Chapter 12
Yaya membulatkan matanya kaget. Setahu Yaya, Fang tidak pernah bertengkar dengan BoBoiBoy sampai penuh lebam.
"Sudah mendengar kabar bahwa sekolah kita kalah pada pertandingan nasional itu?"
Yaya mengangguk pelan. Tentu ia mengetahui berita yang tidak mengenakkan itu.
"Itu semua salahku," ucap Fang sambil tersenyum getir.
Yaya mengerutkan keningnya.
"Salahmu?"
Fang menekuk kedua kakinya, lalu memeluknya. Ia menenggelamkan kepalanya di antara lutut dan dadanya.
"Aku yang menyebabkan kekacauan itu, Yaya. Hari itu, pagi itu, pelatih sepak bola sekolah kita menelepon ke rumah. Aku mengangkat teleponnya. Pelatih menyuruhku untuk memberitahu BoBoiBoy bahwa jadwal pertandingannya dimajukan. Tapi aku tidak memberitahu hal itu kepada BoBoiBoy."
Fang semakin mengeratkan pelukan kedua kakinya.
"Sepertinya BoBoiBoy tetap pergi ke stadion. Ketika ia pulang ke rumah, ia langsung memukulku. Setelah itu kami bertengkar hebat."
Yaya mengangguk kepalanya pelan. Ia mulai mengerti masalah Fang.
"Dia bilang bahwa aku telah menghancurkan mimpinya. Gara-gara aku, BoBoiBoy kehilangan pangkatnya sebagai kapten dan tim sekolah kita kalah."
"Fang, kau harus tahu, tim sekolah kita kalah bukan karena kau," sanggah Yaya.
Fang melepaskan pelukannya dan kepalanya menengok ke arah Yaya.
"Aku tahu kau ingin menghiburku, heh," cibir Fang sambil menegakkan tubuhnya.
"Justru tidak sama sekali." Yaya mencibir balik.
"Aku memang kakak yang payah," ucap Fang pelan.
"Dengar ya. Aku akui bahwa kau salah karena tidak memberitahu BoBoiBoy. Tapi sekolah kita kalah itu sama sekali bukan kesalahanmu."
Fang menatap Yaya dengan pandangan oh-begitu-kah.
"Sekolah kita kalah karena penyebab kesalahannya ada pada orang-orang di tim itu, Fang. Memangnya kau tim? Bukan, 'kan? Jadi berhentilah menyalahkan dirimu," jelas Yaya.
"Tapi, BoBoiBoy-"
"BoBoiBoy pasti berpikir bahwa karena ia tidak datang, timnya menjadi kalah. Lalu ia menyalahkanmu, 'kan? Kesalahan bahwa mereka kalah itu seharusnya menjadi koreksi antara si pelatih dan para murid yang bermain di sana. Padahal kalau BoBoiBoy bermain, belum tentu juga kan sekolah kita menang?"
"Kau benar, Yaya!" ucap Fang seraya berbinar.
"Sudah saatnya kita menjadi kakak yang tegas bagi adik, Fang." Yaya menepuk pundak Fang.
"Iya, yah. Kalau BoBoiBoy bermain, belum tentu sekolah kita kalah. Akh, anak itu mudah sekali melayangkan tangan. Kenapa ia tidak berpikir dua kali sih?" gerutu Fang.
"Karena ia masih di bawah emosi, Fang. Cobalah bicara baik-baik dengannya lalu minta maaf. BoBoiBoy seharusnya tidak marah kepadamu," jelas Yaya.
"Oke, Yaya. Terima kasih atas saranmu. Aku senang sekali."
"Sama-sama."
Senyum terukir di wajah Fang. Hatinya juga merasa lega. Berterima kasihlah kepada Yaya yang bersedia mendengarkan keluh kesahnya dan memberi saran.
222
"BoBoiBoy, apa yang kau lakukan di sini?"
Ochobot baru saja mengambil beberapa baju dari jemuran. Robot kuning itu melihat BoBoiBoy yang tengah memutar kenop pintu.
"Ya mau masuk lah."
"Tapi mengapa kau lewat pintu belakang?" tanya Ochobot.
BoBoiBoy baru sadar sekarang ia berada di halaman belakang rumahnya. Di mana halaman belakang tersebut ada tiang jemuran baju dan bangku panjang.
"O-oh iya ya," balas BoBoiBoy dengan cengonya.
"Sudahlah. Lebih baik kau masuk ke rumah dan ganti baju lalu makan siang,"
"Siap, Ochobot!"
BoBoiBoy memasuki rumahnya.
