Chapter 18

Love you guys so much! Happy reading!

222

TING!

Pintu lift menutup perlahan. Mata BoBoiBoy mengarah ke bagian informasi lantai di atas tombol lift. Senyum BoBoiBoy mengembang. Ia memencet tombol 2.

"Kau mau ke lantai Ibu & Anak?" Fang mengernyitkan dahinya.

"Iya. Aku mau lihat bayi. Pasti lucu sekaliiii." BoBoiBoy sudah berangan-angan duluan tentang bayi.

Fang sedikit memutarkan bola matanya. Lift turun dan tiba di lantai 2.

BoBoiBoy berjalan keluar lift dibantu oleh Fang. Suhu dingin khas AC menerpa kulit mereka. Bau obat yang sudah familier sedikit menusuk hidung mereka. Tetapi lama-kelamaan BoBoiBoy menyukai aroma itu. Para dokter dan suster tengah berlalu lalang di hadapan mereka.

"Kakak, ayo, kita ke sana!" heboh BoBoiBoy seraya menunjuk arah ruangan yang dilapisi kaca.

Langkah BoBoiBoy sedikit tegesa, membuat Fang ikut 'terseret' mengikuti BoBoiBoy.

Fang hendak protes akan kelakuan adiknya ini. Tetapi semua sudah terlambat begitu mereka tiba di depan ruangan berlapis kaca tebal.

Dibalik kaca tebal itu, ada beberapa ranjang yang berisi bayi. Kebanyakan bayi itu tertidur pulas.

"Wuaaaa, mereka lucu-lucu sekali," ucap BoBoiBoy semangat.

Fang baru sadar kedua telapak tangan BoBoiBoy menempel di kaca. Saking semangatnya ia ingin melihat adik bayi.

"Aku ... aku ingin menggendong mereka!" ucap BoBoiBoy ketika melihat suster menggendong salah satu bayi yang sedang menangis.

Fang menghela napas.

"Mereka bukan adik bayi mu yang bisa sembarangan digendong," cibir Fang.

"Alaaahhh," keluh BoBoiBoy, "Apa kita tidak punya adik lagi kah?"

Fang tertawa mengejek.

"Punya adik satu seperti BoBoiBoy saja nyaris membuatku darah tinggi. Apalagi punya dua adik."

BoBoiBoy menengokkan kepalanya ke Fang.

"Dasar jahat," ucap BoBoiBoy seraya melipat kedua tangannya di depan dada.

"Wah, kau bisa marah juga ya," cibir Fang puas.

BoBoiBoy tetap diam dan mengerucutkan bibirnya. Ia tidak begitu suka dengan reaksi Fang tentang adik bayi.

Fang lagi-lagi sweatdrop.

'Kalau saja BoBoiBoy tidak hilang ingatan, ia pasti akan balas mengejekku.'

Entah mengapa perbedaan sifat BoBoiBoy terkadang membuat Fang sedih.

"Sudah, yuk. Aku bosan. Kita ke taman saja." Giliran Fang yang menarik lengan BoBoiBoy.

BoBoiBoy hanya menurut saja. Mereka kemudian menaiki lift lagi. Kali ini Fang yang memencet tombol.

Lift turun dan pintu terbuka. BoBoiBoy yang sudah bisa berdiri tegak, melangkah terlebih dahulu daripada Fang.

Mata Fang menangkap beberapa dokter dan suster yang sedang tergesa-gesa seraya mendorong ranjang yang berisi pasien.

Otaknya berpikir cepat. BoBoiBoy sedang berjalan tepat di depannya. Lalu segerombolan suster dan dokter beserta ranjang dorong sedang menuju ke arah lift. Berlawanan dengan arah jalan BoBoiBoy.

Itu artinya ranjang itu bisa menabrak BoBoiBoy yang sedang dalam kondisi pemulihan.

Bayang-bayang hitam keluar dari sepatu Fang. Kaki Fang dengan cepat berlari menuju BoBoiBoy. Bak slow motion, tangan Fang merengkuh pundak BoBoiBoy. Ranjang pasien nyaris 'mencium' tubuh BoBoiBoy kalau saja Fang tidak menyeret BoBoiBoy tepat waktu.

Masih dalam slow motion, mata BoBoiBoy membelalak begitu ada tangan yang menarik tubuhnya begitu saja. Sekarang ia baru sadar bahwa tubuhnya berada di pelukan Fang.

Kedua anak itu sama-sama syok. BoBoiBoy baru menyadari ada ranjang pasien yang didorong dengan kecepatan penuh oleh beberapa suster dan dokter. Pasukan itu sudah memasuki lift yang baru saja di naiki oleh BoBoiBoy dan Fang.

Mata BoBoiBoy sempat melihat keadaan pasien tadi. Tubuhnya mengalami kejang-kejang luar biasa, wajah dan bajunya bersimbah darah cukup banyak, dan betisnya mengucurkan darah. Suster dan dokter tadi berteriak tentang sesuatu yang gawat yang tentu saja tidak dimengerti oleh BoBoiBoy.

