Chapter 14
Fang mengernyitkan dahinya. Matanya sedikit melirik ke arah dr. Tadashi.
"Kejadian ... lima ... tahun ... lalu?"
Fang menebak bahwa sesuatu cerita tentang lima tahun lalu itu adalah cerita yang buruk. Terlihat dari ekspresi dr. Tadashi yang begitu sedih.
"Aku mempunyai seorang adik laki-laki, Fang," ucap dr. Tadashi lalu menselonjorkan kedua kakinya.
Fang langsung antusias mendengar perkataan dr. Tadashi. Ia memasang pendengarannya baik-baik.
"Kau mempunyai adik, Dok?"
"Ya, namanya Hiro Hamada(15)."
"Wow, pasti kalian mirip. Kalian mempunyai marga," celetuk Fang.
Dokter Tadashi sedikit senyum mendengar pendapat Fang.
"Tapi sifat kami tidak mirip, Fang. Dia itu sedikit berandal. Dia sangat suka bertaruh menggunakan robot buatannya. Sampai ia pernah ketahuan polisi karena pernah berjudi di gang yang berisi kumpulan preman kaya."
Fang merubah posisi duduknya menjadi berhadapan dengan dr. Tadashi. Ia ingin mendengar cerita menarik dr. Tadashi secara saksama.
"Anak itu memang menyebalkan. Suatu hari aku membawanya ke universitas tempat aku kuliah. Aku kuliah di Institut Teknologi San Fansokyo, jurusan robotik, Fang. Setelah dinasehati oleh salah satu profesorku, Hiro akhirnya bertekad ingin membuat robot yang lebih bermanfaat daripada sekedar digunakan untuk berjudi."
Dokter Tadashi sedikit mengulas senyum, mengingat ekspresi bodoh adiknya pada waktu itu.
"Selama beberapa bulan, Hiro membuat suatu penemuan hebat dengan robotnya. Aku turut senang dan mendukung Hiro. Hiro menunjukkan penemuan itu kepada profesorku. Profesorku terkesan dan Hiro lulus masuk ke universitas tempatku. Setiap hari aku dan teman-temanku senang menyambut Hiro di kelas."
Fang sedikit tersenyum mendengar kalimat terakhir dr. Tadashi. Mengingatkannya kepada BoBoiBoy yang satu sekolah dengannya, tapi tidak satu kelas.
Dokter Tadashi menurunkan garis bibirnya. Napas berat ia keluarkan. Bersiap-siap untuk mengatakan bagian terburuknya.
"Suatu hari, aku menemukan Hiro tergeletak tak sadarkan diri di ruang kerjaku. Aku buru-buru menghampirinya. Hiro dengan cepat sadar dan ia mengatakan dengan cepat bahwa ia baik-baik saja. Tapi jawabannya tidak memuaskanku. Aku selalu khawatir dengannya."
"Hiro sakit?" tanya Fang.
"Saat itu aku mengira bahwa Hiro mengalami capek biasa. Tapi aku dan teman-temanku menemukan kejanggalan pada Hiro. Ia selalu menanyakan tanggal berapa sekarang, nama jalan, dan nama para profesor. Klimaksnya ketika ia selalu salah memanggil namaku dan nama teman-temanku. Aku benar-benar curiga. Sampai suatu saat aku dan bibiku memaksa Hiro untuk memeriksanya di rumah sakit."
Fang sedikit terkejut mendengar ciri-ciri kejanggalan pada adik dr. Tadashi.
'Apa jangan-jangan Hiro mengalami ...' Fang berbicara sendiri dalam batinnya.
"Hari itu adalah hari yang paling kubenci, Fang. Hiro didiagnosa menderita alzheimer. Bibiku menangis sejadi-jadinya sambil memeluk Hiro. Hiro berkata kepadaku bahwa sebenarnya ia sudah menduga terkena alzheimer. Ia diam-diam searching gejala-gejala yang ia alami di dunia internet."
Dokter Tadashi mengusap wajahnya dengan kedua tangannya secara kasar.
Fang masih diam mendengarkan cerita dr. Tadashi. Ia terlalu syok mengetahui dr. Tadashi mengalami hal yang sama dengannya.
"Setiap hari alzheimer pada diri Hiro semakin parah. Tapi itu tidak membuat semangat Hiro turun. Hiro memintaku untuk memperlakukannya seperti orang sehat, seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Tapi kau tahulah perasaanku sebagai kakak, Fang."
