoiBoy Air. Bocah itu lalu melihat dirinya menonjok Fang yang menyebabkan hidung Fang mengeluarkan cairan merah.
Dada BoBoiBoy Air terasa sesak. Air mata terus meluncur bebas membasahi pipinya.
"Tidak! Kumohon! Hentikan!"
BoBoiBoy Air tidak tahan melihat dirinya yang melukai Fang. Gelembung air yang berada di tangannya jatuh ke rumput dan pecah. Tangannya meremas dadanya yang begitu terasa nyeri.
"Aku datang terlambat ke pertandingan itu. Dan kau tahu apa hasilnya? Sekolah kami kalah dan AKU KEHILANGAN JABATANKU SEBAGAI KAPTEN!"
"P-pertandingan?"
Keringat dingin membasahi tubuh BoBoiBoy Air. Memori yang dilupakannya berputar sendiri di otaknya. Sakit di dadanya semakin meningkat diiringi memori yang berdatangan.
"Aku malu, Kak. M-A-L-U! Ini semua gara-gara Kak Fang tahu gak?! Kenapa Kakak tidak memberitahuku perubahan jadwal pertandingan hari ini?"
"Kau dengar gak tuh Fang? Ada yang mau jadi pacarmu. Hahahaha,"
"A-aku hanya tidak ingin membuat Kak Fang repot. Aku yakin aku bis-"
"Habis aku bosan laaah berada di sini terus. Kak Fang, pulang yuuuk!"
"Hiks ... Bu ... Kak ... Fang ... Hiks ... Menghancurkan impian BoBoiBoy ... Hiks ..."
"AAARRRGGHH! TIDAAAKK!"
222
Fang langsung terbangun begitu mendengar teriakan BoBoiBoy.
Ia langsung turun dari kasur. Kakinya berlarian menuju jendela kamar yang berhadapan langsung dengan halaman belakang rumah. Fang melihat BoBoiBoy dalam mode normal terbaring di pelukan Ibu.
"ELANG BAYANG!"
Elang Bayang muncul dan Fang langsung loncat ke punggung sang elang. Elang Bayang kemudian terbang meurun dan berpijak ke tanah. Fang berlari dengan langkah terhuyung karena kondisi badannya belum fit.
"Bu, BoBoiBoy kenapa?!" tanya Fang panik.
"Ibu juga tidak tahu. Ia berteriak lalu pingsan begitu saja. Ibu akan membawanya ke rumah sakit sekarang," ujar Ibu lalu menggendong BoBoiBoy.
"Bu, aku ikut!" ujar Fang menyamakan langkah kakinya dengan Ibu.
"Tidak, Fang. Lebih baik kau di rumah. Kau masih demam," elak Ibu seraya terus berjalan menuju ruang tamu.
"Tidak, Bu. Aku akan menemani BoBoiBoy kapanpun," tegas Fang dengan nada lemah.
Ibu menghentikan langkahnya.
"Jangan, Fang. Kondisi kamu masih lemah. Kau butuh banyak istirahat. Kalau kamu pingsan juga bagai-"
"Tidak, Bu. Fang janji tidak akan pingsan."
"Kamu masih lemah, Sayang. Tolong jaga kondisimu!" perintah Ibu
"Enggak mau! Aku mau ikut Ibu dan BoBoiBoy pokoknya!" ujar Fang bersikeras.
"Hentikan, Fang. Kau harus di rumah pokoknya. Oh, ayolah, tangan Ibu pegal menggendong adikmu," kesal Ibu yang merasakan lengan tangannya mulai sakit.
"Yaudah kalau gitu, biar Fang yang gendong BoBoiBoy!"
"FANG!" Ibu mulai kesal dan meninggikan suaranya.
"Tolonglah, Bu. Hiks ... biarkan aku membantu Ibu dan BoBoiBoy." Fang mulai menangis.
Raut wajah Ibu melunak seketika.