DEG DEG! DEG DEG!

Jantung BoBoiBoy langsung berdebar begitu melihat dan memikirkan pasien mengerikan itu.

DEG DEG! DEG DEG!

"K-k-ka ... kak ... o-orang i-itu ... ke-kenapa?" ucap BoBoiBoy dengan bibir bergetar.

Fang diam di tempat. Pikirannya masih tenggelam. Ia sangat bersyukur bisa menyelamatkan adiknya tepat waktu.

Sekarang adiknya dalam keadaan ketakutan.

"Aku juga tidak tahu. Mungkin ia kecelakaan atau—"

"A-aku takut, Kak."

Tangan Fang mengusap punggung BoBoiBoy dengan lembut.

"Tidak apa-apa. Ada aku di sini, BoBoiBoy."

BoBoiBoy menarik napas panjang. Ia berusaha menenangkan diri. Ia kemudian menutup matanya sebentar.

"Ayo, kita ke taman!"

BoBoiBoy mengangguk kecil.

Mereka kemudian melanjutkan perjalanan yang sempat tertunda.

Taman itu dikelilingi pohon rindang. Ada air mancur bertingkat yang terletak di pusat taman tersebut. Bangku taman tersedia di setiap pinggir taman dengan jarak 10 meter dari bangku ke bangku.

Sedikit pasien yang mengunjungi taman pada sore hari ini. Sebagian suster menemani para pasien. Anak-anak kecil berlari kesana kemari dengan ceria.

BoBoiBoy menghampiri air mancur sedangkan Fang duduk di bangku taman tepat di depan air mancur itu agar bisa mengawasi adiknya.

BoBoiBoy iseng memainkan air yang mengalir dari puncak air mancur dengan tangannya. Ia tertawa geli ketika beberapa titik air mengenai wajahnya.

Fang hanya tersenyum miring melihat adiknya. Sepertinya BoBoiBoy begitu sehat sekarang. Fang bisa bernapas lega.

Perlahan perasaan amarah dan lelah hilang menguap begitu saja. Fang hanya perlu fokus bersyukur karena adiknya masih diberi kesempatan untuk bertemu dirinya.

Fang juga tidak akan lupa tanggung jawabnya sebagai kakak. Pundaknya terasa berat begitu dr. Tadashi mengamanahkannya untuk menjaga BoBoiBoy serta ...

... memulihkan ingatan BoBoiBoy secara perlahan.

Tapi entah mengapa sekarang ia merasa sejuk. Pundaknya begitu dingin dan ia PD bisa—

Tunggu. Kenapa pundaknya dingin begini? Basah pula.

"DAR!"

BoBoiBoy mengejutkan lamunan Fang dengan menepuk pundak kirinya dengan tangan yang berisi air.

Fang mengernyitkan bahunya. Kedua pundaknya sekarang basah.

Ia kembali memandang BoBoiBoy dengan tatapan elangnya.

"Kakak lamunin apa, sih? Pundak kanan Kakak sudah aku basahin dengan air tapi Kakak masih nggak sadar. Ya sudah aku menepuk pundak kiri Kakak, sekalian basahin juga." BoBoiBoy perlahan cuek dengan tatapan elang Fang.

Fang mendengkus kasar.

"Dingin 'kan airnya? Seru tau, Kak, main air disitu. Tapi aku tak kuat berdiri lama-lama," keluh BoBoiBoy.

"Tch. Dasar lemah."

"Kakak lebih lemah. Duduk-duduk doang di taman."

Kali ini Fang diam.

Kedua kakak beradik itu tidak beradu mulut lagi. Mata mereka asyik memandangi matahari yang perlahan tenggelam.

"Hmm, Kak. Aku mau bertanya," ucap BoBoiBoy seraya menengokkan kepalanya ke Fang.

Fang hanya melirik BoBoiBoy sebentar.

"Kakak tahu tidak? Penyebab aku seperti ini?"

Fang melihat ke arah BoBoiBoy dengan gugup.

"Kata Ayah, aku pingsan di rumah lalu koma. Tapi ... ada satu hal yang membuatku penasaran." Mata BoBoiBoy terlihat seperti mengingat-ingat sesuatu.

Sejujurnya, Fang tidak tahu penyebab BoBoiBoy pingsan di rumah. Yang Fang tahu, BoBoiBoy pingsan di hari perpisahan kelas 6.

Namun, Fang mengingat hal terakhir yang mereka lakukan sebelum BoBoiBoy pingsan.

"Mengapa aku bisa pingsan? Dan ... apa yang ingin kulakukan saat itu juga, yaa?"

Rasa nyeri tiba-tiba menghampiri kepala BoBoiBoy. Tangannya refleks memegang keningnya. Matanya menutup untuk menahan sakit.