"Aneh sekali. Biasanya orang-orang memasuki rumah melalui pintu depan," gumam Ochobot.
Ochobot merasa hal itu tidaklah penting. Robot kuning itu lalu kembali melanjutkan aktivitasnya yang sempat tertunda tadi.
BoBoiBoy melangkahkan kakinya sampai ia tiba di ruang tamu. Matanya menuju ke arah pintu depan yang masih tertutup rapat. BoBoiBoy merasa aneh dan muncul beberapa pertanyaan di benaknya. Mengapa ia masuk melalui pintu belakang?
"Huh, mengganggu saja pikiran itu," gerutu BoBoiBoy.
BoBoiBoy melangkahkan kakinya ke depan. Tetapi mendadak ia berhenti.
'Setelah ini aku harus apa?' batin BoBoiBoy.
BoBoiBoy berdiri mematung di ruang tamu. Setelah pulang sekolah dan terapi, apa yang harus ia lakukan?
Ia mencoba mengingat perkataan Ochobot tadi. Tapi gagal. Pikirannya menjadi kemana-mana.
BoBoiBoy benar-benar tidak tahu harus melakukan apa setelah ini.
KREK!
Pintu depan terbuka, Fang masuk ke rumah seraya membawa bola basketnya. Sudah ditebak ia sehabis latihan bola basket bersama adik kelasnya di sekolah.
Fang berjalan menuju tangga, bola matanya memerhatikan BoBoiBoy yang berdiri di tengah-tengah ruang tamu.
BoBoiBoy memicingkan matanya ke arah Fang. Rupanya ia masih kesal dengan kakaknya.
Begitu pula Fang. Merasa diperhatikan dengan tidak begitu enak, ia membuang muka dan berjalan lurus lalu menaiki tangga.
Sadar atau tidak, akhirnya BoBoiBoy mengikuti kakaknya yang menuju lantai atas.
222
"Hahahaha ... yes! Kalahkan itu! SERANGAN ROTAN KEINSYAFAN!"
BoBoiBoy dengan asyik memerhatikan layar persegi panjang di depannya. Tangannya mengutak-atik stik PS dengan lincah. Game Papa Zola 5 terus menampilkan pergerakan gambar yang menarik.
"BoBoiBoy, bukankah seharusnya kau ujian kenaikan kelas besok?"
Suara Ibu membuyarkan setengah konsentrasi BoBoiBoy kepada game tersebut.
"Eh, minggu depan kali, Bu," ucap BoBoiBoy yang tatapannya tidak beralih dari layar.
"Sayang, kemarin Ibu menerima surat sekolah darimu. Di sini tertulis bahwa ujian kenaikan kelas dimulai besok," balas Ibu seraya menuangkan teh manis ke cangkir.
"Eh, masa sih?" BoBoiBoy mem-pause game dan menengok ke arah Ibu.
Ibu mengangguk serius.
'Perasaan ... aku tidak pernah kasih surat deh,' batin BoBoiBoy.
"Kamu memberikan surat itu pada Ibu, BoBoiBoy. Ayah lihat, kok," ucap Ayah setelah ia keluar dari kamarnya.
BoBoiBoy mengangguk-meski masih terlihat ragu. Anak itu lalu mematikan televisi dan pemutar PS-nya. Well, walaupun BoBoiBoy lupa, setidaknya BoBoiBoy percaya dengan kata-kata Ibu dan Ayah.
Tunggu? Lupa?
Alzheimer itu. Damn it.
222
Seminggu telah berlalu, BoBoiBoy telah menyelesaikan ujiannya dan sekarang ia sedang dalam masa liburan. Selama BoBoiBoy ujian, Fang dan teman-temannya rutin latihan untuk perpisahan nanti. Ya, Fang sibuk untuk mempersiapkan perpisahan sampai ia pulang malam.
Seperti hari ini. Fang sibuk latihan geladi resik untuk perpisahan esok hari. Tidak terasa hari-hari sudah lewat. Memang hari demi hari sudah lewat, tetapi atmosfer di antara Fang dan BoBoiBoy masih suram.
Tidak ada yang mau memulai untuk meminta maaf.
Jam menunjukkan pukul 10 malam. BoBoiBoy masih tidak bisa memejamkan matanya. Padahal ia harus menghadiri perpisahan Fang bersama Ayah dan Ibu besok.
BoBoiBoy bangkit dari kasurnya dan keluar kamar. Sesekali ia mengintip kamar Fang yang tidak jauh dari kamarnya. Pintu kamar Fang terbuka lebar, di dalamnya terdapat kasur yang rapi.
Sepertinya kakaknya belum pulang.