"Hiks ... aku tidak mau BoBoiBoy melupakan aku lagi. Aku takut, Bu, ketika ia sadar nanti, ia tidak mengingatku. Hiks ... uhuk ... uhuk ... Aku harus di samping dia terus, Bu. Aku tidak peduli seberapa banyak orang-orang yang menghalangiku. Huks ..." Nada bicara Fang tersendat-sendat.
Ibu mencium puncak kepala Fang. Matanya lalu menatap manik karamel yang berada di balik kacamata itu.
"Baiklah, ayo, ikut Ibu!"
Ochobot datang menghampiri Ibu dan Fang. Di tangannya sudah ada kunci mobil Ibu dan kunci rumah.
Mereka bertiga pergi ke garasi sebelah rumah. Ochobot membukakan pintu mobil. Fang masuk ke kursi belakang. Ibu menyerahkan BoBoiBoy yang berada di gendongnya ke pangkuan Fang.
"Ochobot, tolong ambilkan jaket Fang dan obat-obatnya!" perintah Ibu seraya menghidupkan mesin mobil.
"Obat-obat BoBoiBoy juga, Bu?"
"Iya. Setelah itu kunci rumah!"
Ochobot masuk ke dalam rumah dan Ibu mengeluarkan mobil dari garasi. Setelah tugasnya selesai, Ochobot segera masuk mobil dan memakaikan Fang jaket.
Fang merasakan tubuh BoBoiBoy yang dingin. Wajahnya pucat. Keringat mengalir deras di pelipis bocah itu. Dadanya bergerak sangat lemah.
"Apa yang sebenarnya kau lakukan, BoBoiBoy?" gumam Fang dengan sedih.
222
BoBoiBoy perlahan membuka matanya. Ia tengah terbaring di sebuah ruangan yang sama sekali ia tidak kenal. Sisi kanan, kiri, atas, bawah, depan, dan belakang menampakkan bayangan refleksi BoBoiBoy.
"A-aku di mana?" tanya BoBoiBoy dengan nada parau.
BoBoiBoy bangkit dan berdiri di tengah-tengah ruangan itu. Ia memutar badannya perlahan. Matanya menerawang cermin sepenuh dinding di berbagai sisi.
"Halo, BoBoiBoy!"
BoBoiBoy tersentak dan refleks melihat ke sumber suara. Terlihat sosok bocah bertopi menghadap ke depan dengan lambang petir merah di depan topinya.
"Halilintar?" BoBoiBoy langsung mengenali elemennya sendiri.
Kaki BoBoiBoy melangkah menuju cermin sisi depan yang menampilkan sosok BoBoiBoy Halilintar dengan raut wajah kaku.
BoBoiBoy nyaris seperti sedang bercermin. Ia melihat refleksi yang sama dengan dirinya. Yang membedakan hanyalah pakaian mereka.
"Teganya kau melupakan Fang. Dia itu kakakmu, BoBoiBoy!" cerocos Halilintar sewot.
BoBoiBoy mengernyitkan dahinya.
"Aku bukannya melupakannya. Hanya saja-"
"Hanya apa?!" emosi Halilintar meninggi, "Hanya karena alzheimermu?! Penyakit gituan aja gak bisa kamu lawan!"
Perasaan kesal langsung muncul di diri BoBoiBoy. Ia tidak menyukai perangai Halilintar di depannya.
"Enak saja! Aku sudah berusaha semampuku tahu!" balas BoBoiBoy kesal.
"Ohya? Kalau begitu, kau ingat gak sama Fang?"
Baru saja BoBoiBoy membuka mulutnya, cermin di sisi kanan memutar video.
Mendadak ingatan itu kembali di memorinya. Kejadian yang ada di cermin sisi kanan itu ialah sewaktu Adu Du dan Probe menculik Ochobot.
"Lepaskan kami, penjahat!"
Di situ BoBoiBoy berpecah tiga. BoBoiBoy Halilintar memanggil Fang dengan sebutan 'penjahat' seraya memberontak dari tahanan jari bayang milik kakaknya.
"Hei! Itukan dirimu yang memanggil Fang jahat!" BoBoiBoy mendelik kesal ke arah Halilintar.