"Aku juga tidak tahu." Fang angkat bicara.

Fang lebih baik tidak menjawabnya dengan detail, karena ia takut BoBoiBoy akan mengalami sakit yang lebih.

"BoBoiBoy, tatap aku," desis Fang.

BoBoiBoy tidak merespons, masih fokus menahan sakit.

"BoBoiBoy, tatap Kakak!"

Perintah Fang membuat mata sayu BoBoiBoy terbuka.

"Kau sudah lelah. Ayo, kita ke kamarmu!" ucap Fang.

BoBoiBoy mengangguk lemah. Fang menuntunnya untuk berjalan memasuki gedung rumah sakit.

"Kalau itu menyakitkanmu, jangan diingat-ingat," ucap Fang datar.

Akhinrya BoBoiBoy menghilangkan usahanya untuk mengingat hal yang membuat ia pingsan sebulan yang lalu.

Ketegangan tidak lagi dirasakan oleh tubuh BoBoiBoy. Fang menghela napas lega kemudian ...

Fang menatap lurus dengan sendu.

Bagaimana kalau hal penting yang seharusnya diingat malah menyakitkan adikku?

222

Yaya, Ying, dan Gopal begitu gembira ketika Ibu BoBoiBoy menelepon mereka untuk mengabarkan bahwa putra keduanya telah sadar dari koma.

"Akhirnya BoBoiBoy sadar juga. Tak sabar aku nak jumpa dengannya," celoteh Gopal.

Yaya dan Ying megangguk setuju perkataan Gopal.

TING!

Lift tiba di lantai 3. Mereka berjalan beriringan seraya membawa sekeranjang buah-buahan.

Mata mereka melihat Fang sedang bersandar di samping pintu kamar VVIP BoBoiBoy. Dengan gaya angkuh seperti biasanya. Kedua tangan di lipat di depan dada, salah satu telapak kakinya di tempelkan di dinding, dan kepalanya yang memandang lantai.

"Hai, Kak Fang, sudah lama tidak bertemu," sapa Ying hangat.

Fang tidak menggubris sapaan Ying.

Yaya hendak membuka kenop pintu tetapi tangan Fang terlebih dahulu menghalangnya.

"Eh? Kita udah janjian kok sama Ibu kamu untuk menengok BoBoiBoy," ucap Yaya menebak pikiran Fang.

Namun, tebakan Yaya melesat.

"Aku sudah tahu itu. Sebelum kalian masuk dan bertemu adikku, ada sesuatu yang harus aku sampaikan," ucap Fang.

"Ya sudah. Cepat sampaikan lah. Aku tak sabar ingin bertemu BoBoiBoy," ucap Gopal.

Fang memandang Gopal dengan tatapan tajam.

Gopal mundur perlahan dan bersembunyi di balik punggung Yaya.

Fang menghela napas.

"Tidak perlu kau takut, Gopal. Sebaiknya kalian duduk di kursi itu." Fang menunjuk kursi tunggu yang berada di hadapannya.

Yaya, Ying, dan Gopal menurut. Kemudian Fang membuka mulut.

"BoBoiBoy memang sudah sadar. Tapi, kalian tahu tak, ingatan BoBoiBoy ... uhm ... agak bermasalah."

Ketiga teman Fang langsung menarik napas.

"Be-benarkah?" tanya Ying dengan bibir bergetar.

"I-itu berarti ... dia lupa dengan kawan terbaiknya?" tanya Gopal dramatis.

Fang memandang Gopal dengan straight face.

"Aku tidak tahu. Begitu kalian masuk kalian akan mengetahuinya sendiri. Begini, BoBoiBoy tidak sepenuhnya hilang ingatan. Ia masih ingat Ibu, Ayah, Ochobot, bahkan dr. Tadashi dan timnya. Tapi—"

"Ia tidak mengingatmu, Fang?" tebak Yaya tepat sasaran.

"Aku benci kau pintar dalam menebak, Yaya," dengus Fang.

"Ya iyalah, siapa sih juara umum di sekolah kita?" dengus Yaya sombong.

"HEY! Ingat lah kau pernah di bawahku pada saat tahun lalu." Sebuah perempatan imajiner merah muncul di kepala Fang.

Yaya memandang Fang tajam.

"Kita lihat siapa nilai UN tertinggi di sekolah nanti!" tantang Yaya.

"Tak usah repot-repot melihat, Yaya. Sudah tentu akulah." Giliran Fang yang sombong.

"Haiya! Stop stop! Berhentilah bertengkar. Lanjutkan perkataanmu tadi, Kak Fang." Ying mencegah mereka sebelum rumah sakit bakal hancur di tangan mereka berdua.

"Dey! Kalau kalian seperti ini terus, kapan kita jenguk BoBoiBoy?" keluh Gopal.

Fang dan Yaya terdiam, lalu membuang wajah masing-masing.

