Chapter 15

BoBoiBoy tengah melihat dirinya yang tidak bisa diam di ranjang rawat.

Dadanya bergerak naik turun. Ekspresi di wajahnya menunjukkan bahwa ia sedikit kesakitan. Dokter Tadashi, Dokter Seok Jin, dan Suster Rini tengah menangani anak itu dengan penuh kesabaran dan cekatan.

Padahal BoBoiBoy tidak merasakan tubuhnya sakit ataupun kejang-kejang seperti di dalam ruangan itu. Anak itu berdiri di samping Fang yang terlihat frustrasi. Fang terus-terusan mengawasi BoBoiBoy yang tengah berjuang itu.

Tiba-tiba Ayah menarik tangan Fang dengan sedikit kasar seraya berbisik, "Ayo ke rumah!" dengan nada yang dingin.

Teman-teman BoBoiBoy hanya cengo melihat ayahnya menarik tangan Fang. Ibu hanya menghela napas melihat mereka berdua.

"Yaya, kau dan teman-teman yang lain di sini dulu yaa awasi anak Ibu. Tolong yaa?" pinta Ibu.

Yaya melihat Ibu dengan tatapan bingung.

"Baiklah, Bu. Kita juga ke sini untuk menjenguk BoBoiBoy. Ya 'kan Gopal? Ya 'kan Ying?" balas Yaya seraya menatap kedua temannya secara bergantian.

Ying dan Gopal hanya mengangguk manis.

Ibu pun tersenyum manis. "Baiklah, nanti Ibu akan telepon ke handphone Ying."

Ibu segera pergi dari pandangan anak-anak itu. BoBoiBoy secara otomatis mengikuti jalan yang di lalui oleh sang ibu.

"Ibu, mau kemana yaa? Kok perasaanku ga enak terus sedari tadi?" gumam BoBoiBoy seraya berjalan di samping Ibu.

222

BoBoiBoy tahu ibu dan ayahnya ialah orang yang taat peraturan. Rumah sakit ialah tempat yang tenang dan tidak ramai. Orang-orang di sana butuh kedamaian saat dirawat.

Maka dari itu, Fang 'diseret' oleh Ayah menuju rumah.

Fang duduk di sofa dengan kepala menunduk. Ayah berdiri di depannya sambil berkacak pinggang dan menatap tajam Fang. Ibu yang duduk di sofa lain mengamati mereka berdua.

Seharusnya hari ini Ibu dan Ayah pergi ke kantor. Mereka sudah mengenakan seragam kantor sebelum penyerangan rumah sakit itu terjadi.

Ayah menggertakkan giginya. Ia tidak tahu harus mulai dari mana.

BoBoiBoy duduk di samping Fang, menatap ayahnya dengan pandangan takut. Walaupun ayahnya tidak bisa melihatnya secara jelas, tapi BoBoiBoy benar-benar merasakan keadaan tegang. Seakan-akan Ayahnya juga marah kepadanya.

"B-bagaimana ini semua bisa terjadi? I-ini tidak masuk akal bagi Ayah," ucap Ayah berbicara seraya menahan emosinya.

Suara detak gugup jantung Fang terdengar di indra pendengarannya. Keringat dingin mulai membasahi badannya.

"Ceritanya panjang, Yah," balas Fang pelan.

Ayah mengembuskan napas kasar.

"Kau tahu? Ayah di sini sebagai orang normal pergi ke kantor, mempunyai rumah, mempunyai istri, dua anak, dan satu robot. Tapi BAGAIMANA SEMUA INI BISA TERJADI?!" Ayah mulai meninggikan suaranya.

Belum sempat Fang berbicara, Ayah sudah duluan mengeluarkan suaranya.

"Kau?! BoBoiBoy?! Teman-teman kalian?! Punya jam kuasa?! Punya kekuatan super hero?!" Ayah berbicara dengan nada seakan-akan dia gila.

Fang semakin merasakan suaranya tercekat. Ia sebenarnya bisa menjelaskan semua dari awal. Tapi Fang berpikir Ayah mungkin tidak bisa menerimanya.

Mungkin belum bisa.

"Semua orang di Pulau Rintis sudah tau, Yah. BoBoiBoy, Fang, dan teman-teman mereka mempunyai kekuatan super."

Ayah menatap tajam ke arah Ibu yang menyahutnya.

"Jadi mereka semua sudah tahu?! Kecuali kita, Bu?!" Ayah melototkan matanya ke arah Ibu.

"Bu, kita orang tua mereka tapi kita tidak tahu apa-apa mengenai jam kuasa sialan itu. Ayah merasa kita dibohongi!" Ayah mulai berkata kasar.

"Sudahlah, Yah. Aku rasa Fang dan BoBoiBoy akan menjelaskan semuanya kepada kita," balas Ibu tenang.

"JELASKAN APA LAGI?! Semua sudah terjadi TEPAT DI DEPAN MATAKU!" teriak Ayah emosi.

Ayah berjalan pelan ke arah Ibu.

"Sudah tidak ada yang perlu dijelaskan. Makhluk alien datang ke sini dengan tujuan mengambil robot milik kita. Anak-anak punya jam kuasa dan bertindak sebagai pahlawan super. Ibu pikir aku terlalu bodoh untuk memahami ini semua?! YA! INI SEMUA SANGAT BODOH DI MATA AYAH!"

Ibu beranjak dari sofanya dan berdiri di depan Ayah.

"Jaga emosimu, Yah! Belum saatnya kau memahami ini semua!" Ibu mulai ikut-ikutan emosi.

Fang meratapi pertengkaran Ayah dan Ibu dengan perasaan campur aduk. Kedua telapak tangannya yang terbalut sarung tangan fingerless ungu menutup erat telinganya. Kepalanya terus menunduk dan matanya terpejam.

Sudah cukup ia mendengar kata-kata buruk semenjak BoBoiBoy dinyatakan alzheimer.

"Ibu! Ayah! Jangan bertengkar! Berhenti!" ucap BoBoiBoy mencegah keadaan panas di antara Ibu dan Ayah.

Nyatanya Ibu dan Ayah tidak mendengar BoBoiBoy dan mereka terus-terusan saling melotot.