"Aku adalah dirimu, BoBoiBoy. Harusnya kau berterima kasih kepadaku karena aku sudah mengingatkan hal itu padamu," ujar Halilintar tidak mau kalah.
"Cish!"
"Aku tidak sakit, Kak Fang,"
"Lihat? Siapa sebenarnya yang butuh pertolongan?"
"Dan aku tidak butuh pertolongan,"
"Wajahmu saja sudah pucat pasi,"
BoBoiBoy memutar badannya. Cermin sisi kiri memutarkan memorinya pada saat ia makan malam dengan Fang.
Terlihat dirinya sedang berdebat dengan Fang. Ochobot melerai pertengkaran mereka.
"Adiknya lagi kesusahan bukannya bantuin,"
Saat itu BoBoiBoy sebal dengan Fang karena tidak membantunya. Di tambah pula Fang melarang BoBoiBoy untuk menolong orang lain.
"Aku tahu kau begitu sebal dengan Fang. Tapi, percayalah Fang sangat khawatir kepada 'kita'." Halilintar kembali bersuara.
"Hmm." Senyum terulas lebar di wajah BoBoiBoy. Setuju dengan perkataan Halilintar.
"Apa yang kulakukan?"
BoBoiBoy mendengar suara yang muncul itu dari cermin sisi belakang. Matanya melihat memori yang berputar bak video.
Masa itu ialah masa dimana dirinya sedang marah dan bertengkar dengan Fang karena pertandingan.
Dirinya dan Fang saling menyerang satu sama lain.
"O-oh, i-itu-"
"Itu adalah puncak emosi yang pernah kau rasakan, BoBoiBoy. Kau begitu marah karena Fang seakan-akan menghancurkan hidupmu," jelas Halilintar.
Mata karamel itu terus fokus memutar memori yang berada di cermin hadapannya.
"Aku datang terlambat ke pertandingan itu. Dan kau tahu apa hasilnya? Sekolah kami kalah dan AKU KEHILANGAN JABATANKU SEBAGAI KAPTEN!"
"Jadi, aku bukan Kapten lagi di sekolahku yaa?" ujar BoBoiBoy bingung.
"Percaya tidak percaya. Semua kejadian ini real, BoBoiBoy. Kau mengalami ini semua bersama Fang."
"Apakah kau tidak lihat betapa payahnya dirimu semalam? Kau masih sakit BoBoiBoy! Kau lemas dan masih membutuhkan banyak istirahat! Apa kau lupa kalau kau mengidap penyakit alzhe-"
"AAARRRGHHH! Cukup! Jangan sebutkan penyakit sial itu lagi!"
"Aku tidak mau apapun terjadi denganmu, Dik. Aku tidak mau kau sakit di tengah orang-orang yang tidak mengetahui dirimu. Sadarlah, BoBoiBoy! Aku-"
"DIAM, KAK!"
BoBoiBoy sempat menutup matanya karena enggan melihat adegan dirinya menindih tubuh Fang dan mencengkeram kedua bahu kakaknya itu. Saat itu ia benar-benar keras sekali.
"Pertanyaannya ialah, apakah kau masih marah dengan Fang karena hal itu semua?"
Setelah bertanya, senyum menyeringai terpampang di wajah Halilintar. BoBoiBoy mendecih kesal dan sorotan matanya penuh amarah.
Tentu BoBoiBoy masih marah. Lebih tepatnya dendam karena Fang menghancurkan pertandingannya.
222
"Sistem pernapasannya lemah sekali. Untuk itu aku memasangkannya oksigen. Sejauh ini tingkat kesadarannya semakin menurun."
"Tapi, dia baik-baik aja, 'kan, Dok?"
Hidung Ibu memerah. Ia terisak-isak kecil. Ia begitu khawatir melihat kondisi putra keduanya.
Sorot mata penyesalan itu tergambar di wajah dr. Tadashi.
"Maaf, aku tidak bisa memastikan."
Fang duduk di kursi sebelah BoBoiBoy yang terbaring lemah di atas ranjang rawat. Bocah itu kembali memasuki kamar VVIP nya. Masker oksigen terpasang di mulut dan hidung bocah itu. Jaker armless jingga sudah tergantikan dengan piyama Rumah Sakit Pulau Rintis. Selimut biru langit menutupi tubuhnya hingga dada. Tangannya yang terpasang infus tergeletak lemah di sebelah kanan tubuhnya.