"Oke, akan kulanjut. Memang benar BoBoiBoy tidak mengingatku. Ia ... tidak mengenalku," ucap Fang pahit.

Ying, Yaya, dan Gopal menunduk sedih.

"Maaf, Fang," ucap Yaya pelan.

Fang membuang napas pasrah.

"Tapi ... kata dr. Tadashi, ia hanya tidak mengenaliku karena akulah yang menyebabkan kenangan yang kuat di memorinya. Sebelum ia koma dan pingsan, aku masih bertengkar dengan BoBoiBoy. Maka dari itu ..."

Yaya, Ying, dan Gopal memandang Fang antusias dan serius.

"... aku ingin kalian tidak mengungkit hal-hal yang berkaitan dengan diriku."

Rasanya Fang ingin marah dan menangis karena mengatakan hal bodoh seperti itu. Tapi, itulah kenyataan yang harus dihadapinya sekarang.

"Kak Fang gak papa?" tanya Ying dengan nada polos. Matanya berkaca-kaca setelah mendengar pernyataan Fang.

Fang tersenyum lemah lalu menepuk kepala Ying yang tertutupi beanie kesayangannya itu.

"Tidak, Ying. Kalian jangan khawatirkan aku. BoBoiBoy lah yang harus kalian khawatirkan," ucap Fang dengan nada tercekat.

"Kak Fang kalau mau menangis sekarang, menangis aja sekarang," tutur Gopal.

Fang memandang tajam sahabat adiknya itu.

"Apa kau bilang?! Kau pikir aku secengeng itu?!" geram Fang.

Gopal hanya cengengesan.

"Mengungkit hal apa saja, Fang?" tanya Yaya.

"Apa pun. Yang terpenting adalah jangan mengungkit perpisahan kelas 6 pada hari itu."

"T-tapi Fang—" Yaya agak keberatan dengan perintah itu. Karena tentu Yaya tahu, hari itu adalah hari yang mungkin bersejarah dan penting bagi Fang.

"Jangan mengungkit tentang pertandingan di Kuala Lumpur."

"T-tapi Kak Fang—" Gopal hendak protes karena tentu saja itu adalah hari penting bagi BoBoiBoy.

"Jangan! Pokoknya jangan! Karena akulah yang menyebabkan kenangan buruk pada hari-hari itu," tegas Fang.

"T-tapi Kak Fang—" Ying hendak bertanya tetapi ...

"Tapi tapi apa lagi sih?" Fang mulai emosi karena kebanyakan protes dari teman-temannya.

"Haiya. Aku nak tanya saja, ma. Kalau suatu saat BoBoiBoy bertanya tentang hal itu bagaimana?"

Fang terdiam. Nampak memikirkan sesuatu.

"Kalau BoBoiBoy bertanya hal itu, kita harus jawab apa? Masa' kita acuhkan teman kita dan—"

"YA! Acuhkan saja kalau perlu. Ganti topik lain." Fang memotong perkataan Ying lagi.

"T-TAPI FANG/KAK FANG—" Yaya, Ying, dan Gopal hendak protes lagi.

"Sekarang kalian masuk dan sapa BoBoiBoy. Ibuku sudah membukakan pintu untuk kalian," ucap Fang tidak memedulikan protes mereka.

Yaya, Ying, dan Gopal melongo seketika. Mata mereka melihat ke arah pintu kamar BoBoiBoy yang sudah ada Ibu.

"Yaya, Ying, Gopal! Ayo masuk! Di dalam ada BoBoiBoy dan Ochobot kok," ajak Ibu ramah.

"Eh, iya, Bu," jawab Yaya sopan.

Gopal, Yaya, dan Ying memasuki kamar BoBoiBoy, meninggalkan Fang yang terdiam mematung di kursi tunggu.

222

Layar televisi menampilkan Papa Zola sedang memainkan rotan keinsyafannya. Robot-robot musuh telah dikalahkan dan Papa Zola upgrade  pertahanan.

"Ah! BoBoiBoy! Kau menghancurkanku," rengek Ochobot.

"Hehehe, maafkan aku, Ochobot." BoBoiBoy cengengesan seraya tak melepas stik PS-nya.

KREK!

Tirai pemnbatas kasur BoBoiBoy dengan kasur Ayah dan Ibu disibak oleh Ibu. Terlihat Gopal, Yaya, dan Ying dengan wajah melongo menatap sahabat mereka.

"BO-BOBOIBOY!" teriak mereka bertiga dengan perasaan rindu.

Gopal dengan cepat memeluk BoBoiBoy begitu erat sampai stik PS terjatuh dari tangan BoBoiBoy.

"Huhuhu! BoBoiBoy! Aku kira aku akan kehilangan kawan terbaikku!" Mata Gopal berkaca-kaca.

BoBoiBoy diam dan matanya menerawang ke arah teman-temannya.