"Bu, setiap hari Ayah mengkhawatirkan Fang dan BoBoiBoy di rumah pada saat Ayah kerja di kantor. Apa yang mereka lakukan sewaktu kita pergi? Mereka menggunakan kekuatan super?! Tapi mereka masih anak-anak, Bu. Mereka belum mengerti apa-apa!"

"Ayah, setidaknya mereka berbuat sesuatu yang baik kan?! Mereka menolong orang-orang dengan kuasanya."

"Tapi lihat hasilnya! Jam kuasa itu seharusnya tanggung jawab untuk orang dewasa, bukan macam anak-anak polos yang masih duduk di bangku sekolah dasar! Aku jadi menyesal telah menyetujuimu untuk menerima Ochobot di rumah!" Jari telunjuk Ayah mengarah ke Ibu.

"HEH?! APA?! Jangan berani kau berbicara seperti itu! Ochobot sudah kuanggap sebagai anakku sendiri. Kau tak tahu seberapa banyak jasa yang sudah Ochobot berikan kepada kita?!" Ibu tidak menerima perkataan Ayah yang menyalahkan Ochobot.

"Ibu, hentikan pertengkaran. Ku mohon ... Kasihan Kak Fang ..." BoBoiBoy nyaris menangis sambil memeluk Ibu.

"APA KAU TIDAK SADAR ANAK-ANAK KITA DALAM BAHAYA?!" Ayah mulai menyerah untuk melawan pendapat Ibu.

"Ayah ... Tolong ... Berhenti ..." Tangan kecil BoBoiBoy menggenggam tangan Ayah yang mengepal kuat.

"TENTU SAJA AKU SADAR! AKU ADALAH IBU MEREKA! Ayah, kau bilang kita harus menerima kenyataan yang ada. Kau selalu menasehatiku untuk selalu tenang dan mencari jalan keluar. Ingatkah ketika kita pertama kali mendapat kabar bahwa BoBoiBoy terkena alzheimer dan aku bertengkar dengan Fang? Kau—"

"DIAM!" Ayah meletakkan kedua telapak tangannya di depan Ibu.

Teriakan Ayah begitu menggelegar di telinga Fang. Jantungnya semakin berdetak tidak karuan dan isi kepalanya serasa ingin meledak. Telapak tangannya semakin menutup erat telinganya. Tidak ingin mendengar apapun saat ini.

"Baiklah. Aku. Akan. Menerima. Kenyataan. Dengan. Duduk. Manis. Di. Kamar." Ayah lalu beranjak pergi menuju kamarnya.

BLAM!

Ayah membanting pintu dengan kasar.

Mata Ibu mulai berkaca-kaca. Kakinya berjalan menuju kamar BoBoiBoy di lantai dua dengan hentakan keras.

"Oh, tidak. Bagaimana ini?" BoBoiBoy menjambak rambutnya pelan.

Iris mata karamel itu melirik Fang. Kakaknya telah berubah posisi. Fang memeluk kedua kakinya dan menenggelamkan kepalanya.

Perlahan BoBoiBoy menghampiri kakaknya dan duduk di sampingnya. Tangannya mendarat di pundak Fang.

"Kakak, maafkan aku," lirih BoBoiBoy.

Air mata mengalir pelan dari mata dibalik kacamata bingkai ungu itu. Tidak ada suara sesegukan yang terdengar.

Kini Fang sendirian. Tidak ada yang merangkulnya ataupun sekedar menemaninya.

Mau bagaimana lagi. Ini semua sudah terjadi. Lagipula siapa peduli dengan masalah Fang yang sebenarnya? Fang sendiri tidak pedulikan semua orang.

Itu hanya pendapat Fang. Tidak dengan BoBoiBoy.

Kedua lengan tangan itu terulur lalu memeluk tubuh Fang. Fang masih tidak menyadari kehadiran sang adik di sampingnya.

Karena ia merasa benar-benar sendiri di rumah besar ini.

"Aku selalu di samping kakak," ucap BoBoiBoy penuh kasih sayang.

Perlahan ... BoBoiBoy ikut menangis dalam diam juga, sama dengan kakaknya.

"Maafkan aku, Kak. Ini semua salahku. Aku penyebab semua masalah ini. Seharusnya kita tidak bertengkar." Air mata BoBoiBoy terus turun membasahi pipinya.

"Ini ... semua ... salahku ..."

BoBoiBoy tersentak kaget mendengar ucapan yang keluar dari mulut Fang barusan. Fang mengulangi kata-kata yang BoBoiBoy ucapkan sebelum kakaknya bicara.

"Kak Fang? Bisa mendengarku?"

Secercah harapan akhirnya muncul di hati BoBoiBoy. Kakaknya mengulangi perkataannya. Itu artinya Fang bisa melihat BoBoiBoy di sampingnya.

Fang mendongakkan kepalanya.

"Huh. Menjijikkan. Orang populer sepertiku gampang sekali menangis," cibir Fang lalu menghapus bekas air matanya.

BoBoiBoy hanya sweatdrop.

"Aku menyesal mengakui kakakku adalah orang populer," ucap BoBoiBoy dengan suara kencang.

BoBoiBoy bersumpah, jika Fang bisa mendengarnya, ia ditabok habis-habisan.

"Aku tidak bisa diam di sini. Aku harus melakukan sesuatu," ucap Fang lalu beranjak keluar rumah. BoBoiBoy pun mengikutinya.

Walaupun jantungnya masih dag dig dug akibat kejadian tadi, Fang tidak bisa membuang-buang waktu.

222

Ibu telah menelepon Ying. Setelah mengurus berkas izinnya, ia berada di kamar BoBoiBoy.

Fang telah mengirim pesan melalui jam kuasa kepada Ying, Yaya, dan Gopal untuk menemuinya di Restoran Burger Riak.

Sekarang mereka bertemu.

Fang duduk di kursi di sisi kanan meja. Sedangkan Ying, Yaya, dan Gopal duduk di kursi di sisi kiri meja.

Beruntung ada kursi kosong di samping Fang. BoBoiBoy duduk di situ.

Belum ada yang membuka mulut sama sekali. Fang masih dilanda masalah berat. Ying, Yaya, dan Gopal melipat kedua lengannya di depan dada dan menatap Fang.