Fang sudah tidak mampu berkata-kata lagi. Mulutnya terkatup rapat sejak BoBoiBoy masuk ke kamar ini. Matanya hanya mengawasi adiknya yang tengah terbaring itu. Demamnya semakin tinggi tetapi Fang tidak memedulikan hal itu.
Dokter Tadashi keluar dari kamar BoBoiBoy. Mata Ibu beralih ke arah Fang yang sedari tadi diam.
Tangannya mengelus lembut pundak dan puncak kepala Fang.
"Fang, makan dulu yuk sama Ibu."
"..."
"Yaudah, Ibu suapin yaa."
Ibu tahu anaknya itu sedikit terguncang. Ia mengambil bubur lobak merah di meja lalu menyuapi Fang. Fang menerima suapan Ibunya. Dalam diam dan mata yang memandang lurus ke arah BoBoiBoy.
222
"Haaaaiii, BoBoiBoy!"
Sapaan ceria muncul di cermin sisi depan. Refleksi diri BoBoiBoy muncul lagi. Tapi kali ini mengenakan topi miring dan jaket dominasi warna biru dan putih. Tangannya setia memegang hooverboard di sampingnya. Lambang angin puting beliung biru terpasang di topinya.
"Taufan?" BoBoiBoy tentu mengenali satu-satunya elemen yang mempunyai alat terbang.
Taufan tersenyum lebar, memamerkan giginya yang putih.
"Hahaha, kau harus lihat wajahmu. Kau lucu sekali kalau serius seperti itu," gelak Taufan.
BoBoiBoy mengernyitkan dahinya. Senyum perlahan terulas di wajahnya karena melihat Taufan tertawa.
"Hahaha. Iya aku memang comel kaaan~?" ujar BoBoiBoy meniru logat Taufan.
Taufan hanya menampakkan wajah malas.
"Kau ingat masa-masa 'kita' tertawa seperti ini bersama Fang?"
BoBoiBoy berhenti tertawa. Memori di otaknya saat ini tidak mengenali Fang sama sekali. Raut murung terpampang di wajahnya.
"H-hei! Jangan murung seperti itu! Coba kau tengok kiri!"
Taufan tidak menyukai orang-orang sedih di sekitarnya. Maka dari itu ia memang sedang mencegah BoBoiBoy untuk bersedih.
Cermin sisi kiri menampilkan peristiwa pada saat Fang bermain basket yang masih setia dikelilingi fans perempuannya. Saat itu BoBoiBoy menyuruh Fang untuk berhenti bermain karena sudah memasuki waktu istirahat makan.
"Hahaha... Terbaik,"
Di cermin, diri BoBoiBoy menertawakan Fang yang sedang terkena omelan Yaya dan Ying yang mengejek Gopal karena terlambat menyusul.
"Hahaha ..." BoBoiBoy tertawa otomatis melihat memorinya itu.
Semakin lama suara tertawa itu semakin kecil. Digantikan dengan raut wajah sedih. Telapak tangannya menyentuh cermin.
"Aku tahu aku tidak ingat ini. Tapi ..." BoBoiBoy sebisa mungkin menahan tangis yang ingin keluar, "... aku rindu memori ini."
Taufan tersenyum manis. Setuju dengan perkataan BoBoiBoy.
"Waaaah, ada ayam goreeeeng!"
Suara yang berasal dari cermin sisi kanan berhasil mengalihkan pandangan BoBoiBoy.
Saat itu, BoBoiBoy hendak mengambil ayam goreng tetapi Fang menyuruhnya untuk mencuci tangan dulu.
"Aku ingat ini sekarang. Aku ... tidak mau merepotkan semua orang. Aku tidak mau sakit," ujar BoBoiBoy dengan parau.
"Iiiih, kok kamu jadi sedih gitu sih?!" gerutu Taufan yang tidak suka dengan tampang sedih BoBoiBoy.