BoBoiBoy menuju lantai satu yang gelap dan hanya diterangi lampu dari dapur.
BoBoiBoy berjalan menuju dapur dan membuka kulkas. Ia mengambil segelas susu cokelat yang sudah disediakan Ochobot pada sore hari. BoBoiBoy menutup pintu kulkas dan membawa gelas itu menuju-
BRUK!
"Ah."
CTAK!
Ochobot menyalakan lampu ruang tengah. BoBoiBoy melihat susu cokelat yang hanya berisi setengah gelas.
"D-DINGIN!"
BoBoiBoy menengok ke sumber suara. Terlihat Fang sedang memegang bajunya yang terkena tumpahan susu cokelat dingin dari gelas yang dibawa BoBoiBoy.
"A-apa yang kau lakukan, huh?" tanya Fang dengan emosi.
"M-maaf-"
"Kau ingin membuatku masuk angin, ya? Kau tidak tahu betapa mengerikannya angin di malam hari?!" ketus Fang.
"S-salah sendiri baru pulang sekarang. Aku juga tidak melihatmu, Kak," balas BoBoiBoy tidak terima.
"Lagian siapa suruh membawa segelas minuman di ruang gelap?"
"Aku lupa menyalakan lampu, Kak!"
Fang dan BoBoiBoy saling berpandangan sengit.
"Sudahlah, Ibu dan Ayah lagi tidur," ucap Ochobot berusaha mencegah pertengkaran mereka.
"Diam, Ochobot! Jangan ikut campur!" ucap Fang sinis.
"Hey, jangan kasar kepada Ochobot!" ucap BoBoiBoy.
"Arrghh! Terserahlah! Aku capek," tandas Fang lalu naik tangga.
"Hah? Capek?" ucap BoBoiBoy sarkatik, "lebih capek mana dengan aku yang ke Stadion Kuala Lumpur menggunakan hoverboard kemudian berlari sepanjang jalan masuk stadion?!"
Fang menghentikan langkah kakinya.
"Apa maksudmu?!" ucap Fang tanpa membalikkan badannya.
"Lupakan saja. Orang macam kau tidak paham perasaan orang yang barusan kehilangan impiannya," ucap BoBoiBoy dingin.
"BoBoiBoy. Sudahlah," ucap Ochobot pelan.
Tiba-tiba Fang melompati lengan tangga dan ia berdiri di hadapan BoBoiBoy.
"Ah, soal itu ternyata," ucap Fang seraya menyeringai, "kau pede sekali dengan impiannmu. Saking pedenya, jika orang lain salah, dengan mudahnya kau menyalahkan orang itu."
"Macam kau," balas BoBoiBoy tajam.
"Jika Ayah dan Ibu tidak mengizinkanmu pergi, apa kau akan memperlakukan mereka seperti aku yang notabene kau sebut sebagai kakak-penghalang-impian-adik?" desis Fang.
Wajah BoBoiBoy semakin maju mendekati wajah Fang. Pandangan matanya semakin tajam.
"Ayah dan Ibu berbeda dengan Kak Fang," desis BoBoiBoy lebih tajam.
"Sialan! Kau egois, BoBoiBoy," ucap Fang tajam.
BoBoiBoy menyeringai puas, kemudian mendorong bahu Fang dengan kasar.
"Aku tidak egois, Kak," balas BoBoiBoy.
"Aku akan menghancurkanmu dengan jari bayang." Fang tidak dapat menahan emosinya lebih jauh. Tangannya sudah dipenuhi dengan bayangan hitam.
"Aku akan membuatmu menyesal dengan hujan halilintar." Aliran listrik merah muncul di tangan BoBoiBoy.
"BoBoiBoy, Fang, apa yang kalian lakukan?"
BoBoiBoy dan Fang segera menghilangkan kuasa mereka yang sempat muncul. Kedua kakak beradik itu menengok ke arah Ayah mereka yang sedang berdiri di ambang pintu kamar.
'Oh, tidak. Ayah pasti melihat kuasa mereka,' batin Ochobot panik.
'Semoga Ayah tidak melihat kuasa tadi,' batin Fang lebih panik.
'Oh, tidak. Betapa cerobohnya aku. Maafkan aku, Yah,' batin BoBoiBoy panik.
"Sudah jam setengah 11 dan kalian belum juga tidur. Cepat ke kamar kalian masing-masing!" perintah Ayah.
Ochobot, Fang, dan BoBoiBoy mengembuskan napas lega mengetahui sang ayah tidak melihat kuasa bayang dan halilintar.
"Baik, Yah. Tapi aku harus menghabiskan susu cokelat ini dulu," balas BoBoiBoy sambil menunjukkan gelas yang ada di tangannya.