Dengan tatapan memojokkan. Itu menurut Fang.

"Teman-teman, maafkan aku." Fang akhirnya memulai pembicaraan.

Ying dan kedua temannya masih bungkam.

Fang menghela napas.

"Aku minta maaf. Sungguh. Aku akui aku memang egois," aku Fang dengan tulus.

Meski BoBoiBoy berusaha memahami kejadian di depannya, ia tidak tahu apa alasan Fang meminta maaf kepada teman-temannya.

Memangnya Fang punya salah apa sama mereka?

"Yaya, aku sudah meminta maaf kepadamu terlebih dahulu. Maafkan aku pernah memarahimu di depan semua orang. Jika aku menjadi dirimu, aku sudah menyerangmu dengan naga bayang," ucap Fang sarkatik.

Yaya terdiam menahan tawa. Kemudian perempuan itu mengangguk manis.

"Tidak apa-apa, Fang. Aku sangat menghargai itu," balas Yaya.

BoBoiBoy mengerutkan keningnya. Ia benar-benar baru tahu Fang dan Yaya telah bertengkar.

"Ying, aku minta maaf telah menyakiti Yaya, sahabat yang paling kau sayangi. Aku juga minta maaf tidak menghubungimu sewaktu BoBoiBoy diculik oleh Adu Du. Sungguh, aku tidak bermaksud sok kuat. Aku hanya khawatir kepada BoBoiBoy sehingga lupa menghubungi kalian. Ah, bukan itu maksudku. Aku tidak mau merepotkan kalian. Aku ngomong apasih. Ah—"

Fang berhenti sejenak lalu merundukkan kepalanya. Rasanya ia ingin mengatakan semua yang ada di dalam isi kepalanya. Tapi mulutnya seolah-olah susah menyusun kata-kata itu.

Lengkungan garis bibir Ying perlahan terangkat ke atas. Ia tidak menyangka orang populer macam Fang meminta maaf kepadanya.

Sedangkan BoBoiBoy, ia langsung flashback  kejadian yang dikatakan Fang barusan.

"—intinya aku pasti selalu membutuhkan kalian semua."

Sungguh Fang malu mengakui hal itu.

"Hihihi. Sudahlah, Kak Fang. Aku sudah memaafkanmu dari dulu, ma," ucap Ying lalu kembali cekikikan.

Yaya dan Ying tertawa karena menurut mereka, Fang lucu ketika mengatakan sesuatu hal yang tidak biasa bagi orang yang populer di sekolah.

"Jangan tertawakan aku." Fang memicingkan mata ke arah dua sahabatnya.

Namun, tetap saja Yaya dan Ying tidak berhenti tertawa. Mereka malah semakin tertawa.

"Baiklah. Tertawa sepuasmu. Dan untuk kau, Gopal ..." Fang menatap sang lawan bicara yang masih melipat kedua lengannya di depan dada dan tatapan yang datar.

"Aku minta maaf telah mengecewakanmu dua kali. Pertama, aku sudah minta maaf karena telah menyakiti Yaya. Kedua, aku minta maaf telah membuat tim kalian di sepak bola dalam hubungan yang kurang baik. Aku memang tidak bermaksud seperti itu. Aku—"

"Kau memang sengaja, 'kan? Sudahlah akui saja."

Gopal memotong perkataan Fang dengan nada dingin. Raut kesal di wajahnya masih terlihat jelas. Kedua tangannya masih dilipat di depan dada.

Fang tidak menyangka ia mendapatkan penolakan permintamaafan dari sahabatnya yang humoris ini.

BoBoiBoy tersadar dari lamunan flashback-nya. Kembali ia menatap Fang, kemudian Gopal.

"Aku tak menyangka selama ini kau mempunyai masalah yang begitu rumit kepada teman-teman," ucap BoBoiBoy kepada Fang.

"Tidak, Gopal. Aku tidak bermaksud untuk—"

"Pertama, Kak Fang mengecewakanku dengan Ying. Okay, aku masih bisa memaklumi alasanmu itu, Kak. Kedua, Kak Fang membuat hubunganku dengan BoBoiBoy nyaris bermasalah. Kak Fang meletakkan BoBoiBoy dalam situasi sulit. Kakak tahu tidak? BoBoiBoy dimarahi habis-habisan oleh Coach kita hanya karena Kak Fang tidak memberitahu jadwal pertandingan saat itu. Kak Fang pikir aku mudah memaafkan Kak Fang karena itu? Pertandingan itu bukan hanya impian BoBoiBoy saja. Tetapi impianku dan teman-temanku yang lain," jelas Gopal dengan panjang lebar.

Fang tidak menyangka akan respon Gopal seperti itu. Kepalanya ia tundukkan dan rasa bersalahnya terus menghantuinya. Yaya dan Ying hanya melongo menatap Gopal. Baru kali ini Gopal serius dan nada bicaranya tidak seperti biasa.

BoBoiBoy sendiri pun kaget melihat sikap Gopal terhadap Fang. Bocah itu berpikir Gopal akan memaafkan Fang begitu saja. Nyatanya ...

"Gopal. Sudahlah. Aku sudah memaafkan, Kak Fang," ucap BoBoiBoy terhadap Gopal.

"Aku benar-benar kesal kepada Kak Fang. Aku k-e-c-e-w-a."

Gopal terus memojokkan Fang. BoBoiBoy semakin lemas mendengar setiap perkataan yang keluar dari mulut Gopal.

Fang hanya diam. Tidak merespons dengan perkataan jutek seperti biasa.

"Tapi—"

Gopal meletakkan kedua tangannya di atas meja.

"Untung saja Kak Fang tidak memberitahu jadwal baru kepada BoBoiBoy. Kalau tidak ... haaahhhh aku tidak bisa membayangkan hal yang lebih buruk terjadi pada hari itu," ucap Gopal dengan raut sedih.

"Maksudmu?" tanya Fang.

"Teman-temanku yang dalam kondisi sehat berlarian di lapangan luas dan terpapar sinar matahari. Mereka ngos-ngosan dan sangat lelah. Beberapa dari temanku bahkan selalu mengeluh pusing dan nyaris pingsan. Mungkin itu berlebihan menurutku. Tapi wajah mereka sangat pucat akibat kelelahan," jelas Gopal.