Fang hanya menundukkan kepalanya. Ia benar-benar tidak menyangka dr. Tadashi mempunyai pengalaman yang nyaris sama dengannya.
"Setiap hari kami terkadang bertengkar. Apa yang kami pertengkarkan tidak jauh-jauh dari penyakit itu. Tapi kami juga cepat baikannya, hahaha."
Dokter Tadashi tertawa, otomatis membuat Fang ikut tertawa. Setidaknya hubungan kakak-beradik dr. Tadashi dengan Hiro tidak seburuk hubungan kakak-beradik dirinya dengan BoBoiBoy.
"Tidak sadar hari makin hari lewat. Keadaan Hiro semakin buruk sampai ia harus menjalani rawat inap di rumah sakit. Saat aku wisuda, Hiro bersikeras untuk datang melihatku. Akhirnya dengan kursi roda dan beberapa bantuan alat, Hiro hadir di wisudaku. Aku benar-benar senang sekaligus khawatir pada hari itu."
Fang mendecih cemburu, "Setidaknya Hiro bisa menghadiri wisudamu, Dok."
Dokter Tadashi tersenyum, lalu ia melanjutkan ceritanya, "Aku, Hiro, dan Bibi sempat berfoto bertiga. Setelah itu, Hiro memelukku dan bilang, 'Suatu hari aku akan menyusulmu mengenakan topi toga itu, Bung.'. Aku pun tertawa dan memukul pelan bahunya. Teman-temanku juga ikut bahagia melihatku dan Hiro. Namun hari bahagia itu seakan-akan hanya berlaku satu hari saja. Keesokan harinya keadaan Hiro semakin parah. Tubuhnya semakin kurus, wajahnya pucat, dan bahkan susah berbicara. Dokter sudah berusaha sekeras mungkin, tapi hasilnya nihil. Akhirnya Hiro ingin berhenti dirawat."
"Berhenti dirawat? Mengapa, Dok?" ucap Fang dengan suara tercekat.
"Saat itu, aku tahu tubuh Hiro sudah menolak asupan obat. Bibiku sangat marah dan tetap ingin melanjutkan perawatan Hiro. Tapi Hiro memohon dengan sangat untuk berhenti. Akhirnya setelah berdebat cukup lama, bibiku menangis dan ia mengiyakan permintaan Hiro untuk berhenti dirawat inap. Keesokan harinya, Hiro mengajakku dan teman-temanku untuk berlibur di desa tempat kelahiran bibiku. Kami semua bermain sangat puas, walaupun usia kami sudah terbilang tua untuk bermain. Pada malam harinya, Hiro menghampiriku yang sedang berdiri di balkon lantai atas. Dengan manjanya, ia memintaku untuk menggendongnya."
"Lalu?"
Dokter Tadashi diam sebentar. Ia menggigit bibir bawahnya lumayan keras.
Flashback On.
"Tadashi, gendong aku!" ucap Hiro dengan suara manja.
"Aku capek setelah bermain sambil lari-larian tadi. Untuk apa juga aku menggendongmu hmm?" balas Tadashi dengan suara lembutnya.
"Ingat ketika kau mendadak menggendongku dan mengatakan, 'Look the new angle!' pada saat aku putus asa karena tidak mendapat ide untuk membuat ciptaan robot baru untuk Professor Callaghan? Aku rindu masa itu."
Angin malam berhembus pelan menghampiri mereka. Keadaan hening seketika. Ditemani sinar-sinar bintang di langit yang cerah.
"Aku ... putus ... asa."
Tadashi tertegun melihat ekspresi adiknya yang begitu ... sulit diartikan. Hiro kemudian duduk di kursi.
Tanpa pikir panjang, Tadashi segera menarik kedua kaki Hiro dan meletakkan lipatan antara paha dan betis di pundaknya.
Tadashi melompat-lompat kecil seraya berjalan, membuat Hiro berguncang dan goyang ke kanan dan kiri.
"Jangan cemberut terus. Kau jelek seperti itu," ejek Tadashi sambil terus melompat-lompat.
"Huahahaha. Aku tahu kau akan melakukannya. Oke cukup turunkan aku," balas Hiro lalu tertawa lagi.
Tadashi balas tertawa lalu meletakkan adiknya di kursi seperti semula. Tadashi melakukan peregangan badan sebentar.
Dengan wajahnya yang masih pucat dan lesu, Hiro menatap Tadashi dengan senyum yang sulit diartikan.
Tadashi sedang memunggungi Hiro seraya menatap langit cerah yang dipenuhi berbagai bintang. Malam itu mereka berdua menikmati suasanya yang begitu sejuk.