"Yasudah. Duduk di sofa dan habiskan. Fang, apa kau baru pulang?" tanya Ayah masih dengan nada tegas.
"Iya, Yah. Aku sehabis latihan SEHARIAN dan aku terkena tumpahan susu dingin dari BoBoiBoy. Aku LELAH dan aku mau tidur sekarang!" ucap Fang dengan dua kata penekanan lalu menaiki tangga.
BoBoiBoy menatap tajam ke arah punggung kakaknya yang semakin menjauh dari pandangannya.
222
Akhirnya hari ini datang juga.
Setelah latihan berminggu-minggu, perpisahan kelas 6 Sekolah Rendah Pulau Rintis mulai berjalan pagi ini. Fang mengenakan baju tuxedo, sepatu hitam mengkilat, dan tidak lupa dasi kupu-kupu di kerah bajunya.
Fang mematut bangga di depan cermin yang dihiasi lampu di setiap sisinya.
"Memang benar kau populer. Kau sangat tampan hari ini. Tapi jangan lama-lama bercermin, kita harus bersiap-siap di belakang panggung," ucap Yaya seraya memutarkan bola matanya.
Fang segera menengok ke arah Yaya. Perempuan itu sangat cantik dibalut terusan panjang pink dengan bagian rok yang blink-blink dan jilbab segiempat yang dipasang simple. Make up di wajahnya juga sangat natural
"Kau juga cantik, Yaya. Tapi kau tak populer," gelak Fang, "ah buru-buru sekali. Padahal baru penyambutan kepala sekolah."
Fang berjalan seiringan dengan Yaya menuju belakang panggung yang sudah dipenuhi teman-teman sekelasnya yang ingin tampil.
"Apakah Ayah dan Ibumu datang?" tanya Yaya.
"Tentu saja," ucap Fang sambil tersenyum.
"BoBoiBoy?" bisik Yaya.
"Entahlah, semalam aku bertengkar lagi dengannya," balas Fang murung.
Yaya hanya menggelengkan kepala.
222
"BoBoiBoy, ayo, kita ke sekolah!" ajak Ibu di depan pintu kamar BoBoiBoy.
Ibu kedua anak itu sudah siap untuk pergi menghadiri perpisahan murid kelas 6. Ibu mengenakan baju kebaya pink dan rok motif batik.
"BoBoiBoy, ayolah, kita pergi bersama!" ucap Ochobot yang berada di samping Ibu.
"BoBoiBoy masih ngambek tuh sama Fang. Bujuk lebih keras lagi, Bu, Ochobot," sahut Ayah dari lantai satu yang sedang menyemir sepatunya.
Ayah mengenakan baju batik yang motifnya sama dengan motif rok Ibu dan celana panjang bahan berwarna hitam.
"Masa' kamu tidak pergi gara-gara pertengkaran lalu? Ayolah, itu sudah lewat, BoBoiBoy," ucap Ochobot.
"Itu benar sayang. Fang sedang menunggu kita," ucap Ibu.
Di dalam kamar, terlihat BoBoiBoy yang sedang bersender di balik pintu. Pandangan matanya lurus.
Fang sedang menunggunya? Benarkah?
BoBoiBoy merasa sikapnya sudah keterlaluan kepada Fang. Masihkah Fang mau melihatnya di acara perpisahan? Padahal kalau dipikir-pikir juga, sikapnya sangat berlebihan.
Lebih baik ia diam di rumah saja sampai mood-nya berubah lagi.
BoBoiBoy bangkit dan ia membuka pintu kamarnya.
"Nanti aku menyusul. Ibu dan Ochobot duluan saja," ucap BoBoiBoy.
"Ah, tidak. Kita harus pergi bersama, BoBoiBoy. Cepat ganti bajumu dan kita berangkat," ucap Ibu.
BoBoiBoy diam sejenak memandang Ibu. Ia tetap kekeuh dengan perkataannya tadi.
Ochobot tahu, BoBoiBoy tidak ingin sekali dipaksa.
"Bu, lebih baik kita duluan saja. BoBoiBoy nanti akan menyusul. Dia hanya butuh ketenangan. Kasihan juga Fang sudah menunggu kita di sana. Ini hampir telat, loh," ucap Ochobot.
Ibu melirik sedikit arloji emas di pergelangan tangannya. BoBoiBoy langsung tersenyum cerah begitu Ochobot berkata begitu. Robot itu memang mengerti dirinya.
"Kau benar juga, Ochobot. Kau yakin tak apa-apa jika menyusul?" tanya Ibu.