"Lalu intinya?" tanya Ying polos.

"Dey, kau masih tak mengerti?" tanya Gopal sweatdrop.

Krik ... krik ...

"Hah~ Tak ada yang mengertilah, Gopal," balas Yaya.

"Bayangkan jika BoBoiBoy yang main. Sudah yaa aku mau makan dulu."

Tepat ketika Gopal mengakhiri pembicaraannya, makanan yang mereka pesan sudah dihidangkan di atas meja. Gopal segera melahap fried chicken.

Yaya, Ying, dan Fang otomatis langsung membayangkan posisi BoBoiBoy jika ia mengikuti pertandingan itu.

Panas.

Lapangan luas.

Lari-larian.

Diserang tim lawan.

Lemas.

BoBoiBoy mimisan.

Lalu pingsan.

Cukup sampai disitu. Yaya, Ying, dan Fang sudah ingin menangis membayangkan hal itu terjadi pada BoBoiBoy.

"Kau benar, Gopal," celetuk Ying.

"Iya, aku sampai tidak berpikiran sejauh itu. Aku terlalu takut memikirkan efek alzheimer itu. Asal kau tahu, Gopal. BoBoiBoy demam sebelum pertandingan itu. Aku ... mungkin memang sengaja tidak memberitahu jadwal pertandingan hari itu," ucap Fang.

"Kau memang kakak yang terbaik, Kak Fang," ucap Gopal.

"Jadi, kau memaafkan Fang atau tidak?" tanya Yaya lalu mengambil french fries.

"Tentu saja. Aku tak mungkin memarahi orang yang sudah berusaha setiap hari melindungi sahabatku. Aku memaafkan Kak Fang," ucap Gopal berseri-seri.

Fang mulai mengembangkan senyumnya, "Terima kasih, kalian semua."

Yaya, Ying, dan Gopal pun membalas senyuman Fang.

"Haiya, sudah sudah. Yuk, kita makan. Percakapan ini membuatku lapar," celetuk Ying.

Fang, Gopal, dan Yaya hanya tertawa mendengar perkataan Ying.

Kehangatan mulai kembali mengelilingi mereka. Sahabat super hero itu saling melemparkan candaan di suasana sore.

Sedangkan BoBoiBoy langsung melesat pergi dari Restoran Burger Riak.

222

Suara elektrokardiogram terus bergema menyelimuti ruangan VIP itu.

BoBoiBoy menatap kosong ke arah tubuhnya yang masih terbaring di ranjang. Pikirannya melayang kepada kejadian tadi. Ia baru tahu bahwa Fang sedang ada masalah pada Yaya. Kemudian berlanjut ke Ying. Lalu kepada Gopal. Ia bersumpah bahwa ia benar-benar tidak mengetahui keadaan kakaknya. Dan semua masalah itu bersumber kepadanya.

Ditambah lagi BoBoiBoy membuat masalah kepada Fang.

Tangannya perlahan terulur ke arah tangannya sendiri yang terkulai di kasur. Tangan hantu itu meremas tangan aslinya.

"Kau tahu? Ternyata kakak kita mempunyai banyak masalah." BoBoiBoy mulai berbicara sendiri.

"Aku ... cuma menambah masalahnya saja. Aku hanya menambahkan bebannya saja. Aku memang ceroboh. Mengapa aku tidak bertanya baik-baik kepada Kak Fang ketika ia berada dalam masalah?" BoBoiBoy berbicara kepada raganya yang terbaring kaku.

"Apa aku benar-benar hanya beban bagi Kak Fang? Aku tidak mau ..." suara BoBoiBoy semakin lama semakin serak.

" ... menjadi bebannya. Hiks... lebih baik aku tidak ada di sampingnya saja." BoBoiBoy mulai menangis. Menyesali perbuatannya. Napasnya terputus-putus dan terasa sesak.

Pintu kamar mandi yang berada di depan ranjang BoBoiBoy terbuka dan menampilkan sinar putih yang cukup menyilaukan. Sinar itu menginterupsi kegiatan BoBoiBoy. Bocah bertopi itu segera menengok ke sumber sinar tersebut.

"Eh? Apa itu?" tanya BoBoiBoy penasaran.

Sinar itu cukup memikat dan menarik perhatian BoBoiBoy. Seakan-akan terhipnotis, kaki BoBoiBoy perlahan melangkah menuju kamar mandi—ruang kosong yang hanya dipenuhi sinar putih. Mata kosongnya terus menatap sinar itu.

'Apakah itu dunia yang lebih baik?' tanya BoBoiBoy dalam batinnya.

Kakinya terus melangkah menuju pintu itu. Entahlah, ada alasan kuat ia ingin benar-benar memasuki sinar putih itu. Hatinya semakin tenang ketika BoBoiBoy semakin mendekati sinar putih itu. Otaknya mendadak hanya terisi pikiran penasaran akan sinar putih itu. BoBoiBoy ingin memasuki ruangan itu. Kakinya terus melangkah sampai ia berada di depan pintu kamar mandi.

KRIEEEKKK!

"Silahkan masuk, Kim Namjoon," ucap Ibu setelah membuka pintu kamar rawat BoBoiBoy.

Pikiran kosong BoBoiBoy mendadak pecah. Ia langsung menengok ke arah pintu kamarnya.

"Coach Namjoon?" BoBoiBoy cukup terkejut setelah melihat Coach Namjoon memasuki kamar rawatnya.

"Gamsahamnida, Ahjumma(16). Terima kasih, Bu," ucap Coach Namjoon lalu sedikit membungkuk.

Ibu tersenyum lalu pergi dari kamar BoBoiBoy.

Pintu kamar BoBoiBoy tertutup. Coach Namjoon berjalan menuju ranjang BoBoiBoy. Ia menarik kursi lalu duduk di samping ranjang tersebut.

"Halo, BoBoiBoy. Apa kabar?" sapa Coach  Namjoon lalu tersenyum hangat.

BoBoiBoy melangkahkan kakinya sampai berada di samping ranjang.