HUP!
Secara tiba-tiba, Hiro melompat ke punggung kakaknya. Tadashi tentu menyambutnya secara kaget dan otomatis menahan kedua kaki Hiro.
Hiro mengalungkan tangannya di leher Tadashi. Kepalanya ia letakkan di atas lengannya.
"Kak, gendong yaa," ucap Hiro dengan nada pelan.
Tadashi hanya memutar matanya.
"Kau berat tahu. Tidak seperti dulu," protes Tadashi.
"Bawel ah."
Udara dingin lagi-lagi menyelimuti mereka. Hiro semakin mengeratkan pelukannya pada Tadashi.
"Langit di atas cerah yaa. Banyak bintang-bintang," gumam Hiro tanpa mendongak kepalanya.
Tadashi mengangguk kepala pelan tanda setuju.
"Aku ingin menjadi bagian dari bintang itu. Aku ingin tinggal di langit. Melihat Kakak dan Bibi Cass bersenang-senang di bumi," ucap Hiro.
"Kau ini bicara apa sih?" cibir Tadashi.
"Aku ingin pergi, Kak. Boleh gak?"
DEG!
Mendadak jantung Tadashi berdetak tidak beraturan.
"P-pergi? K-kemana? Biar aku antar," balas Tadashi dengan sedikit gemetar.
"Tidak, Tadashi. Aku bisa pergi sendiri," balas Hiro dengan suara serak.
Mereka sama-sama dewasa. Poin terpenting ialah ... Tadashi tahu kemana arah pembicaraan ini.
Sebulir air mata mengalir pelan dari mata Tadashi.
"Huh. Yakin mau pergi sendiri? Waktu kau nyaris ditangkap polisi saja, kau tidak bisa kabur sendirian," ejek Tadashi dengan suara tercekat, menahan tangis.
"Yakin. Jangan ungkit masalah itu dong! Kalau yang lain dengar bagaimana? Malu tahu," balas Hiro kesal.
Tadashi ingin sekali menertawai respon adiknya. Tapi rasa sesak yang mengaliri tubuhnya membuat ia kesulitan tertawa semakin mengeratkan kedua kaki Hiro agar bocah itu tidak jatuh di lantai.
Karena Tadashi menyadari tubuh Hiro lama kelamaan semakin lemas.
"Tolong jaga Bibi Cass yaa selama aku pergi. Buat ia selalu tersenyum apapun keadaannya. Aku selalu menganggapnya sebagai Ibu terbaik di dunia!"
"Hmmm ..."
Hati Tadashi semakin lama semakin remuk. Udara di malam hari apalagi pedesaan seperti ini sangat bersih dan segar untuk dihirup, tapi Tadashi merasakan sesak yang luar biasa. Tenggorokannya tercekat, padahal Hiro tidak memeluk lehernya begitu kencang.
"Titip salam untuk Gogo, Honey Lemon, Wasabi, dan Fred. Aku akan selalu bermain dengan mereka. Hahaha. Oh ya, jangan lupa rawat Mochi, kucing kesayanganku, kau, dan Bibi Cass!"
Tentu Tadashi tidak akan melupakan hal itu.
"Tadashi! Kau tidak mendengarkanku ya?" ucap Hiro mengejutkan Tadashi.
"E-eh? A-aku dengar!" bantah Tadashi dengan suara serak.
"Lalu mengapa diam saja?" tanya Hiro.
"Tidak apa-apa."
"Jangan menangis, Big Baby!" cibir Hiro.
Nyatanya air mata terus mengalir dari mata Tadashi. Sesegukan demi sesegukan mulai muncul.
"Tadashi, aku pergi dulu ya. Jangan lupa sampaikan pesanku. Aku akan merindukan kalian semua." Hiro semakin menenggelamkan kepalanya di pundak Tadashi.
"I ... ya ..."
Tadashi merasakan embusan napas Hiro yang menerpa lehernya berhenti begitu saja. Bersamaan dengan itu, kedua lutut Tadashi ambruk menabrak lantai yang dingin.
Flashback Off.
"Rasanya aku ingin saja menyusul Hiro saat itu juga."
"..."
"Tapi itu tidak mungkin kan. Hahaha. Aku—"
Ucapan dr. Tadashi berhenti sejenak. Kedua tangannya memegang stetoskop dan jas putihnya dengan erat. Pandangannya lurus entah kemana.
Fang hanya senantiasa diam mendengar kelanjutan cerita dr. Tadashi.