Setelah itu, Fang memegang tangan BoBoiBoy, berusaha mencegah adiknya menyentuh ayam goreng.
"Hahahaa. Wajah Fang sangat khawatir sekali," ucap Taufan berusaha membuat suasana tidak suram.
BoBoiBoy tetap diam. Tidak menanggapi Taufan. Matanya terus menonton video memori di depannya.
Dirinya saat itu iseng mengeluarkan sedikit percikan halilintar. Membuat Fang berteriak kesakitan dan melepas tangan BoBoiBoy.
"Hehehe, sorry, bleeeee,"
BoBoiBoy sendiri tidak menyangka ia begitu iseng sekali terhadap kakaknya.
"Helloooo?!"
Cermin sisi atas menampilkan memori lainnya. BoBoiBoy melihat Fang dan Ochobot tersentak begitu dirinya memanggil mereka.
"Kalian kenapa? Ngomongin aku yaaaaa?"
"Akh. Siapa juga yang mau ngomongin kamu!"
"Eits, siapa tahu?!"
"Sudah sudah! Cepat habiskan sarapan kalian. Sudah telat nih,"
"Hehehe, terbaik!"
BoBoiBoy tertawa geli melihat memorinya sendiri.
"Kau ge-er juga yaa ternyata." cetus BoBoiBoy kepada Taufan.
"Situ juga kali." Taufan menyindir balik BoBoiBoy. Yang kemudian dibalas tawa oleh si bocah bertopi jingga.
"Kyaaa! Fang ganteng sekali,"
"Aiiih, bahagianya kalau aku jadi pacarnya,"
"Eh, itu BoBoiBoy? Adiknya?"
"Adiknya dan kakak sama manisnya. Hihihihi,"
BoBoiBoy memutarkan badannya. Cermin sisi belakang menampilkan dirinya dan Fang sedang berjalan memasuki koridor sekolah. Banyak sekali kaum hawa yang menatap mereka berdua, terutama Fang.
"Kau dengar gak tuh Fang? Ada yang mau jadi pacarmu. Hahahaha,"
"Diamlah,"
"Hahahaha, mengapa aku suka mengejek Fang?" gelak BoBoiBoy melihat dirinya di cermin itu.
Taufan tersenyum manis. "Karena itulah kenangan yang terkuat di memorimu."
BoBoiBoy menghela napas, lalu tersenyum.
"Yaaaah, kok pulaaang? Shoot Kak Fang tadi keren sekaliiii. Aku mau lihat lagiii,"
"Berisik kau."
BoBoiBoy mengarahkan kepalanya ke bawah. Cermin sisi bawah menampilkan memori lagi. Saat itu ia dan Fang berjalan menuju gerbang sekolah untuk pulang.
Lalu Yaya datang menghampiri mereka berdua. Yaya mengomeli kakaknya karena ia malas latihan untuk perpisahan sekolah mendatang. BoBoiBoy tertawa lebar melihat perdebatan Yaya dan Fang saat itu.
"Kapan yaa terakhir kali aku tertawa lepas seperti ini?" ujar BoBoiBoy lemah.
Taufan ikut murung melihat BoBoiBoy. Jelas bahwa mereka berdua rindu dengan masa-masa itu.
"BoBoiBoy, masih banyak memori yang sebentar lagi kau ingat. Tapi, apakah kau tahu? Selama kau koma, Fang begitu mencemaskanmu."
"Aku ... koma yah. Tunggu sebentar-"
Perkataan BoBoiBoy terputus begitu ia mencoba mengingat-ingat sesuatu.
"Perasaan ... aku gak koma deh waktu itu," ucap BoBoiBoy heran.
"Jelas-jelas kau koma, BoBoiBoy," elak Taufan, "Kau tidur begitu pul-"
"TIDAK! Aku tidak koma. Aku yakin itu. Aku ... aku ..." BoBoiBoy bersusah payah mencari kata yang pas.