"Coach ngapain ke sini?" tanya BoBoiBoy seraya menggaruk pipinya yang tidak gatal.

Coach Namjoon mengusap wajahnya sedikit kasar.

"Astaga. Saya tak menyangka ternyata kau punya penyakit yang begitu berat, BoBoiBoy ..."

Coach Namjoon terdiam sebentar.

"... Mianhae(17). Saya benar-benar tidak tahu."

"Tidak apa-apa, Coach. Lagipula aku tidak ingin Coach tahu tentang penyakitku," balas BoBoiBoy.

BoBoiBoy perlahan tidak peduli jika semua orang tidak bisa melihatnya. Yang penting ia bisa berbicara sebebasnya.

"Maafkan saya karena sudah keras kepadamu beberapa hari yang lalu," ucap Coach Namjoon dengan suara serak.

Coach Namjoon menundukkan kepalanya. BoBoiBoy sendiri tidak menyangka Coach Namjoon akan datang menjenguknya.

"BoBoiBoy, dengar!"

Tangan Coach Namjoon mengelus kepala BoBoiBoy yang masih tertidur pulas di ranjang. Mendadak, BoBoiBoy dapat merasakan aliran hangat dari tangan Coach Namjoon.

"Kau adalah anak didikku yang terbaik yang pernah kutemui. Kau selalu semangat menjalani latihan. Kau periang, baik, dan peduli kepada sesama tim ..."

Perlahan BoBoiBoy mengembangkan senyumnya. Hatinya sedikit hangat setelah mendengar perkataan yang dilontarkan Coach Namjoon.

"... saya ingin kau aktif lagi seperti dulu. Saya ingin melihat semangatmu. Kau sangat berbakat yaa menyembunyikan kesakitanmu," ucap Coach Namjoon, lalu ia tertawa kecil.

Pipi BoBoiBoy bersemu merah. Ia hanya bisa cengengesan ketika Coach Namjoon mengatakan hal itu.

Bola mata Coach Namjoon berfokus pada mata tertutup BoBoiBoy. Seakan-akan BoBoiBoy sedang mendengarkan dan melihat antusias kepada sang pelatih.

"Kau harus tetap hidup. Kau harus berjuang! Lanjutkan mimpimu yang sempat tertunda. BoBoiBoy, kegagalanmu kemarin ialah gerbang awal untuk kesuksesanmu nanti. Saya yakin itu!" ucap Coach Namjoon dengan semangat.

"Terima kasih, Coach. Saya akan mengingat hal itu," balas BoBoiBoy seraya tersenyum.

"Kami tunggu kehadiranmu, BoBoiBoy. Berjuanglah! Fighthing!" ucap Coach Namjoon lalu mengepalkan tangannya.

Kemudian Coach Namjoon pergi meninggalkan kasurnya. Saat coach muda itu membuka pintu kamar, ia bertemu dengan dr. Seok Jin.

"Hyung?" ucap Coach Namjoon kaget melihat dr. Seok Jin.

"Rap Monie? K-kau ngapain ada di sini?" balas dr. Seok Jin lebih kaget.

"Harusnya aku yang tanya padamu. Apa yang sedang kau lakukan di sini, huh?" ucap Coach Namjoon.

"Apa kau tidak lihat pakaianku? Tentu saja aku sedang bekerja di sini. Kau sedang apa di kamar BoBoiBoy?"

"Yaa, aku adalah pelatih BoBoiBoy. Makanya aku menjenguk di sini."

"Jinjja (18)? Sudah lama sekali aku tak bertemu denganmu, Rap Monie."

"Berhenti memanggil aku dengan sebutan itu."

BoBoiBoy hanya bisa tertawa kecil melihat pertengkaran lucu kedua orang itu. Sepertinya Coach Namjoon dan dr. Seok Jin saling mengenal(19). Terlihat sikap mereka yang tidak canggung satu sama lain.

Setelah Coach Namjoon dan dr. Seok Jin keluar dari kamar rawat, BoBoiBoy kembali termenung. Ia mengingat perkataan Coach Namjoon tadi.

Ia ingin melanjutkan cita-citanya. Tapi, apakah ia sanggup memperbaiki masalahnya juga di kehidupannya?

Alzheimer itu dan keluarganya.

"Aku ingin sadar dan bangun. Tapi bagaimana caranya?" tanya BoBoiBoy dengan nada sedih.

Mata BoBoiBoy melihat ke arah kamar mandi. Ternyata sinar putih itu sudah tidak ada.

222

"Kok jam segini Fang belum pulang, ya?"

Ibu memandang gelisah ke arah jam dinding yang ada di kamar rawat BoBoiBoy. Sudah pukul 9 dan langit dipenuhi bintang-bintang cerah.

Sedangkan Ayah memandang gelisah ke arah langit-langit kamar. Pikirannya masih kacau. Tapi perasaannya mulai diliputi kesalahan karena sudah memarahi Fang. Padahal kalau dipikir lagi, anak itu sama sekali tidak bersalah. Mereka hanyalah anak-anak. Ayah sadar kalau ia memang susah mengendalikan emosi. Ia sangat menyesal telah memarahi Fang.

Fang memang anak kebanggaan Ayah. Karena ia adalah seorang kakak yang multitalenta. Tentu saja. Mengawasi, menjaga, menemani BoBoiBoy. Persis seperti keinginan Ayah dan Ibu.

Ah ... Ibu?

Apa yang sedang ia pikirkan, yaa?

Tirai hijau itu memisahkan jarak Ayah dan Ibu. Ayah sedang berbaring di kasur yang berada di barat daya, sedangkan Ibu sedang duduk di kursi sebelah ranjang BoBoiBoy yang berada di barat.

Hanya suara alat pendeteksi detak jantung BoBoiBoy yang terdengar di ruangan itu.

Ayah dan Ibu sama-sama berpikir bahwa mereka tidak bisa lama-lama berdiam di sini. Mereka perlu diskusi. Mereka harus bicara dari hati ke hati secara baik-baik. Namun, masalah tadi seakan-akan menjadi titik canggung hubungan mereka.

Tapi, apa yang lebih penting daripada mencari Fang?