"—kesal karena aku gagal menyelamatkan Hiro. Ah bukan kesal, aku sangat marah. Aku memang kakak yang bodoh, Fang. Aku sangat marah sampai aku akhirnya memutuskan—"
Seandainya Fang berada di posisi dr. Tadashi, ia akan hancur dan mengamuk besar.
"—untuk menjadi Dokter Spesialis Alzheimer. Bibi dan teman-temanku sangat mendukung keinginanku. Akhirnya aku mengambil kuliah lagi di jurusan kedokteran S2, mengambil kelas spesialis tersebut. Dan di sinilah aku," ucap dr. Tadashi dengan genangan air mata di pelupuknya.
Dokter Tadashi menepuk pundak Fang.
"Tapi perjuanganku setelah lulus belum selesai, Fang. Aku bertekad menyembuhkan BoBoiBoy. Apapun keadaannya. Karena—"
Fang mengucapkan syukur di dalam hatinya. Bersyukur karena BoBoiBoy ada di penanganan dr. Tadashi.
"—aku tidak mau kau merasakan apa yang kurasa dulu, Fang," ucap dr. Tadashi lalu melempar senyum kepada Fang.
"Terima kasih, Dok," balas Fang seraya tersenyum.
Dokter Tadashi membalas senyum Fang.
KRIEK!
Pintu kamar rawat BoBoiBoy terbuka 45 derajat. Terlihat robot kuning yang menyembul di balik pintu.
"Ochobot? Belum tidur?" tanya Fang.
Ochobot hanya diam dan keluar dari balik pintu lalu menutupnya. Kedua mata birunya menatap sedih Fang dan dr. Tadashi.
"Aku mau minta maaf, Fang," ucap Ochobot dengan nada parau.
Fang mengernyitkan keningnya, "Minta maaf? Memangnya kau salah apa, Ochobot?"
"Aku sudah mendengarkan semua percakapan kalian sedari awal. Ada sesuatu hal yang ingin kuberi tahu kepadamu, Fang, dan juga dr. Tadashi," ujar Ochobot seraya memandang lantai.
"Baiklah. Kita lanjutkan perbincangan kita di ruanganku saja," usul dr. Tadashi.
222
Hari berganti pagi dan ini hari kedua BoBoiBoy terbaring di rumah sakit.
Ibu meletakkan dua box berisi makanan di atas meja. Dilihatnya Fang sedang tertidur pulas di atas sofa. Begitu juga dengan BoBoiBoy, masih tertidur pulas di atas ranjangnya.
Ibu mengelus kepala BoBoiBoy yang tidak tertutup topi kesayangannya. Jari lentik Ibu menyingkirkan poni yang menutupi kening BoBoiBoy. Ibu mencium kening BoBoiBoy dengan penuh kasih sayang.
"Nah, Ochobot, kalau Fang dan BoBoiBoy bangun, suruh mereka sarapan dengan nasi dan lauk yang ada di dalam box makanan itu. Aku akan pergi ke kantorku sebentar untuk mengurus surat izin," ucap Ibu.
"Baiklah, Bu," respons Ochobot lalu mengacungkan jempolnya.
Ibu mencium kening Fang, lalu keluar dari kamar rawat BoBoiBoy.
Suara hentakan demi hentakan dari high heels milik Ibu terdengar jelas di lorong yang tidak terlalu ramai. Namun suara hentakan itu berhenti karena perempuan karir itu dihalangi oleh seseorang yang berjubah abu-abu.
"Selamat pagi, Nyonya!" sapa orang itu dengan suara agak rendah.
"Ya ... selamat pagi!" balas Ibu ragu karena berusaha meneliti orang di hadapannya.
"Apakah Nyonya adalah Ibu dari BoBoiBoy dan Fang?" tanya orang tersebut.
"Ya ... itu saya," balas Ibu dengan alis sebelah yang terangkat.
"Kalau begitu—"
Sebuah pedang laser ditarik dari suatu tempat dan langsung mendekati leher Ibu.
"—Ochobot juga adalah kepunyaan Nyonya," ucap sosok tersebut seraya mendongakkan kepala dan menyeringai.
Ibu menarik napas ketika suhu panas dari laser berwarna merah itu menerpa lehernya. Wanita itu juga terkejut melihat orang di depannya yang ternyata bukan manusia.
"S-siapa kau?!" ucap Ibu dengan nada panik.
Orang-orang yang berada di sekitar mereka berdua menatap mereka.