"Iya, Bu. Sekolah kan dekat dari sini. Ibu saja yang berlebihan harus naik mobil Ayah," canda BoBoiBoy.
"Kau kan sudah biasa berjalan. Lagipula di luar sedikit panas dan Ibu mengenakan sepatu hak. Ya sudahlah. Ibu akan menunggumu."
"BoBoiBoy pasti datang, Bu." BoBoiBoy meraih tangan Ibu dan mencium punggung tangannya.
Ibu mencium puncak kepala BoBoiBoy yang tertutup topi dinosaurus.
Ibu menuruni tangga. Ochobot dan BoBoiBoy ber-high five.
"Terbaiklah kau, Ochobot."
"Hehehe. Kalau kau membutuhkan bantuan, telepon aku lewat jam kuasa. Jangan sampai kau ke sekolah menggunakan mobil Ibu yang terparkir di garasi," celetuk Ochobot.
"Yelah tu."
222
Penonton yang terdiri dari guru, beberapa murid kelas 6, serta orang tua murid bertepuk tangan antusias begitu Fang duduk di kursi seraya memegang gitar dan Yaya yang berdiri di sampingnya yang tengah mengatur mic.
"Selamat pagi Ibu Bapak guru yang kami banggakan, Orang tua murid yang kami hormati, serta teman-teman yang kami sayangi. Nama saya Yaya dan sebelah saya adalah teman sekelas saya bernama Fang." Yaya menunjukkan Fang yang berada di sebelahnya.
Fang melambaikan tangannya secara lembut dan memberikan senyuman manis yang membuat seisi Gedung Serbaguna Sekolah Rendah Pulau Rintis itu riuh seketika. Siapa lagi kalau yang tidak membuat riuh itu sebagian besar adalah penggemar Fang.
Fang melihat Ayah, Ibu, dan Ochobot. Putra pertama itu melambaikan tangan penuh kasih sayang kepada orangtuanya, disambut lagi dengan pekikan heboh para perempuan-yang mengira lambaian kasih sayang itu untuk mereka. Ayah dan Ibu hanya tertawa geli melihat putranya yang begitu mendapat respons heboh. Ochobot mengacungkan dua jempol besinya kepada Fang.
Fang sedikit menurunkan senyumannya begitu ada kursi kosong di sebelah Ibu. BoBoiBoy belum saja datang. Fang sangat mengharapkan adiknya datang walaupun mereka masih saja dalam keadaan perang.
Karena moment ini begitu penting dan hangat bagi Fang.
Yaya menyerahkan mic kepada Fang.
"Terima kasih atas sambutan meriahnya. Saya akan mengiringi Yaya yang akan menyanyikan sebuah lagu yang berjudul Sahabat Kecil yang versi aslinya dinyanyikan oleh penyanyi yang bernama Ipang. Lagu ini didedikasikan untuk teman-teman kami yang berjuang dari awal masuk sekolah hingga sekarang. Semoga kita semua selalu saling mengingat walaupun kita akan memasuki sekolah menengah yang berbeda-beda," ucap Fang lalu menyerahkan mic kepada Yaya.
Suara tepuk tangan langsung memenuhi ruangan.
Petikan gitar yang dimainkan jemari yang ditutupi sarung tangan fingerless Fang mulai terdengar. Seluruh penonton diam dan mulai menghayati.
"Baru saja berakhir
Hujan di sore ini
Menyisakan keajaiban
Kilauan indahnya pelangi."
Yaya menyanyi begitu lembut dan sangat pas dengan nada yang dimainkan oleh gitar Fang.
222
BoBoiBoy merapikan dasi kupu-kupunya yang terpasang di kerah bajunya. Ibunya sangat memaksakan ia untuk tampil menggunakan tuxedo, sama dengan kakaknya. Huh memang menyebalkan.
Setelah memasang topi dinoasurus secara terbalik, BoBoiBoy keluar dari kamarnya dan menuruni anak tangga satu persatu. Mendadak ia berhenti pada anak tangga kelima karena kepalanya dilanda pusing.
"Oh tidak. Jangan lagi," desis BoBoiBoy seraya menyentuh keningnya.
Pandangan BoBoiBoy sedikit blur. Ia berusaha melihat secara samar-samar dan menuruni tangga secara pelan. Tangannya memegang lengan tangga guna menyangga tubuhnya yang limbung.
"A-aku harus c-cepat. Nanti terlambat." BoBoiBoy melihat jam yang berada di pergelangan tangannya.
BoBoiBoy berusaha membaca jam kuasa yang ada di pergelangan tangannya. Namun, semakin ia berusaha membaca angka digital itu, ia semakin pusing dan pandangannya menjadi samar-samar.