"BoBoiBoy. Ini sahabat-sahabat kamu, sayang. Masih ingat 'kan sama mereka?" ucap Ibu.

BoBoiBoy mengerutkan keningnya.

"Engg ... aku ... tidak ... ingat." BoBoiBoy sendiri terlihat bingung dengan perkataannya.

Yaya, Ying, dan Gopal menarik napas syok.

"Kau ... hiks ... tidak ... ingat? Bo-BoiBoy. Ini aku, Ying. Teman sekelasmu." Ying tidak mampu menahan tangisnya lagi.

BoBoiBoy hanya termenung. Pelukan Gopal perlahan longgar. Ochobot mematikan televisi dan mengambil bingkisan buah di tangan Yaya.

"Hai, BoBoiBoy! Kau sehat kan?" Yaya bertanya dengan ceria tapi ...

... air mata lolos dari mata perempuan berjilbab merah muda itu.

Akhirnya apa yang mereka takutkan muncul pada hari itu.

"M-masa' sih ... kau tidak ingat kami?" ucap Gopal murung.

Keadaan di ruangan itu mendadak suram dan hanya diisi dengan suara sesegukan.

Semenit kemudian, keadaan suram itu buyar karena suara tertawa BoBoiBoy.

"Hahahaha ... kalian nih. Mana ada aku tak ingat kalian? Tentu saja aku ingat kalian, Gopal, Ying, Kak Yaya. Hehehehe," ucap BoBoiBoy seraya mengacungkan kedua jarinya.

Hening.

Yaya, Ying, dan Gopal memandang BoBoiBoy dengan tatapan kaget lagi. Seketika api imajiner muncul di mata mereka.

"IIIIHH BOBOIBOY!"

Yaya, Ying, dan Gopal geram. Mereka mengeroyok BoBoiBoy berjamaah. Tentunya secara pelan.

"Adaww! Sakit tahu! Hentikan!" BoBoiBoy berusaha melawan.

"Gelitiki dia, Gopal! Dasar penipu!" perintah Ying emosi.

"Siap, Kopral!" balas Gopal.

Tangan Gopal yang cukup besar menggelitiki perut BoBoiBoy. Tentu saja membuat BoBoiBoy tertawa dan memberontak.

"Hahahaha! Ha ... hen ... hahahaha ... ti ... hahaha ... kan! Hahahaha! A-ampuuun! Hihihihi." Tawa BoBoiBoy meledak sekaligus ia meminta ampun.

"Kau mau jahat macam Ba Go Go tuh? Sama-sama penipu!" ejek Gopal sambil terus menggelitiki tubuh BoBoiBoy.

"Iiiih. Tak nak lah. Aku cuma bercanda saja. Hahahaha," balas BoBoiBoy.

"Hentikan, Gopal! BoBoiBoy baru saja sadar dari komanya. Kalau dia sakit lagi bagaimana?" ucap Yaya galak.

"Biar saja. Lagian dia ngeselin, Kak!" ucap Ying dan Gopal secara bersamaan.

Kekesalan Yaya tidak bisa ditoleransi lagi. Ia mengeluarkan sebuah notes kecil dan pulpen dengan kepala domba yang bergoyang kesana-kemari

"Atau ... nama kalian mau aku catat di sini?"

Ancaman dan tatapan death glare dari Yaya sukses membuat ketiga adik kelasnya menghentikan aktivitasnya.

"Namamu akan kucatat juga, BoBoiBoy. Walaupun kau sakit, kau sudah menipu kita semua," ucap Yaya dengan senyum miringnya.

"E-eh jangan, Kak Yaya. Hehehe. Aku cuma bercanda aja," balas BoBoiBoy lalu cengar-cengir.

Yaya mendengus kasar. Keheningan mulai menyelimuti mereka lagi.

"Aku cuma bercanda kok. Beneran. Maaf kalau candaanku keterlaluan," ucap BoBoiBoy seraya menempelkan kedua telapak tangannya.

Ketiga temannya masih mendiamkan BoBoiBoy.

"Tentu saja aku tidak akan melupakan kalian. Kalian kan kawan terbaikku~" ucap BoBoiBoy seraya meniru nada suara Gopal.

Gopal hanya mencibir kesal. Kedua tangan BoBoiBoy merangkul para sahabatnya. Tangan kanan merangkul Gopal dan tangan kirinya merangkul Ying dan Yaya.

"Kalian adalah sahabat terbaikku. Terima kasih sudah mengkhawatirkanku," ucap BoBoiBoy seraya tersenyum.

Perlahan ketiga sahabatnya tersenyum. Suasana hangat menyelimuti mereka bertiga. Rasa rindu sudah dipatahkan oleh mereka berempat.

Ibu BoBoiBoy hanya tersenyum memandang anak-anak itu. Tidak mau mengganggu kebersamaan mereka, Ibu melanjutkan membaca majalah fashion-nya.