"Hey! Itu Adu Du lah! Untuk apa kau ke sini lagi?!" bentak salah satu orang yang ternyata merupakan warga Pulau Rintis.
Jubah terlepas memperlihatkan Adu Du yang berada di atas Probe. Adu Du meloncat dari Probe dan roket kecil di punggungnya aktif agar ia bisa terbang sepantaran dengan tinggi tubuh Ibu.
"Serahkan Ochobot padaku sekarang!" bentak Adu Du.
"Jangan konyol! Kau ini siapa?!" ucap Ibu dengan suara tegas walaupun jantungnya sudah berdetak tidak beraturan.
"Woy! Jangan coba-coba kau sakiti Ibu BoBoiBoy!" bentak salah satu warga.
"Jangan coba-coba kau membentak bosku! Mega Probe!" ucap Probe yang tak terima lalu berubah menjadi Mega Probe.
Mega Probe menembakkan peluru ke arah salah satu warga yang tadi berbicara. Untung warga tersebut dapat menghindar.
BLAR!
Kursi tunggu menjadi korban penembakan Mega Probe. Benda itu hangus dan hancur.
Adu Du menjepit leher Ibu dengan lengannya.
"Jangan ikut campur urusanku!" ucap Adu Du seraya menatap semua orang.
Alien kotak itu mendekatkan ujung laser ke wajah Ibu. Suhu panas semakin terasa membakar kulit wajahnya yang mulus. Tubuh Ibu bergetar dan mengeluarkan keringat dingin.
Sebenarnya apa yang diinginkan makhluk asing ini? Mengapa dia tahu nama kedua anaknya? Apa urusannya mencari Ochobot?
Pertanyaan terus membludak di pikiran Ibu.
Orang-orang disekitarnya juga tidak dapat berkutik dan menolongnya. Mega Probe mengarahkan semua senapan yang ia punya ke orang-orang.
"TUKARAN MOLEKUL!"
Pedang laser tersebut berubah menjadi jelly berwarna merah. Suhu dingin yang keluar dari jelly tersebut menerpa kulit Ibu.
Ibu sedikit mengembuskan napas lega.
Eh tapi tunggu. Kenapa Gopal bisa mengubah laser itu menjadi makanan ringan?
"Hoi, kepala kotak! Lepaskan Ibu BoBoiBoy!" ucap Ying galak.
"Berani-beraninya kalian datang ke sini!" gertak Adu Du seraya melempar jelly tersebut ke lantai.
"Ini rumah sakit, Adu Du! Di mana tata kramamu?!" gertak Yaya balik.
"Aik? Incik Bos ini alien. Mana kenal tata krama," celetuk Mega Probe.
"Adoy. Sudahlah tuh. Lepaskan saja Ibu BoBoiBoy dan belajar tata krama sana!" balas Gopal.
"DIAM KALIAN SEMUA!" teriak Adu Du lalu mempererat jepitannya di leher Ibu.
"Akh!" rintih Ibu kesakitan.
"ELANG BAYANG!"
Burung Elang hitam segera menyerang Adu Du dengan kibasan kasar sayap dan cakar di kakinya. Mengambil kesempatan, Ibu segera berlari menjauh dari Adu Du.
Kedua tangan kekar menangkap tubuh mungil Ibu ke dalam pelukannya.
"Ayah?" ucap Ibu kaget.
"Maaf mendadak. Ayah mendapat firasat buruk dan langsung ke sini," balas Ayah lalu nyengir kuda.
Ibu dan Ayah lalu menengok ke arah Fang yang posisinya sedang mengontrol Elang Bayang.
"Rasakan ini!" seru Mega Probe lalu menembakkan lasernya ke arah Fang.
"Kak Fang, awas!" teriak Ying panik.
Fang menghindari laser dan menyebabkan Elang Bayang hilang seketika. Laser mengenai lantai putih rumah sakit.
"JANGAN PERNAH BERANI SAKITI IBUKU!" gertak Fang.
"Oh ya?" sinis Adu Du, "Probe, sekarang!"
Mega Probe melempar tali ke arah Ayah dan Ibu. Tali itu langsung mengikat Ayah dan Ibu secara otomatis.
"Hey! Lepaskan kita!" seru Ayah.
Tali mengikat semakin kencang setelah Ayah berseru.
"Akh!"
"Huahahaha! Rasakan tali otomatisku. Semakin keras suaramu, tali itu semakin kencang mengikat," gelak Adu Du.
"Hentikan, Adu Du! Kita bicarakan baik-baik apa maumu!" seru Fang.