"Akh." Tangan yang BoBoiBoy gunakan untuk memegang lengan tangga lepas begitu saja untuk memegang kepalanya yang sakit.
Akhirnya tubuh BoBoiBoy limbung dan ia jatuh. Badannya terguling-guling di tangga kemudian lantai dan akhirnya menabrak sofa.
BRUK!
222
"Tak pernah terlewatkan
Dan tetap mengaguminya."
Pikiran Fang mendadak setengah buyar, namun anehnya tangannya tetap memetik gitar dengan indah. Matanya selalu fokus kepada kursi kosong yang berada di sebelah Ibu.
"Kesempatan seperti ini
Tak akan bisa dibeli."
Mengapa BoBoiBoy belum datang?
Ia yakin pasti sebentar lagi adiknya akan duduk di kursi itu.
222
BoBoiBoy menyentuh pelipisnya. Pusing di kepalanya semakin menjadi-jadi.
Pandangan BoBoiBoy berusaha fokus melihat cairan berwarna merah yang ada ditangannya setelah ia menyentuh pelipisnya.
"Darah?" ucap BoBoiBoy setelah bau anyir memasuki indra penciumannya.
Ia merasakan sekujur tubuhnya sakit setelah beberapa kali menabrak anak tangga. Keringat dingin membasahi seluruh tubuhnya. Pandangan matanya semakin blur.
"Akh, ada apa ini? Tolong hentikan. Aku ingin menonton Kak Fang hari ini," racau BoBoiBoy seraya meremas rambutnya.
BoBoiBoy merasakan sakit dan pusing sekaligus bagai sesuatu benda tajam menghantam kepalanya beberapa kali.
222
Seraya bernyanyi, Yaya mulai mengingat-ingat bagaimana ia bertemu para sahabatnya. Bagaimana ia selalu saling curhat bersama Ying. Bagaimana ia selalu bertengkar dengan Fang. Bagaimana ia selalu dijahili oleh BoBoiBoy dan Gopal.
"Bersamamu kuhabiskan waktu
Senang bisa mengenal dirimu."
Senyum masih terpasang di wajah Fang. Mendadak ia flashback, mengenang dimana ia dan teman-teman superhero-nya bekerja sama melawan alien dan beberapa makhluk jahat.
"Rasanya semua begitu sempurna
Sayang untuk mengakhirinya."
Sementara di sisi lain, Ibu merasakan sesuatu tidak enak menyelimuti perasaannya. Tangannya tidak henti-hentinya meremas rok demi melampiaskan rasa tidak enak atau mungkin rasa khawatir di hatinya.
222
"Tidak, aku harus melawan."
BoBoiBoy berusaha bangkit dengan kasar. Tangannya masih saja memegang kepalanya yang terasa sakit. Kakinya bergetar begitu hebat ketika BoBoiBoy berusaha berdiri dengan tegak.
BoBoiBoy melangkahkan kakinya menuju pintu depan. Namun begitu ia sampai di ruang tamu, BoBoiBoy ambruk lagi.
BRUK!
BoBoiBoy jatuh terlentang. Napasnya sedikit ngos-ngosan dan keringat terus membanjiri keningnya. Ia sedikit merintih kesakitan begitu keringat dan lukanya bercampur.
"K-kak Fang. M-maafkan aku. T-tolong aku," racau BoBoiBoy.
Pandangan BoBoiBoy masih blur dan kelopak matanya memaksa untuk menutupi bola matanya. Saraf dan sel-sel seakan-akan memaksakan tubuh BoBoiBoy untuk menyerah saja.
222
"Kak Fang."
Fang mengerutkan keningnya. Ia baru saja mendengar seseorang memanggilnya secara samar-samar. Tangannya masih memainkan gitar.
"Melawan keterbatasan
Walau sedikit kemungkinan."
Tidak ada orang yang memanggilnya. Semua orang begitu diam menikmati alunan nada dan suara yang dikeluarkan oleh Fang dan Yaya.
'Mungkin itu hanya perasaanku saja,' batin Fang.
"Takkan menyerah untuk hadapi
Hingga sedih tak mau datang lagi."
"Lihat, Bu. Anak kita mengagumkan," celoteh Ayah seraya menunjuk ke arah Fang.
"BoBoiBoy kok belum datang ya?" ucap Ibu cemas.
"Eh?"
Ayah baru menyadari perubahan gerak-gerik Ibu yang sangat gelisah. Ayah juga sempat melirik bangku kosong yang seharusnya ditempati oleh BoBoiBoy.