Fang adalah korban dan tentu Ayah dan Ibu semakin khawatir. Ya, mereka harus mencari Fang dan merangkulnya.

Tangan Ayah dan Ibu secara bersamaan menggeser tirai. Mereka cukup kaget karena melakukan hal ini secara bersamaan. Kedua mata mereka bertemu dalam kecanggungan. Keheningan menyelimuti mereka.

"Yah." / "Bu."

Mereka bercakap secara bersamaan. Bingung siapa yang mau berbicara duluan. Karena mereka ingin menyampaikan satu hal yang sama.

"Engh, kau duluan saja, Yah," ujar Ibu seraya menggaruk pipinya yang tidak gatal.

"Tidak, kau saja, Bu," balas Ayah lebih canggung.

Embusan napas terdengar dari mereka berdua.

"Ma—"

NIT NIT NIT!

Sebelum Ayah berbicara, alat elektrokardiogram berbunyi nyaring. Tubuh BoBoiBoy mengalami kejang-kejang luar biasa. Teriakan kecil mulai terdengar dari mulut Ibu. Sementara sang Ayah segera menekan tombol pemanggil dan berlari keluar kamar.

222

Saat ini BoBoiBoy dalam suasana marah.

"KAU MENYEBALKAN ADU DU! LEPASKAN KAKAK DAN TEMAN-TEMANKU!" teriak BoBoiBoy dalam mode Gempa.

Saat ini Fang, Yaya, Ying, dan Gopal sedang berada di markas kotak. Tentu saja mereka diikuti BoBoiBoy. Ochobot sedang ditahan oleh Adu Du.

Saat ini BoBoiBoy Gempa berusaha mengeluarkan kekuatannya. Tetapi gagal terus.

Fang dalam kondisi hidung mengeluarkan darah sedang terlentang di dalam sebuah tabung bening besar yang dikendalikan Komputer. Ya, Fang sehabis dipermainkan di dalam tabung itu. Dipukul, didorong, dan dihempaskan dengan bantuan kontrol Komputer. Seperti bermain game.

Yaya, Ying, dan Gopal sendiri sedang dikurung dalam tabung anti manipulasi kuasa. Mereka tidak bisa melakukan apa-apa. Mereka semua terjebak.

Fang mengusap darahnya dengan kasar. Ia kemudian berdiri walaupun badannya sempat oleng. Ia tidak bisa menggunakan kuasanya sekarang karena ...

Tidak ada sinar matahari sama sekali yang masuk ke dalam Markas Kotak. Adu Du sudah mengunci semua pintu masuk dan jendela.

"Belum puas kau menyakitiku, hah?!" ucap Fang dengan emosinya.

"Siapa suruh kau masuk seenaknya ke dalam Markas Kotak?" balas Adu Du tengil.

"Aku ingin mengambil robotku!"

"Ochobot adalah milikku sekarang!"

Ya, memang benar. Ochobot yang berada di tangan Adu Du hanya diam. Karena semakin Ochobot berontak, Adu Du akan mengancamnya dengan menyiksa Fang di tabung bening itu.

"GOLEM TANAH!" BoBoiBoy Gempa menghentakkan kepalan tangannya di atas tanah.

Namun, tanah hanya bergetar sementara. Tidak ada Raksasa Golem yang muncul.

"Tunggu, apa kau merasakan tanah yang bergetar?" ucap Gopal tiba-tiba.

BoBoiBoy Gempa segera menengok ke arah Gopal.

"Ya, benar, Gopal. Itu karena aku di sini!" ucap BoBoiBoy Gempa.

"Haiya, jangan bercanda. Aku tak merasakan apa-apa, ma," cetus Ying.

BoBoiBoy Gempa cemberut. Tetap saja ia sudah ditakdirkan tidak bisa dilihat dan didengar oleh manusia lain.

"Err ... Bos ..." ucap Probe menginterupsi percakapan Adu Du dan Fang.

"Apa?" balas Adu Du jutek.

"Kok aku merasakan hawa yang tidak enak yaa tiba-tiba?" ucap Probe ketakutan.

"Apa sih maksudmu? Pertanyaan tidak penting. Nah, Ochobot, sekarang aku perintahkan kau untuk memasuki mesin itu. Mesin itu adalah mesin yang dulunya aku aktifkan kau," ucap Adu Du seraya menunjukkan mesin yang disebut(20).

BoBoiBoy Gempa ingat sekarang. Dulu alat itu yang sempat ia lihat waktu pertama kali menguntit Adu Du. Ia melihat Ochobot yang berada di mesin itu dalam keadaan mati.

"Baiklah, Tuan Adu Du," balas Ochobot dengan nada ogah-gahan.

Ochobot terbang perlahan menuju mesin itu.

"T-tunggu. Apa yang akan terjadi jika Ochobot masuk ke dalam mesin itu?" ucap Fang dengan nada panik.

"Tentu saja mesin itu akan me-reboot (21)  Ochobot. Ia tidak akan mengenal kau lagi," jelas Probe riang.

"Arrghh! Diam kau!" ucap Adu Du lalu melempar cawan perak ke arah Probe.

"Apa? Jangan Ochobot! Hentikan langkahmu!" teriak Fang.

Ochobot ingin sekali menuruti perkataan Fang. Tapi ia tidak bisa berbuat apa-apa karena ia telah berjanji kepada Adu Du untuk melakukan apa saja.

Janji tetaplah janji.

"Hah! Percuma kau meminta sepuasnya. Karena sebentar lagi ia akan mengakui sepenuh hati bahwa aku adalah tuannya. Bwahahahaha!" ucap Adu Du lalu tertawa jahat.

Ochobot sebenarnya sudah membenci Adu Du. Ia menolak mentah-mentah untuk mengakui bahwa Adu Du adalah tuannya. Walaupun katanya Adu Du yang mengaktifkannya. Entah itu benar atau tidak.

"Stop! Ochobot. Jangan lakukan itu. Bumi akan hancur di tangan Adu Du!" sergah Fang.

'Maafkan aku, Fang!' batin Ochobot penuh sesal.

Ochobot terus terbang ke arah mesin itu. Tentu saja dengan terbang lambat. Sengaja. Ia menunggu sesuatu yang bisa menghentikannya.