"AKU CUMA MAU OCHOBOT, BOCAH TENGIL! DI MANA DIA SEKARANG?!" ucap Adu Du dengan emosi meluap-luap.
"Aku sudah lelah dengan cara-caraku yang sebelumnya gagal. Tapi ..." Adu Du menyeringai seraya menggosokkan kedua telapak tangannya, "... menyeret kedua orang tuamu ternyata seru juga."
"Kau terus saja mau Ochobot, Ochobot, dan Ochobot. Untuk apa sih?" cibir Gopal.
"Lah, untuk menguasai Bumi dan mendapatkan pangkat tertinggi di Planet Atata Tiga," balas Mega Probe.
"DIAM KAU, PROBE!" Adu Du lalu melempar cawan ke arah Mega Probe.
"Jangan sakiti Ayah dan Ibuku, Adu Du!" ucap Fang.
"Serahkan Ochobot atau aku akan membuat ayah dan ibumu dalam bahaya!" ancam Adu Du.
222
Kedua mata BoBoiBoy terbuka dan ia segera duduk di kasur.
Ia baru saja bangun dari tidurnya karena mendengar sesuatu ... ah semacam keributan di luar kamarnya.
"Fang kemana yaa? Kok tidak balik ke sini?"
BoBoiBoy segera menengok ke sumber suara yang terdengar cemas. Ochobot tengah terbang bolak-balik tak karuan.
"Ah, sebaiknya aku mencari Fang. Tapi ... BoBoiBoy bagaimana yaa?" ucap Ochobot ragu seraya melihat BoBoiBoy yang terbaring di ranjang.
BoBoiBoy menghampiri Ochobot dan bediri tepat di depannya.
"Aku merasakan sesuatu yang tidak enak. Aku terbangun setelah mendengar keributan di luar kamar. Ada apa yaa?" tanya BoBoiBoy pada dirinya sendiri.
BoBoiBoy melihat dirinya yang masih terbaring di ranjang rawat. Keadaannya masih sama seperti kemarin.
"Ochobot, kau tidak bisa melihatku? Aku ada di sini. Di depanmu," ucap BoBoiBoy kepada Ochobot.
Ochobot tidak merespons BoBoiBoy. Robot itu malah menekan suatu tombol di dinding.
"Sebentar lagi dr. Tadashi akan ke kamarmu, BoBoiBoy. Maaf aku harus meninggalkanmu," ucap Ochobot lalu terbang menuju pintu.
"Tunggu, Ochobot! Aku ikut!" ucap BoBoiBoy.
Robot itu membuka pintu kamar dan BoBoiBoy berhasil keluar. Mereka berdua kini dikejutkan dengan keadaan yang ramai di depannya.
Fang tengah bertengkar dengan Adu Du menggunakan harimau bayangnya.
Yaya dan Ying tengah menyerang Mega Probe dengan susah payah.
Gopal tengah berusaha melepaskan ikatan tali Ayah dan Ibu.
Sedangkan para warga Pulau Rintis hanya mengamati dengan takut pertarungan di depan mereka.
"Apa yang terjadi, hah?!" ucap BoBoiBoy histeris.
"Menyingkirlah dari hadapanku, Adu Du! Aku sudah muak melihatmu!" ucap Fang seraya terus menyerangnya dengan kuasa bayang.
"Aku lebih muak, Fang! Aku cuma meminta Ochobot! Apa susahnya sih?!" ucap Adu Du tak mau kalah menyerang.
"Sampai mati pun aku tak akan menyerahkan robotku!" balas Fang dengan emosi.
"Kalau begitu kau harus MATI dulu!" balas Adu Du lebih emosi.
"CUKUP! HENTIKAN KALIAN SEMUA!"
Semua pergerakan berhenti begitu saja setelah Ochobot berteriak.
BoBoiBoy cukup kaget mendengar Ochobot berteriak, apalagi tepat di sebelahnya. Bukan karena ia berteriak dengan kencang yang membuat telinganya sakit, tapi karena seumur hidupnya BoBoiBoy baru pertama kali ini mendengar robot itu berteriak dengan penuh emosi.
"Ochobot?"
Mata Ibu melotot begitu melihat Ochobot di hadapannya. Mendadak Ibu menjadi cemas jika Ochobot diambil alih begitu saja oleh Adu Du.
"O-Ochobot! A-apa yang kau lakukan di sini?!" ucap Ibu dengan nada gemetar.