Ibu menengok ke arah Ayah dan tangannya menggenggam tangan suaminya.
"Perasaan Ibu daritadi tidak enak. Ayah, tolong kau ke rumah untuk menjemput BoBoiBoy," bisik Ibu dengan raut wajah yang sangat cemas.
Ayah hanya mengerutkan keningnya.
222
BoBoiBoy memaksakan matanya agar tetap terbuka. Bola matanya berusaha fokus menatap langit-langit rumahnya. Badannya sudah pegal-pegal dan darah dari pelipisnya terus mengalir sedikit demi sedikit. Tenggorokannya tercekat dan napasnya masih ngos-ngosan.
"O-ochobot ... aku harus ... hubungi ... dia," ucap BoBoiBoy bersusah payah.
BoBoiBoy berusaha mendudukkan badannya. Tangan kanan yang terpasang jam kuasa sudah mulai kaku dan susah digerakkan. Tangan kirinya meletakkan tangan kanannya di pangkuannya.
TIK TIK TIK
Kepala BoBoiBoy masih berdenyut. Ia berusaha fokus untuk menghubungi Ochobot.
TING!
Hologram Ochobot muncul dari jam kuasa elemen bumi tersebut.
"BoBoiBoy? Apa kau ... Eh? YA AMPUN PELIPISMU KENAPA?" teriak Ochobot panik.
BoBoiBoy berusaha senyum dan meletakkan jari telunjuk di atas bibirnya, "Ssstt ... tenanglah, Ochobot. Kurasa penyakitku kambuh. Bisakah kau menjemputku untuk ke sekolah? Aku tidak kuat jika berjalan sendirian."
"K-kau masih mau ke sekolah? T-tapi-"
"Kau harus menjemputku. Jangan bilang-bilang ke Ayah dan Ibu. Ini perintah!" ucap BoBoiBoy lalu menjulurkan lidahnya.
Ochobot ingin protes lebih lanjut lagi, tapi BoBoiBoy dengan cepat memutuskan panggilan di jam kuasanya.
"Aku ingin menonton Kak Fang. Kuharap belum terlambat."
Mendadak tubuh BoBoiBoy bergetar. Kepalanya semakin sakit.
"Akh! KUMOHON HENTIKAN!"
BoBoiBoy menjambak rambutnya begitu kuat dan ia memejamkan matanya begitu erat.
"Hhh ... hhh ..."
BRUK
BoBoiBoy terbaring dengan posisi menghadap ke kiri dan tubuhnya meringkuk. Ia merasakan dunia yang ia lihat berputar-putar. Tubuhnya semakin lemas dan kaku. Pandangannya semakin lama semakin buram dan akhirnya...
Semuanya gelap.
222
Suara gitar yang dimainkan Fang semakin menggema di ruang gedung.
"Bersamamu kuhabiskan waktu
Senang bisa mengenal dirimu
Rasanya semua begitu sempurna
Sayang untuk mengakhirinya."
"Yah, temui BoBoiBoy ke rumahnya. Aku merasakan hal tidak enak," ucap Ibu nyaris menangis.
Sebelum Ayah membuka mulutnya, Ochobot menghampiri kedua suami istri itu.
"Soal itu ... Ibu benar. Kita harus ke rumah, Yah," ucap Ochobot.
"Kau dari mana, Ochobot?" tanya Ayah kebingungan melihat Ochobot yang tiba-tiba datang. Sebelumnya Ayah menyadari bangku sebelahnya yang harus ditempati Ochobot telah kosong.
"Itu tidak penting, Yah. Kita harus pergi sekarang," balas Ochobot dengan nada panik.
Sesaat Ibu dan Ayah saling berpandangan. Seolah-olah mereka sedang melakukan telepati.
"Baiklah, aku akan ke rumah dengan berlari secepat mungkin. Ibu gunakan mobil Ayah nanti ..." Ayah menyerahkan kunci mobilnya kepada Ibu, "... untuk menyusul bersama Fang," ucap Ayah lalu berdiri dari bangku.
"Oke, temani Ayah, ya Ochobot," ucap Ibu. Ochobot hanya mengangguk.
'Maafkan aku telah melanggar perintahmu, BoBoiBoy,' batin Ochobot.
Ibu mencium sebelah pipi Ayah sebelum Ayah dan Ochobot akhirnya benar-benar meninggalkan gedung.
222
"Janganlah berganti
Janganlah berganti
Janganlah berganti
Tetaplah seperti ini."
Fang semakin memainkan gitarnya dengan semangat. Para guru dan orang tua murid bertepuk tangan. Para murid meneriakkan nama Yaya dan Fang.