BoBoiBoy Gempa tidak tinggal diam. Ia berlari melewati Adu Du dan Probe lalu berdiri di depan Ochobot untuk mencegah robot itu masuk ke dalam mesin.

Probe merasakan hawa dingin menyentuh kulit besinya. Seketika ia merinding dan teringat film horor dan buku horor miliknya.

"B-bos ... hantuuuu ..." ujar Probe spontan.

Adu Du tidak memerdulikannya. Sementara BoBoiBoy Gempa menyadari sesuatu.

"Probe ternyata takut hantu," ucap BoBoiBoy Gempa.

Tiba-tiba BoBoiBoy Gempa mempunyai ide yang cemerlang.

"Sejak kapan kau tidak mendengarku, hah? Kembali ke sini, Ochobot. Aku adalah tuanmu!" ucap Fang dengan nada tinggi.

"BoBoiBoy Kuasa Tiga!" seru BoBoiBoy seraya meloncat ke bundaran kuning dengan lambang petir merah, angin topan biru, dan tumpukan tanah berwarna coklat.

"Kau bukan tuanku lagi," ucap Ochobot dengan suara serak.

BoBoiBoy Halilintar mulai menggerakkan kedua tangannya untuk mengendalikan listrik di dalam Markas Kotak. Seketika lampu dan beberapa monitor mesin berkedap-kedip.

BoBoiBoy Taufan meniupkan angin sepoi-sepoi ke arah Adu Du dan Probe.

"Hiii... kenapa hari ini dingin sekali?" ujar Adu Du lalu menggosokkan kedua tangannya.

"B-bos ... k-kenapa semua lampu berkedap-kedip?" ucap Probe dengan nada parno.

Ya, bagaimana tidak. Semalam Probe menonton adegan horor dimana sang korban sendirian di dalam rumah dengan lampu yang berkedap-kedip. Itu karena ada hantu iseng yang mengatur sumber listrik di rumah itu.

"Mana kutahu? Komputer, jangan mainin listrik!" seru Adu Du.

"Hah? Aku tak melakukan apa-apa, Bos," balas Komputer seraya sweatdrop.

"K-Kak Yaya. Ada hantu. Hiii~" ujar Gopal seraya menakuti kakak kelasnya.

"Eleh. Tak mempan tau," balas Yaya sambil memutar bola matanya.

BoBoiBoy Gempa hanya tertawa kecil melihat kelakuan mereka. Anak bertopi terbalik itu segera mengendalikan tanah untuk memecahkan tabung anti manipulasi itu.

Ochobot mengambil kesempatan tersebut. Melihat Adu Du dan Probe lengah, ia perlahan mundur dari mesin tersebut.

"Oi, apa yang kau lakukan? Terbang maju cepat!" teriak Adu Du.

Ochobot hanya sweatdrop lalu robot itu melanjutkan terbang.

"Halilintar, putuskan saja listriknya. Taufan, kau tiupkan angin yang banyak dan jatuhkan benda-benda sekitar. Sementara aku akan membebaskan teman-teman dan Kak Fang," usul BoBoiBoy Gempa.

"Hem!" balas BoBoiBoy Halilintar dan BoBoiBoy Taufan disertai anggukan manis.

Cahaya lampu dan cahaya mesin semakin berkelap-kelip cepat, bak lampu disco. Angin berhembus kencang menjatuhkan barang-barang yang berada di atas meja.

"Bos! Ada hantu! Beneran!" ucap Probe heboh seraya mengguncang-guncang tubuh Adu Du.

"H-hentikan ini semua! S-siapa yang mengontrol ini semua?!" ucap Adu Du mulai tergagap. Sekujur tubuhnya mulai berkeringat dingin.

Fang hanya memutar bola matanya malas.

"Ada-ada saja," cibir Fang.

Tanah yang dipijaki Fang tiba-tiba bergetar. Retakan demi retakan mulai mengelilingi tabung tempat ia dikurung.

"Tunggu, kenapa tanah ini bergetar?" ucap Fang heran.

"Tunjukkan dirimu kalau berani!" teriak Adu Du takut-takut lalu mengeluarkan senjatanya.

"Aduh, Incik Bos ini bagaimana? Hantu kan tidak terlihat," balas Probe sweatdrop.

"Diam. Aku yakin ini perbuatan seseorang," ucap Adu Du menyeringai.

"Alamak, kita ketahuan," ucap BoBoiBoy Taufan panik.

"Tidak apa. Kita tidak terlihat. Teruskan saja," balas BoBoiBoy Gempa.

"Hey, Taufan. Lemparkan saja cawan-cawan itu ke arah Adu Du dan Probe," usul BoBoiBoy Halilintar.

BoBoiBoy Taufan mengangguk.

"BEBOLA TAUFAN!" BoBoiBoy Taufan mengeluarkan pusaran angin berbentuk bola yang mengarah ke beberapa cawan.

Cawan-cawan itu terlempar dan mengenai Adu Du serta Probe.

"AAAAKKHH! HENTIKAN SEMUA INI!" teriak Adu Du kesakitan.

"Sebenarnya ada apa ini?" ucap Ying kebingungan.

Fang menengok ke arah Gopal, Yaya, dan Ying. Mereka saling bertanya siapa yang melakukan ini semua. Tapi tidak ada satupun yang menemukan titik cerah.

Fang meneliti kejadian di sekitarnya. Lampu berkedip-kedip, angin berhembus, dan tanah yang bergetar.

Tunggu. Listrik. Angin. Tanah.

Fang menempelkan kedua telapak tangannya ke tabung kaca tersebut. Matanya mencari-cari sesuatu.

Siapa lagi yang tidak bisa mengendalikan elemen itu selain ...

"BoBoiBoy? Kau ada di sini ?!" gumam Fang dengan nada serak.

PRANG!

Tabung yang mengurung Fang pecah. Diikuti tabung anti manipulasi.

"TUMBUKAN PADU!" Yaya mengarahkan kepalan tangannya ke arah Adu Du dan Probe.

DUAGH!

"WUAAAA!" Adu Du dan Probe terlempar jauh.

"JARI BAYANG!" Fang menarik Ochobot menggunakan kekuatan bayangnya.

SRET!

