Chapter 4 - "Tersentuh"

YUME

Pagi ini adalah pagi yang dingin, yah, semua orang juga tahu akan hal itu. Bernafas saja sudah dapat menciptakan uap kecil. Sebenarnya kemarin malam, salah satu stasiun televisi sudah mengabarkannya lewat acara ramalan cuaca, yang terkadang bisa salah dan terkadang benar. Mereka memprediksikan suhu akan turun, tapi sepertinya suhu yang turun lebih dari yang diprediksikan.

Akato dan Momo tampaknya begitu senang, tadi pagi mereka tak henti-hentinya menatap jendela yang berembun dalam rumah. Okaa-San menempelkan penghangat di tubuh mereka agar mereka tak kedinginan. Meskipun penghangat ruangan telah dibuka, tetap saja dingin dapat terasa.

Saat melewati salah satu danau buatan, kami sudah dapat melihat bagian permukaan danau telah tertutup dengan es, meski aku yakin bahwa lapisan es itu masih tipis dan bisa saja pecah jika tertimpa sesuatu. Hari ini baru seminggu setelah musim dingin, tapi suhu turun dengan begitu cepatnya. Mungkin efek global warming yang membuat segalanya berubah.

Setelah mengantar Akato dan Momo di TK, aku pun langsung menuju kelas. Aku lega saat melihat penghangat ruangan telah dinyalakan.

Satu pertanda baik, setidaknya aku tidak mati kedinginan bersama mereka semua dan arwah-arwah yang sering menatapku remeh itu tidak tertawa melihatku mati konyol.

Hanya satu kata yang terlihat jelas di meja tetanggaku. Keramaian. Keramaian yang entah kapan akan berakhir. Mereka seperti mengerubungi pemilik meja agar tetap membuatnya hangat atau--ah aku tidak mau tahu.

Oh ayolah, apa mereka tidak bosan mengerubunginya setiap hari dan setiap waktu?

Tanpa bisa kucegah, mataku bersitatap dengan sepasang mata. Sepasang mata yang langsung kukenal begitu saja. Mata Akihito Yuki. Aku pura-pura tak melihatnya, dan duduk di tempatku segera. Tanpa mempedulikan kerumunan yang melihatku itu.

"Stt, Ootonashi sudah datang. Apa aku perlu menegurnya soal kejadian kemarin?"

Suara seseorang membuatku merenung. Tidak, aku tidak lupa soal kejadian kemarin. Aku hanya membayangkan apa yang akan terjadi selanjutnya. Mungkin saja mereka akan semakin membicarakanku, mungkin saja.

"Tidak perlu, biar aku saja," potong suara lainnya dengan suara yang kecil, dan suaranya terdengar familiar di telingaku, meskipun kami belum pernah sekalipun mengobrol.

Mataku menatap kerumunan itu, saat menemukan matanya, aku memberikan tatapan tidak suka kepadanya. Jangan ikut campur.

"Tapi Yuki-Kun, aku hanya mau mengingatkan bahwa, berbicara dengannya bisa membuatmu kesal."

Memangnya siapa yang menyuruh kalian berbicara denganku?

Tapi tak kuungkapkan apa yang kupikirkan dalam hati, aku bangkit dari mejaku menuju pintu geser. Sebaiknya menjauh daripada mendengar kata-kata yang tak pantas kudengar seperti itu.

Begitu aku menutup pintu, terdengar suara langkah kaki dari dalam sana, yang membuatku berinisiatif mencari tempat persembunyian secepat mungkin.

Hindari tatapan, hindari percakapan, hindari perbincangan. Sebisa mungkin!

Aku memilih bersembunyi di gudang, gudang ini biasanya adalah tempat meletakan barang-barang yang akan dipakai kembali saat festival atau saat hari-hari penting di sekolah. Aku bisa melihat ruangan itu penuh kardus, papan frame dan gulungan bendera segitiga dengan warna-warna mencolok, meskipun dalam ruangan yang gelap. Indra penglihatanku berfungsi lebih dari semestinya.

Lebih, sampai-sampai aku bisa melihat hal-hal yang tak bisa dilihat manusia biasa.

Saat mendengar suara langkah kaki mendekat begitu jelas, aku memutuskan untuk berdiam diri. Ada kemungkinan itu bukan orang-orang yang kukenal. Oh, itu malah kemungkinan terbesarnya. Karena di sini aku tidak mengenal siapapun kecuali adik-adikku, guru-guru dan ...,

"Hei."

Kepalaku menengok ke arah kiri, tepatnya di sumber suara. Di sana, ada seseorang yang berdiri di sampingku, dia lebih pendek dan aku bisa memastikan bahwa dia adalah gadis seusiaku. Tapi lewat cara tatapan dan suaranya yang menggema-gema di telingaku, aku tahu bahwa sosok itu bukanlah manusia.

Memang ada beberapa arwah yang bersedia berbicara, namun tak jarang juga aku menemukan beberapa yang enggan berkata-kata, hanya tatapan datar atau senyuman sinisnya yang membuat kita dapat memprediksikan apa yang dipikirkannya.

"Hei, kau dengar kan, aku berbicara denganmu?" tanya sosok itu dengan sedikit kesal. "Jangan pura-pura tak mendengar, semua arwah juga tahu kalau kau bisa melihat kami."