Ibu meninggalkan tempat duduknya menuju belakang panggung.
"Janganlah berganti
Janganlah berganti
Tetaplah seperti ini."
Alunan gitar Fang yang tadinya semangat, perlahan menjadi lembut dan berhenti.
Para penonton berdiri dari bangku masing-masing dan memberi tepuk tangan apresiasi. Bola mata Fang sempat melihat bangku Ochobot dan orang tuanya yang kini telah kosong.
'Kemana mereka?' batin Fang bingung.
Fang berusaha konsen untuk menyelesaikan urusannya dulu di atas panggung. Ia meraih tangan Yaya dan mereka membungkuk bersama.
"LAGI! ... LAGI!... LAGI! ..." sorak para penonton disertai tepuk tangan.
"Terima kasih semua," ucap Yaya dan Fang bersamaan lalu pergi ke belakang panggung.
Namun, sebelum Fang benar-benar turun ke belakang panggung, ia menengok ke arah belakang, melambaikan tangan, dan memberikan kiss bye.
"KYAAAA FAAANGG I LOVE YOU!"
"KAU TAMPAN SEKALI FANG!"
"MAU DONG DINYANYIKAN SAMA FANG!"
"I CATCH UR KISS FANG!"
Dan beberapa histeris para fans lainnya.
Sementara di belakang panggung, beberapa teman-teman mengucapkan selamat kepada Fang dan Yaya.
"Kak Yaya begitu keren sekali!" ucap Ying lalu memeluk sahabatnya.
"Hihihi, terima kasih, Ying!" ucap Yaya sambil membalas pelukan Ying.
"Coba kau bermain gitar setiap hari. Aku pasti akan mendapatkan uang banyak dari para penggemarmu," keluh Gopal.
Fang hanya sweatdrop mendengar perkataan Gopal.
"Enak saja! Kepopuleranku tidak bisa dibeli begitu saja dengan uang!" ucap Fang galak.
"Huu ... aku hanya bercanda, Kak Fang. Kau benar-benar mengagumkan tadi!" ucap Gopal lalu cengengesan.
Amardeep lalu datang dan memeluk Fang kemudian mereka saling menepuk punggung satu sama lain.
"Kerja bagus, Bro. Kau hebat sekali," puji Amardeep.
"Terima kasih, Bro," balas Fang.
Amardeep kemudian meninggalkan keempat sahabat itu.
"Bagaimana kalau kita rayakan bersama? Aku sudah memesan makanan dan minuman favorit kalian masing-masing dari Burger Riak, loh," ucap Ying.
"Yes, akhirnya makan besar!" ucap Fang lalu menyenderkan gitarnya di dinding.
"Kau memang mengerti kita, Ying!" ucap Gopal berbinar.
"Kalau soal makanan baru aja ngomong gitu," cibir Yaya.
Mereka berempat pun tertawa.
"Eh, tapi, tunggu dulu. BoBoiBoy ke-"
Sebelum Gopal melanjutkan kata-katanya, dari arah berlawanan Ibu berlari menuju Fang dan memeluknya.
"Bu, kenapa?" ucap Fang bingung setelah Ibu melepaskan pelukannya.
"Kita harus pulang sekarang, Fang!" perintah Ibu.
"Tapi, Bu ... kenapa?"
Ibu menarik tangan Fang untuk meninggalkan belakang panggung sebelum ia sempat berpamitan kepada Yaya, Ying, dan Gopal.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
A/N: Tadaaaaa ... macem mana part ini? Terbaik tak? *suaraNurFathiahDiaz*
Tadinya sih emang niat update cepat. Tapi karena aku ngetiknya begitu labil, yaa jadinya terbitnya lama. Dikit dikit ngetik, dikit dikit berhenti, dikit dikit ngetik, dikit dikit berhenti, terus ae begitu sampai Ejo Jo jadi putra keraton.
Silent reader, hargai karya saya dan review semau kalian. Kritik juga boleh kok.
Terima kasih ^^!
——————————
K O L O M N U T R I S I
——————————
1. Apakah BoBoiBoy akan lekas berbaikan dengan kakaknya— Fang?
2. Bagaimana acara perpisahan di sekolahmu?
3. Apa pendapatmu terhadap Chapter 12 di Do I Remember You ini?
***
Mari terapkan budaya baca cermat, memberi masukan dengan santun juga bijak, serta menghargai keberagaman dalam berkarya dan perbedaan pendapat. Be wise.
***
Sudahkah kamu vote bab ini dan follow penulisnya?
Scroll/Swipe untuk membaca bab selanjutnya dari fanfict Do I Remember You?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top