Ochobot secara diam-diam memotret momen kehangatan mereka dengan kamera handphone  Ibu.

222

Ayah pulang dari kantor pada malam hari. Tentu saja tidak dengan tangan kosong. Ayah membawakan tiga bungkus nasi goreng.

"Ibu, Fang, kita makan dulu yuk. Ayah kangen makan nasi goreng." Ayah menyerahkan bungkus nasi goreng kepada Fang dan Ibu.

BoBoiBoy tentu sudah makan malam terlebih dahulu. Ia pun santai seraya menonton TV.

"Huuuuuffttt~"

Fang melirik BoBoiBoy yang mendesah bosan.

"Aku ingin pulang ke rumah. Bosan di sini~"

"Mulai deh rewel," cibir Fang seraya menikmati nasi gorengnya.

"Ayah, Ibu, besok kita pulang ke rumah, yaaa?" tanya BoBoiBoy penuh harap.

"Eh? Tapi kau baru saja sadar beberapa hari, BoBoiBoy," celetuk Ochobot.

"Hmm. Memangnya kenapa?" tanya BoBoiBoy balik.

"Kau baru saja melewati masa-masa pulih. Kau harus di rumah sakit untuk perawatan lebih lanjut," ucap Ayah di sela-sela makannya.

"Aku sudah sembuh, kok. Aku rindu rumah. Bu, besok pulang, ya. Ya? Ya? Ya?" pinta BoBoiBoy manja.

"Nggg..."

Ibu kedua anak itu hanya bingung. Tentu saja ia bisa mengabulkan permohonan BoBoiBoy. Tetapi ia juga khawatir memikirkan kondisi BoBoiBoy.

Fang tentu sudah tahu hari ini akan datang. BoBoiBoy tidak pernah betah berada di rumah sakit walaupun dengan fasilitas VVIP sekalipun. Ia akan merengek manja agar bisa pulang.

Melihat kedua orangtuanya yang cuek, BoBoiBoy menggembungkan pipinya. Semua orang nyaris tidak percaya bahwa ia baik-baik saja.

Yah, walaupun nanti dibantu obat-obatan lagi dan kemoterapi.

"Yasudah kalau masih pada mau di sini. Aku mau meminta dr. Tadashi untuk memulangkanku. GERAKAAANN—"

"EIIIT! JANGAN BOBOIBOY!"

BoBoiBoy baru saja ingin kabur menggunakan kekuatan halilintarnya. Dengan cepat Ibu, Ayah, Fang, serta Ochobot menahan tubuh BoBoiBoy. Kedua tangan Ayah menahan pundak BoBoiBoy, kedua tangan Ibu menahan lengan BoBoiBoy, Fang menahan pergelangan kaki BoBoiBoy. Ochobot menghalang BoBoiBoy dengan merentangkan tangan di depan BoBoiBoy.

"Sudah ... cukup ... menggunakan kekuatan hari ini," ucap Ayah yang sedikit muak dengan syoknya atas super power anak-anaknya.

"BoBoiBoy, dengarkan perkataan Ayah," tambah Ibu yang masih syok dengan kekuatan BoBoiBoy yang tiba-tiba.

"Kau ni. Janganlah macam tu!" ucap Fang.

BoBoiBoy hanya tersenyum geli melihat respons keluarganya. Namun senyuman itu dengan cepat surut.

"Hmm. Yasudah deh kalau Ibu dan Ayah tidak memperbolehkanku untuk pulang. Aku mau merana aja terus di sini~" ucap BoBoiBoy dramatis.

"Ukh, sejak kapan sih anak ini ketularan dramatisnya Gopal?" gerutu Fang.

BoBoiBoy menarik selimut putih tebal lalu membaringkan tubuhnya. Ia menenggelamkan kepalanya ke dalam bantal dan ditutupi oleh selimut.

"Eh ... Ngg ... bukan begitu, BoBoiBoy." Ibu merasa bersalah sekaligus bingung menghadapi anaknya.

Ruangan itu menjadi cukup hening sementara. Sampai Ochobot angkat bicara.

"Begini, Bu, Yah. Maaf kalau aku nak ganggu. Aku pikir lebih baik biarkan saja BoBoiBoy pulang ke rumah," ucap Ochobot.

"Memang kenapa?" tanya Ayah.

"Kan, Ibu sudah tidak intensif pergi ke kantor. Fang juga sudah libur panjang. Aku pun terus berada di rumah. Jadi, kita bertiga kan yang bisa menjaga BoBoiBoy?"

Ayah dan Ibu diam.

"Lagipula, suasana hati juga memengaruhi pemulihan BoBoiBoy, loh. Kalau suasana dia sedih di rumah sakit, pasti perawatan juga tidak akan mulus. Nah, kalau pulang ke rumah, suasana hati dia kan senang dan pastinya dia akan sembuh perlahan kan?" jelas Ochobot panjang lebar.