"Ibu! Ayah!" ucap BoBoiBoy ketika melihat kedua orang tuanya terikat tali. Bocah itu langsung menghampiri Ayah dan Ibu untuk melepaskan talinya. Tapi tetap saja tidak berhasil.
Fang, Gopal, Ying, dan Yaya menatap Ochobot dengan pandangan panik.
Adu Du menyeringai ketika melihat Ochobot hadir di depan matanya.
"Halo, Ochobot! Sudah lama aku tidak menjumpaimu," ucap Adu Du.
"Ochobot! Ibu menyuruhmu untuk tidak keluar kamar! Pergi dari sini, Ochobot! Akh!" teriak Ibu panik yang membuat tali itu semakin kencang mengikat Ayah dan Ibu.
"Jangan sakiti keluargaku, Adu Du! Lepaskan Ayah dan Ibu!" ucap Ochobot.
"Tidak semudah—"
"Aku akan menyerahkan diriku! Apapun itu! Tolong lepaskan Ayah dan Ibu!" ucap Ochobot dengan nada tegas.
"APA?!"
"Tidak, Ochobot! Ja— Akh!" ucap Ayah.
BoBoiBoy mematung mendengar pernyataan yang baru saja meluncur dari Ochobot.
"Apa kau gila, Ochobot? Kau tidak—"
"Ya, aku tidak gila, Fang. Aku akan menyerahkan diriku kepada Adu Du," balas Ochobot murung.
"Tapi, Ochobot—" Yaya berkata dengan ragu.
"Tidak apa. Ini semua salahku. Lebih baik aku mengikuti perkataan Adu Du daripada keluargaku tersiksa," tegas Ochobot.
"Pilihan bagus, Ochobot. Muahahaha! Kau dengar sendiri? Keputusan robot itu tidak dapat diganggu gugat! Probe, tangkap dia!" perintah Adu Du.
"Tidak, jangan! Ochobot, jangan pergi!" ucap BoBoiBoy.
"Tapi, tunggu. Sebelum aku pergi, aku ingin mengatakan sesuatu kepada Ayah dan Ibu," ucap Ochobot lalu terbang menghampiri Ayah dan Ibu.
Fang berfirasat buruk. Ia berpikiran bahwa Ochobot akan mengatakan sesuatu yang hanya ia dan dr. Tadashi ketahui.
Ochobot berdiri di depan Ayah dan Ibu dengan posisi agak merunduk.
"Sebelum aku pergi, aku ingin meminta maaf kepada Ayah dan Ibu. Aku sangat sayang kepada kalian, BoBoiBoy, dan juga Fang. Sebenarnya ... BoBoiBoy begini ... karena salahku," ucap Ochobot dengan nada parau.
Semua orang hanya menarik napas ketika mendengar perkataan Ochobot.
"Sayang, apa yang kau maksud? BoBoiBoy sakit bukan karena—" ucap Ibu dengan nada tercekat.
"Tidak, Bu. BoBoiBoy terkena alzheimer karena kuasa yang aku berikan kepadanya," potong Ochobot.
Lorong rumah sakit yang terang benderang di siang hari itu mendadak sunyi senyap seperti suasana malam hari.
"K-kuasa? A-ap—"
"Ibu ... Ayah ... lihat keadaan sekeliling. Fang mengeluarkan hewan bayangan hitam, Yaya terbang, Ying berlari kilat, dan Gopal mengubah makanan ... itu karena jam kuasa yang aku berikan kepada mereka..."
"... Aku juga memberikan jam kuasa kepada BoBoiBoy. Ia bisa mengendalikan semua elemen yang ada di bumi. Petir, angin, tanah, api, dan kemudian yang akan muncul selanjutnya adalah ... air."
BoBoiBoy cukup terkejut mendengar bahwa ada elemen air yang akan muncul dalam dirinya. Tapi masa bodo. Ia tetap tidak mau Ochobot pergi begitu saja.
"Ochobot, apa maksud kau mengatakan semua ini?" ucap BoBoiBoy dengan nada murung.
"Petir, Angin, dan Tanah sudah berubah menjadi Halilintar, Taufan, dan Gempa. Aku belum tahu kelanjutan dari Api dan Air. Setiap jam kuasa mempunyai kelemahannya masing-masing. Fang tidak bisa menggunakan kekuatannya jika tidak ada sinar matahari, Ying tidak bisa berlari cepat ketika ia bersin, Gopal tidak bisa mengeluarkan kekuatannya jika ia tidak cukup takut, dan Yaya terlalu sayang kepada musuhnya sehingga ia harus berpikir dua kali untuk menyerang, dan BoBoiBoy ..."