Aku sebenarnya tidak berniat berbicara dengan arwah manapun, apalagi menolong mereka. Jika kalian banyak membaca komik-komik atau menonton film tentang anak indigo yang gemar menolong arwah, itu sama sekali tidak berlaku padaku. Kenyataannya, aku manusia yang memiliki sifat penakut. Selama lima belas tahun aku hidup, aku belum pernah sekalipun membantu satu arwahpun. Aku penakut dan aku tidak bisa melakukannya. Semua manusia memilikinya, kalianpun, akuilah.

"Yasudah, tidak apa kalau kau tak mau membalas omonganku," ucap sosok itu pada akhirnya. "Aku ingin kau membantuku. Aku-"

"Aku tidak mau," potongku pada akhirnya. "Aku hanya ingin mengingatkanmu kalau kau sudah mati. Ragamu sudah tidak ada di sini, hanya jiwamu. Tidak akan ada hal yang bisa kau lakukan selain pasrah."

"Aku mohon, tolong aku sekali saja!" Gadis itu tiba-tiba menyentuh tanganku, membuatku memekik tanpa sadar.

Aku terduduk di lantai gudang yang dingin. Ketakutan, aku mengesot mundur, mencoba menjauhkan diriku dari sosok itu. "Me-mengapa kau bisa menyentuhku?!"

"Aku akan memberitahumu, setelah kau membantuku, oke? Aku mohon. Aku janji tidak akan langsung pulang ke alam baka setelah kau menolongmu. Aku akan memberitahumu, aku janji," ucap gadis itu sungguh-sungguh.

"Tapi aku-"

Gadis itu lagi-lagi menyentuh tanganku, mengenggamnya erat, membuatku lagi-lagi memekik kaget. "Aku mohon, kalau kau tidak membantuku, aku bisa-"

KREK.

Pintu terbuka memperlihatkan sosok seorang lelaki di sana. Akihito Yuki yang menatapku dengan kening berkerut. Bersamaan dengan itu gadis yang mengenggam tanganku juga menghilang tiba-tiba, membuatku bertanya-tanya tentang apa yang terjadi sebenarnya.

"Ootonashi?"

Aku tidak tahu. Tubuhku bergetar, pita suaraku seperti baru saja dipotong. Aku tak bisa mengeluarkan sepatah katapun, aku diam layaknya orang bisu. Dengan sekuat tenaga, aku bangkit dari dudukku dan keluar dari gudang tanpa berani menatapnya.

Hari ini terlalu-mengejutkan.

*

Disepanjang kelas aku sama sekali tidak bisa berkonsentrasi, sama sekali. Aku terus mengingat kejadian yang terjadi padaku pagi tadi. Aku terus-terusan berpikir,

Kapan sebenarnya mereka mulai bisa menyentuhku?

Sampai akhirnya aku membesarkan mataku tak percaya.

Oh, bodohnya kau, Yume. Bodoh.

Kemarin pagi, mereka juga sudah menyentuhku tanpa kusadari. Yah, saat mereka mendorongku ketika hendak memasuki kelas. Ya, sejak kemarin. Bodohnya aku tak menyadari itu. Ini fatal, ini fatal. Bagaimana jika aku kerasukan tiba-tiba?

Aku tidak pernah mendengar kasus seperti ini dari Otou-San. Setahuku, dimensi kami berbeda dan mereka tidak bisa menyentuh makhluk lain yang bukan berasal dari dimensinya. Tapi mengapa bisa?

Aku benar-benar tidak tahu harus berlindung dimana. Tidak lucu kalau aku kesurupan di sini tiba-tiba. Sudah cukup dirimu di cap aneh oleh orang-orang. Jangan menambah-nambah lagi.

Saat istirahat, aku tidak berani beranjak dari kursiku sama sekali. Apalagi saat mengingat di sepanjang pelajaran tadi, tidak ada yang mendekat. Mungkin aku masih aman di sini, mungkin.

Ini pertama kalinya aku makan di dalam kelas. Ah, Aku mau pulang.

.

.

Aku benar-benar berlari terbirit-birit saat hendak menjemput Akato dan Momo. Kali ini aku memilih turun di lantai bawah dan menyeberang langsung, daripada disuruh melewati gudang SMP yang jumlah arwahnya banyak sampai tak bisa terhitung jumlahnya.

Begitu menjemput Akato dan Momo, aku segera membawa mereka pulang. Kami tidak sempat lagi singgah ke toko manisan atau mencari pedagang taiyaki yang sejak kemarin kami lakukan karena Momo ingin memakannya.

Tidak sempat, tempat teraman saat ini adalah--rumah.

***TBC***

24 April 2016, Minggu.

*
a/n

Hai semuaa! Slamat hari minggu! Ini dia chapter 4 DN, hehee.
Masalah dimulai chapter selanjutnya yaa.

Ngomong-ngomong, LMP masih stuck, haha *kapan sih gapernah stuck?*
Biarkan daku merenung dahulu, jangan terror adek, sayang.
LMP tinggal dikit kokk, 3/4 chapter lagi (belum termasuk epilog dan xtra part)

DN akan diupdate secara berskala. Chapternya gaakan sepanjang yang ada di word yaa, gaakan sebanyak FLASHBACK (semoga)

Sekian, terimakasih.

Salam, Cindyana

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top