Ayah dan Ibu mulai tertarik dengan usul Ochobot. Sedangkan Fang hanya mengkode kepada Ayah dan Ibu untuk tidak mengizinkan BoBoiBoy pulang dengan body language.

"Perkataan Ochobot benar juga. Baiklah, Ayah akan berbicara dengan dr. Tadashi," putus Ayah akhirnya.

Tiba-tiba, BoBoiBoy menyibak selimut dengan cepat lalu melompat ke arah Ochobot.

"Yeaay, terima kasih, Ochobot. Kau memang terbaik!" ucap BoBoiBoy girang seraya memeluk BoBoiBoy.

"Ehehehe." Ochobot menggaruk kepala besinya dengan malu.

"Sepertinya anak ini sudah sembuh," ucap Ayah dan Ibu seraya sweatdrop melihat anaknya yang tiba-tiba melompat dari kasur seperti monyet kelaparan.

"T-tapi, Yah. Dia masih sakit," elak Fang tidak setuju.

"Aku tahu, Fang, BoBoiBoy juga butuh udara segar," balas Ayah lalu meninggalkan kamar.

Fang tidak bisa berkutik lagi.

"Baiklah, ayo kita packing!" seru Ibu semangat.

"AYO!" seru BoBoiBoy dan Ochobot.

Fang hanya bisa menggerutu dalam diam. Ia hanya takut BoBoiBoy akan jatuh sakit lagi kapanpun.

Fang dengan sekuat tenaga harus melindungi adiknya.

222

"Sekumpulan perampok terlihat meninggalkan Sekolah Rendah Pulau Rintis pada jam 8 pagi ini. Perampok tiga orang itu merusak pintu ruangan administrasi, masuk ke dalam, lalu mengacak-acak isi ruangan tersebut. Ketiga perampok itu—"

KLIK!

Ochobot dengan gugup mengganti channel televisi. Ia tidak mau menonton berita kriminal yang bisa menyebabkan tangan BoBoiBoy gatal untuk menyelesaikan masalah itu. Walaupun beberapa hari yang lalu Ochobot yang menyarankan BoBoiBoy untuk pulang ke rumah, ia tetap tidak mau BoBoiBoy kecapekan dan jatuh sakit lagi karena menggunakan kuasa.

Sialnya Ochobot selalu kebiasaan menonton TV dengan volume suara besar. Ia berharap semoga tidak ada yang memedulikan suara TV.

"Tunggu dulu, Ochobot. Coba ke channel sebelumnya," ucap BoBoiBoy yang berada di belakang sofa yang diduduki Ochobot.

Sial untuk kedua kalinya. BoBoiBoy sempat melihat TV. Padahal ia sibuk membantu Ibu membereskan rumah.

"Eh? Tadi cuma channel film kok. Filmnya ga terkenal pula," jawab Ochobot beralasan.

BoBoiBoy mengambil remote TV di tangan Ochobot lalu menekan tombol return.

"—seribu Ringgit Malaysia. Selain berhasil membawa uang, mereka berhasil membawa beberapa piala yang dilapisi emas dan peralatan olahraga."

"Alamak! Tiga Rob!" seru BoBoiBoy ketika melihat wajah tiga perampok yang sempat disorot kamera.

Ochobot menghela napas pasrah. BoBoiBoy ternyata masih ingat dengan Tiga Rob. Siapa lagi kalau anggotanya bukan Rob, Robert, dan Roberto yang waktu itu sempat bermasalah dengan geng BoBoiBoy karena masuk dan menahan beberapa warga di Bank Pulau Rintis?

"Huhuhu, padahal peralatan olahraga kebenaran itu baru saja datang ke sekolah ini. Macam manalah anak muridku nanti bermain pada pelajaran olahraga? Mana mahal pula peralatan itu." Papa Zola menangis-nangis di layar televisi itu.

BoBoiBoy mengepalkan tangannya kuat-kuat. Bagaimana bisa Tiga Rob kabur lagi dari penjara? Dulu Adu Du lah yang membantu mereka kabur dari penjara. Sekarang Adu Du bahkan tidak terlihat. Bagaimana bisa Tiga Rob bebas?

"Saat ini mereka sedang dalam kejaran dengan tim polisi yang diketuai oleh Jeon Jungkook. Dipastikan mereka belum terlalu jauh dari daerah sekitar sekolah. Tim kami terus memantau pengejaran Tiga Rob."

Layar televisi kemudian beralih ke reporter yang sudah terhubung.

"YAAA! MASIH BERSAMA SAYA RAVI J. JAMBUL! DI MANA ADA BAHAYA, DI SITU ADA SAYAAAA~"

Repoter berambut biru yang bernama Ravi itu menunjukkan Tiga Rob yang mengemudi mobil dengan kecepatan tinggi.

BoBoiBoy mengenali jalan itu. Dengan gerakan cepat ia menghubungi tiga temannya lewat jam kuasa.