Ia jelas-jelas tidak koma saat itu. Ia merasa bisa melihat semua kejadian yang dialaminya waktu ia sedang ko-
BoBoiBoy menatap Taufan. Mata anak itu seperti menyiratkan sesuatu. Taufan membalas pandangan itu. Akhirnya mereka berdua ingat apa yang terjadi kala itu.
Kaki BoBoiBoy melangkah mendekati cermin di hadapannya. Kedua telapak tangan BoBoiBoy maupun Taufan sama-sama terangkat, lalu menempel ke cermin.
"Kita ... jadi ... hantu ... 'kan?"
222
Ini sudah hari yang keberapa, ya? Entahlah Fang tidak mau tahu hal itu.
Ia hanya ingin BoBoiBoy secepatnya sadar. Dari hari ke hari pandangannya selalu menuju BoBoiBoy. Kepalanya masih pening, karena suhu tubuhnya masih panas alias demam. Matanya sudah lelah dan lingkaran hitam di bawah mata menghiasinya. Pipinya pun memerah.
Tidak apa-apa kalau memang BoBoiBoy tidak mengingatnya. Tidak apa-apa jika BoBoiBoy tidak mengenali dirinya. Asal anak itu berada di samping Fang. Asal Fang tidak kesepian.
Ia tidak mau menjadi anak tunggal nantinya. Tidak akan pernah.
Sebuah elusan hangat di puncak kepalanya membuyarkan jeritan hati Fang.
"Fang masih demam kah?"
Ayah menarik kursi lalu meletakkanya di samping Fang. Pria yang baru saja pulang kerja itu duduk di sebelah Fang.
Ibu dan Ochobot selalu menceritakan kekhawatirannya akan Fang kepada Ayah. Fang tidak mau berbicara sepatah katapun. Fang bergerak seperlunya. Tapi ia tidak pernah absen makan dan minum obatnya.
"Butuh sandaran?"
Ayah tahu Fang mendengarnya. Tapi anak itu tidak menunjukkan reaksi apapun. Tangan Ayah memegang samping kepala Fang dan pundak Fang. Menuntunnya secara perlahan untuk bersandar pada dada bidang Ayah.
Fang tidak memberontak ataupun protes. Karena sejujurnya ia lelah dan butuh istirahat.
Ayah mengusap kepala Fang secara perlahan. Membuat Fang lama-kelamaan betah dan perlahan tangannya memeluk Ayah.
"BoBoiBoy anak yang kuat, Fang. Kita tahu itu," ujar Ayah pelan.
Fang agak ragu mengakui hal itu.
"Sebentar lagi BoBoiBoy akan terbangun dan semuanya akan baik-baik saja. Ayah yakin itu."
Tapi kapan? Kapan BoBoiBoy akan terbangun? Fang sungguh lelah menunggu.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
A/N : Gaaaiiiss! I'm sorry ;(. Author nak minta maaf. Aku mau minta maaf ke kalian semua. Terpaksa chapter 20 kupecah menjadi dua bagian. Soalnya puanjaaaaaanggg banget kalau di jadikan satu :(. Takut kalian eneg pas bacanya :(.
Gue ga bermaksud PHP gini :(. Beneran deh :(. Kalian kalau mau ngomel, silakan di kotak review :(
Aku bener-bener mastiin chapter depan itu terakhir. Aku kasih spoiler dikit, banyak adegan spesial di chapter depan. Jadi, mohon tunggu saja yaa.
Sekali lagi gue minta maaf. Silakan review-nya agar gue bisa memperbaiki chapter depannya lagi.
Love you all!
----------
K O L O M N U T R I S I
----------
1. Kira-kira bagaimana menurutmu pertemuan BoBoiBoy dengan personal elemen lainnya?
2. Kenangan indah apa bagimu di kala hujan turun?
3. Apa pendapatmu terhadap Chapter 20 di Do I Remember You ini?
***
Mari terapkan budaya baca cermat, memberi masukan dengan santun juga bijak, serta menghargai keberagaman dalam berkarya dan perbedaan pendapat. Be wise.
***
Sudahkah kamu vote bab ini dan follow penulisnya?
Scroll/Swipe untuk membaca bab selanjutnya dari fanfict Do I Remember You?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top