"... akan lupa ketika berpecah tiga dalam waktu yang lama. Setiap hari BoBoiBoy menggunakan kekuatannya untuk menolong orang-orang maupun melawan Adu Du. Lama-kelamaan alzheimer itu muncul karena BoBoiBoy terlalu lama berpecah tiga sekaligus kondisi badannya yang sudah lelah."
BoBoiBoy terkejut mendengar pernyataan Ochobot, terlebih Ayah dan Ibu. Anak itu sampai tidak sadar telah menggunakan kuasa yang sudah melewati batas kekuatan tubuhnya sendiri. Ayah dan Ibu sangat syok berat mendengar pernyataan Ochobot, apalagi mereka baru tahu detik ini.
Bahwa anak mereka mempunyai kekuatan super.
"M-maafkan aku, Yah, Bu. A-aku tidak bermaksud seperti ini. Aku sangat sayang kepada BoBoiBoy. Huhuhuhu. A-aku ... AKH—"
Mega Probe menangkap Ochobot dan langsung membekukan robot kuning itu.
"Ochobot! Tidak!" jerit BoBoiBoy.
"Sudah cukup drama tangis-tangisannya. Terima kasih telah memberikan Ochobot. Semoga hari Anda menyenangkan. Muahahahahaha!" ucap Adu Du dengan tawa jahat.
"ARGH! AKU BENCI KAU, ADU DU! KEMBALIKAN OCHOBOT! BEBOLA API!" teriak BoBoiBoy murka lalu melancarkan serangan api-nya.
Kuasa BoBoiBoy tetap saja tidak mempan mengenai makhluk hidup. Adu Du segera meloncat ke punggung Mega Probe lalu mereka kabur dengan menembus kaca rumah sakit.
PRANG!
Bersamaan dengan itu, tali yang mengikat Ayah dan Ibu mengendur dan jatuh ke lantai.
Mata elang Ayah menangkap Fang yang tengah mematung memandang kepergian Adu Du. Amarah di hatinya mendadak memuncak saat ini.
Tiba-tiba dr. Tadashi dan tiga satpam rumah sakit menghampiri kerumunan tersebut. Para satpam membubarkan kerumunan itu, sedangkan dr. Tadashi menghampiri keluarga dan teman-teman BoBoiBoy.
"Keadaan BoBoiBoy tidak stabil lagi seperti kemarin. Tapi ini melebihi daripada sebelumnya!" lapor dr. Tadashi dengan sedikit panik.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Catatan kaki:
15. Nama adiknya Tadashi Hamada itu beneran Hiro Hamada. Seperti di film Big Hero 6. Tapi fiksi ini dan cerita aslinya berbanding terbalik yaaa x).
A/N: Haaiiiiiii semuaaaaa! Maaf baru update sekarang huhuhuhu.
Ff ini nyaris menjadi crossover-_-. Wkwkwk. Saya benar-benar tak tahan untuk menuliskan adegan Hiro dan Tadashi lebih banyak, tapi untung aja saya bisa menahannya. Kalau nggak, panjang banget ceritanyaaa.
Cerita Tadashi sudah 1k+ di word. Parah banget. Aku udah berusaha memendekkannya tapi tetap saja panjang. Huweeeee, semoga kalian semua terhibur yaa.
Untuk para pembaca baru, WELCOME! Untuk silent reader, thanks banget sudah mengaku! Untuk para pembaca lama, makasih banget sudah setia sampai sekarang. Saya benar-benar terharu dengan kalian :").
Silakan nikmati untuk kalian yang sudah kangen dengan Adu Du. Silakan nikmati cerita Tadashi.
Tunggu dulu. Ini belum seberapa. Chapter selanjutnya akan lebih BLAARRR!
Thank you so much, all ^^!
Silent readers, please review ^^!
——————————
K O L O M N U T R I S I
——————————
1. Berikan kesanmu untuk kisah dr. Tadashi dan Hiro (adiknya).
2. Saat mendapati berita menggemparkan, kamu akan apa?
3. Apa pendapatmu terhadap Chapter 14 di Do I Remember You ini?
***
Mari terapkan budaya baca cermat, memberi masukan dengan santun juga bijak, serta menghargai keberagaman dalam berkarya dan perbedaan pendapat. Be wise.
***
Sudahkah kamu vote bab ini dan follow penulisnya?
Scroll/Swipe untuk membaca bab selanjutnya dari fanfict Do I Remember You?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top