"Kalian sudah lihat kah berita pagi ini?" ucap BoBoiBoy memulai percakapan.

"Iya, BoBoiBoy! Aku lihat! Mobil Tiga Rob itu sedang menuju ke pabrik cokelat!" balas Gopal dengan panik.

"Aku melihat Polisi Jungkook! Kyaaa gantengnyaaa!" ucap Ying fangirling.

BoBoiBoy dan Gopal hanya sweatdrop.

"Ish, kau nih, Ying! Kita mesti hentikan Tiga Rob itu!" ucap Yaya yang menghentikan Ying.

BoBoiBoy tersenyum puas. Ia lega satu perempuan dalam gengnya masih serius.

"Tapi kalau ada Polisi Jungkook, aku jadi semangat nih," celetuk Yaya seraya senyum-senyum ayan.

Saat ini BoBoiBoy hanya bisa menepuk jidat.

"Serius lah kalian! Baiklah, kita akan bertemu nanti. Aku akan memanggil kakakku dulu." BoBoiBoy mengakhiri panggilan jam kuasa.

"BoBoiBoy, kau masih masa pemulihan. Jangan terlalu capek," ucap Ochobot khawatir.

BoBoiBoy tersenyum.

"Tenanglah, aku baik-baik saja. Tadi pagi aku sudah meminum obatku."

Raut wajah kecemasan masih belum lepas dari Ochobot. BoBoiBoy kemudian memeluk robot kesayangannya itu.

"Kau di rumah saja yaa jaga Ibu."

BoBoiBoy melepas pelukannya.

BoBoiBoy kemudian berjalan menuju pintu keluar. Ia hendak pamit kepada Ibu yang sedang menyapu di teras.

"Betul apa yang Ochobot katakan. Kau masih dalam masa pemulihan, BoBoiBoy!"

Suara tegas Fang menghentikan langkah BoBoiBoy.

"Tapi, Kak, kita harus menghentikan mereka," jawab BoBoiBoy.

"Tidak perlu! Itu sudah ditangani oleh pihak kepolisian. Mereka lebih ahli di bidang kriminal daripada kita, BoBoiBoy!"

"Ayolah, Kak! Tidak selamanya kita bisa mengendalikan polisi." BoBoiBoy memohon kepada kakaknya.

"Tidak. Lebih baik kau istirahat di rumah." Fang masih bersikeras menyuruh sang adik berdiam diri di rumah.

BoBoiBoy lebih memilih untuk tidak mengacuhkan Fang. Berdebat hanya membuang-buang waktu saja, pikirnya. Ia kemudian keluar rumah untuk menemui Ibu.

Fang hanya mendengkus kasar melihat BoBoiBoy tak mengacuhkan dirinya.

Semoga saja Ibu tidak mengizinkan adiknya pergi.

"Bu, BoBoiBoy mau pergi dulu sama teman-teman," ucap BoBoiBoy kepada Ibunya yang sedang menyapu.

Ibu menghentikan aktivitasnya sejenak.

"Mau kemana?" tanya sang ibu.

"Mau ke Pabrik Cokelat Pulau Rintis, Bu. Bye." BoBoiBoy dengan cepat mencium tangan Ibu lalu ngacir begitu saja.

Sang Ibu hanya mengerutkan keningnya melihat BoBoiBoy pergi.

"TUNGGU AKU, BOBOIBOY!"

Teriakan Fang tidak menghentikan langkah BoBoiBoy yang sudah terlalu jauh.

"Bu, tenang saja. Aku akan membawa BoBoiBoy sampai ke rumah," ucap Fang ambigu lalu pergi begitu saja.

"Sebenarnya kalian mau kemana sih?"

Ibu hanya bisa bergumam sendiri. Hatinya sedikit merasa ada sesuatu yang tidak beres dengan kedua anaknya.

Ibu hanya berharap semoga Fang dan BoBoiBoy kembali ke rumah secepatnya.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

A/N:
Ohya, jangan lupa tinggalkan review yang berisi kritik tulisanku ini. Aku emang butuh banget kritikan dari kalian. Saran juga boleh. Apa saja pokoknya asal jangan jadi silent readers wakakakak.

——————————
K O L O M  N U T R I S I

——————————

1. Bagaimanakah kira-kira sikap BoBoiBoy bila ia ingat pertengkaran hebatnya dengan Fang?

2. Kegelisahan apa yang terkadang ada di benakmu?

3. Apa pendapatmu terhadap Chapter 18 di Do I Remember You ini?

***

Mari terapkan budaya baca cermat, memberi masukan dengan santun juga bijak, serta menghargai keberagaman dalam berkarya dan perbedaan pendapat. Be wise.

***

Sudahkah kamu vote bab ini dan follow penulisnya?

Scroll/Swipe untuk membaca bab selanjutnya dari fanfict Do I Remember You?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top