"Hei! Lepaskan aku!" ucap Ochobot.

'Bawa aku kabur dari sini, Fang. Cepat!' ucapan batin Ochobot berlainan dengan mulutnya.

"Sudah cukup. Aku akan menghabisi kalian sekarang juga," ucap Adu Du lalu mengeluarkan sebuah remote dari sakunya.

SIIING!

Mendadak remote yang ada di tangan Adu Du menghilang.

"Ha ha! Bweeee!"

Ying berlari cepat sambil memeletkan lidahnya ke arah Adu Du.

"Probe! Sekarang!" perintah Adu Du.

"Baik, Incik Bos!" Probe segera berubah menjadi Mega Probe.

Mega Probe mengeluarkan peluru dari tangan robotnya.

DUAR!

"Ying, awas!" ucap Fang, Gopal, dan Yaya serentak.

"Oh, tidak. Semoga aku tidak terlambat menyelamatkannya." Taufan mengambil ancang-ancang untuk melindungi teman cina-nya menggunakan kuasa angin.

Namun, senapan itu tidak mengenai Ying, melainkan mengenai sebotol merica yang berada di atas lemari.

PRANG!

Botol merica itu pecah dan bubuknya bertebaran di mana-mana. Malangnya, Ying terkena bubuk merica tersebut ketika sedang lari cepat.

"H-h-haaaatchiiii!" Ying bersin dengan kencang dan larian supernya mulai menghilang.

Mega Probe melompat dengan kekuatan penuh dan menghadang Ying. Tangan besarnya langsung menangkap Ying dan tangan lainnya mengambil remote dari Ying.

"Sial!" umpat Fang pelan.

"Kau pikir aku main-main dengan semua ini, budak-budak super hero? Aku sudah menyiapkan semua ini dengan matang. Sekarang bagian akhirnya. Serahkan Ochobot padaku!" bentak Adu Du.

"Kau ini benar-benar menyebalkan!" celetuk Gopal kesal.

"Ochobot! Cepat ke sini!" perintah Adu Du.

Ochobot hendak terbang kepada Adu Du. Namun ditahan Fang di pelukannya.

"Jangan, Ochobot. Nanti dia akan menyakitimu," ucap Fang.

"T-tapi, kalau aku tidak menurutinya, kalian semua dalam bahaya," bisik Ochobot.

"Tidak. Kita akan aman," balas Fang menyakinkan.

"Ochobot!" panggil Adu Du.

Ochobot terlihat ragu untuk memutuskan semua itu. Antara ia menuruti Fang atau ikut Adu Du. Kedua keputusan itu sama-sama berbahaya. Tapi ...

BoBoiBoy Gempa melihat sorot mata Ochobot yang bingung. Dengan segera ia berlari dan memeluk Ochobot yang berada di pelukan Fang.

"Ochobot, jangan pergi," bisik BoBoiBoy Gempa.

"Dengar Adu Du. Aku tahu kau mengaktifkanku. Terima kasih telah mengaktifkanku tapi—"

Adu Du hanya mengernyitkan dahinya.

"—aku tidak mau menuruti perintah untuk niat jahat," ucap Ochobot tegas.

BoBoiBoy dan teman-temannya mengembuskan napas lega dan mengembangkan senyum di wajah masing-masing.

"Jawaban yang salah. Probe!" ucap Adu Du.

Mega Probe melemparkan remote dengan kekuatan penuh ke arah Adu Du. Adu Du menangkapnya dengan tepat dan memencet salah satu tombol.

Seluruh dinding Markas Kotak mengeluarkan berbagai senapan yang pelurunya siap diluncurkan kapan saja. BoBoiBoy dan teman-temannya hanya mangap melihat semua peralatan canggih itu.

"Selamat tinggal, budak-budak manis!" Adu Du menyeringai dan jarinya siap menekan tombol lain.

"J-jangan!" teriak BoBoiBoy Gempa panik.

DRRTTT!

BRAK!

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Catatan kaki:

16. Gamsahamnida = Terima kasih. Ahjumma = Tante atau bibi. Bahasa Korea.

17. Mianhae = maaf. Masih bahasa Korea.

18. Jinjja ? = benarkah ?. Bahasa Korea lagi. Wkwkwk.

19. "Sepertinya Coach Namjoon dan dr. Seok Jin saling mengenal." Yaiya doonngg mereka kan satu member di grup boyband Korea Bangtan Boys ;p. Tapi di ff ini mereka hanya teman sekampus.

20. "... Adu Du seraya menunjukkan mesin yang disebut." Ingat episode 1 season 1? Yap, itulah mesinnya. Yang scene pas Ochobot diaktifkan pake bubuk cokelat Tok Aba looohhh.

21. Re-boot = kalau dalam istilah komputer, artinya memulai dari awal. Yaa, memorinya kehapus gitu dan sistemnya balik ke awal seperti baru dibeli.

A/N: Yooo wassap yo! Maaf telat banget update-nya karena begadang mulu ngerjain tugas ;(.

Tapi, bodo amatlah. Yang penting chap ini selesai ditumpahkan dari pikiran gue. Wohoooo jadi lega deh.

Woawww, semenjak BoBoiBoy The Movie di bioskop, fandom ini makin rame yaaa. Yeaaayyyy. Terus berkarya yaa untuk kalian semua. Aku lagi berusaha baca semua ff di fandom ini. Tapi ketinggalan melulu ;(. Ga sempet baca fanfiction.

Silent readers, ini bukan koran yang cuma dibaca aja yaaa. Wkwkwk.

Review please!

——————————
K O L O M  N U T R I S I

——————————

1. Dapatkah BoBoiBoy dkk selamat?

2. Apabila kamu ada di tengah pertengkaran orang tua, apa yang akan kamu perbuat?

3. Apa pendapatmu terhadap Chapter 15 di Do I Remember You ini?

***

Mari terapkan budaya baca cermat, memberi masukan dengan santun juga bijak, serta menghargai keberagaman dalam berkarya dan perbedaan pendapat. Be wise.

***

Sudahkah kamu vote bab ini dan follow penulisnya?

Scroll/Swipe untuk membaca bab selanjutnya dari fanfict Do I Remember You?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top